• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI BUMN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "KONSTRUKSI BUMN "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH REALISASI BELANJA MODAL DAN PDB TERHADAP CAPITAL GAIN SAHAM

KONSTRUKSI BUMN

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Nabiilah Nanda Rialni 175020407111036

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2021

(2)

Pengaruh Realisasi Belanja Modal dan PDB Terhadap Capital Gain Saham Konstruksi BUMN

Nabiilah Nanda Rialni

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: [email protected]

ABSTRAK

Fokus belanja pemerintah dalam penguatan dan pembangunan infrastruktur selama beberapa tahun terakhir cukup menarik para pelaku pasar modal. Hal ini dikarenakan kebijakan ekonomi ini diperkirakan dapat menjadi sinyal yang baik sehingga dapat mempengaruhi capital gain saham perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam proyek ini yaitu saham perusahaan kontruksi BUMN. Selain itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi perkapita selama beberapa tahun terakhir juga dinilai dapat berpotensi untuk mempengaruhi capital gain saham dari perusahaan konstruksi BUMN dikarenakan kekayaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan aset saham.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel belanja modal dan PDB perkapita terhadap capital gain dari saham perusahaan konstruksi BUMN dengan menggunakan EPS sebagai variabel kontrol mengingat faktor-faktor fundamental yang berasal dari internal perusahaan merupakan faktor-faktor yang paling memilki pengaruh terhadap return saham, Adapun, hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap capital gain saham perusahaan konstruksi BUMN. Hal ini membuktikan bahwa informasi dari peningkatan belanja modal pemerintah diterima sebagai sinyal yang baik bagi para pelaku pasar modal. Selain itu diperoleh hasil bahwa PDB perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap capital gain saham perusahaan kontruksi BUMN. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan preferensi dari setiap masyarakat dalam memutuskan aset mana yang akan mereka pilih.

Kata kunci: Belanja Modal, PDB, Capital Gain

A. PENDAHULUAN

Investasi ialah upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk melindungi nilai kekayaan dari fenomena inflasi. Menurut Tandelilin (2010), investasi didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang dengan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya di masa kini. Investasi terdiri atas beragam jenis salah satunya ialah investasi pada pasar modal. Pasar modal sendiri ialah pasar tempat diperdagangkannya berbagai instrumen jangka panjang, dimana instrumen jangka panjang ialah instrumen yang memiliki jatuh tempo satu tahun atau lebih atau instrumen ekuitas (Mishkin, 2017). Berinvestasi di pasar modal dapat memungkinkan masyarakat memperoleh keuntungan dari kekayaan yang dimilikinya pada saat ini.

Keuntungan yang diperoleh bersifat pasif karena dapat diperoleh tanpa harus bekerja.

Di Indonesia sendiri, kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi sudah cukup tinggi. Hal ini tercermin dari semakin tingginya jumlah investor di pasar modal selama beberapa tahun terakhir. Menurut KSEI, pada tahun 2019 jumlah investor di Indonesia mencapai 2,48 juta, jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 53% dari tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah investor pasar modal selalu mengalami peningkatan selama tahun 2015-2019. Sedangkan presentase pertumbuhannya mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Presentase pertumbuhan investor tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 105%.

(3)

Salah satu instrumen investasi pasar keuangan yang paling popular di pasar modal ialah saham (stock). Saham merupakan surat berharga tanda kepemilikan dari suatu perusahaan.

Dengan memiliki saham, investor memperoleh hak atas pendapatan perusahaan, asset perusahaan, dan juga memiliki hak untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham terkenal sebagai instrumen pasar keuangan yang menjanjikan keuntungan paling tinggi namun memiliki risiko yang paling tinggi pula (High Risk, High Return).

Pengembalian (return) dari saham sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor tidak terkecuali kebijakan pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.

Saham perusahaan konstruksi BUMN merupakan salah satu saham yang berpeluang untuk menarik minat masyarakat saat ini. Hal ini dikarenakan masyarakat menerima informasi bahwa pembangunan serta penguatan infrastruktur merupakan salah satu fokus belanja pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Dalam kebijakan belanja ini, yaitu belanja modal, pemerintah melibatkan peran aktif perusahaan konstruksi BUMN.

Pembangunan dan keterlibatan perusahaan BUMN tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Fokus dari diberlakukannya kebijakan ini adalah untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi.

Masifnya perkembangan pembangunan infrastruktur yang dilakukan di Indonesia ini dapat dilihat dari data anggaran infrastruktur yang dikeluarkan pemerintah selama periode waktu 2015-2019.

Gambar 1 Grafik Anggaran Infrastruktur Indonesia Periode Waktu 2015-2019

Sumber: Kemenkeu, 2020

Dari data-data diatas terlihat bahwa saat ini pemerintah sedang melakukan kebijakan fiskal ekspansif. Hal ini tercermin dari pembangunan infrastruktur dan anggaran infrastruktur yang cenderung meningkat dari tahun 2015-2019. Proses pembangunan infrastruktur yang melibatkan peran aktif perusahaan konstruksi BUMN ini, dapat menjadi informasi yang baik bagi para investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi, karena dengan diberlakukannya kebijakan tersebut profitabilitas dan produktifitas perusahaan mungkin akan meningkat. Hal ini dapat mendorong permintaan saham perusahaan.

Scott dan Ovuefeyen (2014) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima perlindungan pemerintah yang tinggi cenderung mengalami permintaan sahamnya di lantai bursa. Hal ini dikarenakan, omset perusahaan tersebut dapat mengalami peningkatan sehingga hal ini nantinya juga akan meningkatkan deviden untuk pemegang saham perusahaan dan pada akhirnya akan mendorong peningkatan daya tarik saham perusahaan.

Pernyataan ini, didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2017) dimana ditemukan bahwa kebijakan fiskal cenderung mendorong volatilitas return saham. Lalu, pada penelitian yang dilakukan oleh Ardianti dan Fazaalloh (2016) juga ditemukan bahwa

256.1 269.1

394 410.4 423.3

2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9

A N G G A R A N I N F R A S T R U K T U R ( T R I L I U N R U P I A H )

(4)

kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap return saham konstruksi BUMN di Indonesia.

Namun, pernyataan-pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tung BUI dkk yang menyatakan bahwa harga saham merespon negatif peningkatan pengeluaran pemerintah.

Sehubungan dengan hal tersebut, disaat kebijakan pembangunan dan penguatan infrastruktur pembangunan diberlakukan di Indonesia, ekonomi Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya, hal tersebut tercermin pada data PDB di Indonesia pada periode waktu 2015-2019 berikut.

Tabel 1.2 PDB Menurut Pengeluaran 2015-2019

No Tahun PDB

(Milyar Rupiah)

1 2015 8.982.517,10

2 2016 9.434.613,40

3 2017 9.912.928,10

4 2018 10.425.397,30

5 2019 10.949.243,70

Sumber: BPS, 2020

Selain kebijakan pemerintah yaitu belanja modal, peningkatan pertumbuhan ekonomi juga dapat menjadi faktor yang dapat memengaruhi return atau dalam hal ini capital gain saham. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi ialah penambahan PDB (Produk Domestik Bruto), yang berarti terjadinya peningkatan pendapatan nasional (Tambunan, 2001). Ketika pendapatan nasional mengalami peningkatan maka secara umum pendapatan masyarakat juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan masyarakat berarti terjadinya peningkatan kekayaan pula. Hal ini dapat menyebabkan permintaan terhadap aset saham meningkat karena kekayaan merupakan salah satu faktor penentu dari permintaan aset.

Permintaan aset akan berhubungan positif dengan kekayaan (Mishkin, 2017). Maka peningkatan PDB juga dapat memberikan peluang terhadap saham perusahaan untuk meningkatkan returnnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiranata, Salim, dan Mustapita (2020), yang menyatakan bahwa PDB memiliki pengaruh positif signifikan terhadap return saham. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Keswani dan Wadhwa (2021) yang dimana di dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam jangka panjang PDB memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap return saham. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nindya dan Mawardi (2018) dan Ratih dan Chandradewi (2020) yang menemukan bahwa PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka hal-hal yang akan dikaji lebih dalam pada penelitan ini yaitu mengenai pengaruh dari realisasi belanja modal dan PDB terhadap capital gain dari saham perusahaan konstruksi BUMN.

B. TINJAUAN PUSTAKA Pasar Modal

Menurut Fahmi dan Hadi (2009), pasar modal didefinisikan sebagai wadah yang digunakan oleh berbagai pihak khususnya perusahaan, untuk mencari tambahan dana serta memperkuat dana dengan menjual saham perusahaan dan obligasi perusahaan.

(5)

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011), pasar modal (capital market) ialah wadah dimana berbagai instrumen jangka panjang, seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, dan instrumen lainnya diperjualbelikan. Pasar modal merupakan sarana bagi kegiatan investasi, dan juga sebagai sarana bagi perusahaan ataupun institusi lain (contohnya pemerintah) untuk memperoleh pendanaan. Atau lebih singkatnya, sarana ataupun prasarana kegiatan jual beli serta kegiatan terkait lainnya difasilitasi oleh pasar modal.

Belanja Pemerintah

Menurut Mangkoesubroto (2008) belanja atau pengeluaran pemerintah mencerminkan sejumlah dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan kebijakan, contohnya ialah seperti kebijakan untuk membeli barang ataupun jasa. Dalam kata lain, belanja atau pengeluaran pemerintah ialah cerminan dari kebijakan pemerintah tersebut.

Klasifikasi Belanja pemerintah menurut jenis terdiri atas:

1) Belanja Pegawai

Belanja pegawai merupakan pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah yang dialokasikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer atau dalam kata lain pegawai yang bekerja pada lingkup pemerintahan baik yang bertugas di dalam ataupun luar negeri. Belanja yang dikeluarkan ialah berupa uang ataupun barang sebagai imbalan dan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah.

2) Belanja Barang

Belanja barang ialah pengeluaran pemerintah yang ditunjukkan untuk membeli barang ataupun jasa guna untuk memproduksi barang atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja barang dalam hal ini terdiri atas: (1) Belanja barang operasional, (2) Belanja barang non operasional, (3) Belanja barang Badan Layanan Umum (BLU), (4) Belanja barang untuk masyarakat atau entitas lain.

3) Belanja Modal

Belanja modal ialah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk memperoleh ataupun menambah nilai asset tetap negara dimana aset tersebut memiliki nilai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal ini terdiri- atas: (1) Belanja modal tanah, (2) Belanja modal peralatan dan mesin, (3) Belanja modal gedung dan bangunan, (4) Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, (5) Belanja modal lainnya, dan (6) Belanja modal Badan Layanan Umum (BLU).

4) Belanja Bunga Utang

Belanja bunga utang ialah pengeluaran pemerintah yang ditunjukkan untuk pelunasan kewajiban penggunaan hutang kategori belanja ini mencakup pembayaran utang lama, utang yang belum ada (masih dalam perkiraan), dan biaya yang terkait dengan pengelolaan utang. Pengeluaran utang yang dikeluarkan berlaku baik itu utang dalam negeri ataupun utang luar negeri.

5) Belanja Subsidi

Belanja subsidi ialah pengeluaran pemerintah yang ditunjukkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat banyak. Belanja ini disalurkan melalui perusahaan ataupun lembaga yang berwenang untuk memproduksi, menjual, mengekspor, ataupun mengimpor barang dan jasa kebutuhan dari kebutuhan tersebut. Belanja subsidi ini digolongkan atas dua jenis yaitu belanja energi dan belanja non energi.

6) Belanja Hibah

Belanja hibah ialah pengeluaran pemerintah berupa uang atau barang yang sifatnya sukarela, tidak mengikat, tidak wajib, dan juga tidak perlu dikembalikan kembali. Belanja ini disalurkan oleh pemerintah kepada pemerintahan negara lain, organisasi internasional, BUMN atau BUMND, serta pemerintah daerah. Belanja hibah ini dilakukan dengan

(6)

mengalihkan kewenangan berupa uang, barang, ataupun jasa yang dilakukan atas kesepakatan antara pemberi hibah dan penerima hibah.

7) Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial ialah pengeluaran pemerintah yang dimaksudkan untuk menjaga masyarakat dari tejadinya permasalahan sosial. Belanja bantuan sosial ini dikeluarkan pemerintah dalam bentuk uang ataupun barang.

8) Belanja Lain-Lain

Belanja lain-lain ialah pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk hal-hal yang mendesak dan untuk hal-hal yang sebelumnya berada diluar dugaan atau prediksi. Dalam kata lain belanja yang termasuk dalam kategori ini ialah belanja yang ditunjukkan selain kepada belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, dan belanja bantuan sosial.

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai akhir produksi dari pasar barang serta jasa selama waktu tertentu dalam sebuah perekonomian (Mankiw, 2007). PDB dapat dikalkulasikan melalui tiga pendekatan, namun dalam praktek paling sering dengan menggunakan pendekatan pengeluaran karena lebih mudah untuk dilakukan. Berikut tiga pendekatan PDB:

1) Pendekatan Produksi

Mentotalkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sektor produksi merupakan cara pengkalkulasian PDB dengan pendekatan produksi. Unit-unit produksi yang dimaksud dalam pendekatan ini dibagi menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yang terdiri atas:

1) Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2) Pertambangan dan penggalian

3) Industri pengolahan 4) Listrik, gas dan air bersih 5) Konstruksi

6) Perdagangan, hotel dan restoran 7) Transportasi dan komunikasi

8) Keuangan, sewa rumah dan jasa perusahaan 9) Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah 2) Pendekatan Pendapatan

Menghitung total balas jasa bruto (belum dipotong pajak) dari faktor produksi yang dipakai merupakan pengkalkulasian PDB dengan pendekatan pendapatan. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.

Dimana sewa, upah, bunga, dan laba merupakan balas jasa atau pendapatan yang dihasilkan dari pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, tenaga kerja, pemilik modal, dan pengusaha. Pendekatan pendapatan dirumuskan sebagai berikut:

PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba 3) Pendekatan Pengeluaran

Perhitungan dengan pendekatan pengeluaran diperoleh dengan mentotalkan permintaan akhir dari unit/komponen-komponen ekonomi, yaitu konsumsi rumah tangga (C), perusahaan berupa investasi (I), pengeluaran/ belanja pemerintah (G), dan ekspor dikurangi impor ( X – M ). Pendekatan pengeluaran ini dituliskan sebagai berikut:

PDB = C + I + G + (X-M) Return Saham

Return saham atau pengembalian saham menurut Jogiyanto dalam (Nurhidayat, 2009) didefinisikan sebagai hasil pengembalian yang diterima dari kegiatan investasi. Return saham dapat positif atau negatif. Berikut merupakan dua keuntungan atau return positif yang diperoleh investor dengan memiliki atau membeli saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2011):

1. Dividen

(7)

Dividen merupakan pemberian keuntungan yang dibagikan oleh perusahaan sebagai penerbit saham atas keuntungan yang telah dihasilkan perusahaan. Pembagian dividen dilakukan setalah mendapat persetujuan dari para pemegang saham dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Investor yang memiliki saham perusahaan hingga batas waktu yang telah ditentukan pada saat pengumuman dividen, ialah investor yang berhak untuk memperoleh dividen. Untuk pemegang saham atau investor dengan orientasi jangka panjang, deviden merupakan daya tarik bagi mereka untuk berinvestasi pada saham.

Dividen yang dibagikan oleh perusahaan penerbit saham dapat berbentuk Dividen Tunai ataupun Dividen Saham. Dividen tunai ialah dividen yang diberikan dalam bentuk uang tunai untuk setiap lembar saham. Adapun, dividen saham ialah dividen yang diberikan dalam bentuk sejumlah saham sehingga nantinya jumlah saham yang dimiliki investor akan bertambah.

2. Capital Gain

Capital gain merupakan selisih dari harga beli dan harga jual saham. Aktivitas jual beli saham pada pasar sekunder dapat menyebabkan terbentuknya capital gain. Contohnya ketika seorang investor membeli saham Unilever (UNVR) dengan harga Rp6.000/lembar saham lalu selanjutnya investor tersebut menjual saham tersebut seharga Rp6.500/lembar saham, maka untuk setiap lembar saham yang dijualnya, investor tersebut menerima capital gain sebesar Rp500. Untuk pemegang saham atau investor dengan orientasi jangka pendek capital gain merupakan daya tarik bagi mereka untuk berinvestasi.

Teori Pilihan Portofolio dan Preferensi Likuiditas Keynes

Teori ini berkaitan dengan analisis Keynes akan permintaan uang, yaitu teori portofolio permintaan uang, di mana orang memutuskan berapa jumlah aset, seperti uang misalnya, yang akan mereka simpan sebagai bagian dari keseluruhan portofolio (kumpulan) aset mereka.

Teori pilihan portofolio menyatakan permintaan aset berhubungan lurus dengan kekayaan, tingkat pengembalian yang diharapkan, dan likuiditas relatif namun berbanding terbalik dengan risikonya. Teori ini dapat mendukung kesimpulan dari fungsi preferensi likuiditas keynes yang menyatakan permintaan uang riil berhubungan dengan pendapatan (Mishkin, 2017).

Pendapatan dan kekayaan cenderung bergerak bersama, maka ketika pendapatan meningkat, kekayaan juga akan meningkat. Oleh karena itu, pendapatan yang tinggi mengisyaratkan kekayaan yang tinggi pula, dan teori pilihan portofolio ini menunjukkan permintaan aset akan meningkat dan permintaan uang riil akan lebih tinggi. Aset yang dimaksud dalam hal ini ialah benda berupa harta yang menyimpan nilai seperti, uang, obligasi, saham, karya seni, tanah, rumah, peralatan pertanian, dan mesin (Mishkin, 2017).

Teori Sinyal (Signaling Theory)

Megginson dalam (Arista & Astohar, 2012) menjelaskan bawa teori sinyal merupakan teori yang mengemukakan bahwa perusahaan yang dengan sengaja memberikan sinyal berupa informasi merupakan pertanda bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang berkualitas baik dengan harapan, pasar dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Dalam mengambil keputusan dalam berinvestasi, alat analisis berupa informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat investor perlukan (Arista & Astohar, 2012). Jika informasi yang diterima oleh pasar memberikan sinyal yang baik, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut dan reaksinya akan terlihat dari adanya perubahan tingkat penjualan saham.

Irfan dalam (Arista & Astohar, 2012) menjelaskan bahwa dalam teori sinyal, perusahaan melaporkan secara sukarela ke pasar modal agar investor mau menginvestasikan dananya, sinyal yang dilaporkan yaitu berupa menyajikan informasi laporan keuangan dengan baik agar nilai saham meningkat. Selain manajemen perusahaan yang dimana ini termasuk ke dalam kategori informasi internal, informasi yang berasal dari luar perusahaan atau informasi eksternal juga dapat menjadi tolak ukur investor untuk mengevaluasi keputusan investasi. Informasi eksternal dapat berupa kebjiakan politik

(8)

(pergantian pejabat eksekutif dan sebagainya), keamanan suatu negara (terkait dengan keamanan investasi), kebijakan ekonomi, bencana alam dan lain sebagainya.

Hubungan Belanja Modal dan Capital Gain

Belanja modal dan capital gain dihubungkan oleh teori sinyal (Signaling Theory) yang menyatakan bahwa sinyal berupa informasi dapat memberikan reaksi pada pasar yang nantinya reaksi tersebut akan terlihat dari adanya perubahan tingkat penjualan saham.

Informasi dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu infomasi internal dan informasi eksternal. Informasi internal ialah informasi-informasi yang berasal dari dalam manjemen perusahaan sedangkan informasi eksternal ialah informasi yang berasal dari luar luar perusahaan seperti kebjiakan politik (pergantian pejabat eksekutif dan sebagainya), keamanan suatu negara (terkait dengan keamanan investasi), kebijakan ekonomi, bencana alam dan lain sebagainya. Menurut Megginson dalam (Arista & Astohar, 2012), Informasi ini dapat dijadikan investor sebagai pembeda antara perusahaan berkualitas baik dan buruk yang kemudian dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi.

Dalam hal ini, kebijakan ekspansif belanja modal pemerintah yang melibatkan peran aktif perusahaan konstruksi BUMN merupakan informasi eksternal yang dapat digunakan oleh investor ataupun calon investor untuk untuk pengambilan keputusan dalam berinvestasi. Ketika informasi meningkatnya belanja modal ini beredar, hal ini dilihat oleh investor sebagai sinyal baik karena perusahaan mungkin akan mengalami peningkatan profitabilitas. Hal tersebut dapat mendorong terjadinya peningkatan permintaan saham perusahaan di lantai bursa. Selanjutnya meningkatnya permintaan saham akan meningkatkan harga saham dan secara otomatis meningkatkan capital gain yang dapat dihasilkan oleh saham perusahaan konstruksi BUMN.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Haryo Kuncoro (2017) dimana pada hasil penelitianya ditemukan bahwa kebijakan fiskal cenderung mendorong volatilitas return saham. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Ardianti dan Fazaalloh (2016) juga dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap return saham konstruksi BUMN di Indonesia. Dimana kebijakan pemerintah tersebut ialah dapat berupa variabel belanja pemerintah

Hubungan PDB dan Capital Gain

PDB (Produk Domestik Bruto) dan capital gain dihubungkan oleh teori pilihan portofolio yang menyatakan bahwa permintaan aset berhubungan lurus dengan kekayaan.

Teori ini mendukung kesimpulan dari fungsi preferensi likuiditas keynes yang menyatakan permintaan uang riil berhubungan dengan pendapatan (Mishkin, 2017). Pendapatan dan kekayaan cenderung bergerak bersama, maka ketika pendapatan meningkat, kekayaan juga akan meningkat. Oleh karena itu, pendapatan yang lebih tinggi berarti kekayaan yang lebih tinggi juga, dan teori pilihan portofolio ini menunjukkan permintaan aset akan meningkat dan permintaan uang riil akan lebih tinggi. Aset yang dimaksud dalam hal ini ialah diantaranya termasuk saham.

Dalam hal ini, meningkatnya PDB dapat menyebabkan kekayaan pada masyarakat meningkat. Meningkatnya kekayaan ini dapat mempengaruhi pola permintaan terhadap aset saham perusahaan konstruksi BUMN menjadi lebih tinggi. Selanjutnya, peningkatan yang terjadi pada pola permintaan aset saham ini akan mempengaruhi harga saham perusahaan dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi capital gain yang akan dihasilkan oleh saham perusahaan konstruksi BUMN.

Hal ini sejalan dengan penenelitian yang dilakukan oleh Wiranata, Salim, dan Mustapita (2020), yang menemukan bahwa PDB memiliki pengaruh positif signifikan terhadap return saham. Lalu, juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Keswani dan Wadhwa (2021) yang dimana dalam penelitiannya ditemukan bahwa dalam jangka panjang PDB memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap return saham.

Hubungan EPS dan Capital Gain

(9)

EPS (Earning Per Share) dan capital gain dihubungkan oleh teori sinyal (Signaling Theory). Dalam hal ini, EPS merupakan informasi internal yang bersumber dari dalam manajemen perusahaan. Sesuai dengan teori sinyal (signaling theory) yang mengemukakan bahwa informasi, baik itu yang bersifat internal ataupun eksternal merupakan cara untuk membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Maka dari itu, EPS dalam hal ini dapat dilihat oleh para pelaku pasar modal sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi sebab EPS mencerminkan laba yang dihasilkan perusahaan dari setiap lembar saham.

Selanjutnya, setelah informasi dalam hal ini EPS diterima oleh pasar, pasar akan bereaksi. Reaksi ini dapat dilihat dari berubahnya pola permintaan saham perusahaan.

Berubahnya permintaan saham ini dapat juga mempengaruhi harga saham perusahaan berikut dengan capital gain yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anjasari dkk (2020) yang menemukan bahwa EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Realisasi belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap capital gain saham konstruksi BUMN.

2. PDB berpengaruh positif terhadap capital gain saham konstruksi BUMN.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan periode tahun penelitian 2010 sampai tahun 2020. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dalam bentuk time series triwulanan periode 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2020. Data yang dikumpulkan meliputi data triwulanan realiasi belanja modal yang diperoleh dari www.kemenkeu.go.id, data triwulanan PDB perkapita yang diperoleh dari www.bps.go.id, data capital gain saham peruasahaan konstruksi BUMN yang diperoleh dari www.idx.co.id dan EPS yang diperoleh dari masing-masing laporan keuangan perusahaan terkait.

Metode Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis Regresi Linier Berganda untuk menguji pengaruh realisasi belanja modal dan PDB terhadap capital gain saham konstruksi BUMN dengan menggunakan EPS sebagai variabel kontrol. Persamaan regrsi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:

Y =  + 1X1 + 2X2 + 3X3 + e Dimana:

Y = Capital Gain Saham Konstruksi BUMN

 = Konstanta

1-3 = Koefisien Regresi dari masing-masing variabel independen X1 = Belanja Modal

X2 = PDB (Produk Domestik Bruto)

X3 = EPS (Earning Per Share) sebagai Variabel Kontrol e = error

Salah satu syarat untuk melakukan uji analisis regresi linear berganda yaitu perlu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas bertujuan untuk mencari tahu apakah variabel independen dan variabel dependen atau keduanya dalam model regresi yang digunakan terdistribusi normal atau tidak.

2. Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mencari tahu apakah antar variabel independen atau bebas yang tedapat dalam model regresi yang digunakan ditemukan korelasi yang tinggi atau sempurna.

(10)

3. Uji Autokorelasi bertujuan untuk mencari tahu apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan penganggu residual pada periode t dengan residual periode t-1 (sebelumnya).

4. Uji Heteroskedastisitas betujuan untuk melihat apakah ditemukan ketidaksamaan variance dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain pada model regresi yang digunakan.

Selanjutnya, uji hipotesis yang betujuan untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang telah dirumuskan. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%

yang terbagi sebagai berikut:

1. Uji Statistik t untuk mengukur kekuatan dari variabel independen atau bebas dalam menggambarkan variabel dependen atau terikat secara individual pada penelitian ini.

2. Uji Statistik F bertujuan untuk mencari tahu apakah variabel independen atau terikat dipengaruhi secara bersama-sama oleh semua variabel independen atau bebas.

3. Uji Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk mencari tahu seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menggambarkan variasi variabel dependen/terikat.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std.

Error

Statistic Std.

Error Unstandardized

Residual

44 ,073 ,357 ,984 ,702

Valid N

(listwise)

44

Sumber: SPSS, data diolah

Berdasarkan table diatas diperoleh JB < Chi Square atau 7,48 < 7,81 sehingga dapat disimpulkan model regresi yang digunakan pada penelitian ini terdistribusi dengan normal.

2. Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF Belanja Modal

(X1)

,348 2,872

PDB (X2) ,925 1,081

EPS (K) ,357 2,800

Sumber: SPSS, data diolah

Dari table diatas dapat terlihat bahwa nilai VIF (Variance Inflation Factor) lebih kecil dari 10, dimana nilai VIF untuk masing-masing variabel independen yaitu 2,872 untuk belanja modal, 1,081 untuk PDB, dan 2,800 untuk EPS. Selain itu, dapat dilihat juga pada tabel bahwa nilai tolerance dari masing-masing variabel independen adalah lebih besar dari 0,10 dimana 0,348 untuk belanja modal, 0,925 untuk PDB, dan 0,357 untuk EPS. Sehingga

(11)

dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

3. Uji Autokorelasi

Model Durbin-Watson

1 1,974

Sumber: SPSS, data diolah

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai Durbin Watson menunjukan nilai sebesar 1,974. Nilai DW tersebut kemudian harus dibandingkan dengan nilai di tabel DW, dengan nilai signfikansi 0,05. Dari jumlah data (n) sebanyak 44, dan jumlah variabel independen (k) sebanyak 3, maka diperoleh nilai dU dari tabel DW sebesar 1,6674. Syarat tidak terjadi autokorelasi adalah jika nilai Durbin Watson lebih besar daripada nilai dU, kemudian nilai Durbin Watson lebih kecil dari 4- dU (DW > dU, DW < 4 – dU).

Diketahui bahwa nilai DW adalah 1,974 > nilai dU sebesar 1,6674, kemudian nilai DW

< dari nilai 4-dU sebesar 2,3353 (1,974 > 1,6674; 1,974 < 2,3353), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi pada model regresi dalam penelitian ini.

4. Uji Heteroskedastisitas

Model t Sig.

(Contant) ,786 ,439

Belanja_Modal -,199 ,844

PDB ,089 ,930

EPS -,052 ,959

Sumber: SPSS, data diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai signifikansi dari masing-masing variabel independen serta variabel kontrol dari penelitian ini yaitu sebesar 0,844, 0,930, dan 0,959 yaitu dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Maka, dapat disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi pada penelitian ini.

Uji Hipotesis

1. Uji t

Model Unstandardized

B

Coefficients Std. Error

Standardized Coefficients

Betta

t Sig.

(Constant) ,368 ,399 ,921 ,363

Belanja Modal (X1)

8,007E-6 ,000 ,864 3,861 ,000

PDB (X2) -2,153E-8 ,000 -,063 -,458 ,649

EPS (K) -,005 ,001 -,883 -3,997 ,000

Sumber: SPSS, data diolah

Berdasarkan tabel diatas, maka hasil dari regresi berganda dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Belanja modal terhadap return saham

Dari hasil uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dimana nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 5% atau 0,05. Maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima (Ho ditolak, Ha diterima) yang artinya belanja modal secara individual atau parsial berpengaruh positif signifikan terhadap capital gain.

(12)

2. PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap return saham

Dari hasil uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,649 dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 5% atau 0,05. Maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak (Ho diterima, Ha ditolak) yang artinya PDB secara individual atau parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap capital gain.

3. EPS (Earning Per Share) terhadap return saham

Dari hasil uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dimana nilai signifikasi tersebut lebih kecil dari 5% atau 0,05. Maka, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima (Ho ditolak, Ha diterima) yang artinya EPS secara individual atau parsial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap capital gain.

2. Uji F

Model Sum of

Squares

df Mean Squares F Sig

Regression 1,438 3 ,479 5,874 ,002b

Residual 3,319 40 ,083

Total 4,757 43

Sumber: SPSS, data diolah

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat nilai signifikansi F sebesar 0,002 dimana angka tersebut lebih kecil dari 5% atau 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima (Ho ditolak, Ha diterima) maka, variabel independen yaitu belanja modal dan PDB serta variabel kontrol yaitu EPS secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen yaitu capital gain. Artinya, setiap perubahan yang terjadi pada variabel belanja modal, PDB, dan EPS secara simultan atau bersama-sama akan berpengaruh pada capital gain konstruksi BUMN.

3. Uji Koefisien Determinasi (R

2

)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

,550 ,302 ,250 ,28805863

Sumber: SPSS, data diolah

Dari tabel diatas dapat dilihat diperoleh nilai R2 sebesar 0,302 atau 30,2%. Hal ini berarti 30,2% variabel capital gain dapat dijelaskan dari variabel independen yaitu belanja modal dan PDB serta variabel kontrol yaitu EPS. Sedangkan sisanya (100% - 30,2% = 69, 8%) dijelaskan oleh sebab-sebab atau variabel lain yang tidak dimasukan ke dalam model regresi pada penelitian ini.

Pembahasan

1. Pengaruh Realisasi Belanja Modal terhadap Capital Gain Saham Kontruksi BUMN

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa variabel independen belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap capital gain konstruksi BUMN, hipotesis pertama diterima. Arah positif menunjukkan jika variabel belanja modal mengalami peningkatan, capital gain konstruksi BUMN juga akan mengalami peningkatan pula. Begitu pula sebaliknya, jika variabel belanja modal mengalami penurunan maka capital gain konstruksi BUMN juga akan mengalami penurunan pula.

Sesuai dengan signaling theory (teori sinyal) dari hasil penelitian ini terbukti bahwa belanja modal dilihat oleh investor sebagai sinyal positif yang digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan dalam berinvestasi. Informasi dari luar manajemen perusahaan berupa kebijakan ekonomi ini terbukti dapat dilihat oleh investor sebagai sinyal yang baik karena investor mungkin akan melihat perusahaan akan mengalami peningkatan

(13)

profitabilitas sebagai efek dari diberlakukannya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi ini. Hal ini mendorong permintaan saham perusahaan konstruksi BUMN di lantai bursa.

Meningkatnya permintaan saham perusahaan ini dapat meningkatkan harga saham berikut dengan dengan capital gain yang dihasilkan.

Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Haryo Kuncoro (2017) dimana pada hasil penelitianya ditemukan bahwa kebijakan fiskal cenderung mendorong volatilitas return saham. Selain itu, juga juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardianti dan Fazaalloh (2016) yang dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap return saham konstruksi BUMN di Indonesia.

2. Pengaruh PDB terhadap Capital Gain Saham Kontruksi BUMN

Dari hasil analisis yang telah dilakukan ditemukan bahwa peningkatan variabel independen PDB (Produk Domestik Bruto) memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap capital gain konstruksi BUMN, hipotesis kedua ditolak. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan ataupun penurunan pada variabel PDB tidak mempengaruhi capital gain konstruksi BUMN.

Peningkatan PDB pada suatu negara mengindikasikan adanya peningkatan kekayaan masyarakat di negara tersebut. Kekayaan merupakan salah satu faktor penentu dari permintaan aset. Namun, menurut hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa permintaan aset pada pasar modal tidak dipengaruhi oleh adanya peningkatan kekayaan tersebut.

Hal ini disebabkan oleh perbedaan preferensi dari setiap masyarakat dalam memutuskan aset mana yang akan mereka pilih. Karena aset yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya aset yang terdapat pada pasar modal seperti saham dan obligasi, tetapi juga mencakup aset lainnya seperti uang, karya seni, tanah, rumah, peralatan pertanian, dan mesin. Masyarakat mungkin memilih aset saham sebagai pilihannya tetapi aset saham yang mereka pilih tidak selalu aset saham dari perusahaan kontruksi BUMN, sehingga pola permintaan terhadap aset saham konstruksi BUMN tidak dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan PDB.

Hasil ini ini selaras dengan hasil penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Nindya dan Mawardi (2018) dan Ratih dan Chandradewi (2020) yang menyatakan bahwa PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.

3. Pengaruh Variabel Kontrol EPS terhadap Capital Gain Saham Kontruksi BUMN

Pada penelitian ini ditemukan bahwa variabel kontrol EPS (Earning Per Share berpengaruh negatif dan signifikan terhadap capital gain. Hasil ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pandaya, Julianti, & Suprapta (2020) yang menemukan bahwa EPS secara signifikan berpengaruh negatif terhadap capital gain. Hal ini menunjukkan EPS atau laba per lembar saham tidak selamanya menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Karena, EPS yang rendah belum tentu disebabkan oleh perolehan laba yang rendah tetapi juga dapat disebabkan oleh jumlah lembar saham yang beredar tinggi atau naik. Jumlah lembar saham yang banyak otomatis akan mengecilkan EPS.

Pada akhirnya, investor akan beranggapan bahwa dividen per lembar saham yang diterima akan lebih kecil, sehingga investor tidak tertarik dengan besarnya EPS.

Selain itu, hubungan negatif signifikan antara EPS dengan capital gain ini juga

dapat disebabkan karena Investor cenderung lebih memilih menginvestasikan

dananya pada perusahaan dengan EPS yang kecil namun dengan pertumbuhan yang

tinggi atau prospek yang lebih baik dengan asumsi laba perusahaan tersebut kecil

karena perusahaan sedang dalam proses ekspansi atau sedang melakukan kegiatan

yang produktif. Hal ini selaras dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

(14)

Hawu (2016) yang juga menemukan bahwa EPS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Hasil pada penelitian ini menunjukkan belanja modal dan capital gain saham konstruksi BUMN memiliki hubungan yang searah. Hal ini terjadi karena belanja modal dilihat sebagai sinyal atau informasi yang baik bagi para pelaku pasar modal. Dengan diterimanya sinyal baik tersebut akan meningkatkan permintaan saham konstruksi BUMN.

Meningkatnya permintaan saham akan meningkatkan harga saham konstruksi BUMN berikut dengan capital gain yang dihasilkan. Maka dari itu, kebijakan ekspansif pemerintah dalam belanja modal dapat dijadikan landasan bagi para investor dalam keputusannya untuk berinvestasi pada saham perusahaan konstruksi BUMN.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PDB (Produk Domestik Bruto) dan capital gain saham konstruksi BUMN tidak memiliki hubungan. Hal ini terjadi karena preferensi masyarakat dalam memutuskan aset apa yang akan mereka pilih berbeda-beda. Aset yang kemungkinan akan dipilih masyarakat tidak hanya aset yang terdapat dalam pasar modal seperti saham konstruksi BUMN. Perbedaan preferensi pemilihan aset tersebut menyebabkan pola permintaan saham beserta capital gain saham konstruksi BUMN tidak dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan PDB. Maka dari itu, PDB (Produk Domestik Bruto) tidak dapat dijadikan landasan bagi para investor dalam keputusannya untuk berinvestasi pada saham perusahaan konstruksi BUMN.

3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa EPS (Earning Per Share) dan capital gain saham konstruksi BUMN memiliki hubungan yang tidak searah. Hal ini terjadi karena EPS yang rendah belum tentu disebabkan karena laba perusahaan yang rendah tetapi juga dapat disebabkan oleh jumlah lembar saham yang beredar tinggi atau naik. Selain itu, hubungan yang tidak searah ini juga dapat disebabkan karena investor cenderung memilih menginvestasikan dananya pada perusahaan dengan EPS yang kecil namun dengan prospek masa depan yang lebih baik.

Saran

1. Dalam memprediksi capital gain saham konstruksi BUMN, sebaiknya para investor ataupun calon investor memperhatikan variabel-variabel eksternal perusahaan tapi tentunya juga dengan mengamati faktor-faktor fundamental perusahaan. Karena terbukti dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa informasi dari luar perusahaan yaitu seperti kebijakan belanja modal pemerintah dapat mempengaruhi capital gain saham konstruksi BUMN secara signifikan.

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian-penelitian lainnya dengan menggunakan variabel-variabel lainnya diluar variabel yang telah digunakan pada penelitian ini agar memperoleh hasil yang lebih bervariatif, yang dapat menjelaskan hal- hal apa saja yang dapat mempengaruhi capital gain saham baik itu variabel yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Mengingat harga saham merupakan variabel yang cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan ataupun pergerakan variabel-variabel disekitarnya.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianti, Lisa Dwi dan Al Muizzuddin Fazaalloh. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Konstruksi BUMN Dengan Regresi Panel Dinamis.

QE Journal. Vol. 05, (No. 01).

Arista, Desy & Astohar. 2012. Analisis faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Return Saham (Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI periode tahun 2005 - 2009). Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan. Vol. 03, (No. 01).

Badan Pusat Statistik.(2020). Informasi Data PDB Atas Harga Konstan Menurut Pengeluaran. https://www.bps.go.id/ diakses pada 6 Desember 2020.

Darmadji, Tjiptono & Hendy M Fakhruddin. 2011. Pasar Modal di Indonesia. Edisi 3.

Jakarta: Salemba Empat.

Fahmi, Irham dan Yovi Lavianti Hadi. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Teori dan Soal Jawab. Bandung: Alfabeta.

Hawu, Sylfie Aprilia Ajeng Handa. 2016. Pengaruh Variabel Keuangan dan Variabel Industri Terhadap Return Saham Syariah. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi. Vol.

05, (No. 02). 18.

Kementerian Keuangan. (2011). Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran. https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext diakses pada 6 Januari 2021.

Kementerian Keuangan RI. (2019). Informasi APBN 2019. https://kemenkeu.go.id/media diakses pada 3 Desember 2020.

Keswani, Sarika & Bharti Wadhwa. 2021. Association Among The Selected Macroeconomic Factors and Indian Stock Returns. Elsevier Journal Science Direct.

Kuncoro, Haryo. 2017. Fiscal Policy and Stock Market Returns Volatility: The Case Of Indonesia. Int. J. Economic Policy in Emerging Economies. Vol. 10, (No. 2).

Mankiw, Gregory. 2007. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2008. Ekonomi Publik. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.

Mishkin. 2017. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi 11. Jakarta:

Salemba Empat.

Mishkin. 2017. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi 11. Jakarta:

Salemba Empat.

Nidya, Ardina Talitha & Imron Mawardi. 2018. Analisis Jalur Faktor Makroekonomi Terhadap Return Saham Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan. Vol.

5, (No. 10).

Nurhidayat, R. 2009. Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Return Saham Properti Pada Bursa Efek Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol. 13, (No. 02).

Pandaya, Julianti & Suprapta. 2020. Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham. Ejournal Akuntansi STIEMJ. Vol. 8,( No. 2). 241.

Ratih, I Gusti Agung Ajeng Nawang & Made Reina Candradewi 2020. The Effect of Exchange Rate, Inflation, Gross Domestic Bruto, Return on Assets, and Debt to Equity Ratio on Stock Return in LQ45 Company. American Journal of Humanities and Social Sciences Research (AJHSSR). Vol. 4.

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Edisi 1.

Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Wiranata, Reynaldo, M. Agus Salim, & Arini Fitria Mustapita. 2020. Pengaruh Produk Domestik Bruto, Harga Emas, dan Suku Bunga Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di BEI. e – Jurnal Riset Manajemen.

Referensi

Dokumen terkait

x ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Economic Value Added, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio dan BOPO terhadap harga saham perusahaan