Al-MISBAH (Jurnal Kajian Islam)
Jil. 9, No.1, April 2021, hlm.31-43 P- ISSN:2337-5264| E-ISSN:2656-0984
http://journal2.uad.ac.id/index.php/almisbah/index
Quranic Parenting: Konsep Parenting dalam Perspektif Islam
Rubinia,1,*, Cahya Edi Setyawanb,2
* ASTAI Masjid Syuhada Yogyakarta;
BSTAI Masjid Syuhada Yogyakarta;
1[email protected] ;2[email protected]
* Penulis Koresponden
Diterima: 24-03-2020 Direvisi: 02-04-2020 Diterima: 03-04-2021
KATA KUNCI
ABSTRAK
Pengasuhan Alquran
Pendidikan Anak Pendidikan anak yang pertama dan utama adalah pendidikan keluarga.
Untuk membentuk anak bertakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia yang menyangkut etika, moral, dan tata krama. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan landasan, prinsip dan cara pelaksanaannya serta metode apa saja yang digunakan dalam pengasuhan Al-Quran. Tujuan-tujuan tersebut dijelaskan dan dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Artikel ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Sumber data diambil dari data primer dan sekunder. Data primernya adalah Quranic Parenting: Tips Sukses Mendidik Anak Berdasarkan Al-Qur'an (Quranic Parenting: Tips Sukses Mendidik Anak Sesuai Al-Qur'an).
Berdasarkan hasil tersebut maka landasan pola asuh anak adalah Al Quran, Hadits, dan Ijma' Ulama, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 Pasal 7 Ayat 2, dan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 pasal 26 ayat 1. Sedangkan prinsip pengasuhan anak adalah menjaga fitrah anak (almuhafazoh),
mengembangkan potensinya (at-tanmiyah), memberikan bimbingan yang jelas (at-taujid), bertahap (at-tararruj). Metode pengasuhan yang dilakukan adalah Keteladanan, Pembiasaan, Perhatian, Penghargaan, dan Hukuman.
Ini adalah artikel akses terbuka di bawahCC–BY-SAlisensi.
Perkenalan
Pendidikan anak adalah kewajiban orang tua dan memperoleh pendidikan adalah hak anak. Anak- anak memerlukan keistimewaan karena kebutuhannya yang unik. Mereka memerlukan perlindungan tambahan yang tidak dimiliki oleh orang dewasa. Konvensi PBB Menentang Hak Anak merupakan dokumen internasional yang menentukan bahwa semua hak dimiliki oleh anak. Anak yang dimaksud dalam Konvensi ini adalah siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun. Di sisi lain, Islam mengakui keluarga sebagai unit sosial dasar. Selain hubungan suami-istri, orang tua-anak juga merupakan hal yang paling krusial. Untuk menjaga hubungan sosial, kedua belah pihak harus mempunyai Hak dan Kewajiban yang jelas. Ini adalah hubungan timbal balik. Kewajiban salah satu pihak adalah hak pihak lain (Saedi, 2014).
Untuk menghasilkan generasi yang tangguh dan berkualitas, diperlukan upaya yang konsisten dan berkesinambungan dari orang tua seperti melaksanakan tanggung jawab membesarkan, mengasuh, dan mendidik anak baik lahir maupun batin hingga anak tersebut tumbuh dewasa dan mandiri sebagai manusia yang bertanggung jawab. (Djamarah, 2014). Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu)
Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu) harus mempunyai upaya dalam mengasuh dan membesarkan anak-anaknya, terutama pada saat ini. Mereka harus bisa mengasuh anak-anaknya dengan baik jika ingin anak tetap bertahan di zamannya. Orang tua terkadang mengharapkan anaknya sukses, namun justru sebaliknya karena kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa perhatian orang tua terhadap anaknya merupakan prinsip terkuat dalam pembentukan manusia seutuhnya (Abdullah Nashih Ulwan, 2018).
Dalam pandangan Islam, setiap anak dilahirkan dengan kodratnya masing-masing. Oleh karena itu, ia mempunyai potensi untuk dididik, diasuh dan mempunyai peluang besar untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasilnya, ia memiliki karakter dan kepribadian yang hebat (akhlak karimah) bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah (Anisah, 2011).
Anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tuanya untuk dijaga dan dibesarkan. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi orang tua untuk mengabaikan pendidikan anak dalam keluarga. Bahkan seluruh pakar pendidikan sepakat bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam memberikan bekal pendidikan bagi pengembang sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini dikarenakan sejak mereka dilahirkan sejak usia prasekolah, mereka mempunyai satu lingkungan yaitu keluarga. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dikatakan bahwa sebagian besar kebiasaan yang dimiliki anak dipengaruhi oleh pendidikan dalam keluarga. Sejak bangun pagi hingga tidur malam, anak mendapat pengaruh dan pendidikan dari lingkungannya, terutama keluarga.
Pendidikan keluarga yang pertama dan utama adalah pendidikan agama. Pendidikan anak bersifat demokratis. Ayah dan ibu bekerja dan mengasuh anak-anak mereka bersama-sama. Pola asuh tersebut dimulai sejak ibu hamil. Orang tua wajib memperhatikan anaknya sejak ia lahir hingga orang tuanya meninggal dunia. Orang tua hendaknya menunjang kebutuhan jasmani dan rohani anaknya hingga anaknya kuat jasmani dan rohani serta mandiri (Sumayah, 2020). Dalam perspektif Islam, pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang berdasarkan agama yang diterapkan dalam keluarga yang bertujuan untuk membentuk anak menjadi bertakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Contoh akhlak mulia adalah pemahaman dan pengalaman nilai-nilai etika, moral, budi pekerti, spiritual atau agama dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah salah satu manifestasi dari
amar ma'ruf
Nabi Munkar dalam kehidupan berkeluarga dengan memberikan pendidikan kepada seluruh anaknya berdasarkan ajaran Islam (Taubah, 2016).Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara detail mengenai peran pendidik orang tua dalam perkembangan
potensi anak. Dalam hal ini pendidikan keluarga sangatlah penting dalam menanamkan pendidikan pada anak sebagai landasan dalam menjalani kehidupannya ketika sudah dewasa karena pendidikan merupakan pendidikan pertama dan sangat berpengaruh bagi dirinya.
metode
Ini adalah penelitian kepustakaan. Mardalis dalam Milya Sari menjelaskan bahwa penelitian kepustakaan adalah suatu penelitian yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi dan data dengan berbagai bahan yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, cerita sejarah, dan lain-lain (M. Sari & Asmendri, 2018). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi, serta data primer dan sekunder. Setelah itu data yang ada dianalisis dan diuraikan sebagai pembahasan penelitian (W. Surahmad, 2004). Dalam penelitian ini diperlukan dua sumber data yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang diberikan langsung kepada pengumpul data. Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya (Suci Arischa, 2019). Dalam penelitian ini data primer diambil dari Quranic Parenting: Tips Sukses Mendidik Anak Sesuai Al-Qur'an (Quranic Parenting: Tips Sukses Mendidik Anak Menurut Al-Qur'an (Quranic Parenting: Tips Sukses Mendidik Anak).
Setelah data terkumpul, diseleksi dan dirangkai menjadi hubungan faktual dengan
mempertimbangkan keterkaitan dan tatanan data penelitian, sehingga merumuskan suatu definisi yang dituangkan dalam bentuk analisis. Dalam analisisnya, peneliti menggunakan metode pola berpikir deduktif. Jujun S. Suriasumantri dalam Mohammad Mulyadi menjelaskan bahwa metode deduktif adalah pola pikir yang mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan umum. Penarikan kesimpulan deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogisme. Dirumuskan dari dua pernyataan dan satu kesimpulan (Mulyadi, 2013).
Tema Informasi Tentukan Penelitian
Pengumpulan Sumber Data
Presentasi Data
Penulisan Laporan
Gambar 1.Langkah-langkah Penelitian Perpustakaan
Analisis Deskriptif merupakan metode pengumpulan data dengan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan penelitian
objek dengan menyajikan data secara lebih mendalam terhadap objek penelitian (Prabowo, 2013).
Langkah-langkah penelitian kepustakaan dijelaskan oleh Purwoko dalam Milya Sari (M. Sari & Asmendri, 2018), dapat dilihat pada gambar 1.
Hasil dan Diskusi
Pengertian Pola Asuh Al-Qur'an
Secara linguistik istilah parenting berasal dari bahasa Inggris, berakar dari istilah Parent (John M. Echols dan Hassan Shadily, 2005). Pola asuh islami merupakan pola asuh yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, AL-Qur'an dan As-Sunnah. Pola asuh anaklah yang disesuaikan dengan tumbuh kembangnya berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (Idrus, 2019). Takdir Ilahi dalam bukunya “Quantum Parenting” mengartikan parenting sebagai suatu proses penggunaan keterampilan mengasuh anak yang dilandasi oleh kaidah-kaidah yang agung dan mulia. Pola asuh adalah suatu proses pengasuhan anak dengan menggunakan teknik dan metode yang menekankan pada perhatian yang mendalam dan keikhlasan kasih sayang dari orang tuanya (Mohammad Takdir Ilahi, 2013).
Motivasi anak akan meningkat bila orang tua mampu memberikan perhatian dengan Quantum Learning yang menghadirkan suasana menyenangkan seperti belajar outdoor (Mayangsari & Umroh, 2014). Mendidik atau mendidik anak dalam bahasa Arab disusun dari istilah Tarbiyah al-Aulad. Namun istilah tersebut tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Hadits, melainkan terdapat beberapa akar kata, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam kata mu’jam dalam bahasa Arab, al- Tarbiyah mempunyai tiga akar bahasa, yaitu Rabba, yarbu, tarbiyah, dengan tambahan definisi (zad) dan dikembangkan (naama). Oleh karena itu, Tarbiyah berarti suatu proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang dimilikinya secara fisik, psikis, sosial atau spiritual. Kata al-Auland merupakan bentuk jamak dari al-Waladu yang berarti anak-anak (Munawir, 1997).
Saat ini, pola asuh orang tua (parenting) kembali populer seiring dengan munculnya kompleksitas permasalahan dalam mendidik dan mengasuh anak di era milenial. Jadi, wajar jika suatu saat sebagai umat Islam, kita kembali kepada Al-Quran. Sebab Al-Quran mengandung nilai-nilai universal dan luhur yang menjadi pedoman dan solusi hidup bagi orang beriman. Dalam perspektif Al-Qur'an, pola asuh anak disebut dengan Quranic parenting, yaitu sebuah konsep pola asuh dan pendidikan terhadap anak sesuai nilai-nilai yang diajarkan Al-Quran (Mustaqiem, 2019). Al-Quran menghormati dan mendorong manusia untuk meningkatkan kualitas kepribadiannya melalui ilmu dan amal (Oktarina, 2021). Nilai-nilai tersebut diperoleh, pertama, ayat-ayat yang secara tegas menjelaskan bagaimana seharusnya orang tua mendidik anak, misalnya QS al-Balqarah: 233 dan al-Nisa': 9. Kedua, kisah-kisah dalam Al-Qur'an menjelaskan bagaimana Nabi dan Nabi SAW. orang-orang shaleh mendidik anaknya (QS: 13-19 dan al-Shaffat: 102).
Mengingat anak adalah harapan keluarga dan bangsa yang berharga. Kemajuan bangsa
tergantung sejauh mana bangsa mempersiapkan generasinya, karena anak-anaknya
akan menjadi penerus cita-cita mengasuh anak. Hal ini tentu memerlukan perhatian serius dari orang tua dan guru dalam mendidiknya.
Proses pengasuhan dan pendidikan tidak hanya sekedar transmisi dan transformasi ilmu
pengetahuan, namun juga bagaimana menanamkan nilai-nilai karakter yang efektif dan keteladanan orang tua. Bagaimana orang tua memahami potensi, bakat, dan minat anak melalui dialog saat bermain, serta makan bersama menjadi bermakna bagi tumbuh kembang anak. Orang tua hendaknya menghormati haknya dan mengajarkan apa yang menjadi kewajibannya, oleh karena itu al-Quran berpesan kepada orang tua untuk tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah dan menjaga komunikasi yang baik dengan anak.
Landasan Dasar dan Prinsip Pengasuhan Anak Landasan Normatif
Pendidikan keluarga merupakan jenjang pendidikan informal yang hakikatnya dilaksanakan oleh keluarga dengan merancang suatu kegiatan pendidikan mandiri (Judrah, 2020). Artinya pendidikan anak ditangani langsung oleh pihak terkait dan pendidik yang paling berkompeten adalah orang tua anak (Thalib, 1996).
Syarat utama seorang tutor anak adalah mempunyai kepribadian dan keterampilan yang dapat dipercaya.
Amanah berarti sikap akhlak yang baik dan tidak merusak agama anak (Junaidy, 2017). Keluarga ditinjau dari aspek pendidikan merupakan wilayah pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua.
Mereka adalah pendidik alami karena secara alami ibu dan ayah diberikan naluri sebagai orang tua oleh Tuhan (Jalaludin, 2001a). Pendidikan keluarga memerlukan landasan yang transenden, universal, dan mendesak. Dalam hal ini, landasan pendidikan yang sebaiknya dilakukan dalam keluarga adalah Al-Qur’an, hadis, dan ijmak ulama. Dalam Al-Qur'an disebutkan tentang pendidikan dasar dalam keluarga yang artinya
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang diatasnya [diangkat] malaikat, keras dan kejam; mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, melainkan melakukan apa yang
diperintahkan.” (QS At-Tahrim : 6).
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin yang dikutip oleh Hayya binti Mubarok, anak adalah amanah orang tua. Hatinya yang murni tak ternilai harganya dan belum terbentuk. Ia menerima bentuk dan pola yang diinginkan (Al-Barik, 1999). Seorang anak adalah milik Allah SWT hasil perkawinan antara ayah dan ibunya. Dalam kondisi normal, ia adalah bayi, jiwa, dan tempat bersandar orang tuanya di hari tua. Di sisi lain, seorang anak akan menjadi “pencemaran nama baik” yang mempunyai makna yang sangat negatif, seperti beban orang tua dan masyarakat, sumber kejahatan, permusuhan, perkelahian, dan lain-lain (Al-Qarashi, 2003).
Landasan Yuridis
Disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.29 Tahun 2003 Pasal 7 Ayat 2 bahwa, “Orang tua yang mempunyai anak dalam usia wajib belajar wajib memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya” (Al-Qazwainy, 2008). Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Pasal 26 Ayat 1 tentang tugas dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Landasan
PsikologisArifin dalam Fatma Sari menjelaskan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk yang “netral secara psiko-fisika” atau mereka yang mempunyai kemandirian fisik dan psikis (harga diri) (F. Sari, 2019). Dalam kemandiriannya, manusia mempunyai potensi. Menurut Ahmad Tafsir, potensi dikatakan juga kemampuan atau bakat. Potensi tersebut akan tumbuh dan berkembang serta dipengaruhi oleh lingkungan yang mendidiknya. Oleh karena itu, orang tua hendaknya lebih cerdas dalam mengasuh anaknya, mengingat secara psikologis masa kanak-kanak merupakan masa yang potensial dalam perkembangannya (Tafsir, 1992).
Landasan sosiologis
Manusia sebagai makhluk “netral psiko-fisika” juga bersifat “homo-socius” atau mempunyai karakter dan kompetensi dasar atau garizah (naluri) untuk hidup bermasyarakat (Sururin, 2004). Selain makhluk individu, mereka juga merupakan makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dengan kelompok di lingkungannya. Dalam berinteraksi terdapat kecenderungan pengaruh-pengaruh yang masuk ke dalam diri mereka, baik itu sikap, tutur kata, maupun gaya hidup (Purwanto, 2003).
Ada empat prinsip (Shofi, 2007) yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam mengasuh anaknya, seperti; (1) Memelihara fitrah anak (al-muhafazoh). Upaya yang dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya hendaknya didasari oleh keyakinan bahwa mereka dilahirkan dalam keadaan suci, beriman kepada agama Islam (Toba, 1996). Abdul Mujib dalam Guntur Cahaya Kusuma menjelaskan bahwa secara etimologis berasal dari kosakata bahasa Arab, fa-tha-ra yang berarti “kejadian”, oleh karena itu kata alam berasal dari kata kerja
“membuat” (Kesuma, 2013). Alam berarti kondisi ciptaan manusia yang cenderung menerima kebenaran.
Secara alami, mereka cenderung dan berusaha mencari dan menerima kebenaran meskipun kebenaran itu tetap ada di dalam hati mereka; (2) Mengembangkan potensi anak (at-tanmiyah). Setiap manusia yang dilahirkan oleh Allah disertai dengan alam. Ini adalah potensi yang ada pada diri anak. Potensi tersebut bisa baik atau buruk, tergantung dari pengaruh yang didapatnya. Ada hal-hal yang akan membentuk kepribadian dan karakter anak sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW yaitu orang tua yang melahirkan dan lingkungan yang membesarkannya (Erzad, 2018). Allah berfirman dalam surah Asy-Syams ayat 8 yang artinya
“Dan mengilhaminya (dengan hati nurani) apa yang salah baginya dan (apa) yang baik baginya (QS Asy-Syams/
91-8)”; (3) Petunjuk yang jelas (attaujid). Mengarahkan anak pada kesempurnaan, mendidiknya dengan kaidah-kaidah agama, tidak mengabulkan segala permintaannya yang tidak menguntungkan dirinya pada masa kanak-kanak atau remaja (Shofi, 2007). Pendidikan anak hendaknya dilakukan dengan sabar hingga mereka memahami dan memahami apa yang akan diajarkan. Itu
Pendidikan sebaiknya dilakukan secara bertahap seiring dengan tahap kemampuan dan perkembangan usia anak.
Mereka akan mudah menerima, memahami, menghafal dan mengamalkan jika dilakukan secara bertahap (Jalaludin, 2001b).
Dalam Buku Pengantar Ilmu Keagamaan, menurut penelitian Erness Harmas
“Perkembangan Religius Pada Anak” disebutkan bahwa perkembangan agama anak terbagi dalam tiga tahap, yaitu 1) tahap cukup dongeng; 2) tahap realistis; dan 3) tahap individu.
Jadi, setiap anak harus mengalami setiap tahapan perkembangan keagamaan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan usianya. Setiap fase mempunyai potensi untuk dipengaruhi sehingga dalam memberikan bimbingan dan pengajaran hendaknya orang tua memperhatikan setiap fase tersebut agar tidak menyalahgunakan metode yang digunakan.
Jenis-jenis pola asuh orang tua mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung bagaimana kita mengamalkannya sebagai teknik dan pedoman dalam mengasuh anak dengan pendekatan yang berbeda-beda. Pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga, yaitu otoritatif, permisif, dan demokratis (Aziz, 2019). Ketiga tipe pola asuh menurut Baumrind hampir mirip dengan Hurlock dan Hardy & Heyes dalam Qurrotu Ayun, yaitu (Ayun, 2017).
Berwibawa
Mengasuh anak Aturan yang tegas dan ketat
Permisif
Mengasuh anak
Jangan memaksakan, kebebasan seluas-luasnya
Demokratis
Mengasuh anak
Kontrol yang fleksibel
Gambar 2.Jenis-Jenis Pengasuhan
Gambar 2. Jelaskan; (1) Pola Asuh Otoritatif. Pola asuh otoritatif menggunakan aturan yang ketat, menghalangi anak, dan membatasi tindakan diri mereka. Tindakan yang menjadi ciri orang tua atau guru yang berwibawa adalah sebagai berikut: anak harus menuruti peraturan orang tua atau guru, dan tidak boleh membantah, orang tua atau guru cenderung mencari-cari kesalahan anaknya, dianggap sebagai anak yang suka berkelahi dan berdebat, cenderung menyuruh dan melarang anak, cenderung memaksakan disiplin, dan orang tua atau guru menentukan segalanya bagi anak dan mereka hanya sebagai eksekutor (orang tua atau guru yang berkuasa); (2) Pola asuh permisif. Pola asuh permisif merupakan kebalikan dari pola asuh otoritatif.
Ini adalah pola asuh yang berpusat pada anak-anak, di mana mereka memiliki a
kebebasan yang sangat luas untuk menentukan segala sesuatu yang diinginkannya tanpa aturan atau larangan dari orang tua atau guru (Toha, 1996). Karakteristik orang tua dan guru yang permisif dijelaskan oleh Zahari Idris: (a) Membiarkan anak bertindak tanpa pengawasan dan bimbingan; (b) Mendidik anak secara acuh tak acuh dan pasif; (c) menjadi lebih tegas terhadap kebutuhan materi anak (terlalu memberikan kebebasan mengatur dirinya sendiri tanpa menentukan aturan dan norma); (d) Kurangnya keakraban dan hangatnya hubungan dengan keluarga dan teman sebaya; (3) Pola Asuh yang Demokratis. Hal ini ditandai dengan pengakuan orang tua atau guru terhadap kompetensi yang dimiliki anak. Anak diberi kebebasan untuk tidak selalu bergantung pada orang tua dan gurunya. Orang tua dan pendidik selalu mendorong anak untuk berbicara apa saja yang diinginkannya secara bebas, kecuali beberapa hal yang mendesak dan prinsipil seperti agama atau pilihan hidup yang bersifat universal dan mutlak. Perilaku yang menjadi ciri pola asuh demokratis orang tua adalah (a) kerjasama antara orang tua dan anak; (b) anak dihargai sebagai individu; (c) adanya bimbingan dan arahan dari orang tua; (d) tidak adanya kontrol yang ketat dari orang tua.
Pandangan Al-Quran tentang Anak
Pandangan Al-Quran tentang anak yang harus diketahui dalam mendidik anak yaitu; (1) Seorang anak merupakan amanah bagi orang tuanya (Djamarah, 2014). Seperti kata para tokoh bijak bahwa sebenarnya anak bukanlah milik kita; mereka dipercayakan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, tugas kita mendidik mereka sesuai perintah-Nya. Jadi, kesalahan orang tua jika anak tidak diajarkan ajaran Islam; (2) Seorang anak sebagai generasi penerus. Seorang anak adalah harapan masa depan. Ke depan, merekalah yang akan menjadi pendobrak dan pelopor agama dan bangsa. Oleh karena itu, dituntut untuk mendidik mereka menjadi generasi tangguh di masa depan. Selanjutnya Allah memerintahkan kita sebagai orang tua untuk menjauhkan mereka dari neraka; (3) Anak adalah Tabungan Amal Kita di Akhirat. Sebagaimana kita ketahui, selain amal kita di dunia dan ilmu yang bermanfaat, doa anak yang shaleh merupakan amalan yang pahalanya mengalir hingga akhir hari. Jika mendidik anak sebagai perintah Allah, pada akhirnya akan menjadi kemaslahatan kita pada akhirnya; (4) Seorang anak adalah Penghibur dan Perhiasan Orangtuanya. Seorang anak adalah perhiasan orang tuanya. Dialah yang akan menjadi penghibur ketika mereka sedang lelah dan menderita, disisi lain dia dapat menggagalkan jalan Allah.
Kewajiban Orang Tua Dalam Mendidik Anaknya Dalam Perspektif Islam
Berdasarkan pemahaman tentang kedudukan anak dalam Al-Qur'an, terdapat 3 tugas yang dilakukan orang tua, yaitu; (1) Memberikan landasan Hubungan yang Harmonis dengan Allah SWT (HabluminaAllah).
Sebagai orang tua, kita harus memperkenalkan siapa Allah kepada anak-anak kita dan mengapa kita harus menaati-Nya. Ketaatan itu bukan karena Allah pencipta dan pemilik kita, tapi dengan taat maka hidup kita akan lebih baik dan bahagia. Dengan memberikan landasan, anak tidak akan pernah menganggap Allah sebagai “hakim” atau “pengawas”; namun sebagai hakikat kita membutuhkan keberadaan-Nya. Hal tersebut harus menjadi landasan utama dalam mendidik anak dan merancang pola asuh yang tepat bagi mereka.
Salah satu cara untuk memberikan landasan habluminallah adalah dengan mengajarkan tata cara shalat kepada anak. Setelah itu kita berikan pemahaman mengapa kita harus shalat dan apa kegunaannya, dll; (2) Memberikan landasan hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar (Habluminannas). Dalam Islam, hubungan antar manusia (habluminnanas) sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah (habluminallah).
Bahkan Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah: …agar dicintai manusia…” Jadi, kita harus mengajarkan bagaimana bersosialisasi dengan sesama manusia yang baik dan dilandasi rasa saling menghargai; dan bersikap tegas;
(3) Memberikan landasan yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman. Nabi mengatakan bahwa dia menderita karena orang-orang di belakangnya yang seperti buih di lautan; itu banyak tetapi tidak memiliki pendirian apa pun. Hal ini harus dipertimbangkan ketika merancang pendidikan dasar untuk anak-anak kita.
Misalnya bagaimana agar mereka mempunyai keimanan dan ilmu yang kuat, serta santun terhadap orang lain. Pengetahuan akan membuat mereka bertahan dan mempunyai cara untuk berusaha (ikhtiar) untuk move on dari permasalahan yang mereka hadapi.
Metode Mendidik Anak Menurut Al-Qur'an
Metode mendidik anak yaitu pembiasaan, keteladanan, nasehat, pengawasan, hukuman, dan hijrah (khuruj) (Zubaidillah & Nuruddaroini, 2020). Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut; (1) Teladan.
Keteladanan adalah suatu perbuatan atau segala sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti menjadi orang yang patut
diteladani (Kadir, 2018). Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh yang keberhasilannya meyakinkan dalam mempersiapkan dan membina anak dalam aspek moral, sosial, dan spiritual. Sebab, guru adalah teladan terbaik dalam sudut pandang anak, yang secara sadar atau tidak sadar akan ditiru sikap dan sopan santunnya. Bahkan mereka akan tercetak dalam jiwa dan
perasaannya sebagai gambaran guru, baik dalam perkataan maupun perbuatan (Ulwan, 1990). Firman Allah dalam surat Al-Ahzab artinya:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah telah tersedia teladan yang baik bagi kamu bagi siapa saja yang berharap kepada Allah dan hari akhir serta sering-sering mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab/ 33 :21).
Metode keteladanan memerlukan sosok individu yang secara visual dapat dilihat, diamati dan dirasakan oleh anak sehingga mereka akan menirunya. Di sinilah muncul proses identifikasi, yaitu anak secara aktif berusaha menjadi seperti orang tuanya dalam nilai-nilai kehidupan dan
kepribadiannya (Meichati, 1976). Masalah keteladanan menjadi faktor terpenting apakah anak itu baik atau buruk. Jika gurunya jujur, amanah, berakhlak mulia dan berani, serta menjauhi
perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan berkembang dalam kejujuran,
berakhlak mulia, berani dan sikap menjauhi perbuatan yang bertentangan dengan agama
(Rahayu). & Mukhlas, 2016); (2) Pembiasaan. Membiasakan berarti menjadikan anak mau
terbiasa dengan sikap atau tindakan tertentu. Pembiasaan itu menanamkan suatu sikap dan perbuatan yang kita inginkan.
Oleh karena itu, pengulangan sikap dan perbuatan akan melekat dan mendarah daging seolah-olah merupakan hal yang wajar (Citroboto, 1976).
Segala perbuatan dan tingkah laku anak ditiru dari suatu pembiasaan yang tertanam dalam keluarga, misalnya cara mereka makan, minum, berpakaian, dan bersosialisasi dengan sesama individu ketika mendidik anak, seperti ketika dalam perjalanan, ketika makan, dan ketika mereka sakit. Dalam memberikan nasehat hendaknya orang tua bersikap bijak dan tidak bersikap “cuek”. Jahil artinya tidak bisa memberi dan menasihati secara bijaksana, adil, dan proporsional. Jika sudah dijelaskan dan dinasihati secara bijaksana oleh orang tua namun tetap memaksa dan menggerogoti haknya serta merugikan orang lain, maka terpaksa orang tua akan menegur bahkan menghukumnya dengan hukuman yang mendidik (Hakim, 2002); (3) Memberi Perhatian.
Pendidikan penuh perhatian berarti mengabdi, memperhatikan dan selalu memantau perkembangan anak dalam keimanan dan bimbingan akhlak, spiritual, dan sosial. Selain itu, mereka selalu menanyakan situasi pendidikan jasmani anak dan hasil ilmiahnya (Abdullah Nashih Ulwan, 2018).
Pendidikan dengan perhatian dan pengawasan sangat diperlukan oleh setiap anak, namun kebebasan tersebut harus diberikan ketika sudah dewasa. Pengawasan terhadap anak harus dikurangi karena pendidikan bertujuan untuk membentuk anak agar mandiri dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya; (4) Hadiah dan Hukuman. Dalam pendidikan, reward dan punishment merupakan instrumen pendidikan yang dirasa hebat dalam mendidik anak (Darmayanti dkk., 2020). Penanaman nilai-nilai moral, sikap, dan perilaku agama memerlukan pendekatan atau cara dengan memberikan reward dan punishment. Hadiah harus diberikan kepada anak yang memperolehnya, dan sebaliknya. Cara ini secara tidak langsung menanamkan etika betapa pentingnya menghargai orang lain, misalnya dengan mengucapkan terima kasih.
Dalam sebuah pujian, terdapat kekuatan yang mendorong anak untuk beramal shaleh. Mendapat pujian membuat anak merasa telah berbuat baik, sehingga dihormati dan dicintai orang lain terutama orang tuanya (Hafidz, nd). Namun imbalan tersebut akan menghancurkan
kepribadiannya jika tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Selain itu, penggunaan reward dalam mendidik anak juga merupakan hukuman. Hukuman merupakan cara terakhir yang dilakukan guru apabila anak menyimpang dari bagian yang benar atau melanggar kebebasannya.
Beberapa pakar pendidikan berpandangan bahwa hukuman tidak diperlukan dalam dunia pendidikan, namun sebagian besar dari mereka memberikan hukuman sebagai instrumen sosial masyarakat dan menjamin terciptanya kehidupan masa depan yang cerah. Anak yang meremehkan pembatasan kebebasan dan kewajiban, serta
mengabaikan hukuman yang diberikan justru menyeret dirinya pada kehancuran. Namun tekanan yang terlalu kaku terhadap anak membuat mereka memberontak, tidak patuh dan berperilaku anarkis (Al-Barik, 1999).
Oleh karena itu, menurut Fauzul Adhim, ada beberapa hal yang patut kita perhatikan ketika
memberikan hukuman secukupnya, jenis kesalahannya, sebisa mungkin menghindarinya, tidak berbicara buruk, tidak menampar muka (Adhim, 1997).
Tabel 1.Metode Mendidik Anak dalam Al-Qur'an Indikator
TIDAK
Metode
1 Teladan
Melakukan sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh orang lain.Biasakan mereka dengan sikap atau tindakan tertentu.
Berbakti, memperhatikan dan selalu memantau perkembangan anak.
Tanamkan etika dan pentingnya menghargai orang lain Hukuman merupakan cara mendidik yang terakhir jika anak melakukan penyimpangan.
2 3
PembiasaanPerhatian4 Hadiah dan Hukuman
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan disimpulkan bahwa; (1) Landasan atau landasan Pendidikan anak adalah Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma' Ulama, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 7 Ayat 2, dan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Pasal 26 Ayat; (2) Prinsip pengasuhan adalah: menjaga fitrah anak (almuhafazoh), mengembangkan potensi diri (at-tanmiyah), petunjuk yang jelas (at-taujih), dan bertahap (attadarruj); (3) Cara pengasuhan yang dilakukan adalah keteladanan, keakraban, perhatian, serta penghargaan dan hukuman.
Referensi
Abdullah Nashih Ulwan. (2018).
Tarbiyatul Aulat Fil Islam: Pendidikan Anak Dalam Islam
(tanggal 10ed.). Insan Kamil.
Adhim, MF (1997). Bersikap terhadap Anak (Pengaruh Perilaku Orang Tua terhadap Kenakalan Anak). Titian Ilahi Pers.
Al-Barik, H. binti M. (1999).Ensiklopedi Wanita Muslimah. Darul Falah.
Al-Qarashi, BS (2003).Seni Mendidik Islami - Mendidik Anak Secara Islami. Pustaka Zahra.
Al-Qazwainy, A.-HAAM bin Y. (2008).Sunan Ibnu Majah. Dar el Fikir.
Anisa. (2011). Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pembentukan Karakter Anak.
Jurnal Pendidikan Universitas Garut,5(1).
Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk kepribadian Anak. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal , 5 (1). https://
doi.org/10.21043/thufula.v5i1.2421
Aziz, DARI (2019). Peranan Orang Tua dalam Menanamkan Kedisiplinan Usia Dini pada Lingkungan Keluarga (Studi Kasus di Dusun Kukap Desa Poncosari Kecamatan Srandakan). Diklus: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah , 1 (2), 158–171.
https://doi.org/10.21831/diklus.v1i2.23867
Citrobot, RIS (1976). Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini . PT. Bhratara Karya Aksara.
Darmayanti, I., Arcanita, R., & Siswanto, S. (2020). Implementasi Metode Hadiah dan Hukuman
dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Manajemen Pendidikan Islam,2(3). https://doi.org/10.36671/andragogi.v2i3.110
Djamarah, SB (2014). Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga: Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Rineka Cipta.
Erzad, AM (2018). Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Sejak Dini di Lingkungan Keluarga.
ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal , 5 (2).
https://doi.org/10.21043/thufula.v5i2.3483
Hakim, MA (2002).Mendidik Anak Secara Bijak (Panduan Keluarga Muslim Modern). Marja.
Idrus, I. (2019). Fiqih Pengasuhan Anak; Membangun Pola Pengasuhan Anak Islami Melalui Aktifitas
Pembelajaran di Perguruan Tinggi.MANAGERE: Jurnal Pendidikan Indonesia….
Jalaludin. (2001a).Psikologi Agama. Raja Grafindo Persada. Jalaludin.
(2001b).Teologi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada.
John M. Echols dan Hassan Shadily. (2005).Kamus Inggris Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.
Judrah, M. (2020). Pembinaan Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak Anak.Jurnal Al-Qalam:
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan,8(1). https://doi.org/10.47435/al-qalam.v8i1.205 Junaidy, AB (2017). Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam. AL-HUKAMA' , 7 (1).
https://doi.org/10.15642/alhukama.2017.7.1.76-99
Kadir, A. (2018). Peranan Keteladanan Orang Tua dalam Membentuk kepribadian dan Akhlak
Anak Di SDN Cibuluh 02 Bogor Utara. Di dalamTHORIQOTUNA
(Jil. 1, Edisi 1).Kesuma, GC (2013). Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam.Ijtimiah,6(2).
Mayangsari, D., & Umroh, V. (2014). Peran Keluarga dalam Memotivasi Anak Usia Dini Dengan
Metode Pembelajaran Kuantum.Jurnal PGPAUD Trunojoyo
,1
(4).Meichati, S. (1976).Kepribadian mulai berkembang di dalam Keluarga. Tp.
Mohammad Takdir Ilahi. (2013).Pengasuhan Kuantum. Media Ar-Ruzz.
Mulyadi, M. (2013). Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media , 15 (1), 128.
https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106
Munawir, AW (1997).Kamus A-Munawir. Pustaka Progresif.
Mustaqiem, A. (2019).Quranic Parenting: Kiat Sukses Mendidik Anak ala Al-Quran. Lintang Buku.
Oktarina, A. (2021). Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Quranic Parenting.JEA (Jurnal Edukasi AUD),6(2). https://doi.org/10.18592/jea.v6i2.3799
Prabu, AH (2013). Analisis Pemanfaatan Buku Elektronik (E-Book) oleh Pemustaka di Perpustakaan SMA Negeri 1 Semarang.JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN,2(2), 152–161.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jip/article/view/3123 Purwanto, N. (2003).Psikologi Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.
Rahayu, S., & Mukhlas, M. (2016). Tujuan dan Metode Pendidikan Anak :Perspektif Abdullah Nashih Ulwan dan Paulo Freire.Ibriez : Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 1 (1). https://doi.org/10.21154/ibriez.v1i1.13
Saedi, M.dkk. (2014). Hak Anak dan Orang Tua dalam Alquran. Jurnal Internasional Pediatri , Jil.2 , N.3 (Serial No.8). https://doi.org/10.22038/IJP.2014.3462
Sari, F. (2019). Konsep Parenting Dalam Sholat. AL-FIKR: Jurnal Pendidikan Islam , 5 (1).
https://doi.org/10.32489/alfikr.v5i1.13
Sari, M., & Asmendri. (2018). Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian
Pendidikan IPA. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian
Pendidikan IPA , 2 (1).
Shofi, U. (2007).Agar Cahaya Mata Makin Bersinar: Kiat-Kiat Mendidik Ala Rasulullah. Afra
Penerbitan.
Suci Arischa. (2019). Analisis Beban Kerja Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Kehidupan Dan Kebersihan Kota Pekanbaru.Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau, 6 (Edisi 1 Januari-Juni 2019).
Sumayah, SS (2020). Pola Asuh dalam Perspektif Al-Qur'an.Jurnal VARIDIKA,32(2), 87–96.
https://doi.org/10.23917/varidika.v32i2.11880
Tafsir, A. (1992).Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Remaja Rosdakarya.
Taubah, M. (2016). Pendidikan Anak dalam Keluarga Perspektif Islam.Jurnal Pendidikan Agama Islam (Jurnal Kajian Pendidikan Islam) , 3 (1), 109.
https://doi.org/10.15642/jpai.2015.3.1.109-136
Toha, C. (1996).Kapita Selekta Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar. Ulwan, AN (1990).Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Seperti Syifa.
W.Surahmad. (2004).Penelitian Dasar dan Teknik. Tarsito.
Zubaidillah, MH, & Nuruddaroini, MAS (2020). Konsep Pendidikan Anak pada Keluarga Jama'ah Tabligh. Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah , 4 (2). https://
doi.org/10.35931/am.v4i2.322