• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dan Pengertian HIV/AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Konsep dan Pengertian HIV/AIDS"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

Risiko tertular HIV melalui darah lebih dari 90%, artinya orang yang menerima darah yang terkontaminasi HIV hampir pasti tertular HIV. ASI dari ibu yang terinfeksi HIV terbukti mengandung HIV dalam konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan darah. Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala pada awal infeksi HIV, namun beberapa orang mengalami gejala mirip flu dalam waktu satu atau dua bulan setelah terinfeksi.

Patofisiologi HIV/AIDS

Pembagian Stadium HIV/AIDS

Faktor Yang Berperan Dalam Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak

Berat badan rendah dan kekurangan vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatkan risiko ibu menderita penyakit menular, sehingga dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV pada anak. Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka pada puting susu, dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI. Semakin lama waktu melahirkan maka semakin besar pula risiko penularan HIV dari ibu ke anak, karena semakin lama pula kontak antara anak dengan darah dan lendir ibu.

Waktu Dan Risiko Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak

Konsep PPIA .1 Pengertian PPIA

Perkembangan Program PPIA

Dengan terbitnya surat edaran ini, maka kegiatan PPIA diintegrasikan ke dalam layanan KIA, KB, dan konseling remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2015: 8). Berdasarkan surat edaran tersebut, seluruh ibu hamil di wilayah yang epideminya tersebar luas dan terfokus pada pelayanan antenatal harus mendapatkan pemeriksaan tes HIV komprehensif melalui pemeriksaan laboratorium rutin, beserta pemeriksaan lainnya, mulai dari kunjungan pertama hingga sesaat sebelum melahirkan. Untuk daerah yang rendah epideminya, tes HIV diprioritaskan pada ibu hamil yang mengidap IMS dan tuberkulosis (TBC) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015: 8).

KEBIJAKAN PPIA

Di wilayah dimana epidemi HIV tersebar luas dan terkonsentrasi, petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil, termasuk pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya pada saat pemeriksaan kehamilan atau sebelum melahirkan. e. Di daerah dengan tingkat epidemi HIV yang rendah, pemberian tes HIV oleh petugas kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TBC. Setiap ibu hamil yang mengidap HIV positif harus diberikan obat ARV dan mendapat layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP) lebih lanjut.

STRATEGI PPIA

Tujuan PPIA

Strategi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak secara komprehensif tahun 2013-2017 berdasarkan Kementerian Kesehatan RI antara lain: a. Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak dan menurunkan angka kasus baru HIV pada anak serendah mungkin. mungkin. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan anak serta menurunkan angka kematian ibu dan anak serendah mungkin.

Tujuan dari Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2013 adalah untuk.

Landasan Hukum

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1932/MENKES/SK/IX/2011 tentang Kelompok Kerja Pengendalian HIV-AIDS Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1907/MENKES/Per/VI/2011 tentang Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 782/MENKES/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA).

Sasaran

Tenaga kesehatan yaitu dokter, dokter spesialis, bidan, perawat dan tenaga terkait lainnya yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer dan rujukan, lembaga kesehatan pemerintah dan swasta. Pengelola program serta petugas pencatatan dan pelaporan pada layanan inti dan rujukan, khususnya pada layanan HIV-AIDS dan PMS, KIA, KB, kesehatan reproduksi, layanan kesehatan remaja, baik di fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta. Pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun non-pemerintah, terlibat dalam penyediaan layanan HIV-AIDS dan PMS.

Kelompok profesi dan advokasi bidang kesehatan terkait pelayanan kesehatan bagi ODHA, pelayanan KIA, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, kesehatan remaja, PMS dan pelayanan lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013: 11).

Kegiatan PPIA

Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak sejak dini, yaitu sebelum terjadi perilaku seksual berisiko atau jika terjadi perilaku seksual berisiko, penularannya tetap dapat dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil tertular HIV. -pasangan yang terinfeksi. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013:18). Informasi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak juga penting untuk disampaikan kepada masyarakat luas untuk memperkuat dukungan masyarakat terhadap ibu dengan HIV dan keluarganya (Kementerian Kesehatan RI). Konseling dan tes HIV dilakukan melalui Bagian Konseling dan Testing Inisiasi Tenaga Kesehatan (KTIP) dan Konseling dan Tes Sukarela (KTS) yang merupakan bagian penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Apabila ibu tersebut mendapat terapi ARV, maka jumlah HIV dalam tubuhnya akan sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIV dari ibu ke anak pun rendah, sehingga mempunyai peluang besar untuk menjadi HIV-negatif. seorang anak. Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang terinfeksi HIV merupakan inti dari kegiatan pencegahan penularan. Kombinasi kegiatan ini merupakan strategi yang paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIV dan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, dan nifas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013: 22).

Layanan KIA dapat menjadi titik awal upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak pada ibu hamil. Memberikan informasi kepada ibu hamil dan suaminya ketika datang ke klinik KIA akan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka terhadap potensi risiko penularan HIV di antara mereka, termasuk risiko penularan HIV lebih lanjut dari ibu. Konseling dan tes HIV dalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatan konseling dan tes yang diprakarsai oleh petugas kesehatan (KTIP), yang merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV, selain untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak, juga untuk mengoptimalkan status kesehatan ibu dengan menurunkan tingkat HIV serendah mungkin. Dalam konseling perlu disampaikan manfaat terapi ARV sebagai cara terbaik untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian susu formula memiliki risiko penularan HIV yang minimal dari ibu ke bayinya, sehingga susu formula diyakini sebagai cara pemberian makanan yang paling aman.

Gambar  2.1  Alur  proses  ibu  hamil  menjalani  kegiatan  Prong  3  dan  4  dalam PPIA (Kemenkes RI, 2013:36)
Gambar 2.1 Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan Prong 3 dan 4 dalam PPIA (Kemenkes RI, 2013:36)

Jejaring PPIA

Komponen LKB mencakup segala bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE untuk pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian/pengenalan faktor risiko; tes dan konseling HIV;. Di LKB harus dipastikan layanan PPIA terintegrasi dengan layanan rutin KIA khususnya pemeriksaan ibu hamil untuk memaksimalkan cakupan. Perlu dikembangkan jaringan layanan tes dan konseling HIV, serta pengobatan dan dukungan perawatan ODHA dengan klinik KIA/KB, kesehatan reproduksi dan kesehatan remaja, serta rujukan bagi ibu HIV positif dan anak yang diasuhnya. melahirkan. kepada layanan masyarakat untuk mendapatkan dukungan dalam hal pemberian makanan bayi yang tepat dan terapi profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada bayi, kepatuhan minum obat ARV pada ibu dan bayi, dan dukungan berkelanjutan bagi ibu HIV serta dukungan akses terhadap tes diagnostik HIV sejak dini untuk bayinya, dan dukungan berkelanjutan untuk anak-anak yang HIV-positif (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012:34).

Penerapan LKB dalam pelaksanaan PPIA merupakan kerjasama antara institusi kesehatan dengan organisasi sosial penting. Kolaborasi ini akan mengatasi hambatan medis (seperti: tes HIV, ARV, CD4, viral load, persalinan yang aman) dan hambatan psikososial (seperti: kebutuhan bantuan, kunjungan rumah, panduan perubahan perilaku, dan kesulitan ekonomi keluarga ODHA). . Bentuk kerja sama yang perlu dikembangkan antara lain memperkuat sistem rujukan klien, memfasilitasi hubungan komunikasi untuk berbagi informasi tentang situasi dan jenis layanan yang diberikan, serta membangun sistem penanganan kasus bersama.

Di fasilitas kesehatan, pelayanan PPIA dilakukan oleh Puskesmas beserta petugasnya, rumah sakit, dan bidan praktik swasta. Di tingkat komunitas, layanan PPIA dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau kelompok dukungan sebaya (PGS) terhadap ODHA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011:35). Agar peran masing-masing lembaga dapat berfungsi secara maksimal, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam pelayanan PPIA.

Asosiasi profesi juga berperan dalam meningkatkan kinerja tenaga kesehatan untuk menjamin pemberian pelayanan yang berkualitas, serta menjalin koordinasi antar asosiasi profesi dan kemitraan dengan pihak lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012: 35).

Gambar  2.2  Kerangka  kerja  Layanan  Komprehensif  HIV  dan  IMS  yang Berkesinambungan (Kemenkes RI, 2012:33)
Gambar 2.2 Kerangka kerja Layanan Komprehensif HIV dan IMS yang Berkesinambungan (Kemenkes RI, 2012:33)

Monitoring Evaluasi Dan Penjaminan Mutu Layanan

Pelaporan

Penekanannya diberikan pada peningkatan analisis dan penggunaan data secara lokal, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, khususnya dalam perencanaan.

Konseling Dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) .1 Definisi Konseling dalam VCT

Struktur Organisasi

Manajer Klinik VCT adalah individu yang mempunyai keahlian manajemen dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan manajemen program perawatan, dukungan, dan pengobatan HIV/AIDS. Kepala klinik VCT menangani seluruh kegiatan di dalam/di luar unit, dan bertanggung jawab atas semua kegiatan yang berkaitan dengan lembaga layanan lain yang terkait dengan HIV. Pejabat administrasi atau sekretaris adalah seseorang yang mempunyai keahlian di bidang administrasi dan berlatar belakang minimal sekolah menengah atas.

Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang secara teknis bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan CTV. Koordinator pelayanan non medis adalah seseorang yang mampu mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS yang berkaitan dengan masalah psikologis, sosial dan hukum. Petugas yang telah menjalani pelatihan teknik pengolahan tes HIV menggunakan ELISA, rapid test dan mengikuti algoritma pengujian yang disetujui WHO.

Tahapan Pelayanan VCT

Konsep Ibu Hamil .1 Pengertian Ibu

Pengertian Kehamilan

Konsep Pelayanan Antenatal Terpadu

Pengukuran tinggi badan pada kunjungan pertama dilakukan untuk mengetahui faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko CPD (Cephalo Pelvic Disproportion). Sedangkan pemeriksaan laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan atas indikasi oleh ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal.

Kadar hemoglobin darah ibu hamil diperiksa minimal satu kali pada trimester pertama dan satu kali pada trimester ketiga. Pemeriksaan protein dalam urin ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga sesuai indikasi. Semua ibu hamil di daerah endemik Malaria menjalani pemeriksaan darah Malaria untuk skrining pada kontak pertama.

Tes sifilis dilakukan di daerah berisiko tinggi dan pada ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang diduga menderita TBC sebagai tindakan pencegahan agar infeksi TBC tidak berdampak pada kesehatan janin. Misalnya, ibu hamil disarankan untuk rutin mengonsumsi tablet darah tambahan untuk mencegah anemia saat hamil.

Setiap ibu hamil hendaknya memiliki status imunisasi (T) yang tetap memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayinya mengalami tetanus neonatal.

Konsep Perilaku Oleh Teori Lawrence Green

Ibu hamil diberikan penyuluhan tentang pentingnya ikut serta dalam keluarga berencana setelah melahirkan, untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu mempunyai waktu untuk menjaga kesehatan dirinya, anak dan keluarganya. 10) Imunisasi. Untuk meningkatkan kecerdasan bayi yang dilahirkan, ibu hamil disarankan untuk memberikan rangsangan pendengaran dan nutrisi otak secara bersamaan selama kehamilan. Faktor-faktor tersebut antara lain pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

Faktor predisposisi diwujudkan dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, kebiasaan, norma sosial, budaya, dan lain-lain. Hal ini dapat dijelaskan karena perilaku kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan pada ibu hamil memerlukan pengetahuan dan kesadaran ibu akan manfaat pemeriksaan kehamilan baik bagi kesehatan ibu itu sendiri maupun bagi kesehatan janinnya. Selain itu, terkadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai yang ada di masyarakat dapat mendorong atau menghambat para ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (Notoatmodjo, 2012: 18).

Faktor tersebut meliputi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan feses, ketersediaan makanan bergizi, ketersediaan alat, dan lain-lain. Ibu hamil yang ingin melakukan pemeriksaan kehamilan tidak hanya mengetahui dan sadar akan manfaat pemeriksaan kehamilan saja, namun ibu harus dengan mudah bisa mendapatkan fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan seperti puskesmas. , kantor polisi desa, dll. Fasilitas-fasilitas tersebut pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku sehat, sehingga faktor-faktor tersebut disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin (Notoatmodjo, 2012:19).

Faktor tersebut meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas, termasuk petugas kesehatan.

Gambar 2.4 Model Perilaku Teori Green (1980) (Arini, 2014:23)
Gambar 2.4 Model Perilaku Teori Green (1980) (Arini, 2014:23)

Kerangka Konsep

Gambar

Gambar  2.1  Alur  proses  ibu  hamil  menjalani  kegiatan  Prong  3  dan  4  dalam PPIA (Kemenkes RI, 2013:36)
Gambar  2.2  Kerangka  kerja  Layanan  Komprehensif  HIV  dan  IMS  yang Berkesinambungan (Kemenkes RI, 2012:33)
Gambar 2.3 Bagan alur pelaporan (Kemenkes RI, 2012:38).
Gambar 2.4 Model Perilaku Teori Green (1980) (Arini, 2014:23)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perempuan HIV-negatif dapat menjadi hamil secara aman dengan melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan laki-laki yang HIV-positif – asalkan viral load dalam air maninya

Dan adanya program lain dalam menekan penyebaran virus HIV/AIDS, adalah adanya program Layanan konseling dan tes sukarela atau program layanan Voluntary Counseling and

Tes HIV senantiasa didahului oleh konseling pra tes. Konseling pra tes individual dilaksanakan untuk membantu seseorang dalam membuat keputusan yang baik tentang

Nantinya mereka bisa berbicara dengan orang lain secara perorangan atau di dalam kelompok untuk membantu anak perempuan dan perempuan dewasa memahami tubuh mereka dan

Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) atau yang disebut dengan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) merupakan upaya penanggulangan HIV&AIDS yang

Semua ibu hamil harus ditawarkan pemeriksaaan HIV Pada perempuan hamil dengan HIV positiv pemberian ARV penting untuk mencegah tranmisi infeksi ke bayi Masa persalinan mempunyai

Simpulan Perempuan dengan HIV/AIDS yang mendapatkan infeksi HIV dari pasangan dan mereka mendapatkan stigma di dalam keluarga, fasilitas pelayanan kesehatan, lingkungan tempat

Jumlah layanan lain yang tersedia sampai dengan bulan September 2011. yaitu: Layanan KTS (Konseling dan Tes HIV) aktif sebanyak 388; Layanan