• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS Pneumonia Aspirasi

N/A
N/A
faidah farihatul fajriyah

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN KASUS Pneumonia Aspirasi"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

Pembimbing :

dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A, M.sc

Disusun oleh : Annisa Sastrawati Rayes

2018730013

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RSUD SEKARWANGI KABUPATEN SUKABUMI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2023

(2)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini. Tugas Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penilis sehingga bisa menyelesaikan tugas ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan sejahwat yang telah memberikan dukungan, kritik, dan saran terkait tugas ini. Keberhasilan penyusunan ini tidak akan tercapai tanpa adanya bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak tersebut.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Sukabumi, 3 November 2023

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 STATUS PASIEN ... 1

1.1 IDENTITAS PASIEN ... 1

1.2 ANAMNESIS ... 1

1.3 PEMERIKSAAN FISIK ... 5

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG... 9

1.5 RESUME ... 10

1.6 DIAGNOSIS ... 11

1.7 TATALAKSANA ... 11

1.8 PROGNOSIS ... 12

1.9 FOLLOW UP ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

BAB III ANALISA KASUS ... 23

TINJAUAN PUSTAKA ... 28

(4)

13 BAB 1 STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN

 Nama : By. S

 Jenis Kelamin : Laki-Laki

 Tanggal lahir : 19 September 2023

 Usia : 0 tahun 0 bulan 26 hari

 No. Rekam Medis : 736***

 Alamat : Parung baliung, Sukabumi

 Agama : Islam

 Tanggal Masuk RS : 15 Oktober 2023

 Ruang Rawat : Ruang NICU

Identitas Orang Tua (Ayah) Identitas Orang Tua (Ibu) Nama : Tn.A

Usia : 35 Tahun Alamat : Parung Agama : Islam Suku : Sunda

Hubungan : Ayah kandung Pekerjaan : Buruh

Penghasilan : 1-2 juta / bulan

Nama : Ny.E Usia : 35 Tahun Alamat : Parung Agama : Islam Suku : Sunda Hubungan : Ibu kandung Pekerjaan : Ibu rumah tangga Penghasilan : -

1.2 ANAMNESIS

Alloanamnesis dilakukan pada ibu kandung pasien tanggal 27 Oktober 2023 dan mendapatkan data sekunder melalui rekam medis di RSUD Sekarwangi

(5)

14 Keluhan Utama

Pucat dan terlihat tidak bernapas Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi. S usia 26 hari, datang ke IGD RSUD Sekarwangi rujukan RS Betha medika oleh ibu nya pada tanggal 14 oktober 2023 pukul 16.35 wib dengan keadaan wajah pucat dan terlihat tidak bernapas karena tersedak asi dirumah.

Awalnya Ibu pasien memberikan asi per OGT namun tidak lancar sehingga ibu pasien mendorong paksa asi dengan menggunakan spuit lalu tiba tiba bayi terlihat pucat dan tidak bernapas sehingga ibu pasien langsung melarikan bayi nya ke RS Betha medika dan diberikan pertolongan pertama dengan membebaskan jalan napas dengan cara memiringkan pasien sehingga air asi keluar melalui hidung dan mulut, lalu 5 menit kemudian setelah bayi dimiringkan, bayi menangis dan kemudian oleh perawat RS betha diberikan oksigen nasal canul 0,5 lpm dan bayi ditempatkan di infant warmer untuk observasi lebih lanjut hingga akhirnya dirujuk ke RSUD Sekarwangi.

Diketahui bayi dengan BBLR, dengan berat badan lahir 1100 gram yang lahir secara secsio caesaria pada G2P1A0 hamil 28 minggu dengan indikasi KPD.

Apgar Score tidak diketahui.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa pernah dialami oleh saudara pasien dan dirawat di RSUD R Syamsudin SH.

Riwayat Pengobatan

Pasien sudah mendapatkan pertolongan pertama di RS Betha medika dengan membebaskan jalan napas dengan cara memiringkan pasien sehingga air asi keluar melalui hidung dan mulut, lalu 5 menit kemudian setelah bayi dimiringkan, bayi menangis dan kemudian oleh perawat RS betha diberikan oksigen nasal canul 0,5 lpm dan bayi ditempatkan di infant warmer untuk observasi lebih lanjut.

(6)

15 Riwayat Alergi

Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan ataupun cuaca. Untuk alergi obat keluarga pasien tidak mengetahuinya.

Riwayat psikososial

Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara yang merupakan kehamilan gemeli. Pasien saat ini tinggal bersama kedua orang tuanya dalam satu rumah. Keluarga pasien mengatakan rumahnya terdapat ventilasi kurang baik. Sumber air untuk memasak dan mencuci berasal dari sumur bor dengan jarak dari septic tank yaitu 7 meter. Pasien diasuh oleh ibunya. Ayah pasien tidak merekok. Ayah pasien bekerja sebagai buruh dengan penghasilan per bulan sekitar 1-2 juta rupiah, cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Riwayat Kehamilan

Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilan yang ke-2 (Gemeli). HPHT terakir pasien lupa tanggal berapa. Pasien rutin melakukan ANC setiap bulan di RS Betha dan Puskesmas, pasien teratur mengkonsumsi vitamin, tablet penambah darah dan juga susu ibu hamil. Selama hamil, pasien tidak pernah sakit berat ataupun dirawat di RS. Nafsu makan baik, Riwayat demam (-), kejang (-), riwayat hipertensi (-), kaki bengkak (-), diabetes (-), merokok (-), minum alkohol (-)

Riwayat Persalinan

Bayi Laki-Laki lahir SC dari ibu G2P1A0 dengan usia kehamilan 28 minggu atas indikasi KPD dengan berat lahir 1100 gram, ketuban keruh, saat lahir bayi tidak segera menangis, dan apgar score tidak diketahui.

Anak Ke-

Jenis kelamin Tahun lahir Lahir Secara

Tempat persalinan

BBL

1 Laki-Laki 2020 SC Rumah sakit 3000 gr

2 Laki-laki 2023 SC Rumah sakit 1200 gr

3 Laki-laki 2023 SC Rumah Sakit 1100 gr

(7)

16 Riwayat Kelahiran

Analisa kurva Lubchenco

Dari analisa kurva Lubchenco didapatkan klasifikasi usia kehamilan menurut berat badan, panjang badan dan lingkar kepala berada pada persentil 10-75=

Sesuai Masa Kehamilan Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat imunisasi awal setelah dilahirkan.

(8)

17 Riwayat Pola Makan

- Usia 0-26 hari: ASI ekslusif + susu formula, sehari biasanya lebih dari 8 kali dengan menggunakan OGT.

 Kurva Perkembangan- Fenton

(9)

18 1.3 PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Tanda tanda vital awal HR: 160x/menit

RR: 68x/menit S: 38 c

 Tanda vital saat pemeriksaan HR : 145x/menit

RR : 67x/menit SpO2 : 96%

Suhu : 36,7

 Pemeriksaan Generalis

o Kepala : Normocephal, rambut rontok (-), ubun-ubun datar o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks

cahaya (+/+), mata cekung (-/-)

o Hidung : Epistaksis (-/-), sekret hidung (-/-), deviasi septum (-), cuping hidung (+)

o Telinga : Deformitas (-/-), sekret (-/-).

o Mulut : Deformitas (-), Mukosa mulut kering. Sianosis (+)

o KGB : Tidak ada perbesaran KGB pada leher, axilla dan inguinal

o Kulit : Tampak kering, tidak ada eflorosensi o Paru

Inspeksi : Gerak napas simetris, retraksi (+) interkosta, deformitas (-)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris Perkusi : Tidak dilakukan karena bayi prematur Auskultasi : Rhonki basah halus (+/+), wheezing (-/-) o Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

(10)

19

Perkusi : Tidak dilakukan karena bayi prematur Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-). gallop (-) o Abdomen

Inspeksi : Datar, distensi abdomen (-), benjolan (-) Auskultasi : Bising usus 7x/menit

Perkusi : Timpani (+)

Palpasi : Supel, lembut, tidak terdapat perbesaran hepar dan spleen

o Ekstremitas

Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-) Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-) Pemeriksaan Neurologis :

Refleks Sucking/ menghisap : - Refleks Swallowing/menelan : Positif

Refleks Moro : Positif

Refleks Tonic Neck : Positif Refleks Plantar Graps : Positif Refleks Palmar Graps : Positif Score Down

Interpretasi : 5 (Distres napas sedang)

(11)

11 0 1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 15 Oktober 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan NilaiNormal HEMATOLOGI

Hb (Hemoglobin) 9.7 gr% 13-16

Hematokrit 29 % 31-55%

Eritrosit 2.82 Juta/uL 4.32-6.4

Jumlah Leukosit 20.4 /mm3 4.000-11.000

Trombosit 262.000 /mm3 150.000 – 400.000

Index eritrosit

MCV 104 fL 85-123

MCH 34 Pg 28-40

MCHC 33 g/dL 29-37

HITUNG JENIS LEUKOSIT/DIFF

Eosinofil 2

Basofil 0

Neutrofil Batang 2

Neutrofil Segmen 32

Limfosit 62

Monosit 2

GDS 125 mg/dl 55-115

ANALISIS GAS DARAH (AGD) Asidosis Metabolik

Ph (L) 7.272 mmHg 7.350-7.450

PCO2 (H) 43.4 mmHg 25.0-45.0

PO2 23.0 mmol/L 80-105

HCO3 20.1 mmol/L 22.0-26.0

STD HCO3 - mmol/L 21.0-24.0

TCO3 21.0 mmol/L 23.0-27.0

(12)

11

BE -7.0 mmol/L (-2)-2

O2 Saturasi 33.0 % 95-98

Pemeriksaan Rongent Thorax 15 Oktober 2023

Hasil pemeriksaan RO Thorax

• Jantung tidak membesar: CTR <50%

• Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

• Trakhea di tengah

• Kedua hilus tidak menebal

• Infiltrat di kedua perihiler dan paracardial kanan

• Kedua hemidiafragma licin

• Sudut kostofrenikus kanan-kiri lancip Kesan :

Sugestif gambaran bronchopneumonia

Tidak tampak kardiomegali

1.5 RESUME

Bayi. S usia 26 hari, datang ke IGD RSUD Sekarwangi rujukan RS Betha medika oleh ibu nya pada tanggal 14 oktober 2023 pukul 16.35 wib dengan keadaan wajah pucat dan terlihat tidak bernapas karena tersedak asi dirumah.

Awalnya Ibu pasien memberikan asi per OGT namun tidak lancar sehingga ibu pasien mendorong paksa asi dengan menggunakan spuit lalu tiba tiba bayi terlihat pucat dan tidak bernapas sehingga ibu pasien langsung melarikan bayi nya ke RS

(13)

11 2

Betha medika dan diberikan pertolongan pertama dengan membebaskan jalan napas dengan cara memiringkan pasien sehingga air asi keluar melalui hidung dan mulut, lalu 5 menit kemudian setelah bayi dimiringkan, bayi menangis dan kemudian oleh perawat RS betha diberikan oksigen nasal canul 0,5 lpm dan bayi ditempatkan di infant warmer untuk observasi lebih lanjut hingga akhirnya dirujuk ke RSUD Sekarwangi.

Diketahui bayi dengan BBLR, dengan berat badan lahir 1100 gram yang lahir secara secsio caesaria pada G2P1A0 hamil 28 minggu dengan indikasi KPD.

Apgar Score tidak diketahui.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TTV RR : 67 ×/menit. Status generalis : Mulut : Deformitas (-), Mukosa mulut kering. Sianosis (+), Inspeksi : Gerak napas tampak simetris, retraksi dada (+), Auskultasi : Ronki basah halus (+/+), wheezing (-) . Down score didapatkan nilai 6: distres pernapasan sedang.

Pada pemeriksaan penunjang Laboratorium didapatkan : anemia normositik normokrom, leukositosis dan hiperglikemi. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan bronkopneumonia. Pemeriksaan thorax didapatkan kesan bronkopneumonia

1.6 DIAGNOSIS

Asfiksia sedang ec Pneumonia Aspirasi BBLR ec Prematur

1.7 DIAGNOSIS BANDING Bronkitis Akut

1.8 TATALAKSANA Non Farmakologi

• Termoregulasi (atasi resiko hipotermia) dengan pemancar panas atau inkubator

• Observasi TTV berkala dan BB/hari Farmakologi

a. IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam. Diberikan dengan tetes mikro sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

b. Terapi Oksigen nasal canul 0,5 lpm lanjutan dari CPAP : F1O2 : 301; Flow 6;

PEEP 6 H2O

c. Pemasangan OGT intake 3 cc/3 jam

(14)

11 d. Cefotaxim 2 x 60 mg IV

e. Amikasin 1 x 25 mg IV

f. Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

g. Ranitidin 2 x 1,2 mg

 Edukasi keluarga terkait keadaan yang dialami pasien.

 Edukasi pada ibu pasien terkait hal-hal yang perlu diperhatikan ketika memberi asi pada bayi mengenai posisi serta kondisi bayi apakah memungkinkan diberikan asi atau tidak, agar kejadian seperti yang sedang dialami tidak terulang kembali.

1.9 PROGNOSIS

 Ad vitam : Dubia ad bonam

 Ad fungsionam : Dubia ad bonam

 Ad sanationam : Dubia ad bonam

1.10 FOLLOW UP 27 Oktober 2023

S O A P

BBLR Laki-laki dari ibu G2P1A0 kehamilan 28 minggu dan berat badan lahir 1100 gram. Keluhan sesak nafas, pucat dan lemas.

Keadaan umum baik, Akral Hangat

Antropometri : BBL : 1100 gr BB. : 1420 gr PB : 39 cm LK : 26 cm LP : 24 cm LL : 9 cm TTV :

S = 36,4 °C HR = 145 x/mnt RR = 65 x/mnt

- Asfiksia sedang ec.

Pneumonia Aspirasi -BBLR dengan kehamilan prematur

• IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam . Diberikan dengan tetes mikro

sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

• Terapi Oksigen lanjutan dengan Nasal canul 0,5 lpm

• Pemasangan OGT intake 8x6 ml

• Cefotaxim 2 x 60 mg IV

• Amikasin 1 x 25 mg IV

• Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

• Ranitidin 2 x 1,2 mg

• Termoregulasi

• Observasi TTV berkala dan BB/hari

(15)

11 4 30 Oktober 2023

S O A P

Keluhan sianosis pada mukosa bibir, retraksi dada, lemas

Keadaan umum baik, Akral Hangat

Antropometri : BBL : 1100 gr BB. : 1440 gr PB : 39 cm LK : 26 cm LP : 24 cm LL : 9 cm TTV :

S = 36,5 °C HR = 144 x/mnt RR = 68 x/mnt

- Asfiksia sedang ec.

Pneumonia Aspirasi -BBLR dengan kehamilan prematur

• IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam . Diberikan dengan tetes mikro

sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

• Terapi Oksigen lanjutan dengan Nasal canul 0,5 lpm

• Pemasangan OGT intake 8x14 ml

• Cefotaxim 2 x 60 mg IV

• Amikasin 1 x 25 mg IV

• Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

• Ranitidin 2 x 1,2 mg

• Termoregulasi

• Observasi TTV berkala dan BB/hari

31 Oktober 2023

S O A P

Keluhan sianosis pada mukosa bibir, retraksi dada, lemas

Keadaan umum baik, Akral Hangat

Antropometri : BBL : 1100 gr BB. : 1450 gr PB : 39 cm LK : 26 cm LP : 24 cm LL : 9 cm TTV :

S = 36,7 °C HR = 150 x/mnt RR = 66 x/mnt

- Asfiksia sedang ec.

Pneumonia Aspirasi -BBLR dengan kehamilan prematur

• IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam . Diberikan dengan tetes mikro

sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

• Terapi Oksigen lanjutan dengan Nasal canul 0,5 lpm

• Pemasangan OGT intake 8x16 ml

• Cefotaxim 2 x 60 mg IV

• Amikasin 1 x 25 mg IV

• Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

• Ranitidin 2 x 1,2 mg

• Termoregulasi

(16)

11

• Observasi TTV berkala dan BB/hari

1 November 2023

S O A P

Keluhan sianosis pada mukosa bibir (- ), retraksi dada (-), lemas(-)

Keadaan umum baik, Akral Hangat

Antropometri : BBL : 1100 gr BB. : 1415 gr PB : 39 cm LK : 26 cm LP : 24 cm LL : 9 cm TTV :

S = 36,6 °C HR = 148 x/mnt RR = 65 x/mnt

- Asfiksia sedang ec.

Pneumonia Aspirasi -BBLR dengan kehamilan prematur

• IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam . Diberikan dengan tetes mikro

sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

• Pemasangan OGT intake 8x20 ml

• Cefotaxim 2 x 60 mg IV

• Amikasin 1 x 25 mg IV

• Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

• Ranitidin 2 x 1,2 mg

• Termoregulasi

• Observasi TTV berkala dan BB/hari

2 November 2023

S O A P

Keluhan sianosis pada mukosa bibir (- ), retraksi dada (-), lemas (-)

Keadaan umum baik, Akral Hangat

Antropometri : BBL : 1100 gr BB. : 1450 gr PB : 39 cm LK : 26 cm LP : 24 cm LL : 9 cm TTV :

S = 36,8 °C HR = 146 x/mnt RR = 59 x/mnt

- Asfiksia sedang ec.

Pneumonia Aspirasi -BBLR dengan kehamilan prematur

• Pemasangan OGT intake 8x22 ml

• Cefotaxim 2 x 60 mg IV

• Amikasin 1 x 25 mg IV

• Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

• Ranitidin 2 x 1,2 mg

• Termoregulasi

• Observasi TTV berkala dan BB/hari

(17)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi Pada Bayi Baru Lahir

Infeksi adalah penyebab yang sering pada neonatal, morbiditas dan mortalitas bayi. Sebanyak 2% dari janin terinfeksi dalam rahim, dan hingga 10%

bayi mengalami infeksi pada bulan pertama kehidupan1.

Etiologi Infeksi Janin dan Infeksi Neonatal

Sejumlah agen dapat menginfeksi bayi baru lahir di dalam rahim, intrapartum atau pascapersalinan (Tabel 103-1 dan 103-2). Infeksi transplasenta intrauterin yang signifikan terhadap janin dan/atau bayi baru lahir termasuk sifilis, rubella, CMV, toksoplasmosis, parvovirus B19 dan cacar air. Meskipun HSV, HIV, virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C, dan tuberkulosis (TBC) masing-masing dapat menyebabkan infeksi transplasenta, cara penularan yang paling umum untuk agen ini adalah intrapartum, selama persalinan dan persalinan dengan bagian melalui jalan lahir yang terinfeksi (HIV, HSV, HBV), atau pascapersalinan, dari kontak dengan ibu atau pengasuh yang terinfeksi (TB) atau dengan ASI yang terinfeksi (HIV)1.

Agen yang umumnya menyebabkan infeksi nosokomial adalah stafilokokus koagulase-negatif, basil gram negatif (E. coli, Klebsiella pneumoniae, Salmonella, Enterobacter, Citrobacter, Pseudomonas aeruginosa, Serratia), enterococci, S.

(18)

22

aureus, dan Candida. Virus yang berkontribusi terhadap infeksi nosokomial neonatal termasuk enterovirus, CMV, hepatitis A, adenovirus, influenza. Patogen yang didapat dari komunitas seperti Streptococcus pneumoniae juga dapat menyebabkan infeksi pada bayi baru lahir setelah keluar dari rumah sakit1.

Infeksi Bakteri pada neonatus

Neonatus dengan sepsis bakteri dapat memiliki tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik, termasuk ketidakstabilan suhu, hipotensi, perfusi yang buruk dengan kulit pucat dan berbintik-bintik, asidosis metabolik, takikardia atau bradikardia, apnea, gangguan pernapasan, mendengus, sianosis, lekas marah, lesu, kejang, intoleransi makan, distensi abdomen, ikterus, petekie, purpura, dan perdarahan. Kriteria internasional untuk sepsis bakteri tercantum dalam Tabel 103-11 . Manifestasi awal mungkin hanya melibatkan terbatas simtomatologi dan hanya 1 sistem, seperti apnea saja atau takipnea dengan retraksi atau takikardia, atau mungkin merupakan manifestasi gawat darurat akut dengan disfungsi multiorgan. Bayi harus dievaluasi ulang dari waktu ke waktu untuk menentukan apakah gejala-gejala tersebut telah berkembang dari ringan menjadi berat. Kemudian Komplikasi sepsis termasuk gagal napas, hipertensi, gagal jantung, syok, gagal ginjal, disfungsi hati, edema atau trombosis otak1.

(19)

23

Berbagai kondisi non-infeksi dapat terjadi bersamaan dengan infeksi neonatal atau dapat membuat diagnosis infeksi lebih berbeda. Sindrom gangguan pernapasan (RDS) yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan dapat terjadi bersamaan dengan pneumonia bakteri. Karena sepsis bakteri dapat berkembang dengan cepat, dokter harus waspada terhadap tanda dan gejala kemungkinan infeksi dan harus memulai evaluasi diagnostik dan terapi empiris secara tepat waktu cara1.

(20)

24 Aspirasi

a. Definisi Aspirasi

Aspirasi adalah ketika sesuatu memasuki saluran napas atau paru-paru secara tidak sengaja. Bisa berupa makanan, cairan, atau bahan lainnya. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, seperti pneumonia. Aspirasi dapat terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menelan secara normal. Ini dikenal sebagai disfagia. Bisa juga terjadi jika anak menderita penyakit gastroesophageal reflux (GERD). Inilah saat isi perut kembali naik ke tenggorokan5.

Aspirasi dapat terjadi saat menyusui atau makan. Dan itu bisa terjadi setelah makan atau makan. Hal ini biasa terjadi pada bayi dan anak dengan kondisi kesehatan tertentu. Aspirasi juga bisa terjadi kapan saja saat anak Anda menelan air liur5.

(21)

25

b. Etiologi Aspirasi pada bayi dan anak

Aspirasi seringkali disebabkan oleh disfagia. Ini terjadi ketika otot-otot di tenggorokan tidak bekerja secara normal dan menyebabkan masalah menelan. Berbagai kondisi medis dapat menyebabkan hal ini, seperti:

Anatomi yang tidak normal, seperti langit-langit mulut sumbing atau masalah pada kerongkongan

Pertumbuhan tertunda, akibat kelahiran prematur atau kondisi seperti sindrom Down

Kerusakan otak atau masalah lain, misalnya akibat Cerebral Palsy atau infeksi

Masalah pada saraf kranial yang mengontrol otot-otot menelan

Penyakit neuromuskular, seperti atrofi otot tulang belakang

Prosedur medis, seperti selang nasogastrik atau trakeostomi

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) juga dapat menyebabkan aspirasi. Inilah saat isi perut kembali naik ke tenggorokan5.

c. Manifestasi klinis aspirasi pada bayi

Aspirasi dapat menimbulkan tanda dan gejala pada bayi seperti:

Menghisap lemah

Tersedak atau batuk saat menyusui

Tanda-tanda lain dari kesulitan makan, seperti wajah merah, mata berair, atau wajah meringis

Berhenti bernapas saat menyusui

Napas lebih cepat saat menyusui

Suara atau nafas yang terdengar basah setelah menyusu

Sedikit demam setelah makan

Mengi dan masalah pernapasan lainnya

Infeksi paru-paru atau saluran napas berulang5.

(22)

26 Pneumonia

Tanda dan gejala awal pneumonia mungkin tidak spesifik; yaitu termasuk pemberian makan yang buruk, letargi, rewel, sianosis, suhu ketidakstabilan suhu, dan penampilan bayi yang tampak tidak sehat. Gejala pernapasan termasuk mendengus, takipnea, retraksi, pembakaran alae nasi, sianosis, apnea, dan gagal napas progresif. Jika bayi prematur, tanda-tanda gangguan pernapasan progresif dapat ditumpangkan pada RDS atau bronkopulmonalis. displasia bronkopulmonalis (BPD). Untuk bayi yang menggunakan ventilasi mekanis, perlu peningkatan dukungan ventilasi dapat mengindikasikan adanya infeksi.

Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti suara tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki, sangat sulit untuk dinilai pada neonatus. Radiografi dada dapat menunjukkan adanya infiltrat baru atau efusi, tetapi jika neonatus memiliki RDS atau BPD yang mendasari, sangat sulit untuk menentukan apakah perubahan radiografi menunjukkan hal yang baru baru atau memburuknya penyakit yang mendasari.

2.1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll).Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal yang universal. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan3.

2.2. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut

(23)

27

survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%

kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang3.

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.

Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.

2.3. Etiologi

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri. S. pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun.

Pada umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.

2.4. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)3.

(24)

28 2.5. Patogenesis

Saluran nafas bagian bawah dapat tetap steril dengan mekanisme pertahanan fisiologis seperti mekanisme mukosiliaris, sekresi IgA, dan mekanisme batuk untuk membersihkan saluran nafas. Pertahanan imun membatasi invasi oleh patogen seperti dengan adanya makrofag, IgA, dan immunoglobulin lainnya. Mikrooganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran pernafasan. Mikroorganisme yang masuk tersebut menyebabkan kerusakan epitel dan penurunan kemampuan pembersihan dari mikrosiliaris.

Mikoorganisme yang masuk akan berhadapan dengan sistem pertahanan lokal seperti fagositosis oleh makrofag yang berusaha melindungi paru dari patogen. Proses fagositosis oleh makrofag ini memicu sitokin profinlamasi (TNF-a, IL-8, dan IL-1) yang merekrut sel inflamasi seperti neutrofil sehingga terjadinya inflamasi pada alveoli.

Inflamasi pada aleveoli akan menyebabkan terjadinya edema karena reaksi jaringan yang akan terjadi pembentukan eksudat fibrinopurulen. Terisinya alveoli dengan cairan ini dapat mengganggu proses pertukaran udara 2.6. Diagnosis

Anamnesis

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulent bahkan bisa berdarah

- Sesak nafas - Demam

- Kesulitan makan/minum - Tampak lemah

- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

Pemeriksaan Fisik

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.

- Penilaian keadaan umum: kesadaran, kemampuan makan/minum.

- Gejala distress pernapasan: takipnea, retraksi subkostal, batuk,

(25)

29 krepitasi, dan penurunan suara paru.

- Ronki basah (rales, crackles) Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak kontinu) akibat getaran yang disebabkan oleh adanya cairan dalam jalan napas yang dilalui udara. Ronki basah dibedakan berdasarkan lokasi suara. Ronki basah halus berasal dari duktus alveolus, bronkiolus dan bronkus kecil, sedangkan ronki basah kasar berasal dari bronkus di luar jaringan paru. Ronki basah halus terkadang hanya terdengar pada akhir inspirasi atau pada inspirasi dalam sehingga pada bayi yang menangis, ronki basah halus ini mudah terdengar. Pada gagal jantung, ronki basah terdengar pada bagian bawah saja. Pada asma, bronkiolitis serta aspirasi benda asing, ronki basah dapat terdengar pada fase ekspirasi3.

- Demam dan sianosis.

- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.

Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan Radiologi

- Pemeriksaan foto dada dan tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi

- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan

- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap komplikasi

- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab

- Foto toraks tidak dapat menentukan penyebab pneumonia secara pasti namun gambaran radiologi yang klasik dapat memberikan

(26)

21

petunjuk etiologi pneumonia. Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari:

- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat

Pneumoccocus. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut sebagai pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak terlalu tegas, dan menyerupa lesi tumor paru. Dikenal sebagai round pneumonia.

- Infiltrat interstisial, biasanya disebabkan oleh virus atau mikoplasm. Ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

- Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik - Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas

yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat

- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi direomenadikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial

- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia

- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan mikroskop, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik

(27)

21 1

- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bacterial dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.

- Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.

- Pemeriksaan Lain: pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.

2.7. Klasifikasi

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.

 Bayi kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat

- Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler

 Anak umur 2 bulan-5 tahun

- Pneumonia ringan: nafas cepat - Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi

2.8. Tatalaksana Kriteria Rawat Inap Bayi:

 Saturasi oksigen ≤92%, sianosis

 Frekuensi napas >60 x/menit

 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

 Tidak mau minum/menetek

 Keluarga tidak bisa merawat di rumah Anak:

 Saturasi oksigen 50 x/menit

(28)

21

 Distres pernapasan

 Grunting

 Terdapat tanda dehidrasi

 Keluarga tidak bisa merawat di rumah Tata laksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, hed box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%

 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat

 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia

 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk

 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance

 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

Pemberian Antibiotik

 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak

< 5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatif adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin

M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak ≥ 5 tahun

 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai penyebab

 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.

 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

(29)

21 3

kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin

 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat

 Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.

 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin

 > 2 bulan:

 Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan kloramfenikol

 Lini kedua Seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Usia Derajat Pneumonia Terapi Durasi

Anak-anak  Tidak ada retraksi dinding dada

 Tidak ada tanda bahaya

Oral amoksisilin: 40 mg/kgbb/12 jam (80 mg/kgbb/hari), dosis

maksimal 3

gram/hari

5 hari

3 hari di daerah

prevalensi HIV rendah 2-59 bulan Ada retraksi

dinding dada

Oral amoksisilin: 40 mg/kgbb/12 jam (80 mg/kgbb/hari)

5 hari

(30)

21 2-59 bulan Pneumonia berat

HIV (-)

Lini pertama

 Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl

penicillin:

50.000

unit/kgbb/6 jam IM/IV

 Gentamicin: 7,5 mg/kgbb/24 jam IM/IV Lini kedua:

 Ceftriaxone 50- 100

mg/kgbb/hari tiap 12-24 jam, dosis maksimal 2 gram/hari

Minimal 5 hari

(31)

21 5 Kriteria pulang

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang

 Asupan per oral adekuat

 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

Selain itu infeksi dapat terjadi pada bayi kecil yang berasal dari aspirasi Asi3.

Spektrum etiologi pneumonia neonatus meliputi Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti bakteri E. colli, Pseudomonas, atau Klebsiela;

disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylloccus aureus. Oleh karena itu, pengobatannya meliputi antibiotik yang sensitif terhadap semua kelompok bakteri tersebut, misalnya kombinasi antibiotik beta-laktam dan amikasin, kecuali bila dicurigai adanya infeksi Chlamydia trachomatis yang tidak responsif terhadap antibotik beta-laktam3.

Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis.

Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama.

Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20–50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia di bawah 2 bulan harus segeradirawatdiRS3.

Pneumonia Aspirasi

(32)

21

Pneumonia aspirasi adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu yang muncul dengan hipoksemia, demam, takikardia, dan kelainan rontgen dada yang disebabkan oleh aspirasi cairan berbahaya. Cairan yang berbahaya terutama adalah isi dari lambung. Ini umumnya berarti infeksi paru-paru akut yang terjadi setelah menghirup isi orofaring dalam jumlah besar atau saluran pencernaan bagian atas. Faktor risiko yang mungkin yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko Pneumonia Aspirasi termasuk penggunaan alkohol oleh ibu, perawatan persalinan yang buruk, prematuritas atau berat badan lahir rendah, dan posisi bayi saat tidur6.

Terhirupnya susu atau bahan lain, yang menyebabkan gejala pernapasan. Epidemiologi tergantung pada penyebab aspirasi4.

1. Menghisap/menelan secara tidak benar yang disebabkan oleh:

 Prematuritas.

 Sekunder akibat kelainan struktural atau gangguan neurologis, celah langit- langit, Sindrom Pierre-Robin, fistula trakeo-esofagus, sumbing laring, HIE

 Sindrom dengan pengisapan yang buruk, misalnya Prader-Willi.

2. Sindrom yang dikaitkan dengan Refluks Gastroesofagus (GOR).

 Pada bayi dengan IPPV - RUL kolaps.

 Episode apnea.

3. Muntah dan menghirup makanan secara masif.

 Patofisiologi

Anatomi faring dan laring sebagian besar bertanggung jawab untuk melindungi jalan napas dari aspirasi. Hal ini dibantu oleh 'refleks pertahanan'. Struktur di dalam faring berfungsi untuk menelan dan refleks menahan napas. Jika jalan napas masih terancam, refleks tambahan dipicu dengan tujuan melindungi jalan napas. Contohnya pada kondisi apnea yang lebih lama, tersedak, spasme laring dan batuk. Mekanisme ini kurang efektif pada periode neonatal dibandingkan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa4

 Klinis

Aspirasi dapat dilihat pada kasus-kasus ini:

 Pada bayi cukup bulan yang menyusu dari payudara/botol susu pada 48-72 jam pertama kehidupannya tersedak, gumoh dan mungkin mengalami apnea

(33)

21 7 sementara dan sianosis.

 Aspirasi tersedak pada bayi yang sakit atau sedang dalam masa pemulihan, memicu alarm apnea.

 Pneumonia setelah aspirasi lebih mungkin terjadi pada bayi dengan cacat neurologis, kelainan struktur atau bayi prematur.

 Pengelolaan

Bantuan hidup dasar

Yakinkan bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman, dipindahkan hanya jika tempat tersebut membahayakan korban7.

Periksa kesadaran

Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan respons. jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respons, artinya korban tidak sadar, maka segera panggil bantuan (aktifkan Emergency Medical Services)7.

Posisikan korban

Pada penderita yang tidak sadar Tempatkan korban pada tempat yang datar dan keras dengan posisi terlentang, pada tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminimal mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring)7.

Evaluasi jalan napas

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan napas dengan beberapa teknik berikut:

- Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan napas dengan teknik Head Tilt–Chin Lift Maneuver akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan

(34)

21

sumbatan. Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan napas terbuka.

- Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik JawThrust Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal.

Mengeluarkan benda asing

Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka pada bayi <1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae (seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia <1 tahun).

Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat dikeluarkan, sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan posisi korban terlentang lakukan 5 kali hentakan dengan menggunakan 2 tangan di tempat seperti melakukan teknik Heimlich maneuver7

Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat adanya obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik tersebut pada anak yang sadar karena dapat merangsang “gag reflex” dan menyebabkan muntah7.

(35)

21 9

 Periksa napas

Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernapas atau tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara :

- Lihat gerakan dinding dada dan perut (look)

- Dengarkan suara napas pada hidung dan mulut korban (listen) - Rasakan hembusan udara pada pipi (feel)

 Berikan bantuan napas

Teknik bantuan napas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa alat yaitu: pada bayi dilakukan teknik: mouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada anak menggunakan teknik mouth-to-mouth7.

(36)

22

 Kompresi jantung luar

Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada napas atau napas tidak adekuat, maka lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two-finger chest compression technique) Satu jari di bawah garis imajiner intermamae atau two thumb-encircling hands technique yang direkomendasikan jika didapatkan dua penolong7

. Bantuan hidup lanjut jalan napas

Pernapasan : Oksigenasi dan ventilasi buatan Oksigen

Gunakan 100% oksigen selama resusitasi. Monitor kadar oksigen penderita. Ketika penderita sudah stabil, menghentikan secara bertahap jika saturasi oksigen dapat

(37)

22 1 dipertahankan baik7.

CPAP

Mengurangi kebutuhan akan ventilasi mekanis. Ini memberikan satu set distending tekanan yang sama dengan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) untuk mempertahankan alveoli untuk perekrutan maksimum. Hal ini juga memungkinkan dokter untuk menghindari kesulitan intubasi dan ventilasi invasif seperti barotrauma dan pneumonia yang didapat dari ventilator8.

Indikasi CPAP

- Tanda-tanda gangguan pernapasan.

- Kebutuhan oksigen 30% atau lebih untuk mempertahankan saturasi oksigen antara 90- 94%.

- RDS

- Apnea pada bayi prematur.

- Pasca ekstubasi pada bayi prematur.

- Pneumonia.

- Aspirasi mekonium ringan.

Cara penggunakaan CPAP - Mulailah dengan PEEP 4-8 cm H2O.

- Titrasi oksigen untuk menjaga saturasi antara 90 hingga 94%.

- Gunakan aliran gas pada tingkat efektif terendah untuk mencapai tekanan yang diinginkan.

 Kegagalan CPAP ditentukan oleh salah satu dari yang berikut ini:

- FiO2>60% diperlukan untuk mempertahankan saturasi oksigen normal.

- Asidosis pernapasan dengan PH <7,2.

- Apnea berulang yang membutuhkan ventilasi masker8.

Karena pneumonia mungkin terjadi, maka untuk pengobatan diberikan antibiotik jika bayi secara klinis sangat tidak sehat, atau bayi mengalami defisiensi imun. Jika tidak, pengobatan tergantung pada tingkat gangguan paru dan penyebab aspirasi4.

(38)

22 BAB III ANALISA KASUS

Teori Temuan pada pasien

Aspirasi adalah ketika sesuatu memasuki saluran napas atau paru- paru secara tidak sengaja. Bisa berupa makanan, cairan, atau bahan lainnya. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, seperti pneumonia.

Aspirasi seringkali disebabkan oleh disfagia. Ini terjadi ketika otot-otot di tenggorokan tidak bekerja secara normal dan menyebabkan masalah menelan. Berbagai kondisi medis dapat menyebabkan hal ini, seperti:

Anatomi yang tidak normal, seperti langit-langit mulut sumbing atau masalah pada kerongkongan

Pertumbuhan tertunda, akibat kelahiran prematur atau kondisi seperti sindrom Down

Kerusakan otak atau masalah lain, misalnya akibat Cerebral Palsy atau infeksi

Masalah pada saraf kranial yang mengontrol otot-otot menelan

Anamnesis

Bayi. S usia 26 hari, datang ke IGD RSUD Sekarwangi rujukan RS Betha medika oleh ibu nya pada tanggal 14 oktober 2023 pukul 16.35 wib dengan keadaan wajah pucat dan terlihat tidak bernapas karena tersedak asi dirumah.

Awalnya Ibu pasien

memberikan asi per OGT namun tidak lancar sehingga ibu pasien mendorong paksa asi dengan menggunakan spuit lalu tiba tiba bayi terlihat pucat dan tidak bernapas sehingga ibu pasien langsung melarikan bayi nya ke RS Betha medika.

Diketahui bayi dengan BBLR, dengan berat badan lahir 1100 gram yang lahir secara secsio caesaria pada G2P1A0 hamil 28 minggu dengan indikasi KPD. Apgar Score tidak diketahui.

(39)

22 3

Teori Temuan pada pasien

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pengukuran tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada pneumonia ditemukan tanda klinis seperti :

 Gejala distress pernapasan:

takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan penurunan suara paru.

Ronki basah (rales, crackles) Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak kontinu) akibat getaran yang disebabkan oleh adanya cairan dalam jalan napas yang dilalui udara. Ronki basah dibedakan berdasarkan lokasi suara.

Ronki basah halus berasal dari duktus alveolus, bronkiolus dan bronkus kecil, sedangkan ronki basah kasar berasal dari bronkus di luar jaringan paru. Ronki basah halus terkadang hanya terdengar pada akhir inspirasi atau pada inspirasi dalam sehingga pada bayi yang

Pemeriksaan fisik TTV :

HR: 160x/menit RR: 68x/menit S: 38 c

Status Generalis

Mulut: Mukosa bibir kering, bibir sianosis (+), gusi berdarah (-), lendir dari mulut (-).

Paru

Inspeksi: Gerak napas simetris, retraksi (+) interkosta, deformitas (-)

Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris, vokal fremitus baik

Perkusi: Tidak dilakukan

Auskultasi: Rhonki basah halus (+/+), wheezing (-/-)

(40)

22 menangis, ronki basah halus ini mudah terdengar. Pada gagal jantung, ronki basah terdengar pada bagian bawah saja. Pada asma, bronkiolitis serta aspirasi benda asing, ronki basah dapat terdengar pada fase ekspirasi3.

Demam dan sianosis.

Teori Temuan pada pasien

(41)

22 5 Pada pemeriksaan penunjang pneumonia dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, CRP, uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, dan pemeriksaan rontgen thorax.

Bronkopneumonia pada tanda radiologi, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Hb: 9.7 Gr%

Leukosit: 20.400 /mm3 Trombosit: 262.000 /mm3 Hitung jenis

Eosinofil: 2 Basofil: 0 Batang: 2 Segmen: 32 Limfosit: 62 Monosit: 6

Hematokrit: 29%

Pemeriksaan rontgen thorax :

• Jantung tidak membesar : CTR <50%

• Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

• Trakhea di tengah

• Kedua hilus tidak menebal

Infiltrat di kedua perihiler dan paracardial kanan

• Kedua hemidiafragma licin

• Sudut kostofrenikus kanan-kiri lancip Kesan :

Sugestif gambaran bronchopneumonia

• Tidak tampak kardiomegali

(42)

22 1.11 Dasar Terapi

Teori Pemberian pada pasien

Pengelolaan Aspirasi dan Pneumonia Aspirasi

Bantuan hidup dasar

Yakinkan bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman, dipindahkan hanya jika tempat tersebut membahayakan korban.

- Periksa kesadaran

Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan respons. jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu korban.

- Posisikan korban

Pada penderita yang tidak sadar Tempatkan korban pada tempat yang datar dan keras dengan posisi terlentang. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminimal mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring)

- Evaluasi jalan napas

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan napas dengan beberapa teknik.

Anamnesis :

Diberikan pertolongan pertama dengan membebaskan jalan napas dengan memiringkan pasien sehingga air asi keluar melalui hidung dan mulut, lalu 5 menit kemudian setelah bayi dimiringkan, bayi menangis dan kemudian oleh perawat RS betha diberikan oksigen nasal canul 0,5 lpm dan bayi ditempatkan di infant warmer untuk observasi lebih lanjut.

Tatalaksana medikamentosa :

a. IVFD DS ¼ NS 100 cc/kgBB dalam 24 jam 252ml/24

jam. Diberikan dengan tetes mikro sehingga 100x60/24x60= 4 TPM mikro

b.Terapi Oksigen lanjutan dari CPAP : F1O2 : 301; Flow 6; PEEP 6 H2O

c.Pemasangan OGT intake 3 cc/3 jam d.Cefotaxim 2 x 60 mg IV

e.Amikasin 1 x 25 mg IV

f.Aminofilin loading 6 mg/kgBB (10mg), 8 jam kemudian 2 mg/KgBB (3mg).

g.Ranitidin 2 x 1,2 mg

(43)

22 7 - Mengeluarkan benda asing Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatankarena benda asing maka pada bayi <1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di interskapula.

Bantuan hidup lanjut jalan napas Pernapasan : Oksigenasi dan ventilasi buatan

Oksigen

Gunakan 100% oksigen selama resusitasi. Monitor kadar oksigen penderita.Ketika penderita sudah stabil, menghentikan secara bertahap jika saturasi oksigen dapat dipertahankan baik7.

CPAP

Mengurangi kebutuhan akan ventilasi mekanis. Ini memberikan satu set distending tekanan yang sama dengan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) untuk mempertahankan alveoli untuk perekrutan maksimum.

Cara penggunakaan CPAP

(44)

22 - Mulailah dengan PEEP 4-8 cm

H2O.

- Titrasi oksigen untuk menjaga saturasi antara 90 hingga 94%.

Pada pneumonia penggunaan antibiotik merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris atau kemungkinan etiologi penyebabdenganmempertimbangka n usia dan keadaan klinis dan faktor epidemiologis.

1. Tindakan suportif : cairan IV, oksigen, koreksi gangguan asam basa, elektrolit, dan gula darah.

Demam dapat diberikan antipiretik.

2. Antibiotik pilihan utama adalah golongan beta-laktam

 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat

Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah:

ampisilin dan

kloramfenikol, co- amoxiclav, ceftriaxone,

(45)

22 9 cefuroxime, dan cefotaxime50

100mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-4 dosis dan Amikasin 15mg/KgBB setiap 12 jam

(46)

23

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kliegman, Stanton, Geme, S., & Schor. (2019) . Nelson Textbook Of Pediatric Ed- 21 (21st ed.). Elsevier.

2. IDAI. (2009). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2008) . Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI.

4. Child and Adolescent Health Service Neonatology. Pneumonia.

Neonatal Guideline.2023.

5. https://www.cedars-sinai.org/health-library/diseases-and-

conditions---pediatrics/a/aspiration-in-babies-and-children.html 6. Edwin Dias., et al. “Evaluation of a 16 Days Neonate with SIDS:

A Case of Massive Breast Milk Aspiration". Acta Scientific Paediatrics 5.9 (2022): 02-04.

7. Pudjiadi.A dkk. 2011. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. IDAI 8. UNICEF- Neonatal-Guidelines-2018

9. Kementerian Kesehatan RI. (2018). Tatalaksana Pneumonia Balita di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta:

Kemenkes RI.

10. Huether, S., & McCance, K. L. (2017) . Buku Ajar Patofisiologi.

Elsevier.

11. Jain, V., Vashisht, R., Yilmaz, G., & Bhardwaj, A. (2022).

Pneumonia Pathology. StatPearls Publisher

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hati – hati obsevasi gejala / tanda di dalam anggota keluarga yang mempunyai riwayat Diabetes, misalnya frekwensi BAK, rasa haus, kehilangan berat badan dan