• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstitusi yang berlaku saat ini adalah UUD 1945 dengan ditambahkan beberapa hal pada empat kali perubahan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Konstitusi yang berlaku saat ini adalah UUD 1945 dengan ditambahkan beberapa hal pada empat kali perubahan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MAKSIMALISASI KONFIGURASI TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT ( MPR )

Hassan Suryono

Program Studi PPKn FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: [email protected]

Abstract. The purpose of this research is to explain how to maximize the duties and powers of the People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia. The research method is Doktiner with constructive logical analysis. The results of the research found that the MPR whose members consist of the House of Representatives and the Regional Representative Council has a very strategic function and authority.

it can be effective and can be optimal if that authority in addition to the authority contained in the Constitution also has the authority in the Invitation Law under the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. What is meant is through the MPR Decree by increasing the authority, namely setting outlines of State Policy

Keywords: Duties and authorities of MPR

PENDAHULUAN

Telah kita ketahui bersama bahwa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 baik perubahan ke 1,2,3 dan 4 terjadi perubahan yang sangat berarti. Salah satu perubahan adalah mengenai tugas dan wewenang MPR. Dalam konteks Indonesia, sebelum tahun 1999, kita pernah memiliki tiga konstitusi yaitu UUD 1945, UUD RIS 1949 dan UUDS 1950. Konstitusi yang berlaku saat ini

adalah UUD 1945 dengan ditambahkan beberapa hal pada empat kali perubahan. Dari empat konstitusi yang pernah kita miliki, berlangsung beberapa pusaran perdebatan berkaitan dengan tafsir atas cita-cita negara yang berkedaulatan rakyat.

Kalau kita merenung dan berfikir apakah kita sudah melakukan proses berfikir secara cermat dan cerdas dalam arti sudah melakukan validasi pengujian pasal-pasal perubahan tersebut terhadap Pembukaan Undang-

(2)

Undang Dasar Negara Republik Indonesia ,dimana status Pembukaan tersebut telah menjadi keputusan seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tidak akan merubahnya dan yakin betul bahwa perubahan Undang-Undang Dasar/pasal-pasal tersebut benar-benar merupakan pencerminan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar.

Fakta secara logis dan factual ternyata masih ada pemikiran- pemikiran ya agar ada perubahan atau peninjauan kembali terhadap pasal pasal Undang-Undang Dasar 1945 dan bahkan ada sekelompok masyarakat menginginkan kembali lagi pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diadakan perubahan.Terlepas dari itu semua menjadi wewenang MPR untuk mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar.

Konfigurasi tugas dan wewenang MPR sebelum dan sesudah perubahan

Terdapat beberapa alasan mengapa UUD 1945 perlu diubah, di antaranya (i) bahwa praktek ketatanegaraan selama ini penuh dengan rekayasa dan usaha-usaha lain serta belum mampu menciptakan pemerintahan yang stabil dan demokratis. Hal ini disebabkan karena banyaknya kelemahan pada UUD 1945; (ii) bahwa sesuai UUD 1945, MPR merupakan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat dengan kekuasaan tidak terbatas. Akibatnya rakyat sendiri kehilangan kedaulatannya; (iii) bahwa Pancasila merupakan norma dasar (fundamental norm) yang tidak langsung bersifat operasional. Karena itu harus dijabarkan dalam pasal-pasal sesuai

dengan perkembangan jaman; (iv) bahwa UUD 1945 masih bersifat sementara. Hal ini didasarkan pada Pidato Presiden Soekarno pada Rapat Penutupan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. (v) bahwa UUD 1945 dipandang terlalu sumir, ringkas serta bersifat executive heavy. Selain itu, masih belum lengkapnya pengaturan tentang HAM, lemahnya pembatasan kekuasaan dan tidak memadainya sistem checks and balances.(Slamet Efendi Yusuf, 2009 )

Kalau kita melihat ke belakang dalam sejarah perpolikan di Indonesia mengenai keberadaan MPR titik debat yang pertama adalah berkaitan dengan keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Keberadaan MPR merupakan gagasan yang menarik dan The founding fathers, karena dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (versi asli) disebutkan “kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Selanjutnya dalam pasal 2 dinyatakan “MPR terdiri atas anggota- anggota MPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang- undang”. Dalam pasal 3 disebutkan

“MPR menetapkan UUD dan garis- garis besar daripada haluan negara”.

Namun dalam perubahan UUD 1945, MPR jelas tidak disebutkan sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Komposisi MPR terdiri atas anggota MPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dalam UU. MPR juga tidak lagi menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara. Perubahan ini tentu saja merupakan perubahan yang mendasar

(3)

dalam konsep negara yang dibayangkan oleh the founding fathers.

Perubahan yang telah dilakukan tentu disertai dengan sejumlah argumentasi yang juga cukup kuat dan bisa jadi merupakan bagian dari semangat zaman. Salah satunya adalah kesenjangan antara idealitas badan permusyawaratan yang dicita-citakan oleh the founding fathers dengan praktek realitas politik yang pernah terjadi.

Dalam beberapa periode kekuasaan, keinginan the founding fathers untuk membuka ruang bagi sociale rechtrsvaardigheid justru dimanfaatkan untuk memperkuat kekuasaan rezim yang tengah berkuasa.

Caranya dengan menggunakan kalimat

“menurut aturan yang ditetapkan dengan UU” dengan melakukan proses pengisian utusan daerah dan utusan golongan melalui mekanisme pengangkatan. Dengan cara itu, maka kekuatan politik dominan bisa mengontrol badan permusyawaratan sehingga hakekat dasar permusyawaratan jusru tidak dapat terwujud.

Ke depan perlu dipikirkan kembali ide dasar the founding fathers untuk membangun lembaga permusyawaratan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam proses pengisiannya.

Pertanyaannya : bagaimana membuka saluran bagi apa yang disebut Bung Karno sebagai sociale rechtsvaardigheid ? Bagaimana mewujudkan ekonomische democratie

? serta bagaimana menjamin prinsip permusyawaratan menjadi semangat dalam interaksi di lembaga pemerintahan ?

Sebagaimana diuraikan di atas pada Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 sebelum perubahan. “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Dengan bunyi seperti itu maka Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah menjadi lembaga pemegang kedaulatan rakyat.

Setelah perubahan UUD 1945, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut berubah menjadi : Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Berdasarkan perubahan tersebut, kedaulatan rakyat, menurut UUD 1945 setelah perubahan, dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang juga diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 setelah perubahan.

Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan lembaga negara lain.

Kedaulatan rakyat, menurut UUD 1945 setelah perubahan, dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang juga diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 setelah perubahan. Kedaulatan Rakyat dalam Pasal UUD 1945. Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan

“Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Pasal tersebut melahirkan : 1) Supremasi MPR.,2) Presiden mandataris MPR

(4)

3) Presiden pemegang teguh kekuasaan tertinggi sesudah majelis.,4) Presiden pemegang sekaligus kekuasaan eksekutif dan legislatif .,5) Ada sentralisasi kekuasaan

Metamorfose kedaulatan rakyat dalam konstitusi: setelah perubahan UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini mewujudkan pemegang supremasi adalah konstitusi.

Berdasarkan perubahan tersebut, kedaulatan adalah konstitusi oleh lembaga-lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945. Presiden menjalankan kedaulatan rakyat untuk menjalankan pemerintahan negara undang-undang dan mengawasi Presiden. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjalankan kedaulatan rakyat dalam bidang yudikatif dan peradilan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitianya doktriner dengan konsep teoritis yang menumbuhkan terhadap pemahaman konseptual yang terdapat dalam perundang undangan. Obyek yang diteliti bahan hukum primer dalam hal ini Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, dan Ketetapan MPR. Teknik pengumpulan datanya dengan kajian studi pustaka terhadap bahan primer dan sekunder ditambah dengan pendapat para pakar. Validitas datanya dengan member chek para ahli dengan jalan FGD. Sedangkan analisis datanya dengan analisa kualitatif logis konstruktif dengan mengurai, menyususn secara sistematis dan logis.

MAKSIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG MPR

Selain optimalisasi pelaksanaan tugas dan wewenang MPR dalam konteks menjalankan tugas dan wewenangnya diharapkan dapat didukung dengan penyediaan sumber daya yang berkualitas sesuai dengan profesionalesmenya ,sehingga lebih memungkinkan MPR bergerak dan berprestasi lebih tinggi dibandingkan dengan periode-periode lalu.

Bersamaan dengan itu, MPR diharapkan dapat menghindari diri dari berbagai isu negative yang selama ini cenderung dilontarkan terhadap lembaga tersebut. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang mendambakan terbentuknya MPR yang semakin berkualitas. MPR memang harus menghilangkan kesan hanya sebagai sekumpulaan utusan daerah dan wakil partai pilitik.

Sebagaimana kalau kita memiliki sesuatu yang baru, kitapun nampaknya juga menaruh harapan yang besar sekali kepada MPR. Pada hakikatnya tampilnya lembaga MPR yang kuat merupakan harapan semua pihak baik rakyat yang diwakili dan mitra kerjanya. Mengapa demikian?

Sebab MPR yang kuat dan berkualitas serta mempunyai posisi yang strategis akan mampu melaksanakan semua fungsi dan tugasnya untuk mengantarkan bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Diantara banyaknya peran MPR yang diharapkan sebagian besar rakyat adalah adanya peningkatan fungsi memutus usul DPR atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi . Harus disadari bahwa fungsi MPR bukanlah untuk

(5)

berbagi pekerjaan dengan pemerintah.

Sebab jika demikian halnya maka MPR hanya menjadi bagian dari eksekutif.

Padahal menurut kaidah demokrasi Pancasila, MPR dibentuk sebagai lembaga yang dapat mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar.

Kita dapat melihat jika anggota MPR bersidang menyampaikan pendapat disampaikan dengan sopan dan berterus terang ,hal ini tidak boleh diartikan bahwa mereka tidak vokal . Sebab kita bisa membedakan keterus- terangan dan kevokalan yang sopan dengan yang tidak sopan. Artinya, di dalam mengemukakan pendapat secara vokal dan terus terang tersebut, seseorang tidak perlu harus meninggalkan etika dan kesopanan yang kita anut. Inilah tampaknya yang harus dipahami benar oleh para anggota MPR. Peningkatan pelaksanaan tugas dan wewenang anggota MPR mutlak diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa peningkatan tersebut tidak berarti MPR harus vulgar, apalagi merasa dirinya yang paling tahu tentang kenegaraan dan kebijakan pemerintah.

Anggota MPR yang mumpuni akan mampu memberi peluang bagi peningkatan tugas dan wewenang MPR sehingga berdaya guna dan efektif dimasa yang akan datang.MPR dapat membentuk litbang litbang sebagai tangan panjang untuk menggali informasi dari masyarakat.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewenangan MPR perlu ditambah menetapkan garis garis besar Haluan Negara yang selama ini kewenangan tersebut tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

AAGN Ari Dwipayana. (2009).

Kembali ke hakekat Republica.

Makalah disampaikan pada Pancasila pada tanggal 30 mei sampai 1 Juni

2009

Hassan Suryono. (2005). Upaya meningkatkan dan Memperkuat Pelaksanaan budaya hukum pada Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dalam Majalah MIIPS, Surakarta : FKIP UNS.

---. (2005). Hukum kenegaraan dan pemerintahan .Yogjakarta: Ombak

. (2008). Uji Materiil terhadap peraturan Perundang- undangan di Negara RI dalam Jurnal Republika, Surakarta ; Fakultas Hukum UNS

Slamet Effendi Yusuf. (2009).

Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Pancasila. Makalah.

Makalah disampaikan pada Pancasila pada tanggal 30 mei sampai 1 Juni 2009

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UU No 12 Tahun 2011. Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan

Referensi

Dokumen terkait

41 Pasal 61 ayat (2) UUDS tahun 1950 menegaskan bahwa, “Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan

Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan Pasal 2 (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan bahwa “ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan