PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014
(Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab. Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Rahmad Bayu Anggoro
NIM 211-12-032
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa
Nama : Rahmad Bayu Anggoro
NIM : 211-12-032
Judul : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untukn menjadi perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Salatiga,18 September 2017
Pembimbing
Drs . Machfudz M.Ag
PERYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan di bawah ini
Nama : Rahmad Bayu Anggoro
Nim : 211-12-032
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karaya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga,18 September 2017
Yang Menyatakan
Rahmad Bayu Anggoro
MOTTO
Bukan Tentang Kecerdasan Melainkan
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta
karunian-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Ibu dan Ayah tercinta, Bapak Suharmanto dan Ibu Endang Purwaningsih,
terima kasih atas segenap kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul PENGASUHAN ANAK
OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO
35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang).
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung
Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa
setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia
dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua
mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dra. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Sukron Ma’mun, M. Si, selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam
4. Drs. Mahfudz M.Ag selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas
membimbing mengarahkan dengan penuh rasa sabar sehingga penulis
5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat
bermanfaat.
6. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyelesaian skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masi jauh dari sempurna, maka
kritik dan saran yang baik akan sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari
penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada
umumnya. Aamiin Allahumma aamiin.
Salatiga,18 September 2017
ABSTRAK
Anggoro, Rahmad Bayu. 2017. Pengasuhan Anak Oleh Narapidana dalam
Perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang) Skripsi, Jurusan syariah, Program Studi
Ahwal Al Syakhshiyyah , Institut Agama Negeri Salatiga. Dosen
Pembimbing:Drs. Mahfudz, M.Ag
Kata Kunci: Pengasuhan anak, Oleh Narapidana
Penelitian ini memberikan gambaran tentang bagaimana kontribusi pengasuhan anak dari seorang ayah yang berstatus sebagai narapidana. Beberapa pertanyaan dalam penelitian ini antara lain adalah Bagaimana bentuk pengasuhan narapidana terhadap anak-anaknya? Serta Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait dengan pola pengasuhan yang demikian?
Metode yang digunakan oleh penulis adalah Observasi dan Wawancara . penulis langsung terjun ke lapangan / Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Ambarawa , lalu penulis mengambil 5 narapidana untuk dijadikan sebagai sumber informasi atau narasumber yang akan diwawancara .
Dari penelitian yang dilakukan terhadap beberapa narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan , Bentuk pemenuhan pengasuhan orang tua narapidana terhadap
anaknya pada dasarnya narapidana tetap melakukan kewajiban untuk mengasuh anaknya . akan tetapi berbeda dengan pengasuhan yang dilakukan orang tua pada umumnya . hal tersebut dikarenakan keterbatasan komunikasi antara anak dengan orang tuanya yang disebabkan oleh status orang tua sebagai narapidana. akan tetapi Pemenuhan pengasuhan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui kunjungan setiap minggunnya. Di setiap kunjungan terebut seorang narapidana mempercayakan pengasuhan anaknya secara kontak langsung dan memberikan pengarahan kepada istri serta kerabat yang berada dirumah atau satu wilayah dengan anaknya .
Dalam hukum islam telah di jelaskan bahwa seorang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan harus bertanggungjawab dalam hal material maupun spiritual. Seorang ayah wajib mendidik dan mengasuh anaknya sesuai dengan ajaran islam. Namun penerapannya dalam pengasuhan anak narapidana, tidak semua narapida mampu memenuhi kewajibannya baik dalam menafkahi maupun mendidik. Walaupun di dalam LAPAS telah tersedia fasilitas untuk berkomunikasi, tapi tidak semua narapidana dapat memanfaatkannya dengan baik untuk berkomunikasi dengan anak. Mereka lebih mempercayakan pengasuhan anak kepada istri dan kerabat lainnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ... iv
HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 2
E. Penegasan Istilah ... 3
F. Tinjauan Pustaka ... 4
G. Metodologi Penelitian ... 5
a. Jenis Penelitian ... 5
b.Sumber Data ... 5
c.Subjek penelitian ... 6
d.Teknik Pengumpulan Data ... 7
e.Teknis Analisis Data ... 8
H. Sistematika Penulisan ... 9
1. Pengertian pengasuhan anak ... 11
2. Batas usia anak menurut Fiqh ... 13
3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ... 14
4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ... 20
5. Pengasuhan anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak ... 26
B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ... 26
BAB III PENERAPAN PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Lapas Kelas II A Ambarawa ... 35
1. Sejarah berdirinya Lapas Kelas II A Ambarawa ... 35
2. Visi dan Misi Lapas Kelas II A Ambarawa ... 37
3. Kondisi bangunan dan lokasi ... 37
4. Struktur Organisasi ... 40
5. Kapasitas dan Isi Penghuni ... 42
6. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tindak pidana ... 43
7. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tingkat pendidikan .. 44
8. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan agama... 44
9. Kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandiririan ... 44
B. Gambaran Kasus Pengasuhan Anak Narapidana Dalam perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 ... 47
1. Pengasuhan anak narapidana AST (kasus pemerkosaan) ... 48
2. Pengasuhan anak narapidana ASW (kasus pembunuhan) ... 50
3. Pengasuhan anak narapidana JM (kasus pencurian) ... 51
4. Pengasuhan anak narapidana ND (kasus pencurian) ... 52
BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NO.35
TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Pengasuhan Anak Dari Seorang ayah Narapidana... 56
1. Komunikasi ... 56
2. Wawasan ... 60
3. Psikologis ... 60
4. Pengaruh sosial ... 61
B. Pengasuhan Anak Narapidana Dalam perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 ... 62
1. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ... 62
2. Pengasuhan anak menurut Undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang wajib dijaga dan dididik
oleh orang tua dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syariat Islam dan
peraturan yang berlaku. Dalam Islam telah dijelaskan secara rinci mengenai
pengasuhan anak (hadhanah) ,sebagai contoh dalam surat Al luqman ayat 17
yang menerangkan bahwa seorang ayah wajib mendidik anaknya dalam
beribadah kepada Allah SWT (mengerjakan shalat) dan berbuat baik kepada
semua makhluk ciptaan Nya.
Dalam undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 juga
dijelaskan bahwasanya orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam
mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi serta mencukupi segala
kebutuhan anak dari lahir sampai dewasa. Dalam hal ini, orang tua baik ayah
maupun ibu wajib bekerja sama dengan baik dalam menjalankan kewajiban
tersebut.
Orang tua berkewajiban memberikan hak-hak anak berupa material
maupun non material. Sebagai contoh, orang tua wajib membiayai segala
kebutuhan anak berupa biaya pendidikan,sandang,pangan dan sebagainya.
Namun, disamping itu orang tua juga wajib memberikan kasih sayang dan
perhatian penuh kepada anak sehingga anak merasa nyaman
Akan tetapi pada kenyataanya ada beberapa hal yang dapat menghalangi
yang berstatus sebagai narapidana tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai
seorang ayah yang semestinya. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk
meneliti mengenai hal tersebut. Permasalahan tersebut menjadikan dasar bagi
penulis unruk melakukan studi kasus dengan judul PENGASUHAN ANAK
OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU
NO 35 TAHUN 2014
(Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang).
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana seorang ayah yang berstatus seabagai narapidana memberikan
pengasuhan kepada anaknya?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait
dengan pola pengasuhan yang demikian?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pengasuhan anak dari seorang
narapidana
2. Untuk mengetahui Bagaimana hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014
terkait dengan pola pengasuhan yang demikian
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
akademis/teoritik maupun dalam masyarakat. Secara akademis, penelitian ini
khususnya anak yang memiliki orang tua yang berstatus sebagai narapidana.
Selain itu, penelitian ini mampu memberikan banyak informasi kepada
masyarakat mengenai pola asuh anak yang demikian serta membuka wawasan
masyarakat tentang pengasuhan anak dalam perspektif hukum Islam maupun
UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
E. Pengasuhan Anak
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan
mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini,
sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul
“PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas
Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang)”.
1. Pengasuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah proses, cara,
perbuatan mengasuh. Sedangkan dalam Islam, menurut Dahlan (1999)
dikutip dari Hannah (2014) pengasuhan/hadhanah secara terminologis
adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang
kehilangan kecerdasannya, karena tidak bisa memenuhi keperluannya
sendiri.
2. Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
3. Narapidana
Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani
hukuman karena tindak pidana); terhukum.
4. Hukum Islam
Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan Alqur’an dan Hadist.
5. UU No 35 Tahun 2014
Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Undang- undang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang
sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 2002.
Jadi, pengasuhan anak narapidana dalam perspektif hukum Islam dan UU
No 35 Tahun 2014 adalah bentuk pengasuhan seorang ayah yang berstatus
sebagai narapidana terhadap anaknya dan bagaimana perspektif hukum Islam
serta Undang-undang UU No 35 Tahun 2014 mengenai hal tersebut.
F.Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis merujuk pada penelitian
sebelumnya yang berjudul Kewajiban Suami Narapidana Terhadap Nafkah
Keluarga karya Dedy Sulistyono dan diterbitkan oleh IAIN Salatiga tahun
nafkah suami narapidana terhadap isteri menurut hukum Islam dan peraturan
perundangan. Penelitian ini memiliki objek yang sama dengan penelitian
penulis yaitu narapidana, serta memiliki kesamaan dalam teori penelitian yaitu
menggunakan hukum Islam dan undang-undang. Namun, yang membedakan
adalah masalah penelitian. Penelitian ini cenderung membahas mengenai
pemenuhan nafkah suami narapidana terhadap isteri, sedangkan penelitian
penulis adalah mengenai pengasuhan anak narapidana. Selain itu, penulis juga
menggunakan referensi undang- undang perlindungan anak yang terbaru yaitu
UU No 35 Tahun 2014.
G.Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode penelitian kualitatif.
Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain.
Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk
menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai,
sikap, dan persepsi. (Moleong,2009:7)
2. Sumber Data
Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil
wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti
mewawancarai lima narapidana.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang pelengkap yang membantu peneliti
dalam melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder
berupa UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, beberapa
ayat-ayat Aqur’an dan Hadist tentang pengasuhan anak/ hadhanah.
c. Data Tersier
Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk
terhadap data primer dan data sekunder. Dalam hal ini data tersier yang
digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Subjek Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada subjek yang
memiliki kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang
akurat. Menurut Sofyan dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian
Hukum Islam” sampel semacam ini disebut purposive or judgemental
sampling.
Dalam penelitian ini, yang merupakan subjek penelitian adalah
kurang lebih satu tahun, sudah berkeluarga dan memiliki anak. Menurut
data yang didapatkan oleh peneliti, narapidana yang memenuhi kriteria
tersebut berjumlah 5 (lima) orang dengan kasus yang berbeda. Penulis
mewawancarai lima orang tersebut.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Menurut Sofyan (2013:167) ada empat jenis wawancara yaitu
wawancara terstruktur (structured interview), semi terstruktur (semi
structured interview), tidak terstruktur (unstructured or focused
interview) dan kelompok (group interview).
Wawancara pada penelitian ini lebih mengarah pada jenis wawancara
tidak terstruktur (unstructured or focused interview) yaitu wawancara
yang dilakukan dengan cara yang lebih terbuka (open-ended character).
Pewawancara tidak terpaku pada pedoman wawancara yang dibuat,
dalam artian pewawancara dapat melakukan improvisasi. Dengan cara
tersebut responden akan leluasa menyatakan pendapat dan
keinginannya sehingga penggalian informasi akan lebih akurat.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara
mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa
digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang
menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin,
2010 : 67)
Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi
memungkinkan observer untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh
subjek penelitian.
c. Telaah Dokumen
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan
dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat
berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto,
undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa,
2012:61)
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya
sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan
secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.
(Moleong,2009:281)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis
atau analytical approach
H.Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metodologi penelitian dan
BAB II PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU
NO 35 TAHUN 2014
Bab ini berisi tentang pengasuhan anak menurut hukum Islam meliputi
pengertian pengasuhan anak, batas usia anak menurut fiqih, dan
bentuk-bentuk pengasuhan anak. Selain itu juga membahas tentang pengasuhan
anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak
BAB III PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014
Bab ini berisi gambaran umum LAPAS Ambarawa meliputi letak dan
keadaan geografis, keadaan narapidana, narapidana berdasarkan agama
yang dianut, macam-macam kegiatan narapidana dan kelompok ibadah.
Selain itu bab ini juga berisi gambaran kasus pengasuhan anak narapidana
dalam perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 yang
mengemukakan pengasuhan anak narapidana LAPAS Ambarawa dalam
keluarga A & B
BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014
Bab ini membahas tentang pengasuhan anak narapidana LAPAS
Ambarawa dan analisis pengasuhan anak narapidana dalam perspektif
hukum Islam dan UU no 35 Tahun 2014
BAB V KESIMPULAN
BAB II
PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam
1. Pengertian pengasuhan anak.
Salah satu dari tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan
keturunan atau menumbuhkan generasi penerus dari pasangan suami istri.
Kehadiran anak dalam rumah tangga adalah hal yang sangat
diidam-idamkan oleh setiap orang untuk dapat membuat keluarga semakin utuh,
sejahtera,serta bahagia lahir maupun batin. Namun hal ini harus diiringi
dengan terciptanya kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam
pengasuhan anak.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah
perbuatan atau cara mengasuh. Sedangkan pengertian pola asuh anak atau
biasa disebut parenting adalah proses membesarkan dan mendukung
perkembangan fisik dan mental yang juga meliputi emosional, sosial,
spiritual, dan intelektual anak dari bayi hingga dewasa.
( http://www.asuhanak.com/2015/01/pengertian-parenting-dan-gaya.html?m=1)
Pengasuhan anak tentunya bertujuan untuk menciptakan generasi
Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting sebab perilaku anak
akan bergantung pada bagaimana cara orang tua dalam mengasuh anak.
Beberapa pola pengasuhan yang diterapkan orang tua akan berpengaruh
besar dalam tumbuh kembang anak.
Pada dasarnya pengasuhan anak merupakan tanggung jawab kedua
orang tua. Orang tua berkewajiban dalam mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak seperti yang tertera dalam UU No 35
tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Selain itu, dalam hukum Islam dijelaskan bahwa seorang ibu jauh
lebih berhak terhadap pemeliharaan anak daripada seorang ayah. Seorang
perempuan lebih didahulukan tentang masalah pemeliharaan, baru
berikutnya orang laki-laki.(Usman,2006:351)
Namun pada kenyataannya, seorang ayah juga merupakan figur
yang penting bagi anak. Kehadiran ayah sangatlah penting secara fisik
maupun psikologis sebagaimana Allah telah menuliskan sebuah surat
khusus dalam Al-Qur’an yaitu surat Luqman yang menceritakan bagaiman
Luqman mendidik anaknya untuk taat kepada Tuhannya.
Negara Indonesia adalah negara yang kekurangan ayah. Secara fisik dia
ada dan nampak, namun tidak ada dalam pengasuhan kepada anaknya.
(Rinaldi,2014:367) . Begitu banyak ayah diluar sana yang menghabiskan
waktunya dalam mencari nafkah. Hal-hal tertentu juga mampu menjadi
ayah yang harus menjalani hukuman di penjara atas dasar perbuatan yang
melanggar hukum.
Hal ini tentu menyebabkan anak tidak mendapatkan hak nya secara
maksimal dalam hal kasih sayang orang tua, karena dalam masa
pertumbuhan seorang anak sangat membutuhkan peran kedua orang
tuanya secara seimbang dan proporsional.
2. Batas Usia Anak Menurut Fiqh
Dapat diketahui bersama bahwa batas usia anak dalam UU No 35
tahun 2014 tentang perlindungan anak adalah 18 tahun. Namun hal ini
berbeda dengan yang tertera dalam hukum Islam. Terdapat beberapa
pendapat dalam pembahasan mengenai batas usia dalam pengasuhan anak.
Menurut Al Barry (1977:234) dikutip dari Usman (2006:411),
masa mengasuh anak kecil menurut mazhab Hanafi habis kalau anak itu
sudah tidak membutuhkan pemeliharaan wanita dan sudah sanggup
melaksanakan apa-apa keperluannya yang vital. Untuk anak putri
diperpanjang sampai ia dewasa, tanpa adanya ketentuan berapa tahun
umurnya menurut pendapat yang lama. Sedangkan di Mesir, menetapkan
tujuh tahun bagi anak laki-laki dan sembilan tahun bagi anak perempuan.
Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam pasal 98 Kompilasi
Hukum Islam (KHI), yang menetapkan bahwa batas pemeliharaan anak
sampai usia dewasa atau mampu berdiri sendiri adalah 21 tahun, sepanjang
melangsungkan perkawinan. Dapat diartikan bahwa orang yang cacat fisik
maupun mental walaupun sudah berusia 21 tahun masih tetap dianggap
dalam pemeliharaan orang tuanya atau kalau sudah pernah melangsungkan
perkawinan walaupun belum berusia 21 tahun dianggap tidak berada
dalam pemeliharaan orang tuanya.(Usman,2006:212)
3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak
Dalam proses pengasuhan anak atau parenting, setiap orang tua
pada umumnya memiliki cara yang berbeda-beda. Pola pengasuhan yang
diterapkan pada anak akan tercermin pada sikap dan perilaku anak dalam
kehidupan sehari-hari. Namun disamping itu, lingkungan sekitar, strata
sosial, kesejahteraan, serta budaya orang tua juga akan memiliki pengaruh
yang cukup kuat dalam penerapan pola pengasuhan pada anak. Menurut
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul “Pola
Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” terdapat lima belas
bentuk atau tipe pola pengasuhan anak sebagai berikut :
1. Gaya Otoriter
Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang
memaksakan kehendak. Dalam tipe ini, orang tua cenderung sebagai
pengendali atau pengawas (controller), selalu memaksakan kehendak
kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit
menerima saran dan cenderung memaksakan kehendak dalam
perbedaan, terlalu percaya pada diri sendiri sehingga menutup katup
Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih
bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus-kasus tertentu.
2. Gaya Demokratis
Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik
dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh
ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan
individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang tidak
banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan
untuk anak SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi
3. Gaya Laissez-Faire
Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan.
Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan
orang tua agar kebebasan yang diberikan terkendali. Orang tua yang
menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi
tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya.
Tindak komunikasi dari orang tua cenderung berlaku sebagai seorang
penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbang
pemikiran dari anggota keluarga.
Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak dalam semua tingkatan
4. Gaya Fathernalistik
Fathernalistik (fathernal=kebapakan) adalah pola asuh
kebapakan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak
dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan
menasehati. Orang tua menggunakan pengaruh sifat kebapakannya
untuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang diinginkan meskipun
terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental.
Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD dan TK dalam
kasus tertentu dan sangat pas digunakan untuk anak usia 0-2 tahun.
5. Gaya Karismatik
Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang
memiliki kewibawaan yang kuat. Kewibawaan itu hadir bukan karena
kekuasaan atau ketakutan, tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara
orang tua dan anak. Adanya kekuatan internal luar biasa yang
diberkahi kekuatan gaib oleh Tuhan dalam diri orang tua sehingga
dalam waktu singkat dapat menggerakkan anak tanpa bantahan. Pola
asuh ini baik selama orang tua berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dan ahlak yang tinggi dan hukum yang berlaku.
Pola asuh ini dapat diberdayagunakan terhadap anak usia SD,
6. Gaya Melebur Diri
Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan
orang tua yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan
membangun kerjasama dengan anak dengan cara menggabungkan
diri. Ini tipe yang berusaha membangun ikatan yang kuat antara orang
tua dan anak, berupaya menciptakan perasaan cinta, membangun
kepercayaan, dan kesetiaan antara orang tua dan anak.. keakraban
orang tua dan anak terjalin sangat harmonis.
Pola asuh ini bisa dipakai untuk anak PAUD dan TK. Tetapi
untuk anak SLTP hanya sampai batas-batas tertentu.
7. Gaya Pelopor
Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di
depan (pelopor) untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam
kebaikan bagi anak dalam keluarga. Orang tua benar-benar tokoh
yang patut diteladani karena sebelum menyuruh atau memerintah
anak,ia harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain orang tua lebih
banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan pendidikan
anak.
Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam semua
tingkatan usia.
8. Gaya Manipulasi
Tipe pola asuh ini selalu melakukan tipuan,rayuan,memutar
menipu dan merayu anak agar melakukan yang dikehendakinya.
Orang tua selalu memutarbalikkan fakta atau memanipulasi keadaan
sebenarnya.
Pola asuh ini sampai batas-batas tertentu dan sangat hati-hati
masih bisa digunakan untuk anak PAUD dan TK karena mereka
cenderung belum bisa diberi pengertian dan sangat tidak cocok untuk
anak SD’SLTP, dan SLTA.
9. Gaya Transaksi
Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian
(transaksi), dimana antara orang tua dan anak membuat kesepakatan
dari setiap tindakan yang diperbuat. Orang tua menghendaki anaknya
mematuhi dalam wujud melaksanakan perjanjian yang telah
disepakati. Ada transaksi tertentu yang dikenakan kepada anak jika
suatu waktu anak melanggar perjanjian tersebut. Pola asuh ini cocok
digunakan untuk anak SD dan SLTP.
10. Gaya Biar Lambat Asal Selamat
Pola asuh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatunya sngat
berhati-hati. Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan
tapi pasti melompat jauh ke depan. Orang tua tidak mau terburu-buru,
tapi selalu memperhitungkan secara mendalam sebelum bertindak.
Dalam berbicara orang tua menggunakan bahasa lemah lembut, sopan
Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD, dan
SLTP.
11. Gaya Alih Peran
Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orang tua dengan
cara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak.
Pola asuh ini dipakai oleh orang tua untuk memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengemban tugas dan pera tertentu. Oran tua
hanya memfasilitasi dan membantu ketika solusi atas masalah tidak
ditemukan oleh anak. Meski tidak diberikan arahan secara detail apa
yang harus anak lakukan, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan keputusan sebagian besar diserahkan kepada anak.
Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak SLTP, SLTA dan
perguruan tinggi.
12. Gaya Pamrih
Tipe pola asuh ini disebut pamrih karena setiap hasil kerja yang
dilakukan ada nilai material. Bila orang tua ingin menggerakkan anak
untuk melakukan sesuatu, maka ada imbalan jasanya dalam bentuk
material. Jadi, karena ingin mendapatkan imbalan jasa itulah anak
terdorong melakukan sesuatu yang diperintah oleh orang tua.
Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD,
13. Gaya Tanpa Pamrih
Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih karena asuhan yang
dilaksanakan orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam
perilaku dan perbuatan. Tidak pamrih berarti tidak mengharapkan
sesuatu pun kecuali mengharapkan ridha Allah. Pola asuh ini dapat
digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.
14. Gaya Konsultan
Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah
anak, membuka diri menjadi pendengar yang baik bagi anak. Orang
tua siap sedia bersama anak untuk mendengarkan cerita, informasi,
kabar, dan keluhan tentang berbagai hal yang telah dibawa anak dari
pengalaman hidupnya. Komunikasi dua arah terbuka antara orang tua
dan anak, dimana keduanya dengan posisi dan peran yang berbeda,
orang tu berperan sebagai konsultan dan anak berperan sebagai orang
yang menyampaikan pesan.
Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam berbagai
tingkatan usia.
15. Gaya Militeristik
Pola asuh militeristik adalah tipe kepemimpinan orang tua yang
suka memerintah. Tanpa dialog, anak harus mematuhi
perintahnya,tidak boleh dibantah, harus tunduk pada perintah dan
larangan. Dalam keadaan tertentu ada ancaman, dalam keadaan
karena harus secepatnya dan tepat dalam mengambil keputusan demi
keselamatan anak.
Dalam hal-hal tertentu, pola asuh ini pola asuh ini dengan
kebijakan orang tua dan sangat hati-hati bisa digunakan untuk anak
PAUD, TK, dan SD.
4. Pengasuhan anak menurut Hukum Islam
Dalam Islam, pemeliharaan anak disebut dengan hadhanah. Secara
etimologis, hadhanah berarti “di samping” atau berada “di bawah ketiak”.
(Nurudin & Tarigan,2006:292).
Sedangkan secara terminologisnya, hadhanah adalah merawat dan
mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan
kecerdasannya, karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya
sendiri.(Dahlan,1999:415)
Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah adalah wajib,
tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadhanah ini menjadi hak orang
tua (terutama ibu) atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki
misalnya, berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga
ia dapat saja menggugurkan hak nya. Tetapi menurut jumhur ulama,
hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. Bahkan
menurut Wahbah Al Zuhaily, hak hadhanah adalah hak bersyarikat antara
ibu, ayah, dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan
Hadhanah merupakan kewajiban orang tua dalam mendidik dan
memelihara anak dengan sebaik-baiknya dalam hal pendidikan, ekonomi,
dan segala kebutuhan pokok si anak, sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Baqoroh ayat 233 sebagai berikut:
Artinya:
“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dan kerelaan
jika kamu ingin anakmu disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepad Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha Melihat
apa yang kamu kerjakan ”.
Ayat tersebut menegaskan kepada seluruh orang tua untuk dapat
memenuhi hak-hak anak berupa pangan dan sandang.
Syarat wajibnya nafkah atas kedua ibu bapak keapada anak ialah
apabila si anak masih kecil, atau sudah besar tetapi tidak mampu berusaha
dan miskin pula. (Saebani, 2016:27)
Seorang ibu juga sangat berperan penting dalam pemeliharaan anak
sejak anak dilahirkan. Menurut Hamidy (1980) dikutip dari Usman (2006),
ayah tidak mempunyai hak memisahkan anak dari ibunya disaat anak itu
masih menyusu sedangkan keperluan anak kepada ibunya sesudah
menyusu tidak kurang dari kebutuhan diwaktu masih menyusui.
Selain hak berupa sandang dan pangan, orang tua juga wajib
mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai agama atau ketuhanan
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarrya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang di perintahkan.
Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan mengenai kewajiban
seorang ayah untuk memberikan hak-hak keluarga, yang dapat
menyelamatkan mereka dari siksaan api neraka dengan memberikan
pendidikan dan pengajaran keetuhanan (agama) didalam keluarga. Sebab
orang tua di dalam keluarga, turut memberikan konstribusi terhadap masa
depan anak-anaknya. Apakah mereka akan menjadi orang atau jahat
(kosasih,2003:74)
Sedangkan yang di maksud dengan pendidikan dalam hadhanah
yaitu kewajiban orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran
yang mampu membuat anak tersebut memiliki dedikasi hidup yang
dibekali dengan kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan
bakat anak tersebut yang akan dikembangkan ditengah masyarakat sebagai
landasan hidup setelah ia lepas dari tanggung jawab orang tua.
Allah telah memberikan gambaran yang nyata dalam menerapkan
nilai-nilai pendidikan pada anak melalui figur seorang Luqman dalam
Artinya:
(Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya(membalasinya).
Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui. (QS
Al-Luqman:16)
Artinya:
Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mukar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS
Artinya:
Dan janganlah kamu memalingkan muka mu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS Al-Luqman:18)
Berdasarkan ayat-ayat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
nilai-nilai pendidikan yang wajib di ajarkan pada anak antara lain adalah bahwa
setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan
dari allah SWT, kewajiban menaanti perintah Allah SWT seperti shalat,
amar ma’ruf nahimunkar, sabar dalam menghadapi cobaan serta tidak
sombong dan angkuh.
Menurut Drs. K.H Miftah Faridl dalam bukunya yang berjudul 150
Masalah Nikah dan Keluarga, materi pendidikan anak dalam surat
Al-Luqman mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Jangan menyekutukan Allah
b. Bersyukur kepada Allah
c. Khidmat dan berterima kasih kepada ayah dan ibu
d. Tidak boleh patuh kepada orang tua yang mengajak kepada dosa,
tetapi harus tetap bergaul dan berkomunikasi dengan mereka secara
baik
e. Mengikuti jejak orang-orang yang kembali kepada ajaran Allah
g. Menyuruh orang lain untuk berbuat baik
h. Mencegah orang lain dari berbuat jahat
i. Sabar atas musibah yang menimpa
j. Tidak memalingkan muka dari orang lain karena sombong
k. Tidak berjalan dengan angkuh dan takabur
l. Berjalan dengan sederhana
m. Melunakkan suara kalau berbicara
Proses pengasuhan anak dalam berbagai aspek akan mampu
berjalan dengan baik apabila terjalin kerjasama yang baik antara kedua
orang tua, sehingga mampu menciptakan kehidupan keluarga yang
sejahtera dan penuh kasih sayang.
B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak
Undang-undang ini merupakan perubahan atas undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dalam BAB I pasal 1 undang-undang ini,berisi ketentuan umum, yang
dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai dengan derajat. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah
dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak
yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual,
maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami
hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar.
Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai
kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab
atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan
pengadilan.
Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk
diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan,
karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin
untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan
kemampuan, bakat, serta minatnya.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan
organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah
pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang adalah orang
perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak
berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta
kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yang
menjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak,
ditegaskan dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Kemudian pasal 5 menerangkan bahwa setiap anak berhak atas
suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Kemudian pasal
6 menjelaskan bahwa setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,
berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam
bimbingan Orang Tua atau Wali.
Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk
mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9 ayat 1 dan 1a berbunyi Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat dan setiap Anak berhak
mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan
Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan/atau pihak lain.
Pasal 10 menjelaskan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan
didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 menerangkan
bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12 mengandung pengertian setiap Anak Penyandang Disabilitas
berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial. Pasal 13 mengenai hak anak dalam pengasuhan yaitu
setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
dari perlakuan diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan
perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14 berisi tentang setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang
Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi
Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Dalam hal terjadi pemisahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak bertemu langsung
dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;
mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk
proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minatnya; memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang
Tuanya; dan memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15 berbunyi Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan
dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa
bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang
mengandung unsur Kekerasan; pelibatan dalam peperangan; dan kejahatan
seksual.
Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh
hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh
kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas
kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum
atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang
berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap
anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Kemudian pasal 19 menerangkan bahwa setiap anak berkewajiban
untuk: menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga,
masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika
dan akhlak yang mulia.
Dalam BAB IV mengenai kewajiban dan tanggung jawab yaitu Pasal
Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak
Pada BAB IV bagian kedua yaitu kewajiban dan tanggung jawab
negara, pemerintah, dan pemerintah daerah, pada pasal 21 diterangkan bahwa
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung
jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama,
ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan
kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. Kemudian untuk menjamin
pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara
berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak.
Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional
dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
Pasal 22 menjelaskan bahwa Negara, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana,
prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan
Perlindungan Anak. Selanjutnya ketentuan pasal 23 adalah Negara,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan,
Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
Anak. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Pasal 24 berbunyi Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan
pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.
Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat
berisi Pasal 25 yang menerangkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab
Masyarakat terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan melalui kegiatan peran
Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. Kewajiban dan
tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan
pemerhati Anak.
Pada bagian keempat yaitu kewajiban dan tanggung jawab orang tua
dan keluarga berisi pasal 26 yang menerangkan tentang Orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi Anak; menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia
Anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada Anak. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui
keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban
dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan
BAB III
PENERAPAN PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN
2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Gambaran Umum LAPAS Kelas II A Ambarawa
1. Sejarah Berdirinya LAPAS Kelas II A Ambarawa
Lapas Ambarawa didirikan tahun 1824-1848, semula dengan nama
“Beteng William”. Pada awalnya berfungsi sebagai asrama pertahanan
oleh Belanda, dinamakan Beteng Pendem, karena tempat tersebut sebagai
daerah terlarang, juga dikelilingi oleh tanggul pembatas dan dikelilingi
tetumbuhan yang besar sehingga yang kelihatan dari luar adalah sebagai
hutan yang sangat lebat.
Pada tahun 1942-1945, dijadikan tempat interniran (penjara) oleh
Jepang pihak yang berkuasa saat itu, untuk memenjarakan tawanan
perangnya. Kemudian sekitar tahun 50-an dijadikan penjara. Dan beberapa
perubahan berdasar SK sebagai berikut :
a. Berdasar Keputusan Menteri Kehakiman RI No. J.H.6.2/23/I/RI/16
April 1952 Beteng William ditetapkan sebagai rumah penjara,
kemudian sejak tanggal 27 April 1964 diubah menjadi Lembaga
b. Pada tahun 1985 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.
01/PR/07.031/1985 tanggal 26 Februari sebagai Lapas Anak Jawa
Tengah.
c. Berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. M.10.PR.07.03 tahun
1991 tanggal 02 Desember 1991 Lapas Ambarawa ditetapkan sebagai
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B.
d. Pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia RI. No. M.16.PR.07.03 tahun 2003 tentang
peningkatan kelas Lembaga Pemasyarakatan dari II B menjadi Kelas
II A.
Pada Tahun 2004 tepatnya tanggal 22 Januari 2004 Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa mendapatkan 10(sepuluh) orang
GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dari Aceh dan bebas karena mendapatkan
Amnesti tanggal 05 Agustus 2005.
Pada Tahun 2006 tepatnya tanggal 14 Juli 2006 mendapatkan kiriman
narapidana teroris dari Lapas Krobokan Denpasar sebanyak 2(dua) orang
dan bebas karena mendapatkan Pelepasan Bersyarat pada tanggal 06 Juli
2007.
Pada Tahun 2011 terdapat 6(enam) orang Warga binaan dalam kasus
Makar yang masuk pada tanggal 24 mei 2011 dan bebas murni pada
2. Visi dan Misi LAPAS Kelas II A Ambarawa
VISI :
“ MASYARAKAT MEMPEROLEH KEPASTIAN HUKUM “
MISI :
a. Mewujudkan peraturan Perundang-Undangan yang berkualitas;
b. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas;
c. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas;
d. Mewujudkan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM;
e. Mewujudkan layanan manajemen administrasi Kementerian
Hukum dan HAM;
f. Mewujudkan aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang
profesional dan berintegritas;
SESANTI (MOTTO)
B ebarengan makarya (Bersama Bekerja)
E man mring sapada pada (Sayang Kepada Sesama)
T umprap para warga (Kepada Semua Warga)
E ling lan waspada (Ingat dan Waspada)
N etepi pranatan agami (Patuh Pada Agama)
3. Kondisi Bangunan dan Lokasi
Merupakan bangunan cagar budaya peninggalan kolonial belanda,
bangunan rata-rata dibuat pada tahun 1834. Sehingga Kondisi bangunan
sudah tua dan rapuh, tembok sering mengelupas karena tingkat
kelembaban yang cukup tinggi. Lay out bangunan kurang memenuhi
syarat untuk sebuah bangunan Lapas, karena tidak ada steril area, tembok
luar/branggang, tidak ada pos atas.
Tanah Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa seluas
±50.000m2 dengan status pinjam pakai milik TNI Angkatan Darat Kodam
IV Diponegoro. Luas bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Ambarawa seluas ±20.000 m2 yang terdiri dari :
a. Kantor Utama
b. Aula
c. Rumah Dinas Kepala
d. Rumah Dinas Pegawai
e. Bangunan Lapas yang terdiri dari :
1) Ruang Ka.KPLP, Ruang Penggeledahan, Ruang Kunjungan
2) Ruang Kasie. Binadik, Ruang Bimaswat, Ruang Klinik, Ruang
Registrasi
3) Ruang Dapur
4) Gereja
5) Ruang Sidang TPP, Ruang Bimker, Ruang Penjahitan, Ruang
6) Cell
7) Masjid
8) Blok Penghunian terdiri dari 2 (dua) Blok, Yaitu
Blok I (tempat hunian bagi Narapidana)
Blok II (tempat hunian tahanan dan narkoba)
f. Lapangan Olah Raga
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambarawa berada di wilayah
Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Alamat Kantor Jalan Beteng Nomor 1 Ambarawa. Jalan menuju lokasi
Lapas, ditempuh dari tengah kota simpang tiga Monumen Palagan
Ambarawa, ke arah selatan menuju museum kereta api, dan masuk
melalui pintu gerbang/pos penjagaan Batalyon Kavaleri.
Letak Lapas ± 300 M dari pintu gerbang/pos Batalyon Kavaleri.
Atau bisa juga melewati jalan lingkar ambarawa ( jl. Jenderal sarbini )
hingga perempatan / traffic light kelurahan Pojok sari, kemudian belok ke
arah utara menuju Batalyon Kavaleri dan masuk melalui pintu
gerbang/pos penjagaan Batalyon Kavaleri. Letak Lapas ± 300 M dari
4. Struktur Organisasi
Jumlah Pegawai (Maret 2016)
Total Jumlah 65 orang
5. Kapasitas dan Isi Penghuni
Kapasitas isi Lembaga Pemasyarakatan Ambarawa adalah : 222 orang
WBP.
178 181 187 186
161 160 172 173
197 195 197
0 50 50 60 67
72
56 50 49 45 47 46
0 JUMLAH NARAPIDANA DAN TAHANAN TAHUN 2015 - 2016
Narapidana Tahanan
TAHANAN NARAPIDANA JUMLAH
NAPI +
TAHANAN
AI AII AIII AIV AV JML SH BI BIIa BIIb BIII JML
DEWASA 10 5 30 1 - 46 - 170 23 - 4 197 243
PEMUDA - - - -
ANAK - - - -
ASING - - - -
JUMLAH 10 5 30 1 - 46 - 170 23 - 4 197 243
6. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Tindak Pidana
Narkoba Korupsi Jumlah
Narapidana 66 7 73
Tahanan 6 - 6
Jumlah 72 7 79
Jenis Pidana Pasal Jumlah
Perlindungan
Anak
UU 23/ 2002 39
Penganiayaan 351 - 356 9
Narkotika UU 35/ 2009 65
Perampokan 365 7
Pembunuhan 338 - 350 4
Lalu Lintas UU 22/ 2009 2
Jumlah 227
Buta Huruf; 5
SD; 62
SMP; 56 SMA; 61
Diploma; 5
S1; 6 S2; 2 S3; 1
; 0
Tingkat Pendidikan Narapidana dan Tahanan
7. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
8. Jumlah Napi dan Tahanan Berdasarkan Agama
9. Kegiatan Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian
Program Pembinaan Kepribadian Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIA Ambarawa :
90% 1% 8%
1%
J UMLAH NAP I BERD ASARKAN AGAMA
a. Pembinaan kesadaran beragama meliputi kegiatan ibadah sesuai
dengan agama masing-masing.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mengadakan
Upacara Hari Besar Nasional.
c. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan),
Kursus dan Latihan ketrampilan
Perpustakaan
Memperoleh informasi dari luar melalui majalah, radio, televisi.
d. Kegiatan Olah Raga
e. Penyuluhan narkoba dan HIV/ AIDS
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Narapidana Tahun 2015 – 2016
Pembinaan Kemandirian dan Kerja Produktif :
1. Penjahitan Sepatu (Bekerjasama dengan PT Ara Shoes)*
2. Sarung Tangan Baseball (Bekerjasama dengan PT Inko Java)
3. Penjahitan Kain
4. Kerajinan Enceng Gondok
5. Pertukangan Kayu
6. Pangkas Rambut
B. Gambaran Kasus Pengasuhan Anak Narapidana Dalam Perspektif
Hukum Islam dan Undang-Undang No 35 Tahun 2014
Daftar Narapidana Yang Dijadikan Informan
No Identitas Napi No. Putusan/Perkara
berakhir 10-04-2022)
Penjara 3 thn , (tanggal masuk 17-08-2014 Remisi
1. Pengasuhan anak narapidana AST (kasus pemerkosaan)
AST telah menjalani masa hukuman selama satu tahun atas
pelanggaran yang dilakukan. AST meninggalkan seorang istri dan
di bangku SMP kelas 8. Sebelum dipenjara, AST cukup dekat dengan
anaknya dan memperhatikan tumbuh kembang anak. Namun dalam
kehidupan sehari-hari AST jarang menasehati atau memotivasi anaknya.
Dalam hal mendidik anak, AST lebih menyerahkan hal tersebut kepada
sang istri. AST dipenjara saat anaknya duduk di bangku SMP kelas 7.
Sejak saat itu anak hanya tinggal bersama ibu dan kakek nenek. AST
sering dibesuk oleh istrinya tetapi tidak bersama dengan anaknya. AST
hanya pernah bertemu dengan anak pada saat besukan bebas lebaran
selama 30 menit. AST mengatakan ada beberapa perubahan yang terjadi
pada anaknya sejak dia berada dalam penjara. Anaknya menjadi lebih
pemalu dan tidak lagi berkomunikasi dengannya. Saat berkomunikasi via
wartel LAPAS pun AST hanya berbicara pada istri dan menanyakan
keadaaan anaknya pada istri. Dalam hal pengasuhan anak selama AST
dipenjara tidak jauh berbeda dari sebelumnya sebab perihal mendidik
anak memang sudah dipasrahkan kepada istri. Mungkin hal ini juga
dikarenakan tigkat pendidikan istri lebih tinggi dari AST yang lulsan
SMP. Berkat sang istri yang terampil dalam mendidik anak dan juga
pengawasan dari mertua AST, anak AST tetap tumbuh menjadi anak yang
baik dengan bekal keagamaan yang baik pula walaupun lebih pemalu
2. Pengasuhan anak narapidana ASW (kasus pembunuhan)
ASW telah mendekam dalam penjara selama tiga tahun terhitung
dari tahun 2013. Selama itu pula ASW meninggalkan seorang istri dan
dua orang anaknya yang masih berusia 5 tahun dan 3 tahun. Sebelum
dipenjara, ASW sangat dekat dengan anak perempuannya yang berusia 5
tahun, sedangkan dengan anak laki-lakinya ASW tidak begitu dekat sebab
ASW dipenjara saat istrinya tengah mengandung 5 bulan. Sampai saat ini
anak lakialaki nya belum paham betul dengan ayahnya karena memang
jarang membesuk. Istri lebih sering berkomunikasi melalui wartel LAPAS
dan mengirim kebutuhan ASW lewat jasa pengiriman barang. Selama
ASW dipenjara, istri tinggal bersama kedua anaknya dan ayah dari istri
yang sudah berusia lanjut. Istri sebisa mungkin menjaga anak-anak
mereka seorang diri dan lebih memberi pengertian kepada anak bahwa
ASW sedang bekerja. Istri tidak menceritakan kondisi sebenarnya kepada
kedua anaknya karena mereka masih balita. Hal ini juga bertujuan agar
anak tidak merasa tertekan dan takut akan hal yang tengah terjadi pada
ayahnya. Selama di LAPAS, ASW selalu aktif menanyakan kabar
anak-anaknya, sang istri juga kerap menceritakan keseharian anak dan meminta
saran pada suami dalam hal menasehati anak. ASW sebisa mungkin tetap
bekerja sama dengan baik dengan istri dalam mendidik anak. Dalam hal
pendidikan moral maupun agama, ASW menanamkan pada anaknya
dengan cukup baik terbukti sang anak cukup berprestasi di sekolah nya di
Pada saat besukan bebas lebaran,istri mengajak kedua anaknya
membesuk ASW dan mereka memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk
lebih dekat dengan anak. Namun terkadang terjadi konflik antara ASW
dan istrinya mengenai masalah keuangan karena sebelum dipenjara ASW
yang mencari nafkah dan istri tidak bekerja. Anak juga cerita kepada
ASW kalau ibunya sering marah-marah dirumah karena persoalan
ekonomi.
3. Pengasuhan anak narapidana JM (kasus pencurian)
JM telah dipenjara kurang lebih satu tahun terhitung sejak bulan
Juli tahun 2015. JM meninggalkan seorang istri dan seorang anak
perempuan kelas 5 SD yang tinggal di Tangerang. Sebelum dipenjara JM
sangat dekat dengan anak satu-satunya itu, bahkan anak lebih dekat
dengan JM ketimbang ibunya. Sejak JM berada dalam penjara, JM tidak
pernah lagi bertemu dengan anak dan istrinya, mereka juga tidak pernah
membesuk JM karena lokasi yang sangat jauh. JM hanya berkomunikasi
dengan istri dan adik-adiknya via wartel LAPAS. JM tidak pernah
menghubungi anaknya, karena ananya selalu menangis setiap mendengar
suara JM. Sang anak diketahui mengalami trauma psikologis yang cukup
mendalam sebab anak mengetahui secara jelas kondisi JM dan karena apa
JM ditangkap. JM dan anak istrinya terakhir bertemu di Polres pada saat
istri mencoba meminta penangguhan penahanan. Dalam hal mendidik
anak, kini JM menyerahkan sepenuhnya kepada istri sebab JM sudah