• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modus Operandi Korupsi dalam Pencucian Uang 58

Seputar KorupsiBab 1

D. MODUS OPERANDI KORUPSI

4. Modus Operandi Korupsi dalam Pencucian Uang 58

Kejahatan sekarang ini selalu berkembang dengan memanfaatkan ilmu peng- etahuan dan teknologi. Modus operandi-nya semakin berkembang, seperti keja- hatan dalam dunia bisnis, yakni pencucian uang (money laundering). Pencucian uang merupakan sebuah kejahatan yang biasanya menerapkan keahlian khu- sus, yang tidak semua orang bisa melakukannya. Dilakukan dengan cara yang sangat rapi, terorganisasi dengan baik, dan melibatkan tidak hanya satu negara tetapi beberapa negara.

58 Ibid., hlm. 79–85.

Pencucian uang adalah rangkaian kejahatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari kejahatan, menyamarkan asal-usul uang haram dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), sehingga uang tersebut dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.59

Dengan proses kegiatan money laundering ini, uang yang semula merupa- kan uang haram (dirty money) diproses, sehingga menghasilkan uang bersih (clean money) atau uang halal (legitimate money). Dalam proses ini, uang terse- but disalurkan melalui jalan “penyesatan” (imaze).60

Sebagai pusat perputaran keuangan, yang berasal dari dunia usaha maupun kegiatan publik, perbankan sangat rentan terhadap upaya penyalahgunaan kewenangan yang ada padanya. Koruptor menggunakan perbankan sebagai salah satu saluran pemanfaatan uang hasil korupsi. Kewaspadaan perbankan atas tindak pidana pencucian uang, terutama yang berasal dari hasil korupsi baru seumur jagung diterapkan, dan sektor perbankan dinilai masih belum memiliki tradisi kuat untuk bersikap kritis mempertanyakan asal-usul uang yang disetorkan oleh nasabah.

Untuk mempermudah urusan, transaksi yang terkait tindak pidana korupsi masih banyak dilakukan melalui sistem perbankan. Modus operandi tindak pidana korupsi semakin canggih dengan memasuki sistem keuangan, salah satunya adalah perbankan. Adanya kasus-kasus yang berada di wilayah abu-abu, di mana di satu sisi merupakan tindak kejahatan perbankan namun di sisi yang lain merupakan tindak pidana korupsi.

Pencucian uang (money laundering) menurut Mahmoeddin As dalam buku- nya Analisis Kejahatan Perbankan mengemukakan bahwa dalam sejarah hukum bisnis munculnya money laundering dimulai dari negara Amerika Serikat sejak ta- hun 1830. Pada waktu itu banyak orang yang membeli perusahaan dengan uang

59 Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 147.

60 Munir Fuady, op.cit., hlm. 83.

hasil kejahatan (uang panas) seperti hasil perjudian, penjualan narkotika, mi- numan keras secara ilegal, dan hasil pelacuran. Pusat-pusat gangster besar yang piawai masalah pencucian uang di Amerika Serikat yang terkenal dengan nama kelompok legendaris Al Capone (Chicago). Mayer Lansky memutihkan uang kotor milik kelompok Al Capone dengan mengembangkan pusat perjudian, pe- lacuran, serta bisnis hiburan malam di Las Vegas (Nevada). Lalu dikembangkan lagi offshore banking di Havana (Cuba) dan Bahama. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok ini, menjadikan Mayer Lansky dijuluki sebagai bapak money laundering modern.

Setelah memasuki tahun 1980-an kegiatan ini semakin jadi dengan banyak nya penjualan obat bius. Bertolak dari sini dikenal istilah narco dollar atau drug money yang merupakan uang hasil penjualan narkotika.

Perkembangan selanjutnya uang panas itu disimpan di lembaga keuangan, di antaranya di bank. Penyimpanan uang panas ini dengan tujuan agar uang hasil dari kejahatan itu menjadi legal. Sifat money laundering menjadi universal dan bersifat internasional, yakni melintasi batas-batas yurisdiksi negara. Dalam hal ini money laundering berhubungan dengan dan dicapai melalui kemajuan teknologi melalui system cyberspace (internet) dan pembayaran dilakukan melalui bank secara elektronik (cyberpayment).

Sudarmadji, salah seorang penasihat hukum Bank Indonesia, menyebut kan bahwa tindak pidana penyuapan, korupsi, perjudian, pemalsuan uang merupakan pemicu money laundering yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan nasabah dan masyarakat kepada sistem perbankan.

Kasus-kasus kejahatan money laundering seperti mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos, uang hasil tindak pidana koroupsi disimpan di Bank Credit Suisse. Mantan Presiden negara Panama, yaitu Noriega. Noriega melakukan perdagangan obat bius. Kegiatan money laundering sampai ke Amerika Serikat, sehingga akhirnya dia dipenjarakan di Amerika.

Kegiatan money laundering oleh bank seperti kasus Bank of Credit &

Commerce Internasional (BCCI) tahun 1991. Salah satu kasus BCCI adalah dibukanya rekening di BCCI oleh sebuah kantor konsultan keuangan yang mengatakan mempunyai klien berupa investor kaya di negara Amerika Latin.

Jenis-jenis kejahatan money laundering yang dilakukan BCCI berhubungan

dengan perdagangan obat bius. BCCI bertindak sebagai penyalur uang hasil transaksi itu, kemudian tahun 1990 Dinas Bea dan Cukai Amerika Serikat berhasil membongkar jaringan perdagangan obat bius yang melibatkan BCCI.

Kasus Chemical Bank tahun 1977. Chemical Bank cabang New York melalui salah seorang manajernya menerima suap dari seorang yang terlibat dalam perdagangan obat bius agar transaksinya berupa setoran uang (hasil kejahatan) dalam rekening valas tersebut tidak dilaporkan dengan tidak mengisi formulir Currency Transaction Report (CTR).

Jika diperhatikan, uang hasil money laundering itu telah melalui dua periode.

Pertama, uang itu diperoleh dari kejahatan, kedua uang itu dibersihkan melalui money laundering dengan berbagai cara sehingga menjadikan uang itu legal.

Munir Fuady menyebutkan bahwa money laundering merupakan kejahatan yang terorganisir (organized crime). Mendeskripsikan pencucian uang sebagai kejahatan terorganisir dilihat dari segi kriminalisasi dan pelaku.

Biasanya aktivitas pencucian uang dijalankan dengan sangat terorganisir.

Melibatkan beberapa pihak yang terlibat dan mempunyai tugas masing-masing.

Dalam istilah lain, kejahatan semacam ini sering disebut dengan sindikat atau jaringan. Kegiatan pencucian uang mempunyai kerangka, model, modus operandi, instrumen, metode, tahapan, serta pelaku tertentu dalam kegiatan kejahatan merupakan satu paket. Masing-masing sarana terdiri dari berbagai jenis sebagai alternatif. Sarana-sarana ini menjadi pedoman melakukan pencucian uang sehingga untuk melakukan pencucian uang dapat dipilih dari beberapa alternatif.

Schaap, Cees dalam Munir Fuady sebagaimana dikutip oleh Rohim, mengemukakan banyak model untuk melakukan kejahatan pencucian uang.

Di antara model pencucian uang yang paling lazim adalah sebagai berikut.61 a. Model dengan operasi C-Chase. Model ini menyimpan uang di bank di

bawah ketentuan sehingga bebas dari kewajiban lapor transaksi keuangan (non currency transaction reports) dan melibatkan bank luar negeri dengan memanfaatkan tax haven.

61 Rohim, op.cit., hlm. 85.

b. Model pizza connection. Model ini memanfaatkan sisa uang yang ditanam di bank untuk mendapatkan konsesi Pizza, dan melibatkan negara tax haven dengan memanfaatkan ekspor fiktif.

c. Model La Mina. Model ini memanfaatkan pedagang grosir emas dan permata dalam negeri dan luar negeri.

d. Model dengan penyelundupan uang kontan ke negara lain. Model ini mempergunakan konspirasi bisnis semu dengan sistem bank paralel.

e. Model dengan melakukan perdagangan saham di Bursa Efek. Model ini me- lakukan kerja sama dengan lembaga keuangan yang bergerak di bursa efek.

Mahmoeddin H.A.S. dalam Munir Fuady sebagaimana yang dikutip oleh Rohim mengemukakan ada 8 (delapan) modus operandi pencucian uang, yakni sebagai berikut.62

a. Kerja sama penanaman modal.

Biasanya, uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri, kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam negeri lewat proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya keuntungan dari perusahaan joint venture diinvestasikan lagi ke dalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah uang bersih bahkan sudah dikenakan pajak.

b. Kredit Bank Swiss.

Dalam menjalankan modus kejahatan ini, uang hasil kejahatan diselun- dupkan dulu ke luar negeri lalu dimasukkan di bank tertentu, lalu di trans- fer ke Bank Swiss dalam bentuk deposito. Deposito dijadikan jaminan utang atas pinjaman di bank lain di negara lain. Uang dari pinjaman ditanamkan kembali ke negara asal di mana kejahatan dilakukan. Atas segala kegiatan ini menjadikan uang itu sudah bersih.

c. Transfer ke luar negeri.

Setiap transaksi, yakni uang hasil kejahatan ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara asal. Selanjutnya dari luar negeri uang dibawa kembali ke dalam negeri oleh orang tertentu seolah-olah uang itu berasal dari luar negeri.

62 Ibid., hlm. 86–88.

d. Usaha tersamar di dalam negeri.

Memang ada saja akal bulus untuk mencari celah agar tindak kejahatan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan membuat usaha tersamar di dalam negeri. Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan. Perusahaan itu berbisnis tidak mempersoalkan untung atau rugi, akan tetapi seolah-olah terjadi adalah perusahaan itu telah menghasilkan uang bersih,

e. Tersamar dalam perjudian.

Cara ini dilakukan biasanya dengan membuat suatu jenis usaha tersamar dalam bidang perjudian. Dari uang hasil kejahatan didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga uang itu dianggap sebagai usaha judi, atau membeli nomor undian berhadiah dengan nomor menang dipesan dengan harga tinggi sehingga uang itu dianggap sebagai hasil menang undian.

f. Penyamaran dokumen.

Hal yang paling jamak dilakukan adalah dengan penyamaran dokumen.

Uang hasil kejahatan tetap di dalam negeri. Keberadaan uang itu didukung oleh dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa, sehingga ada kesan bahwa uang itu merupakan hasil berbisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa itu misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor impor, sehingga uang itu dianggap hasil kegiatan ekspor impor.

g. Pinjaman luar negeri.

Pinjaman luar negeri biasanya juga dijadikan modus untuk mengeruk keuntungan. Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri, kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam negeri asal dalam bentuk pinjaman luar negeri, sehingga uang itu dianggap diperoleh dari pinjaman (bantuan kredit) dari luar negeri.

h. Rekayasa pinjaman luar negeri.

Uang hasil kejahatan tetap berada di dalam negeri, namun dibuat rekayasa dokumen seakan-akan bantuan pinjaman dari luar negeri.

Sementara itu, menurut Yunus Hussein, ada 10 modus operandi yang dilakukan dalam kasus pencucian uang, yakni sebagai berikut.63

a. Pengalihan dana dari rekening giro milik instansi pemerintah ke rekening tabungan pribadi pejabat.

b. Pembukaan rekening di bank dengan menggunakan identitas palsu untuk melakukan penipuan.

c. Penyuapan dengan cara menggunakan rekening pejabat pemerintah beserta anggota keluarganya, untuk menampung dana-dana dari pihak lain yang memperoleh jasa dari si pemilik rekening, atau ada keterkaitan emosio- nal dengan pihak tertentu. Dana yang masuk ke rekening pejabat berupa penyetoran secara tunai, menggunakan warkat atas bawa, transfer dari bank lain, dan pemindahbukuan. Dana yang sudah masuk ke rekening pe- jabat kemudian digunakan untuk pembelian surat berharga, polis asuransi, bisnis yang dikelola oleh anggota keluarga, pembelian properti, dideposito- kan, dan lain-lain.

d. Penyuapan dengan menggunakan uang atau instrumen keuangan, terdapat pula penyuapan dengan menggunakan barang seperti mobil mewah.

e. Pelaku illegal logging membuka beberapa rekening di bank, baik meng- gunakan nama pelaku sendiri maupun nama pihak lain untuk menya- markan identitasnya. Rekening tersebut digunakan untuk memperlancar penyelesaian transaksi perdagangan kayu. Beberapa transaksi ada yang disetorkan kepada rekening oknum aparat keamanan dan pejabat ber- wenang di bidang kehutanan dan perkayuan.

f. Pembelian polis asuransi jiwa dengan premi jumlah besar yang dibayarkan sekaligus (premi tunggal) pada saat penutupan kontrak asuransi. Selang beberapa waktu atau jauh sebelum kontrak asuransi berakhir, polis asuransi dibatalkan, uang premi yang sudah dibayarkan kemudian ditarik walaupun dengan penalty tertentu. Diduga uang tersebut hasil dari perbuatan melawan hukum.

g. Pembelian polis asuransi jiwa jenis unit linked dengan jumlah premi besar yang dibayar secara regular, di mana pemegang polis (pembayar premi)

63 Ibid., hlm. 88–91.

adalah perusahaan berbadan hukum dan tertanggung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Perusahaan didirikan berdekatan dengan waktu pengajuan polis, sehingga besar kemungkinan dana untuk membayar premi bukan dari hasil usaha perusahaan.

h. Kembalinya dana-dana yang dulunya dari hasil perbuatan melawan hukum di Indonesia ke dalam negeri. Pengembalian dana tersebut terindikasi di- lakukan melalui rekening perusahaan atau rekening pejabat tertentu, ke- mudian dana yang sudah masuk diserahkan kepada oknum pemilik dana dengan memberikan imbalan kepada pihak yang nama atau perusahaannya digunakan.

i. Restitusi pajak tidak wajar, terjadi dengan jalan perusahaan yang baru berdiri melakukan restitusi pajak dalam jumlah relatif besar, namun pada rekening giro perusahaan tersebut tidak terdapat mutasi rekening yang mencerminkan adanya transaksi penjualan dan pembelian yang jumlahnya mendukung bagi diberikannya restitusi pajak tersebut.

j. Penyelewengan penggunaan anggaran oleh bagian pengadaan pada suatu instansi pemerintah yang diberi wewenang untuk melakukan pembelian sejumlah barang. Dalam pelaksanaannya, instansi tersebut tidak benar membeli barang dimaksud, tetapi hanya menyewa dengan nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan kalau membeli. Selisih dana yang ada sebagian masuk ke rekening pejabat instansi dimaksud.

N.H.T. Siahaan mengemukakan ada tiga metode yang dipergunakan melakukan pencucian uang, yaitu sebagai berikut.64

a. Buy and sell conversions.

Pada umumnya, metode ini dilakukan melalui transaksi barang dan jasa.

Suatu aset dapat dijual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual lebih mahal dengan mendapatkan fee atau diskon. Selisih harga yang dibayar kemudian dicuci secara transaksi bisnis. Barang atau jasa dapat diubah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.

64 Ibid., hlm. 91–92.

b. Offshore conversions.

Dalam praktiknya, uang hasil kejahatan dikonversi ke dalam wilayah yang merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi penghindaran pajak (tax heaven money laundering centers) untuk kemudian didepositokan di bank yang berada di wilayah tersebut. Negara yang termasuk atau berciri tax heaven memang memiliki sistem hukum perpajakan yang tidak ketat.

Akan tetapi sistem rahasia bank sangat ketat. Birokrasi bisnis cukup mu- dah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pemben- tukan usaha trust fund. Untuk mendukung usaha itu pelaku memakai jasa pengacara, akuntan, dan konsultan keuangan, serta para pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala cela yang ada di negara itu.

c. Legitimate business conversions.

Metode ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan atau pemanfaatan hasil uang kotor. Uang kotor kemudian dikonversi secara transfer, cek, atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke rekening bank lainnya.

Biasanya pelaku bekerja sama dengan perusahaan yang rekeningnya dapat digunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor.

Ada 8 (delapan) instrumen yang dipergunakan dalam pencucian uang, yaitu sebagai berikut.65

a. Bank dan lembaga keuangan lainnya.

b. Perusahaan swasta.

c. Real estate.

d. Deposit taking institution dan money changer.

e. Institusi penanaman uang asing.

f. Pasar modal dan pasar uang.

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, bahwa “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

65 Munir Fuady, op.cit., hlm. 91 dan 92.

Pasar uang adalah sarana yang menyediakan pembiayaan jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar uang tidak mempunyai tempat fisik seperti pasar modal, dan memperdagangkan antara lain surat berharga pemerintah, sertifikat deposito, surat perusahaan seperti aksep, dan wesel.

Lernbaga-lembaga yang aktif dalam pasar uang adalah bank komersial, merchant banks, bank dagang, penyalur uang, dan bank sentral.

g. Emas dan barang antik.

h. Kantor konsultan keuangan.

Pencucian uang sebagai kejahatan terorganisir dilakukan oleh orang yang menguasai dunia penyedia jasa keuangan, baik bank maupun non bank. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat saja dilakukan oleh siapa saja. Akan tetapi untuk melanjutkannya ke tingkat pencucian uang, diperlukan pengetahuan khusus tentang dunia penyedia jasa keuangan.

Bahkan harus menguasasi ilmu pengetahuan komputer.

Pencucian uang merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime).

Kejahatan kerah putih tidak ada rumusan yang jelas baik dari sisi kriminologi maupun dalam perundang-undangan. Pergerakan kejahatan kerah putih sangat luas yang dapat meliputi perekonomian, keuangan, dan sebagainya yang biasanya dilakukan secara terorganisir (organized crime).

Kejahatan kerah putih dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan tek- nologi, mulai dari manual hingga extra sophisticated atau super canggih yang me- masuki dunia maya (cyber space), sehingga kejahatan kerah putih dalam bidang pencucian uang disebut dengan cyber laundering yang merupakan bagian dari cyber crime yang didukung oleh pengetahuan tentang bank, bisnis, dan electronic banking yang cukup. Contoh kasus pencucian uang yang tergolong sebagai keja- hatan terorganisir seperti kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI), Pizza Connection, penyelundupan uang, dan kasus Nusse.66

a) Kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI).

Kasus BCCI dengan mempergunakan model Operasi C-Chase, modus kerja sama penanaman modal, metode legitimate business conversions, dan dengan instrumen bank dan lembaga keuangan lainnya.

66 Ibid., hlm. 96–98.

Kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI) terjadi tahun 1991.

Bank of Credit & Commerce International (BCCI) mengalami kemajuan sekitar tahun 1970 hingga tahun 1980. BCCI banyak mempunyai anak cabang di Timur Tengah, Eropa, Afrika, Asia, dan di Amerika Serikat, mempunyai anak perusahaan berupa First American Bank of Washington sekaligus memiliki cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Selain itu, BCCI mempunyai bank terafiliasi di negara-negara tax haven, seperti Luxemburg atau Cayman Islands. BCCI menggunakan tenaga konsultan manajemen.

Kasus pencucian uang yang dilakukan lewat BCCI adalah dengan meng- gunakan tenaga konsultan manajemen. Salah satu kasus BCCI adalah dibukanya rekening di BCCI oleh sebuah kantor konsultan keuangan yang mengatakan mempunyai klien berupa investor kaya di negara Amerika Latin. Rekening tidak aktif selama enam bulan lalu mendadak ada masuk dana melalui telegram berkali-kali dalam jumlah yang besar. Lalu direktur dari kantor konsultan keuangan tersebut memerintahkan mentransfer se- bagian besar dananya ke sebuah rekening bank di Panama via bank besar di New York.

Jenis-jenis kejahatan money laundering yang dilakukan BCCI berhubungan dengan perdagangan obat bius. BCCI bertindak sebagai penyalur uang hasil transaksi itu. Pada tahun 1990, Dinas Bea dan Cukai Amerika Serikat berhasil membongkar jaringan perdagangan obat bius yang melibatkan BCCI sebagai penyalur uang hasil transaksi.

Kasus BCCI lain adalah BCCI pernah membeli sebuah bank di Kolombia yang mempunyai 30 cabang di seluruh Kolombia, seperti di Madelin dan Cali yang terkenal dengan pusat kartel narkotika. Pada suatu saat BCCI berperilaku sebagai Godfather. Hal ini dilakukan ketika negara Jamaika ditolak kredit sebanyak US$60 juta dari dana Moneter Internasional, karena kredit lamanya belum lunas. BCCI sebagai Godfather datang dengan menawarkan kredit sebesar US$40 juta, dengan syarat agar Bank Sentral Jamaica menyerahkan bisnisnya kepada BCCI, dan hal ini dipenuhi oleh Jamaica.

b) Kasus Pizza Connection.

Kasus Pizza Connection ini mempergunakan model tersendiri yang disebut

“model Pizza Connection”. Pizza Connection ini banyak mempunyai restoran pizza yang mengalirkan uang haram. Modus operandi yang dipergunakan adalah kerja sama penanaman modal dan transfer ke luar negeri. Metode yang dipergunakan adalah metode offshore conversion. Instrumen yang dipergunakan adalah bank.

Kasus Pizza Connection merebak pada tahun 1984 yang ditangani oleh pihak polisi international (interpol). Kasus ini dilakukan investigasinya oleh investigator Amerika Serikat dan Italy yang dipimpin oleh Hakim Italy Judge Falcone. Restoran Pizza yang tersebar di mana -mana banyak menghasilkan uang haram sebagai hasil perdagangan obat bius di Amerika Serikat. Uang ini sebagian dipergunakan dan ditanam untuk mendapat konsesi pizza, selebihnya lewat negara tax haven di Karibia dan Swiss.

Uang tersebut diberikan kepada anggota mafia di Sicilya dalam bentuk pembayaran terhadap ekspor juice buah-buahan ke Rumania, Bulgaria, dan Libanon, padahal ekspor tersebut fiktif. Sasaran yang dituju adalah untuk mendapatkan uang masyarakat Eropa terhadap reimbursements ekspornya.

c) Kasus Nusse.

Kasus Nusse mempergunakan model perdagangan saham, dengan modus operandi kerja sama penanaman modal, metode legitimate business conversions, dengan instrumen pasar modal dan lembaga keuangan bank.

Kasus Nusse terdeteksi di Belanda dengan bursa efek Amsterdam yang melibatkan perusahaan efek Nusse Brink Commissionairs di pasar modal.

Nusse mempunyai beberapa klien yang merupakan pelaku pencucian uang.

Nusse Brink membuat dua rekening bagi kliennya. Satu rekening untuk transaksi menderita kerugian, satunya lagi untuk transaksi memperoleh untung. Rekening dibuka di tempat yang sangat rahasia sehingga tidak terdeteksi siapa pemilik uang.

Kejahatan terorganisir dibentuk berdasarkan sistematika kerja yang tersu- sun secara rapi. Jaringan tidak harus bersifat permanen, tetapi daya kerja harus dinamis. Antara model, modus operandi, metode, serta instrumen disesuai-