• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modus Operandi Korupsi Secara Umum 39 a. Pemberian Suap atau Sogok (Bribery)

Seputar KorupsiBab 1

D. MODUS OPERANDI KORUPSI

1. Modus Operandi Korupsi Secara Umum 39 a. Pemberian Suap atau Sogok (Bribery)

4. Ideological corruption.

Jenis korupsi, baik yang bersifat illegal maupun diskresioneri yang di- maksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok. Misalnya, kasus KKN mantan Presiden Soeharto, yaitu suatu skandal yang dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dan kroninya, di mana aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan lebih memberikan komitmen ideologis mereka ke- pada mantan Presiden Soeharto dan kroninya ketimbang kepada undang- undang dan hukum.

• Pasal 5

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, di- pidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

• Pasal 6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menu- rut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advo kat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

• Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

• Pasal 12

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau pa- tut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mem- pengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau

pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men- jalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau ke- pada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara ne- gara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men- jalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal dike- tahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men- jalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perun- dang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal dike- tahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Terdapat beberapa pemberian uang kepada orang lain, tetapi tidak ter- masuk suap, sehingga setiap orang bebas melakukannya, antara lain sebagai berikut.40

40 Ibid., hlm. 22–23.

1) Uang jasa, yaitu sejumlah yang diberikan oleh seseorang terhadap orang tertentu yang sudah melakukan suatu pekerjaan baginya. Uang sejenis ini adalah uang tambahan di luar dari biaya wajb yang akan dibayar oleh konsumen. Biasanya dilakukan di hotel, restoran, biro jasa, urusan kantor, atau administrasi lainnya. Biasanya istilah yang dipakai untuk itu dikenal dengan “tip”.

2) Uang administrasi, khusus dalam kepengurusan surat-menyurat dengan pemerintah daerah maupun pusat, kadang kita dihadapkan dengan be- berapa kesulitan. Salah satu di antara kesulitan itu adalah mengenai biaya administrasi surat. Sebagian biaya administrasi surat-surat itu telah ter- cantum biayanya, tetapi ada juga yang tidak tercantum.

3) Uang registrasi, yakni apabila mendaftarkan sebuah institusi dari tingkat daerah ke tingkat pusat atau mengurus surat-surat ke badan pemerintah, tentu akan dikenakan biaya administrasi. Seringkali biaya tidak tercantum (tidak ada harga yang pasti). Untuk itu, perlu diadakan pendekatan lalu membicarakan tentang biaya. Atas kesepakatan kedua belah pihak, baru- lah hal itu ditindaklanjuti. Kalau membayar sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah yang tidak berdasarkan harga resmi, maka hal itu bukanlah suap (dengan ketentuan bahwa seluruh persyaratan terpenuhi).

b. Pemalsuan (Fraud)41

Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang- orang dari dalam dan/atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.

Secara umum, intensitas terjadinya fraud pada aspek perencanaan, peng- organisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan berada dalam kategori

“pernah terjadi fraud”. Kegiatan yang dianggap signifikan dalam intensitas kemunculan fraud-nya adalah meninggikan anggaran dalam pengajuan kegiat- an serta menggunakan barang milik negara untuk kepentingan pribadi.

41 Ibid., hlm. 25–29.

Bidang kegiatan yang teridentifikasi dalam kategori “sering terjadi tindakan fraud”, yaitu bidang perizinan, pengadaan barang dan jasa, pemilihan kepala daerah, kepegawaian, pemeliharaan fasilitas umum, penerimaan pendapatan daerah, pengawasan, dan pertanggungjawaban kepala daerah.

c. Pemerasan (Exortion)

Pemerasan merupakan perbuatan memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.

d. Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Discretion) Penyalahgunaan jabatan atau wewenang merupakan perbuatan memperguna- kan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskrimi- natif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menentukan bahwa penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

e. Nepotisme (Nepotism)

Dalam kamus Purwadarminta dituliskan nepotisme adalah memberikan jabatan kepada saudara-saudara atau teman-temannya saja, sedangkan Jhon M. Echols mengkategorikannya sebagai kata benda dengan mendahulukan saudara, khususnya dalam pemberian jabatan.

Istilah nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang artinya cucu. Nepo- tisme dipakai sebagai istilah untuk menggambarkan perbuatan mengutamakan sanak keluarga, kawan dekat, serta anggota partai politik yang sepaham, tanpa memperhatikan persyaratan yang ditentukan. Jadi, jika keluarga itu memang

memenuhi syarat, maka tidaklah termasuk nepotisme dalam pengertian itu.

Misalnya John F. Kennedy yang mengangkat saudara kandungnya, yaitu Robert Kennedy yang kebetulan adalah sarjana hukum dan ternyata mampu menjalan- kan tugasnya sebagai jaksa agung.

Lain halnya dengan mantan Presiden Rumania Nicolae Ceaucescu yang mengangkat istrinya sendiri yang hanya tamatan SD menjadi menteri ilmu pengetahuan, atau Marcos yang mengangkat istrinya yang hanya bekas peserta ratu kecantikan menjadi gubernur metro Manila.