• Tidak ada hasil yang ditemukan

korupsi dalam perspektif han (hukum administrasi negara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "korupsi dalam perspektif han (hukum administrasi negara)"

Copied!
335
0
0

Teks penuh

Dalam buku ini terdiri dari beberapa bab, yakni dimulai dari pengertian korupsi hingga strategi pemberantasan korupsi dari segi Hukum Administrasi Negara. Beberapa strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, peran serta perlindungan Hukum Administrasi Negara disajikan pula dalam buku ini.

PENGERTIAN KORUPSI

Seputar KorupsiBab 1

SEBAB DAN AKIBAT KORUPSI

  • Kurangnya Gaji atau Pendapatan Pegawai Negeri Dibandingkan dengan Kebutuhan yang Makin Hari Makin Meningkat
  • Latar Belakang Kebudayaan atau Kultur Indonesia yang Meru
  • Manajemen yang Kurang Baik dan Kontrol yang Kurang Efektif dan Efisien
  • Modernisasi

Kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti meluasnya korupsi di Indonesia. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa korupsi itu tidak pernah mem bawa akibat positif, seperti Gunnar Myrdal yang mengatakan sebagai berikut.28 a.

TIPOLOGI KORUPSI

Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak. Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus, baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek- proyek bagi keluarga dekat.

MODUS OPERANDI KORUPSI

  • Modus Operandi Korupsi Secara Umum 39 a. Pemberian Suap atau Sogok (Bribery)
  • Modus Operandi Korupsi dalam Pemalsuan Pajak
  • Modus Operandi Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Mengenai pengadaan barang dan jasa telah diatur dalam Keppres Nomor 80
  • Modus Operandi Korupsi dalam Pencucian Uang 58
  • Modus Operandi Korupsi dalam Pengelolaan Hutan

Sering sekali panitia pengadaan barang atau jasa memberikan waktu yang sangat terbatas dalam mendistribusikan dokumen. Hal demikian ini mungkin saja dilakukan oleh panitia pengadaan barang atau jasa dengan maksud tertentu.

APA ITU KEKUASAAN DAN KEWENANGAN

Kekuasaan dan KewenanganBab 2

KEKUASAAN DALAM NEGARA

  • John Locke
  • Montesquieu

Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletak da lam suatu badan yang berhak khusus untuk itu. Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman (judicative powers) Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan yustisi (kehakiman) ialah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak untuk memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan.

Dengan adanya teori-teori pendistribusian kekuasaan yang terdapat di dalam negara, secara tersirat dapat dipahami adanya “pembatasan” kekuasaan melalui spesifikasi penyelenggarannya. Kewenangan adalah apa yang disebut dengan ”kekuasaan formal”, misalnya kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif.

PEMERINTAH

Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara menge- tahui secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dan terjadi di dalam masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang- undang (dalam arti luas). Dalam setiap negara modern masa kini, banyak sekali campur tangan pe- nguasa negara ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yakni campur tangan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya seperti kehidupan keluarga, perkawinan, perhimpunan hiburan, kesenian, olah raga, dan sebagainya, bidang agama dan kepercayaan, serta bidang teknologi. Betapa luas tugas pemerintah (administrasi negara) masa kini, dan hampir semua menyangkut campur tangan pemerintah (penguasa negara) ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari).

Dengan demikian, maka warga masyarakat dan masyarakat pada umumnya sangat tergantung dari pelaksanaan tugas serta keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara yang menjalankan tugas teknis fungsional atau operasional (menjalankan kehendak pemerintah dan melayani masyarakat umum). Hal tersebut paling menimbulkan permasalahan, dan kadang-kadang tim- bul keresahan di kalangan masyarakat terhadap tindak-tanduk dan kegiatan- kegiatan administrasi negara.

FREIES ERMESSEN ATAU POUVOIR DISCRETIONNAIRE Pemegang kekuasaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat atau Pemegang kekuasaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat atau

Kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaan sendiri ini, dalam Hukum Administrasi Negara disebut dengan pouvoir discretionnaire atau freies ermessen. Agar freies ermessen yang ada pada administrasi negara tersebut tidak disalahgunakan, maka diperlukan adanya tolak ukur pembatasan terhadap penggunaannya. Dengan perkataan lain, ada batas toleransi yang mesti dipe- nuhi oleh administrasi negara dalam menggunakan freies ermessen ini.

Selain itu, freies ermessen juga diartikan sebagai kebebasan bertindak dalam batas-batas tertentu atau keleluasaan dalam menentukan kebijakan- kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat diper- tanggungjawabkan. Dengan penekanan argumentasi bahwa administrasi negara tidak boleh menolak mengambil keputusan hanya karena tak ada peraturannya.

PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN

Di tangan orang-orang yang tidak memiliki landasan moral, kekuasaan dan kewenangan seperti itu merupakan alat utama untuk melakukan korupsi.30. Namun, bagi orang yang mempunyai kedudukan atau pangkat yang tinggi, peluang untuk berbuat korup lebih leluasa dan jalan yang mau ditempuh tanpa harus membayar pelindung. Orang yang tingkat ekonominya tinggi, akan lebih mudah membayar suap atau mengongkosi pelindung sebagai pengaman perbuatan korup yang dilakukannya.

Akan tetapi, dalam kenyataan dapat dilihat bahwa tidak setiap kekuasaan menghasilkan perilaku korup, masih jauh lebih banyak orang yang menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk kemaslahatan orang lain. Di Amerika Selatan, praktik ini sudah demikian melembaga, sehingga muncul seka- rang kelompok orang yang pekerjaanya “membantu” orang yang ingin berhubungan dengan departemen pemerintah.

KEANGKUHAN BIROKRASI

Wilayah Administrasi Rawan Korupsi

Masa Pra Kolonial

Dalam menjadikan para pejabat ini alat-alat kerajaan, maka kekuasaan juga didelegasikan sesuai dengan gelar-gelar yang diberikan. Struktur masyarakat Jawa ketika itu, secara sosiologis, terbagi ke dalam dua lapisan, yaitu golongan priyayi dan wong cilik (rakyat jelata). Struktur golongan priyayi terdiri atas para pejabat tinggi pusat, mulai dari keluarga raja (pangeran), panglima perang (militer), penasihat raja (patih), kemudian pejabat- pejabat di bawahnya seperti juru tulis (pejabat administrasi), abdi dalem, para punggawa (hulubalang istana) dan para bangsawan yang diberi hak istimewa, dan pejabat daerah mulai dari adipati atau bupati, kuwu (kepala daerah), demang (kepala desa), bekel (kepala kampung), dan lain-lain.

Hubungan antara golongan priyayi dan wong cilik ini adalah patron client, artinya golongan priyayi bertindak sebagai majikan yang mempunyai hak-hak istimewa, sementara wong cilik adalah kawula yang harus melayani mereka. Keistimewaan golongan priyayi ditunjukkan umpamanya, dengan penguasaan atas cacah (keluarga petani) oleh pejabat daerah sebagai kesatuan pajak (pemberi upeti dan kerja bakti) dan kesatuan militer (wajib ikut tuan mereka dalam peperangan).

Masa Kolonial

Untuk memperkokoh kekuasaan kolonial sampai ke daerah pedalaman diangkat pejabat pribumi dari golongan priyayi (jabatannya bupati), diberi otoritas untuk tetap mengelola wilayah seperti semula, sementara itu untuk mengawasi mereka diangkat pejabat Belanda dengan mengambil model Barat dengan jabatan residen, asisten residen, dan controleur, yang hierarkinya bertanggung jawab kepada gubernur jenderal. Sistem yang dicanangkan Gubernur Van den Bosch ini rupanya tidak lepas dari kritik di kalangan orang Belanda sendiri. Akibat kritik itu, pada tahun 1903 lahirlah Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903) yang dianggap bernapaskan demokratisasi penye- leng garaan pemerintahan kolonial.

Gemeente bersifat otonom (pemerintahan sendiri), sedangkan gewest bersifat administratif (di bawah pengawasan gubernur jenderal) dan semuanya tetap dijabat oleh orang Belanda. Pejabat Belanda maupun pribumi ditetapkan lebih tegas menjadi pegawai dinas kolonial Belanda dan kepada mereka digaji sesuai dengan undang-undang.

Masa Kemerdekaan

Dengan pembenahan aparatur, pemerintah Orde Baru dapat dikatakan mulai mengadakan upaya perubahan birokrasi ke arah birokrasi yang bertang- gung jawab. Pada masa pemerintah Orde Baru ini, terdapat nuansa sentralisasi di bi- dang kepegawaian yang ditunjukkan dengan kecilnya jumlah pegawai (asli) daerah di banding pegawai pusat. Penataan birokrasi yang dilakukan pemerintah Orde Baru dalam per- kembangannya membentuk nilai-nilai birokratisme pada masa tersebut.

Pada konteks ini akhirnya birokrasi pemerintah Orde Baru pun tidak bebas dari politik, mempunyai orientasi politik kepada partai politik dan menerima penetrasi partai politik. Sejak pemerintahan Orde Baru melaksanakan pembangunan nasional pada awal tahun 1970-an, birokrasi pemerintah berkembang dengan . struktur dan jumlah pegawai yang besar.

KETIDAKADILAN DAN KETIDAKBERESAN PELAYAN

Pelayanan publik yang mampu bekerja dengan baik dan mempunyai integritas adalah tujuan yang masih jauh dari jangkauan berbagai negara, termasuk Indonesia. Banyak negara yang harus berjuang dalam lingkungan yang korup untuk memperbaiki pelayanan publik yang sudah terlalu lama dikuasai oleh politisi. Patut diduga bahwa banyak birokrat yang tidak memahami secara pasti atau setidaknya-tidak mengerti filosofi pelayanan yang akan diberikannya, sehingga pelayanan publik yang dimimpikan oleh masyarakat jauh dari kenyataan yang mereka alami.

Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Paling tidak ada 385 jenis pelayanan publik yang diberikan aparatur kepada masyarakat, mulai dari urusan akta kelahiran sampai dengan urusan surat kematian.

PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PUBLIK

Adanya kebijakan tidak bisa dilepaskan dengan adanya kewenangan bebas dari pemerintah yang disebut freies ermessen. Di bidang pemerintahan freies ermessen (pouvoir discretionaire) diarti- kan sebagai salah satu sarana untuk memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Nata Saputra memberikan definisi freies ermessen sebagai suatu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan.

Di Indonesia, keberadaan freies ermessen termuat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden Republik Indonesia meme- gang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Freies ermessen merupakan kewajiban pemerintah dalam sebuah negara kesejahteraan (welfare state), yang mana tugas pemerintah yang utama dalam negara kesejahteraan adalah memberikan pelayanan umum atau mengusahakan kesejahteraan bagi warga negara.

KEUANGAN NEGARA

Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi

Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Administrasi Negara Penyelesaian ganti kerugian negara pada hakikatnya merupakan amanat un-

Sebagai penjabaran prinsip tersebut, maka dalam Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak kurang dari delapan pasal yang mengatur pokok-pokok kebijakan dalam rangka penyelesaian kerugian negara/daerah. Demikian pula di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, secara khusus mengatur tentang tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara. Kedua bentuk penyelesaian kerugian negara di atas berada pada domein hukum administrasi, maka pelaksanaannya tunduk kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1.

Untuk melaksanakan amanat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, BPK telah menerbitkan Peraturan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara terhadap Bendahara. Adapun mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara, akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah tersendiri seperti telah diamanatkan dalam Undang- Undang Perbendaharaan Negara.

Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Pidana

Keputusan tersebut selama ini telah menjadi landasan dalam menyelesai- kan kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan kerangka acuan bagi instansi lain yang belum memiliki peraturan yang berlaku khusus di lingkungan instansinya. Kerugian negara yang memenuhi unsur pidana umum sekali-kali tidak dianggap selesai begitu saja, walaupun pegawai negeri yang bersangkutan telah mengganti sepenuhnya kerugian negara dan/atau telah dikenai hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor KPC/118156/24 tanggal 31 Oktober 1955. Kepala Kantor Urusan/Satuan Kerja dalam upaya membantu penyelesai- an kerugian negara yang memenuhi unsur tindak pidana umum segera mem- buat laporan tertulis dan menyampaikan kepada kepolisian setempat dengan tembusan kepada pejabat terkait, kemudian mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kejadian, macam, dan jumlah kerugian serta mengambil kesimpulan dan langkah tindak berupa melakukan proses tuntutan ganti rugi dan/atau pe- ngenaan hukuman disiplin dan/atau penahanan sementara terhadap kekayaan negara yang masih bisa diamankan.

Dalam hal suatu peristiwa kerugian negara mengandung unsur-unsur tindak pidana khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Ta- hun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pe- nyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan/.

Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Perdata

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pula rumusan Pasal 3 juga tergolong tindak pidana korupsi, yaitu : setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

Pasal 3 : Yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara, atau

Merugikan keuangan negara merupakan salah satu unsur untuk dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2

orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara; setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara

Apabila motif atau alasan dari penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat tersebut adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan

Rumusan tindak pidana korupsi yang dimuat tanpa mensyaratkan terlebih dahulu adanya kejahatan atau pelanggaran yang harus dilakukan, melainkan