• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 - Test Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014

(Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab. Semarang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Rahmad Bayu Anggoro

NIM 211-12-032

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

NOTA PEMBIMBING

Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan

koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa

Nama : Rahmad Bayu Anggoro

NIM : 211-12-032

Judul : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untukn menjadi perhatian dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Salatiga,18 September 2017

Pembimbing

Drs . Machfudz M.Ag

(4)
(5)

PERYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Rahmad Bayu Anggoro

Nim : 211-12-032

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karaya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang

lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga,18 September 2017

Yang Menyatakan

Rahmad Bayu Anggoro

(6)

MOTTO

Bukan Tentang Kecerdasan Melainkan

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta

karunian-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Ibu dan Ayah tercinta, Bapak Suharmanto dan Ibu Endang Purwaningsih,

terima kasih atas segenap kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul PENGASUHAN ANAK

OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO

35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang).

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung

Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa

setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia

dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua

mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah

3. Sukron Ma’mun, M. Si, selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam

4. Drs. Mahfudz M.Ag selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas

membimbing mengarahkan dengan penuh rasa sabar sehingga penulis

(9)

5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat

bermanfaat.

6. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan

mendukung dalam penyelesaian skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masi jauh dari sempurna, maka

kritik dan saran yang baik akan sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari

penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada

umumnya. Aamiin Allahumma aamiin.

Salatiga,18 September 2017

(10)

ABSTRAK

Anggoro, Rahmad Bayu. 2017. Pengasuhan Anak Oleh Narapidana dalam

Perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang) Skripsi, Jurusan syariah, Program Studi

Ahwal Al Syakhshiyyah , Institut Agama Negeri Salatiga. Dosen

Pembimbing:Drs. Mahfudz, M.Ag

Kata Kunci: Pengasuhan anak, Oleh Narapidana

Penelitian ini memberikan gambaran tentang bagaimana kontribusi pengasuhan anak dari seorang ayah yang berstatus sebagai narapidana. Beberapa pertanyaan dalam penelitian ini antara lain adalah Bagaimana bentuk pengasuhan narapidana terhadap anak-anaknya? Serta Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait dengan pola pengasuhan yang demikian?

Metode yang digunakan oleh penulis adalah Observasi dan Wawancara . penulis langsung terjun ke lapangan / Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Ambarawa , lalu penulis mengambil 5 narapidana untuk dijadikan sebagai sumber informasi atau narasumber yang akan diwawancara .

Dari penelitian yang dilakukan terhadap beberapa narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan , Bentuk pemenuhan pengasuhan orang tua narapidana terhadap

anaknya pada dasarnya narapidana tetap melakukan kewajiban untuk mengasuh anaknya . akan tetapi berbeda dengan pengasuhan yang dilakukan orang tua pada umumnya . hal tersebut dikarenakan keterbatasan komunikasi antara anak dengan orang tuanya yang disebabkan oleh status orang tua sebagai narapidana. akan tetapi Pemenuhan pengasuhan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui kunjungan setiap minggunnya. Di setiap kunjungan terebut seorang narapidana mempercayakan pengasuhan anaknya secara kontak langsung dan memberikan pengarahan kepada istri serta kerabat yang berada dirumah atau satu wilayah dengan anaknya .

Dalam hukum islam telah di jelaskan bahwa seorang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan harus bertanggungjawab dalam hal material maupun spiritual. Seorang ayah wajib mendidik dan mengasuh anaknya sesuai dengan ajaran islam. Namun penerapannya dalam pengasuhan anak narapidana, tidak semua narapida mampu memenuhi kewajibannya baik dalam menafkahi maupun mendidik. Walaupun di dalam LAPAS telah tersedia fasilitas untuk berkomunikasi, tapi tidak semua narapidana dapat memanfaatkannya dengan baik untuk berkomunikasi dengan anak. Mereka lebih mempercayakan pengasuhan anak kepada istri dan kerabat lainnya.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ... iv

HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 2

E. Penegasan Istilah ... 3

F. Tinjauan Pustaka ... 4

G. Metodologi Penelitian ... 5

a. Jenis Penelitian ... 5

b.Sumber Data ... 5

c.Subjek penelitian ... 6

d.Teknik Pengumpulan Data ... 7

e.Teknis Analisis Data ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 9

(13)

1. Pengertian pengasuhan anak ... 11

2. Batas usia anak menurut Fiqh ... 13

3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ... 14

4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ... 20

5. Pengasuhan anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak ... 26

B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ... 26

BAB III PENERAPAN PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Lapas Kelas II A Ambarawa ... 35

1. Sejarah berdirinya Lapas Kelas II A Ambarawa ... 35

2. Visi dan Misi Lapas Kelas II A Ambarawa ... 37

3. Kondisi bangunan dan lokasi ... 37

4. Struktur Organisasi ... 40

5. Kapasitas dan Isi Penghuni ... 42

6. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tindak pidana ... 43

7. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tingkat pendidikan .. 44

8. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan agama... 44

9. Kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandiririan ... 44

B. Gambaran Kasus Pengasuhan Anak Narapidana Dalam perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 ... 47

1. Pengasuhan anak narapidana AST (kasus pemerkosaan) ... 48

2. Pengasuhan anak narapidana ASW (kasus pembunuhan) ... 50

3. Pengasuhan anak narapidana JM (kasus pencurian) ... 51

4. Pengasuhan anak narapidana ND (kasus pencurian) ... 52

(14)

BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NO.35

TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Pengasuhan Anak Dari Seorang ayah Narapidana... 56

1. Komunikasi ... 56

2. Wawasan ... 60

3. Psikologis ... 60

4. Pengaruh sosial ... 61

B. Pengasuhan Anak Narapidana Dalam perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 ... 62

1. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ... 62

2. Pengasuhan anak menurut Undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang wajib dijaga dan dididik

oleh orang tua dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syariat Islam dan

peraturan yang berlaku. Dalam Islam telah dijelaskan secara rinci mengenai

pengasuhan anak (hadhanah) ,sebagai contoh dalam surat Al luqman ayat 17

yang menerangkan bahwa seorang ayah wajib mendidik anaknya dalam

beribadah kepada Allah SWT (mengerjakan shalat) dan berbuat baik kepada

semua makhluk ciptaan Nya.

Dalam undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 juga

dijelaskan bahwasanya orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam

mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi serta mencukupi segala

kebutuhan anak dari lahir sampai dewasa. Dalam hal ini, orang tua baik ayah

maupun ibu wajib bekerja sama dengan baik dalam menjalankan kewajiban

tersebut.

Orang tua berkewajiban memberikan hak-hak anak berupa material

maupun non material. Sebagai contoh, orang tua wajib membiayai segala

kebutuhan anak berupa biaya pendidikan,sandang,pangan dan sebagainya.

Namun, disamping itu orang tua juga wajib memberikan kasih sayang dan

perhatian penuh kepada anak sehingga anak merasa nyaman

Akan tetapi pada kenyataanya ada beberapa hal yang dapat menghalangi

(16)

yang berstatus sebagai narapidana tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai

seorang ayah yang semestinya. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk

meneliti mengenai hal tersebut. Permasalahan tersebut menjadikan dasar bagi

penulis unruk melakukan studi kasus dengan judul PENGASUHAN ANAK

OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU

NO 35 TAHUN 2014

(Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang).

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana seorang ayah yang berstatus seabagai narapidana memberikan

pengasuhan kepada anaknya?

2. Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait

dengan pola pengasuhan yang demikian?

C.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pengasuhan anak dari seorang

narapidana

2. Untuk mengetahui Bagaimana hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014

terkait dengan pola pengasuhan yang demikian

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

akademis/teoritik maupun dalam masyarakat. Secara akademis, penelitian ini

(17)

khususnya anak yang memiliki orang tua yang berstatus sebagai narapidana.

Selain itu, penelitian ini mampu memberikan banyak informasi kepada

masyarakat mengenai pola asuh anak yang demikian serta membuka wawasan

masyarakat tentang pengasuhan anak dalam perspektif hukum Islam maupun

UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.

E. Pengasuhan Anak

Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan

mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini,

sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul

“PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas

Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang)”.

1. Pengasuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah proses, cara,

perbuatan mengasuh. Sedangkan dalam Islam, menurut Dahlan (1999)

dikutip dari Hannah (2014) pengasuhan/hadhanah secara terminologis

adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang

kehilangan kecerdasannya, karena tidak bisa memenuhi keperluannya

sendiri.

2. Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang

(18)

3. Narapidana

Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani

hukuman karena tindak pidana); terhukum.

4. Hukum Islam

Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan

kehidupan berdasarkan Alqur’an dan Hadist.

5. UU No 35 Tahun 2014

Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk menjamin

dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Undang- undang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang

sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 2002.

Jadi, pengasuhan anak narapidana dalam perspektif hukum Islam dan UU

No 35 Tahun 2014 adalah bentuk pengasuhan seorang ayah yang berstatus

sebagai narapidana terhadap anaknya dan bagaimana perspektif hukum Islam

serta Undang-undang UU No 35 Tahun 2014 mengenai hal tersebut.

F.Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis merujuk pada penelitian

sebelumnya yang berjudul Kewajiban Suami Narapidana Terhadap Nafkah

Keluarga karya Dedy Sulistyono dan diterbitkan oleh IAIN Salatiga tahun

(19)

nafkah suami narapidana terhadap isteri menurut hukum Islam dan peraturan

perundangan. Penelitian ini memiliki objek yang sama dengan penelitian

penulis yaitu narapidana, serta memiliki kesamaan dalam teori penelitian yaitu

menggunakan hukum Islam dan undang-undang. Namun, yang membedakan

adalah masalah penelitian. Penelitian ini cenderung membahas mengenai

pemenuhan nafkah suami narapidana terhadap isteri, sedangkan penelitian

penulis adalah mengenai pengasuhan anak narapidana. Selain itu, penulis juga

menggunakan referensi undang- undang perlindungan anak yang terbaru yaitu

UU No 35 Tahun 2014.

G.Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode penelitian kualitatif.

Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan

lain-lain.

Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk

menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai,

sikap, dan persepsi. (Moleong,2009:7)

2. Sumber Data

Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data

(20)

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil

wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti

mewawancarai lima narapidana.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang pelengkap yang membantu peneliti

dalam melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder

berupa UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, beberapa

ayat-ayat Aqur’an dan Hadist tentang pengasuhan anak/ hadhanah.

c. Data Tersier

Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk

terhadap data primer dan data sekunder. Dalam hal ini data tersier yang

digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada subjek yang

memiliki kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang

akurat. Menurut Sofyan dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian

Hukum Islam” sampel semacam ini disebut purposive or judgemental

sampling.

Dalam penelitian ini, yang merupakan subjek penelitian adalah

(21)

kurang lebih satu tahun, sudah berkeluarga dan memiliki anak. Menurut

data yang didapatkan oleh peneliti, narapidana yang memenuhi kriteria

tersebut berjumlah 5 (lima) orang dengan kasus yang berbeda. Penulis

mewawancarai lima orang tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Menurut Sofyan (2013:167) ada empat jenis wawancara yaitu

wawancara terstruktur (structured interview), semi terstruktur (semi

structured interview), tidak terstruktur (unstructured or focused

interview) dan kelompok (group interview).

Wawancara pada penelitian ini lebih mengarah pada jenis wawancara

tidak terstruktur (unstructured or focused interview) yaitu wawancara

yang dilakukan dengan cara yang lebih terbuka (open-ended character).

Pewawancara tidak terpaku pada pedoman wawancara yang dibuat,

dalam artian pewawancara dapat melakukan improvisasi. Dengan cara

tersebut responden akan leluasa menyatakan pendapat dan

keinginannya sehingga penggalian informasi akan lebih akurat.

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara

mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa

digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang

menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin,

2010 : 67)

(22)

Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,

perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi

memungkinkan observer untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh

subjek penelitian.

c. Telaah Dokumen

Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan

dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat

berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto,

undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa,

2012:61)

5. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya

sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan

secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.

(Moleong,2009:281)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis

atau analytical approach

H.Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metodologi penelitian dan

(23)
(24)

BAB II PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU

NO 35 TAHUN 2014

Bab ini berisi tentang pengasuhan anak menurut hukum Islam meliputi

pengertian pengasuhan anak, batas usia anak menurut fiqih, dan

bentuk-bentuk pengasuhan anak. Selain itu juga membahas tentang pengasuhan

anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak

BAB III PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014

Bab ini berisi gambaran umum LAPAS Ambarawa meliputi letak dan

keadaan geografis, keadaan narapidana, narapidana berdasarkan agama

yang dianut, macam-macam kegiatan narapidana dan kelompok ibadah.

Selain itu bab ini juga berisi gambaran kasus pengasuhan anak narapidana

dalam perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 yang

mengemukakan pengasuhan anak narapidana LAPAS Ambarawa dalam

keluarga A & B

BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014

Bab ini membahas tentang pengasuhan anak narapidana LAPAS

Ambarawa dan analisis pengasuhan anak narapidana dalam perspektif

hukum Islam dan UU no 35 Tahun 2014

BAB V KESIMPULAN

(25)
(26)

BAB II

PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam

1. Pengertian pengasuhan anak.

Salah satu dari tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan

keturunan atau menumbuhkan generasi penerus dari pasangan suami istri.

Kehadiran anak dalam rumah tangga adalah hal yang sangat

diidam-idamkan oleh setiap orang untuk dapat membuat keluarga semakin utuh,

sejahtera,serta bahagia lahir maupun batin. Namun hal ini harus diiringi

dengan terciptanya kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam

pengasuhan anak.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah

perbuatan atau cara mengasuh. Sedangkan pengertian pola asuh anak atau

biasa disebut parenting adalah proses membesarkan dan mendukung

perkembangan fisik dan mental yang juga meliputi emosional, sosial,

spiritual, dan intelektual anak dari bayi hingga dewasa.

( http://www.asuhanak.com/2015/01/pengertian-parenting-dan-gaya.html?m=1)

Pengasuhan anak tentunya bertujuan untuk menciptakan generasi

(27)

Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting sebab perilaku anak

akan bergantung pada bagaimana cara orang tua dalam mengasuh anak.

Beberapa pola pengasuhan yang diterapkan orang tua akan berpengaruh

besar dalam tumbuh kembang anak.

Pada dasarnya pengasuhan anak merupakan tanggung jawab kedua

orang tua. Orang tua berkewajiban dalam mengasuh, memelihara,

mendidik, dan melindungi anak seperti yang tertera dalam UU No 35

tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Selain itu, dalam hukum Islam dijelaskan bahwa seorang ibu jauh

lebih berhak terhadap pemeliharaan anak daripada seorang ayah. Seorang

perempuan lebih didahulukan tentang masalah pemeliharaan, baru

berikutnya orang laki-laki.(Usman,2006:351)

Namun pada kenyataannya, seorang ayah juga merupakan figur

yang penting bagi anak. Kehadiran ayah sangatlah penting secara fisik

maupun psikologis sebagaimana Allah telah menuliskan sebuah surat

khusus dalam Al-Qur’an yaitu surat Luqman yang menceritakan bagaiman

Luqman mendidik anaknya untuk taat kepada Tuhannya.

Negara Indonesia adalah negara yang kekurangan ayah. Secara fisik dia

ada dan nampak, namun tidak ada dalam pengasuhan kepada anaknya.

(Rinaldi,2014:367) . Begitu banyak ayah diluar sana yang menghabiskan

waktunya dalam mencari nafkah. Hal-hal tertentu juga mampu menjadi

(28)

ayah yang harus menjalani hukuman di penjara atas dasar perbuatan yang

melanggar hukum.

Hal ini tentu menyebabkan anak tidak mendapatkan hak nya secara

maksimal dalam hal kasih sayang orang tua, karena dalam masa

pertumbuhan seorang anak sangat membutuhkan peran kedua orang

tuanya secara seimbang dan proporsional.

2. Batas Usia Anak Menurut Fiqh

Dapat diketahui bersama bahwa batas usia anak dalam UU No 35

tahun 2014 tentang perlindungan anak adalah 18 tahun. Namun hal ini

berbeda dengan yang tertera dalam hukum Islam. Terdapat beberapa

pendapat dalam pembahasan mengenai batas usia dalam pengasuhan anak.

Menurut Al Barry (1977:234) dikutip dari Usman (2006:411),

masa mengasuh anak kecil menurut mazhab Hanafi habis kalau anak itu

sudah tidak membutuhkan pemeliharaan wanita dan sudah sanggup

melaksanakan apa-apa keperluannya yang vital. Untuk anak putri

diperpanjang sampai ia dewasa, tanpa adanya ketentuan berapa tahun

umurnya menurut pendapat yang lama. Sedangkan di Mesir, menetapkan

tujuh tahun bagi anak laki-laki dan sembilan tahun bagi anak perempuan.

Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam pasal 98 Kompilasi

Hukum Islam (KHI), yang menetapkan bahwa batas pemeliharaan anak

sampai usia dewasa atau mampu berdiri sendiri adalah 21 tahun, sepanjang

(29)

melangsungkan perkawinan. Dapat diartikan bahwa orang yang cacat fisik

maupun mental walaupun sudah berusia 21 tahun masih tetap dianggap

dalam pemeliharaan orang tuanya atau kalau sudah pernah melangsungkan

perkawinan walaupun belum berusia 21 tahun dianggap tidak berada

dalam pemeliharaan orang tuanya.(Usman,2006:212)

3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak

Dalam proses pengasuhan anak atau parenting, setiap orang tua

pada umumnya memiliki cara yang berbeda-beda. Pola pengasuhan yang

diterapkan pada anak akan tercermin pada sikap dan perilaku anak dalam

kehidupan sehari-hari. Namun disamping itu, lingkungan sekitar, strata

sosial, kesejahteraan, serta budaya orang tua juga akan memiliki pengaruh

yang cukup kuat dalam penerapan pola pengasuhan pada anak. Menurut

Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul “Pola

Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” terdapat lima belas

bentuk atau tipe pola pengasuhan anak sebagai berikut :

1. Gaya Otoriter

Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang

memaksakan kehendak. Dalam tipe ini, orang tua cenderung sebagai

pengendali atau pengawas (controller), selalu memaksakan kehendak

kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit

menerima saran dan cenderung memaksakan kehendak dalam

perbedaan, terlalu percaya pada diri sendiri sehingga menutup katup

(30)

Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih

bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus-kasus tertentu.

2. Gaya Demokratis

Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik

dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh

ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan

individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang tidak

banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan

untuk anak SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi

3. Gaya Laissez-Faire

Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan.

Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan

orang tua agar kebebasan yang diberikan terkendali. Orang tua yang

menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi

tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya.

Tindak komunikasi dari orang tua cenderung berlaku sebagai seorang

penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbang

pemikiran dari anggota keluarga.

Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak dalam semua tingkatan

(31)

4. Gaya Fathernalistik

Fathernalistik (fathernal=kebapakan) adalah pola asuh

kebapakan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak

dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan

menasehati. Orang tua menggunakan pengaruh sifat kebapakannya

untuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang diinginkan meskipun

terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental.

Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD dan TK dalam

kasus tertentu dan sangat pas digunakan untuk anak usia 0-2 tahun.

5. Gaya Karismatik

Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang

memiliki kewibawaan yang kuat. Kewibawaan itu hadir bukan karena

kekuasaan atau ketakutan, tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara

orang tua dan anak. Adanya kekuatan internal luar biasa yang

diberkahi kekuatan gaib oleh Tuhan dalam diri orang tua sehingga

dalam waktu singkat dapat menggerakkan anak tanpa bantahan. Pola

asuh ini baik selama orang tua berpegang teguh pada nilai-nilai moral

dan ahlak yang tinggi dan hukum yang berlaku.

Pola asuh ini dapat diberdayagunakan terhadap anak usia SD,

(32)

6. Gaya Melebur Diri

Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan

orang tua yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan

membangun kerjasama dengan anak dengan cara menggabungkan

diri. Ini tipe yang berusaha membangun ikatan yang kuat antara orang

tua dan anak, berupaya menciptakan perasaan cinta, membangun

kepercayaan, dan kesetiaan antara orang tua dan anak.. keakraban

orang tua dan anak terjalin sangat harmonis.

Pola asuh ini bisa dipakai untuk anak PAUD dan TK. Tetapi

untuk anak SLTP hanya sampai batas-batas tertentu.

7. Gaya Pelopor

Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di

depan (pelopor) untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam

kebaikan bagi anak dalam keluarga. Orang tua benar-benar tokoh

yang patut diteladani karena sebelum menyuruh atau memerintah

anak,ia harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain orang tua lebih

banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan pendidikan

anak.

Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam semua

tingkatan usia.

8. Gaya Manipulasi

Tipe pola asuh ini selalu melakukan tipuan,rayuan,memutar

(33)

menipu dan merayu anak agar melakukan yang dikehendakinya.

Orang tua selalu memutarbalikkan fakta atau memanipulasi keadaan

sebenarnya.

Pola asuh ini sampai batas-batas tertentu dan sangat hati-hati

masih bisa digunakan untuk anak PAUD dan TK karena mereka

cenderung belum bisa diberi pengertian dan sangat tidak cocok untuk

anak SD’SLTP, dan SLTA.

9. Gaya Transaksi

Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian

(transaksi), dimana antara orang tua dan anak membuat kesepakatan

dari setiap tindakan yang diperbuat. Orang tua menghendaki anaknya

mematuhi dalam wujud melaksanakan perjanjian yang telah

disepakati. Ada transaksi tertentu yang dikenakan kepada anak jika

suatu waktu anak melanggar perjanjian tersebut. Pola asuh ini cocok

digunakan untuk anak SD dan SLTP.

10. Gaya Biar Lambat Asal Selamat

Pola asuh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatunya sngat

berhati-hati. Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan

tapi pasti melompat jauh ke depan. Orang tua tidak mau terburu-buru,

tapi selalu memperhitungkan secara mendalam sebelum bertindak.

Dalam berbicara orang tua menggunakan bahasa lemah lembut, sopan

(34)

Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD, dan

SLTP.

11. Gaya Alih Peran

Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orang tua dengan

cara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak.

Pola asuh ini dipakai oleh orang tua untuk memberikan kesempatan

kepada anak untuk mengemban tugas dan pera tertentu. Oran tua

hanya memfasilitasi dan membantu ketika solusi atas masalah tidak

ditemukan oleh anak. Meski tidak diberikan arahan secara detail apa

yang harus anak lakukan, tetapi tanggung jawab dan proses

pengambilan keputusan sebagian besar diserahkan kepada anak.

Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak SLTP, SLTA dan

perguruan tinggi.

12. Gaya Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut pamrih karena setiap hasil kerja yang

dilakukan ada nilai material. Bila orang tua ingin menggerakkan anak

untuk melakukan sesuatu, maka ada imbalan jasanya dalam bentuk

material. Jadi, karena ingin mendapatkan imbalan jasa itulah anak

terdorong melakukan sesuatu yang diperintah oleh orang tua.

Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD,

(35)

13. Gaya Tanpa Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih karena asuhan yang

dilaksanakan orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam

perilaku dan perbuatan. Tidak pamrih berarti tidak mengharapkan

sesuatu pun kecuali mengharapkan ridha Allah. Pola asuh ini dapat

digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.

14. Gaya Konsultan

Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah

anak, membuka diri menjadi pendengar yang baik bagi anak. Orang

tua siap sedia bersama anak untuk mendengarkan cerita, informasi,

kabar, dan keluhan tentang berbagai hal yang telah dibawa anak dari

pengalaman hidupnya. Komunikasi dua arah terbuka antara orang tua

dan anak, dimana keduanya dengan posisi dan peran yang berbeda,

orang tu berperan sebagai konsultan dan anak berperan sebagai orang

yang menyampaikan pesan.

Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam berbagai

tingkatan usia.

15. Gaya Militeristik

Pola asuh militeristik adalah tipe kepemimpinan orang tua yang

suka memerintah. Tanpa dialog, anak harus mematuhi

perintahnya,tidak boleh dibantah, harus tunduk pada perintah dan

larangan. Dalam keadaan tertentu ada ancaman, dalam keadaan

(36)

karena harus secepatnya dan tepat dalam mengambil keputusan demi

keselamatan anak.

Dalam hal-hal tertentu, pola asuh ini pola asuh ini dengan

kebijakan orang tua dan sangat hati-hati bisa digunakan untuk anak

PAUD, TK, dan SD.

4. Pengasuhan anak menurut Hukum Islam

Dalam Islam, pemeliharaan anak disebut dengan hadhanah. Secara

etimologis, hadhanah berarti “di samping” atau berada “di bawah ketiak”.

(Nurudin & Tarigan,2006:292).

Sedangkan secara terminologisnya, hadhanah adalah merawat dan

mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan

kecerdasannya, karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya

sendiri.(Dahlan,1999:415)

Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah adalah wajib,

tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadhanah ini menjadi hak orang

tua (terutama ibu) atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki

misalnya, berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga

ia dapat saja menggugurkan hak nya. Tetapi menurut jumhur ulama,

hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. Bahkan

menurut Wahbah Al Zuhaily, hak hadhanah adalah hak bersyarikat antara

ibu, ayah, dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan

(37)

Hadhanah merupakan kewajiban orang tua dalam mendidik dan

memelihara anak dengan sebaik-baiknya dalam hal pendidikan, ekonomi,

dan segala kebutuhan pokok si anak, sebagaimana firman Allah dalam

surat Al-Baqoroh ayat 233 sebagai berikut:

Artinya:

“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah

memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.

Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan

seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.

Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dan kerelaan

(38)

jika kamu ingin anakmu disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa

bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

Bertakwalah kamu kepad Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha Melihat

apa yang kamu kerjakan ”.

Ayat tersebut menegaskan kepada seluruh orang tua untuk dapat

memenuhi hak-hak anak berupa pangan dan sandang.

Syarat wajibnya nafkah atas kedua ibu bapak keapada anak ialah

apabila si anak masih kecil, atau sudah besar tetapi tidak mampu berusaha

dan miskin pula. (Saebani, 2016:27)

Seorang ibu juga sangat berperan penting dalam pemeliharaan anak

sejak anak dilahirkan. Menurut Hamidy (1980) dikutip dari Usman (2006),

ayah tidak mempunyai hak memisahkan anak dari ibunya disaat anak itu

masih menyusu sedangkan keperluan anak kepada ibunya sesudah

menyusu tidak kurang dari kebutuhan diwaktu masih menyusui.

Selain hak berupa sandang dan pangan, orang tua juga wajib

mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai agama atau ketuhanan

(39)

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarrya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah

terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang di perintahkan.

Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan mengenai kewajiban

seorang ayah untuk memberikan hak-hak keluarga, yang dapat

menyelamatkan mereka dari siksaan api neraka dengan memberikan

pendidikan dan pengajaran keetuhanan (agama) didalam keluarga. Sebab

orang tua di dalam keluarga, turut memberikan konstribusi terhadap masa

depan anak-anaknya. Apakah mereka akan menjadi orang atau jahat

(kosasih,2003:74)

Sedangkan yang di maksud dengan pendidikan dalam hadhanah

yaitu kewajiban orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran

yang mampu membuat anak tersebut memiliki dedikasi hidup yang

dibekali dengan kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan

bakat anak tersebut yang akan dikembangkan ditengah masyarakat sebagai

landasan hidup setelah ia lepas dari tanggung jawab orang tua.

Allah telah memberikan gambaran yang nyata dalam menerapkan

nilai-nilai pendidikan pada anak melalui figur seorang Luqman dalam

(40)

Artinya:

(Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu

perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di

dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya(membalasinya).

Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui. (QS

Al-Luqman:16)

Artinya:

Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan

yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mukar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS

(41)

Artinya:

Dan janganlah kamu memalingkan muka mu dari manusia (karena

sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi

membanggakan diri. (QS Al-Luqman:18)

Berdasarkan ayat-ayat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

nilai-nilai pendidikan yang wajib di ajarkan pada anak antara lain adalah bahwa

setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan

dari allah SWT, kewajiban menaanti perintah Allah SWT seperti shalat,

amar ma’ruf nahimunkar, sabar dalam menghadapi cobaan serta tidak

sombong dan angkuh.

Menurut Drs. K.H Miftah Faridl dalam bukunya yang berjudul 150

Masalah Nikah dan Keluarga, materi pendidikan anak dalam surat

Al-Luqman mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Jangan menyekutukan Allah

b. Bersyukur kepada Allah

c. Khidmat dan berterima kasih kepada ayah dan ibu

d. Tidak boleh patuh kepada orang tua yang mengajak kepada dosa,

tetapi harus tetap bergaul dan berkomunikasi dengan mereka secara

baik

e. Mengikuti jejak orang-orang yang kembali kepada ajaran Allah

(42)

g. Menyuruh orang lain untuk berbuat baik

h. Mencegah orang lain dari berbuat jahat

i. Sabar atas musibah yang menimpa

j. Tidak memalingkan muka dari orang lain karena sombong

k. Tidak berjalan dengan angkuh dan takabur

l. Berjalan dengan sederhana

m. Melunakkan suara kalau berbicara

Proses pengasuhan anak dalam berbagai aspek akan mampu

berjalan dengan baik apabila terjalin kerjasama yang baik antara kedua

orang tua, sehingga mampu menciptakan kehidupan keluarga yang

sejahtera dan penuh kasih sayang.

B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak

Undang-undang ini merupakan perubahan atas undang-undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Dalam BAB I pasal 1 undang-undang ini,berisi ketentuan umum, yang

dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

(43)

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami

istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah

sampai dengan derajat. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah

dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.

Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak

yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual,

maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami

hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan

perkembangannya secara wajar.

Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai

kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak

angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan

keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab

atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam

lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan

pengadilan.

Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk

diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan,

karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin

(44)

untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan

kemampuan, bakat, serta minatnya.

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,

dan negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan

organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah

pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak

dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari

kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi

dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban

kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak

korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang adalah orang

perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak

berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta

(45)

kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup,

dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yang

menjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin

terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak,

ditegaskan dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,

tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat

dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Kemudian pasal 5 menerangkan bahwa setiap anak berhak atas

suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Kemudian pasal

6 menjelaskan bahwa setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,

berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam

bimbingan Orang Tua atau Wali.

Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk

mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

(46)

diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Pasal 9 ayat 1 dan 1a berbunyi Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan

dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat dan setiap Anak berhak

mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan

Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta

didik, dan/atau pihak lain.

Pasal 10 menjelaskan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan

didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai

dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 menerangkan

bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai

dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12 mengandung pengertian setiap Anak Penyandang Disabilitas

berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial. Pasal 13 mengenai hak anak dalam pengasuhan yaitu

setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana

(47)

dari perlakuan diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan

perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak

melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 14 berisi tentang setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang

Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi

Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Dalam hal terjadi pemisahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak bertemu langsung

dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk

proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan,

bakat, dan minatnya; memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang

Tuanya; dan memperoleh Hak Anak lainnya.

Pasal 15 berbunyi Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan

dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa

bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang

mengandung unsur Kekerasan; pelibatan dalam peperangan; dan kejahatan

seksual.

Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh

(48)

hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh

kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana

penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan

hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas

kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan

penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum

atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang

berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak

yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap

anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku

tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Kemudian pasal 19 menerangkan bahwa setiap anak berkewajiban

untuk: menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga,

masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika

dan akhlak yang mulia.

Dalam BAB IV mengenai kewajiban dan tanggung jawab yaitu Pasal

(49)

Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab

terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak

Pada BAB IV bagian kedua yaitu kewajiban dan tanggung jawab

negara, pemerintah, dan pemerintah daerah, pada pasal 21 diterangkan bahwa

Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung

jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama,

ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan

kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. Kemudian untuk menjamin

pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara

berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak.

Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan

melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional

dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.

Pasal 22 menjelaskan bahwa Negara, Pemerintah, dan Pemerintah

Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana,

prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan

Perlindungan Anak. Selanjutnya ketentuan pasal 23 adalah Negara,

Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan,

(50)

Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap

Anak. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi

penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Pasal 24 berbunyi Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah

menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan

pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.

Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

berisi Pasal 25 yang menerangkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab

Masyarakat terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan melalui kegiatan peran

Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. Kewajiban dan

tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan

pemerhati Anak.

Pada bagian keempat yaitu kewajiban dan tanggung jawab orang tua

dan keluarga berisi pasal 26 yang menerangkan tentang Orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara,

mendidik, dan melindungi Anak; menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan

kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia

Anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti

pada Anak. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui

keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban

(51)

dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan

(52)

BAB III

PENERAPAN PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN

2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Gambaran Umum LAPAS Kelas II A Ambarawa

1. Sejarah Berdirinya LAPAS Kelas II A Ambarawa

Lapas Ambarawa didirikan tahun 1824-1848, semula dengan nama

“Beteng William”. Pada awalnya berfungsi sebagai asrama pertahanan

oleh Belanda, dinamakan Beteng Pendem, karena tempat tersebut sebagai

daerah terlarang, juga dikelilingi oleh tanggul pembatas dan dikelilingi

tetumbuhan yang besar sehingga yang kelihatan dari luar adalah sebagai

hutan yang sangat lebat.

Pada tahun 1942-1945, dijadikan tempat interniran (penjara) oleh

Jepang pihak yang berkuasa saat itu, untuk memenjarakan tawanan

perangnya. Kemudian sekitar tahun 50-an dijadikan penjara. Dan beberapa

perubahan berdasar SK sebagai berikut :

a. Berdasar Keputusan Menteri Kehakiman RI No. J.H.6.2/23/I/RI/16

April 1952 Beteng William ditetapkan sebagai rumah penjara,

kemudian sejak tanggal 27 April 1964 diubah menjadi Lembaga

(53)

b. Pada tahun 1985 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.

01/PR/07.031/1985 tanggal 26 Februari sebagai Lapas Anak Jawa

Tengah.

c. Berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. M.10.PR.07.03 tahun

1991 tanggal 02 Desember 1991 Lapas Ambarawa ditetapkan sebagai

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B.

d. Pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia RI. No. M.16.PR.07.03 tahun 2003 tentang

peningkatan kelas Lembaga Pemasyarakatan dari II B menjadi Kelas

II A.

Pada Tahun 2004 tepatnya tanggal 22 Januari 2004 Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa mendapatkan 10(sepuluh) orang

GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dari Aceh dan bebas karena mendapatkan

Amnesti tanggal 05 Agustus 2005.

Pada Tahun 2006 tepatnya tanggal 14 Juli 2006 mendapatkan kiriman

narapidana teroris dari Lapas Krobokan Denpasar sebanyak 2(dua) orang

dan bebas karena mendapatkan Pelepasan Bersyarat pada tanggal 06 Juli

2007.

Pada Tahun 2011 terdapat 6(enam) orang Warga binaan dalam kasus

Makar yang masuk pada tanggal 24 mei 2011 dan bebas murni pada

(54)

2. Visi dan Misi LAPAS Kelas II A Ambarawa

VISI :

“ MASYARAKAT MEMPEROLEH KEPASTIAN HUKUM “

MISI :

a. Mewujudkan peraturan Perundang-Undangan yang berkualitas;

b. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas;

c. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas;

d. Mewujudkan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM;

e. Mewujudkan layanan manajemen administrasi Kementerian

Hukum dan HAM;

f. Mewujudkan aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang

profesional dan berintegritas;

SESANTI (MOTTO)

B ebarengan makarya (Bersama Bekerja)

E man mring sapada pada (Sayang Kepada Sesama)

T umprap para warga (Kepada Semua Warga)

E ling lan waspada (Ingat dan Waspada)

N etepi pranatan agami (Patuh Pada Agama)

(55)

3. Kondisi Bangunan dan Lokasi

Merupakan bangunan cagar budaya peninggalan kolonial belanda,

bangunan rata-rata dibuat pada tahun 1834. Sehingga Kondisi bangunan

sudah tua dan rapuh, tembok sering mengelupas karena tingkat

kelembaban yang cukup tinggi. Lay out bangunan kurang memenuhi

syarat untuk sebuah bangunan Lapas, karena tidak ada steril area, tembok

luar/branggang, tidak ada pos atas.

Tanah Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa seluas

±50.000m2 dengan status pinjam pakai milik TNI Angkatan Darat Kodam

IV Diponegoro. Luas bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA

Ambarawa seluas ±20.000 m2 yang terdiri dari :

a. Kantor Utama

b. Aula

c. Rumah Dinas Kepala

d. Rumah Dinas Pegawai

e. Bangunan Lapas yang terdiri dari :

1) Ruang Ka.KPLP, Ruang Penggeledahan, Ruang Kunjungan

2) Ruang Kasie. Binadik, Ruang Bimaswat, Ruang Klinik, Ruang

Registrasi

3) Ruang Dapur

4) Gereja

5) Ruang Sidang TPP, Ruang Bimker, Ruang Penjahitan, Ruang

(56)

6) Cell

7) Masjid

8) Blok Penghunian terdiri dari 2 (dua) Blok, Yaitu

Blok I (tempat hunian bagi Narapidana)

Blok II (tempat hunian tahanan dan narkoba)

f. Lapangan Olah Raga

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambarawa berada di wilayah

Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Alamat Kantor Jalan Beteng Nomor 1 Ambarawa. Jalan menuju lokasi

Lapas, ditempuh dari tengah kota simpang tiga Monumen Palagan

Ambarawa, ke arah selatan menuju museum kereta api, dan masuk

melalui pintu gerbang/pos penjagaan Batalyon Kavaleri.

Letak Lapas ± 300 M dari pintu gerbang/pos Batalyon Kavaleri.

Atau bisa juga melewati jalan lingkar ambarawa ( jl. Jenderal sarbini )

hingga perempatan / traffic light kelurahan Pojok sari, kemudian belok ke

arah utara menuju Batalyon Kavaleri dan masuk melalui pintu

gerbang/pos penjagaan Batalyon Kavaleri. Letak Lapas ± 300 M dari

(57)

4. Struktur Organisasi

(58)

Jumlah Pegawai (Maret 2016)

Total Jumlah 65 orang

(59)

5. Kapasitas dan Isi Penghuni

Kapasitas isi Lembaga Pemasyarakatan Ambarawa adalah : 222 orang

WBP.

178 181 187 186

161 160 172 173

197 195 197

0 50 50 60 67

72

56 50 49 45 47 46

0 JUMLAH NARAPIDANA DAN TAHANAN TAHUN 2015 - 2016

Narapidana Tahanan

TAHANAN NARAPIDANA JUMLAH

NAPI +

TAHANAN

AI AII AIII AIV AV JML SH BI BIIa BIIb BIII JML

DEWASA 10 5 30 1 - 46 - 170 23 - 4 197 243

PEMUDA - - - -

ANAK - - - -

ASING - - - -

JUMLAH 10 5 30 1 - 46 - 170 23 - 4 197 243

(60)

6. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Tindak Pidana

Narkoba Korupsi Jumlah

Narapidana 66 7 73

Tahanan 6 - 6

Jumlah 72 7 79

Jenis Pidana Pasal Jumlah

Perlindungan

Anak

UU 23/ 2002 39

Penganiayaan 351 - 356 9

Narkotika UU 35/ 2009 65

Perampokan 365 7

Pembunuhan 338 - 350 4

Lalu Lintas UU 22/ 2009 2

Jumlah 227

(61)

Buta Huruf; 5

SD; 62

SMP; 56 SMA; 61

Diploma; 5

S1; 6 S2; 2 S3; 1

; 0

Tingkat Pendidikan Narapidana dan Tahanan

7. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

8. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Agama

9. Kegiatan Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian

Program Pembinaan Kepribadian Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Ambarawa :

90% 1% 8%

1%

J UMLAH NAP I BERD ASARKAN AGAMA

(62)

a. Pembinaan kesadaran beragama meliputi kegiatan ibadah sesuai

dengan agama masing-masing.

b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mengadakan

Upacara Hari Besar Nasional.

c. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan),

 Kursus dan Latihan ketrampilan

 Perpustakaan

 Memperoleh informasi dari luar melalui majalah, radio, televisi.

d. Kegiatan Olah Raga

e. Penyuluhan narkoba dan HIV/ AIDS

(63)

Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Narapidana Tahun 2015 – 2016

Pembinaan Kemandirian dan Kerja Produktif :

1. Penjahitan Sepatu (Bekerjasama dengan PT Ara Shoes)*

2. Sarung Tangan Baseball (Bekerjasama dengan PT Inko Java)

3. Penjahitan Kain

4. Kerajinan Enceng Gondok

5. Pertukangan Kayu

6. Pangkas Rambut

(64)
(65)

B. Gambaran Kasus Pengasuhan Anak Narapidana Dalam Perspektif

Hukum Islam dan Undang-Undang No 35 Tahun 2014

Daftar Narapidana Yang Dijadikan Informan

No Identitas Napi No. Putusan/Perkara

(66)

berakhir 10-04-2022)

Penjara 3 thn , (tanggal masuk 17-08-2014 Remisi

1. Pengasuhan anak narapidana AST (kasus pemerkosaan)

AST telah menjalani masa hukuman selama satu tahun atas

pelanggaran yang dilakukan. AST meninggalkan seorang istri dan

(67)

di bangku SMP kelas 8. Sebelum dipenjara, AST cukup dekat dengan

anaknya dan memperhatikan tumbuh kembang anak. Namun dalam

kehidupan sehari-hari AST jarang menasehati atau memotivasi anaknya.

Dalam hal mendidik anak, AST lebih menyerahkan hal tersebut kepada

sang istri. AST dipenjara saat anaknya duduk di bangku SMP kelas 7.

Sejak saat itu anak hanya tinggal bersama ibu dan kakek nenek. AST

sering dibesuk oleh istrinya tetapi tidak bersama dengan anaknya. AST

hanya pernah bertemu dengan anak pada saat besukan bebas lebaran

selama 30 menit. AST mengatakan ada beberapa perubahan yang terjadi

pada anaknya sejak dia berada dalam penjara. Anaknya menjadi lebih

pemalu dan tidak lagi berkomunikasi dengannya. Saat berkomunikasi via

wartel LAPAS pun AST hanya berbicara pada istri dan menanyakan

keadaaan anaknya pada istri. Dalam hal pengasuhan anak selama AST

dipenjara tidak jauh berbeda dari sebelumnya sebab perihal mendidik

anak memang sudah dipasrahkan kepada istri. Mungkin hal ini juga

dikarenakan tigkat pendidikan istri lebih tinggi dari AST yang lulsan

SMP. Berkat sang istri yang terampil dalam mendidik anak dan juga

pengawasan dari mertua AST, anak AST tetap tumbuh menjadi anak yang

baik dengan bekal keagamaan yang baik pula walaupun lebih pemalu

(68)

2. Pengasuhan anak narapidana ASW (kasus pembunuhan)

ASW telah mendekam dalam penjara selama tiga tahun terhitung

dari tahun 2013. Selama itu pula ASW meninggalkan seorang istri dan

dua orang anaknya yang masih berusia 5 tahun dan 3 tahun. Sebelum

dipenjara, ASW sangat dekat dengan anak perempuannya yang berusia 5

tahun, sedangkan dengan anak laki-lakinya ASW tidak begitu dekat sebab

ASW dipenjara saat istrinya tengah mengandung 5 bulan. Sampai saat ini

anak lakialaki nya belum paham betul dengan ayahnya karena memang

jarang membesuk. Istri lebih sering berkomunikasi melalui wartel LAPAS

dan mengirim kebutuhan ASW lewat jasa pengiriman barang. Selama

ASW dipenjara, istri tinggal bersama kedua anaknya dan ayah dari istri

yang sudah berusia lanjut. Istri sebisa mungkin menjaga anak-anak

mereka seorang diri dan lebih memberi pengertian kepada anak bahwa

ASW sedang bekerja. Istri tidak menceritakan kondisi sebenarnya kepada

kedua anaknya karena mereka masih balita. Hal ini juga bertujuan agar

anak tidak merasa tertekan dan takut akan hal yang tengah terjadi pada

ayahnya. Selama di LAPAS, ASW selalu aktif menanyakan kabar

anak-anaknya, sang istri juga kerap menceritakan keseharian anak dan meminta

saran pada suami dalam hal menasehati anak. ASW sebisa mungkin tetap

bekerja sama dengan baik dengan istri dalam mendidik anak. Dalam hal

pendidikan moral maupun agama, ASW menanamkan pada anaknya

dengan cukup baik terbukti sang anak cukup berprestasi di sekolah nya di

(69)

Pada saat besukan bebas lebaran,istri mengajak kedua anaknya

membesuk ASW dan mereka memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk

lebih dekat dengan anak. Namun terkadang terjadi konflik antara ASW

dan istrinya mengenai masalah keuangan karena sebelum dipenjara ASW

yang mencari nafkah dan istri tidak bekerja. Anak juga cerita kepada

ASW kalau ibunya sering marah-marah dirumah karena persoalan

ekonomi.

3. Pengasuhan anak narapidana JM (kasus pencurian)

JM telah dipenjara kurang lebih satu tahun terhitung sejak bulan

Juli tahun 2015. JM meninggalkan seorang istri dan seorang anak

perempuan kelas 5 SD yang tinggal di Tangerang. Sebelum dipenjara JM

sangat dekat dengan anak satu-satunya itu, bahkan anak lebih dekat

dengan JM ketimbang ibunya. Sejak JM berada dalam penjara, JM tidak

pernah lagi bertemu dengan anak dan istrinya, mereka juga tidak pernah

membesuk JM karena lokasi yang sangat jauh. JM hanya berkomunikasi

dengan istri dan adik-adiknya via wartel LAPAS. JM tidak pernah

menghubungi anaknya, karena ananya selalu menangis setiap mendengar

suara JM. Sang anak diketahui mengalami trauma psikologis yang cukup

mendalam sebab anak mengetahui secara jelas kondisi JM dan karena apa

JM ditangkap. JM dan anak istrinya terakhir bertemu di Polres pada saat

istri mencoba meminta penangguhan penahanan. Dalam hal mendidik

anak, kini JM menyerahkan sepenuhnya kepada istri sebab JM sudah

Referensi

Dokumen terkait

menyeluruh, karena vaksinasi dengan menggunakan virus avian influenza yang sudah tidak aktif dapat mengaktivasi antigen ( Holt, 1990) sehingga akan memicu respon

Ketiga, skripsi yang di susun oleh Muhammad Muslim Tamam Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Univesitas Islam Negeri Sunan Gunung

 Menganalisis informasi dan data yang di dapat dari bacaan dan sumber lain yang terkait mengenai keterkaitan antara revolusi- revolusi besar dunia (Perancis, Amerika, Cina,

Tujuan pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga seseorang, dengan kata lain ambang

Penyusunan skripsi ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai rangkaian kegiatan akademis yang lain, untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas

Berdasarkan hasil analisis di dapatkan mekanisme pembiayaan murabahah yang dilakukan di BPRS Sukowati Sragen telah sesuai dengan teori yang ada.Untuk respon

Melihat uraian di atas, dapat dipahami bahwa peran kegiatan keagamaan Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) Baiturrahman Desa Tugulor Karanganyar Demak adalah baik, ini

Tampilan aplikasi dummy tps dengan pesan dari server Dari uji coba pada gambar 5.9 dapat dilihat bahwa pengiriman data dengan memanfaatkan sessionID yang telah