• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep pendidikan inklusi

N/A
N/A
Irwan Arul

Academic year: 2024

Membagikan " Konsep pendidikan inklusi "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep

pendidikan

inklusi

(2)

Histori pendidikan inklusi

1. Peradaban dan pola pikir manusia berkembang ke arah lebih maju

2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia th.1948 “Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan”

3. Anak penyandang hambatan mulai diakui dan dihargai

4. Mulai berdiri sekolah khusus, rumah perawatan dan panti-panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak penyandang hambatan

5. Dalam pendidikannya, mereka dipandang memerlukan pendekatan dan metode yang khusus sesuai dengan karakternya

(3)

Pendidikan Segregasi

Sistem pendidikan segregasi

1. Pendidikan yang memisahkan sistem dan tempat pendidikan bagi anak penyandang hambatan/anak luar biasa

2. Sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling) sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan

3. Ditandai lahirnya pendidikan bagi anak tuna netra tahun 1901 di Bandung dan diikuti dengan berdirinya sekolah-sekolah luar biasa (SLB) yang disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya

(4)

Lanjutan

Pendidikan Segregasi:

1. Sekolah Berkelainan (SLB)/Pendidikan Khusus: SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunaganda dsb

2. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

3. Pendidikan Terpadu

Problematika yang dihadapi:

1. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebar di berbagai daerah

2. Lokasi SLB yang tidak merata (sebagian besar berada di ibukota kabupaten

3. Sekolah umum merasa tidak mampu melayani

4. Sebagian diterima di SD terdekat, tetapi tidak ada pelayanan khusus

(5)

Pendidikan segregasi tidak menguntungkan bagi ABK maupun bagi masyarakat pada umumnya:

1.

Secara filosofis, dapat menciptakan masyarakat eksklusif normal dan tidak normal

2.

Secara paedagogis, mengabaikan eksistensi anak sebagai individu yang unik dan holistik

3.

Secara psikologis, kurang memperhatikan

kebutuhan dan perbedaan individu

(6)

Dampak sosial yang ditimbulkan:

1. Sistem pendidikan SLB menghambat proses saling mengenal antara anak difabel dengan non difabel

2. Difabel menjadi kelompok yang teralienasi dari dinamika sosial masyarakat

3. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel

4. Kelompok difabel merasa keberadaannya bukan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat sekitarnya

(7)

Tuntutan terhadap hak azasi manusia:

1. Awal tahun 1980 telah dirintis sistem layanan pendidikan integratif yang diprakarsai oleh Hellen Keller International’s

2. Rintisan pendidikan terpadu dimulai untuk anak tuna netra, selanjutnya berkembang dan diperluas bagi anak ABK yang lainnya

3. Convention the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol (disahkan Maret 2007)

4. Pasal 24 dalam konvensi menyebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan

(8)

Pemikiran yang berkembang:

1. Melihat persoalan anak penyandang hambatan dari sudut pandang yang lebih humanis, holistik, perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian

2. Layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, tetapi didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak

3. Terjadi perubahan mendasar yaitu dari pemikiran

special education” bergeser ke “special needs education” yang menjadi latar belakang gagasan pendidikan inklusi

(9)

Makna Pendidikan Inklusi:

1. Pendidikan Inklusi bukan sekedar model, tetapi sebagai ideologi dan cita-cita

2. Inklusi melibatkan perubahan dan modifikasi isi, pendekatan, struktur dan strategi

3. Inklusi adalah suatu visi dan keyakinan serta tanggung jawab sistem reguler yang mendidik semua anak

4. Inklusi memungkinkan guru dan siswa nyaman dengan keragaman dan sbg.suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar dan pada suatu problem

5. Inklusi adalah penerimaan, pemilikan yang mendorong agar setiap anak dapat belajar dengan lingkungan yang sesuai dan aktivitas yang bermakna

(10)

Dasar Hukum Pendidikan Inklusi

Landasan Yuridis:

1. Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989

2. Deklarasi Pendidikan untuk semua di Thailand tahun 1990

3. Kesepakatan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO tahun 1994

4. UU No. 4 tentang Penyandang cacat tahun 1997

5. UU No.23 tentang Perlindungan anak tahun 2003

6. PP No. 19 tentang Standar Pendidikan nasional tahun 2004

7. Deklarasi Kongres Anak Internasional tahun 2004

8. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004

(11)

Implementasi di lapangan

Sejak tahun 2001, pemerintah mulai iuji coba perintisan Sekolah Inklusi di DIY dengan 12 sekolah di Gunungkidul dan di Prop DIY sebanyak 35 sekolah

Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi

dideklarasikan pada 11 Agustus 2004 di Bandung dengan harapan menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan Inklusi

Uji coba Sekolah Inklusi berlangsung di Jawa Barat dan pada akhir tahun 2005 tercatat sebanyak 122 SD Inklusi

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah inklusi, mulai dikembangkan dewasa ini dan sudah menampung banyak sekali anak-anak yang memiliki kategori kebutuhan khusus untuk menempuh pendidikan di sekolah

Implementasi Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Menengah Atas (SMA) (Studi Kasus di Sekolah Inklusi SMA Negeri 10 Surabaya); Prahoro Kukuh

Penelitian ini membuktikan bahwa model pembelajaran pendidikan agama Islam untuk siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah model pembelajaran berbasis kompetensi

Setelah terbentuk kepengurusan kelas inklusi, SMA 1 Mojotengah menjalankan fungsinya sebagai salah satu sekolah pelaksana pendidikan terpadu/inklusi di kabupaten Wonosobo

D. Hasil Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SD Negri Bendungan dalam Peningkatan Standar Proses Pendidikan Inklusi di Sekolah Tersebut.. 

Meskipun pada implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar masih ditemukan beberapa kendala, akan tetapi kepala sekolah, guru, dinas pendidikan dan masyarakat terus berupaya

Selain itu, pada tataran konsep yang berkembang bahwa sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran,

memahami penerapan pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus di sekolah