• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU DENGAN FOKUS STUDI PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG

N/A
N/A
wahyunita lisna

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU DENGAN FOKUS STUDI PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG "

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU DENGAN FOKUS STUDI PENCEGAHAN PENULARAN

INFEKSI

DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

WENDI FARISTA NIM. P. 1337420515089

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG 2018

i

(2)

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

WENDI FARISTA NIM. P. 1337420515O89

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TB PARU

DENGAN FOKUS STUDI PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2018

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada Tb Paru Dengan Fokus Studi Pencegahan Penularan Infeksi di RST Dr. Soedjono Magelang” sesuai dengan waktu yang direncanakan. Penyusunan laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagai syarat nyata mata kuliah Tugas Akhir pada Program Studi DIII Keperawatan Magelang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang Tahun 2018.

Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat adanya dukungan dari berbagai pihak sehingga laporan kasus ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

2. Putrono, S.Kep, Ns., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Semarang.

3. Hermani Triredjeki, S.Kep, Ns., M.Kes, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan Magelang.

4. Sunarmi, S.ST., M.Kes, selaku dosen pembimbing I dalam pembuatan tugas akhir ini.

5. Heru Supriyatno, MN, selaku dosen pembimbing II dalam pembuatan tugas akhir ini.

6. Sunarko, S.Pd., M.Med, Ed, selaku dosen penguji

vi

(7)

7. Dosen dan para staff Program Studi Keperawatan Magelang, serta staff perpustakaan Program Studi Keperawatan Magelang atas peminjaman buku – buku referensi.

8. Mustofa, Subo Winartun, P. Winda F., Alfina R.F. dan Alfira H.L selaku orang tua, kakak dan adik penulis yang selalu memberikan doa, motivasi, dukungan moral maupun material dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Rekan – rekan seperjuangan “KRESNA” khususnya Linka AB, Diah SR, Ni’mah Sofi P dan rekan – rekan kos Cinderella beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sebagai masukan untuk melengkapi dan memperbaiki laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan konstribusi bagi kemajuan profesi keperawatan.

Magelang, April 2018

Penulis

vii

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN...i

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN LEMBAR KEASLIAN...iii

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN...iv

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN...v

KATA PENGANTAR...vi

HALAMAN DAFTAR ISI...viii

HALAMAN DAFTAR TABEL...xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR...xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Batasan Masalah...3

C. Rumusan Masalah...4

D. Tujuan Penelitian...4

E. Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

A.Tuberkulosis Paru...6

1. Pengertian Tuberkulosis Paru...6

2. Anatomi Fisiologi...7

3. Etiologi...8

viii

(9)

4. Cara Transmisi Bakteri yang Menginfeksi...9

5. Patofisiologi...9

6. Pathway...12

7. Klasifikasi...13

8. Gejala – Gejala Klinik...15

9. Komplikasi...17

10. Pemeriksaan Penunjang...17

B. Konsep Pencegahan Penularan Infeksi pada Tuberkulosis Paru...19

1. Pencegahan Penularan Infeksi...19

2. Sumber Penularan Infeksi Kuman Tuberkulosis Paru...20

3. Riwayat penyakit Tuberkulosis Paru...20

4. Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit...22

C. Pengelolaan...25

1. Pengelolaan Farmakologis...25

2. Pengelolaan Non-Farmakologi...27

D. Asuhan Keperawatan...28

1. Pengkajian...28

2. Diagnosa Keperawatan...36

3. Rencana Keperawatan...37

BAB III METODE PENELITIAN...39

A. Studi Kasus...39

B. Subjek Studi Kasus...39

ix

(10)

C. Fokus Studi...39

D. Definisi Operasional...40

E. Instrumen Penelitian...40

F. Lokasi dan Waktu Penelitian...41

G. Metode Pengumpulan Data...41

H. Analisis Data dan Penyajian Data...42

I. Etika Penelitian...43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...45

A. Hasil...45

1. Biodata Klien...45

2. Pengkajian...46

3. Rumusan Masalah...54

4. Diagnosa & Perencanaan...55

5. Pelaksanaan...56

6. Evaluasi...62

B. Pembahasan...64

1. Pengkajian...64

2. Diagnosa Keperawatan...69

3. Perencanaan...70

4. Pelaksanaan...71

5. Evaluasi...74

C. Keterbatasan...75

x

(11)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...77 A. Simpulan...77 B. Saran...79 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

1. SOP Etika Batuk ...

2. SOP Penggunaan Masker ...

3. SOP Mencuci Tangan ...

4. SOP Pembuangan Sputum/Dahak...

5. SOP Penyuluhan ...

6. SAP Penyuluhan Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru ...

7. Poster Etika Batuk...

8. Poster Cuci Tangan ...

9. Inform consent ...

10. Lembar Bimbingan...

11. Daftar Riwayat Hidup ...

xi

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Obat anti-TB...27

Tabel 4.1 Rwayat Keperawatan...46

Tabel 4.2 Pengkajian Fokus 51

Tabel 4.3 Pemeriksaan Fisik 52

Tabel 4.4 Pemeriksaan Diagnosa 53

Tabel 4.5 Data Terapi 53

Tabel 4.6 Perumusan Masalah 54

Tabel 4.7 Evaluasi Tn. A 62

Tabel 4.8 Evaluasi Tn. AD 63

xii

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Paru - Paru...8 Gambar 2.2 Pathway Tuberkulosis Paru...12

xiii

(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : SOP Etika Batuk

Lampiran 2 : SOP Penggunaan Masker Lampiran 3 : SOP Mencuci Tangan Lampiran 4 : SOP Pembuangan Sputum / Dahak Lampiran 5 : SOP Penyuluhan

Lampiran 6 : SAP Penyuluhan Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru Lampiran 7 : Poster Etika Batuk

Lampiran 8 : Poster Cuci Tangan Lampiran 9 : Inform Consent Lampiran 10 : Lembar Bimbingan Lampiran 11 : Daftar Riwayat Hidup

xiv

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang biasanya menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat menyerang organ lain seperti meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Penyebab TB Paru itu adalah mycobacterium Tuberkulosis, bakteri yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2013).

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan. Penderita TB Paru berrisiko tinggi dalam menularkan penyakit ini ke orang lain melalui droplet yang secara tidak sengaja terhirup oleh orang yang sehat. Biasanya yang rentan menghirup atau yang terpajan droplet dari penderita adalah mereka yang dekat dengan penderita terutama keluarga dan petugas pelayanan kesehatan. Menurut Crofton (2002) seorang penderita tuberkulosis dewasa dapat menularkan pada 10-15 orang. Sekali batuk penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (droplet).

Tingginya kasus penularan TB Paru dibuktikan dengan bertambahnya jumlah penderita TB. Menurut WHO (2015) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB Paru dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB Paru.

Menurut data rekam medis RST Dr. Soedjono Magelang, jumlah penderita dengan Tuberkulosis (TB) paru BTA (+) dengan biakan kuman TB

(16)

2 pada tahun 2016 yaitu sebanyak 73 orang sedangkan tahun 2017 sampai bulan November ini berjumlah 105 orang. Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RST Dr. Soedjono Magelang pada tanggal 30 November 2017 di dapatkan hasil bahwa klien dan orang disekitar klien belum menerapkan bagaimana cara untuk mengurangi risiko penularan, terbukti saat studi pendahuluan dengan 2 klien yang pada saat itu dirawat, klien tidak menutup mulut saat batuk maupun berbicara, keluarga klien yang menemani klien tidak menggunakan masker begitu juga dengan klien serta penggunjung keluar masuk ruang isolasi dengan bebas.

Kurangnya sikap dan perilaku klien TB Paru dalam pencegahan penularan infeksi tersebut sesuai dengan penelitian dari Nurhayati (2015) yang berjudul “Perilaku Pencegahan dan Faktor – Faktor yang Melatarbelakanginya pada Klien Tuberkulosis Multidrugs Resistance ( TB MDR )” yang mengindikasikan bahwa kebanyakan penderita masih mempunyai kebiasaan sering tidak menutup mulut ketika batuk dan tidak menggunakan masker. Peningkatan kejadian penularan TB Paru juga disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita TB Paru terhadap pengobatan yang dapat menyebabkan penderita menjadi resisten terhadap pengobatan dan dapat menambah penderita TB Paru baru akibat dari penularan kuman TB Paru tersebut (Rizana, 2016).

Menurut Long (1996) untuk mencegah penularan infeksi TB Paru adalah dengan mengobati klien – klien dengan obat Tuberkulosis dan mencegah kontaminasi udara oleh bakteri. Cara yang paling efektif untuk

(17)

3 mencapai keduanya adalah dengan melakukan penyuluhan terhadap klien maupun keluarga mengenai bagaimana cara memutus rantai penularan infeksi dengan menutup mulut ketika batuk, bersin atau ketawa secara benar dan penggunaan masker yang baik. Menurut Sudoyo (2013) perawat diharapkan dapat menginstruksikan kepada klien dan keluarganya tentang prosedur pencegahan penularan infeksi dengan membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan.

Dengan dilakukannya pencegahan penularan infeksi ini diharapkan dapat merubah sikap penderita dalam mencegah penularan dengan cara menerapkan bagaimana etika batuk yang baik, penggunaan masker dan lain sebagainya untuk mengendalikan lingkungan udara agar tidak terkontaminasi oleh bakteri yang terdapat pada dahak penderita. Maka tindakan ini dapat menekan angka penularan dari seorang penderita kepada orang sehat sehingga angka kejadian TB Paru bisa pelahan menurun.

Untuk mengatasi sikap dan perilaku penderita maupun keluarga penderita yang belum tepat dalam mencegah penularan infeksi kuman TB Paru tersebut, maka berdasarkan uraian di atas sangat perlu untuk dilakukannya “Asuhan Keperawatan pada TB Paru dengan Fokus Studi Pencegahan Penularan Infeksi di RST Dr. Soedjono Magelang”.

B. Batasan Masalah

Masalah pada laporan kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada TB Paru dengan Fokus Studi Pencegahan Penularan Infeksi di RST DR.

Soedjono Magelang.

C. Rumusan Masalah

(18)

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi Pada Klien TB Paru di RST DR.Soedjono Magelang ?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi di RST Dr. Soedjono Magelang.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan kemampuan dalam mengkaji klien TB Paru dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi di RST Dr.

Soedjono Magelang.

b. Menggambarkan perumusan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien TB Paru dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi.

c. Menggambarkan perencanaan bagaimana Pencegahan Penularan Infeksi.

d. Menggambarkan pelaksanaan tindakan keperawatan Pencegahan Penularan Infeksi pada klien TB Paru.

e. Menggambarkan evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan Pencegahan Penularan Infeksi pada klien TB Paru.

f. Membandingkan respon 2 klien dengan TB paru setelah dilakukan tindakan pencegahan penularan infeksi.

E. Manfaat Penelitian

(19)

1. Manfaat Teoretis

Diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas ilmu khususnya mengenai pencegahan penularan infeksi kuman TB paru.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perawat

Menambah pengetahuan dan menerapkan teori tentang asuhan keperawatan dengan fokus studi Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru.

b. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat dijadikan wawasan dan bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan, khususnya keperawatan Magelang Poltekkes Kemenkes Semarang.

d. Bagi Klien.

Klien dapat mengetahui cara pencegahan Penularan infeksi yang disebabkan oleh kuman atau bakteri TB Paru.

BAB II

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya, 2013).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim paru, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB dapat mengenai hampir kesemua bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Padila, 2013).

Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru – paru khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui

(21)

udara. Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat terserang penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya.

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan teratur.

2. Anatomi Fisiologi

Pulmo atau paru adalah organ sistem pernaasan yang berada dalam kantong bentukan pleura parietalis dan pleura viselaris. Paru-paru sangat lunak, elastis, dan berada pada rongga torak. Paru-paru memiliki sifat ringan dan mampu terapung dalam air, berwarna biru keabu-abuan dengan bintik. Paru-paru kanan terdiri dari tiga gelambir (lobus), yaitu : lobus superior, lobus medius, dan lobus inferir. Paru – paru kiri terdiri dari dua lobus, yaitu : lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru yang disebut pleura. Pleura terdiri dari atas dua lapisan, yaitu: lapisan permukaan (parietalis), yakni lapisan yang langsung berhubungan dengan paru-paru dan memisahkan lobus dengan paru – paru. Lapisan daam pleura (viseralis), yakni pleura yang berhubungan dengan fasia endotorasika, yaitu permukaan dalam dari dinding toraks (Kirnanoro, 2017). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Paru – Paru

(22)

Sumber : Kirnanoro, 2017 3. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3- 0,6/um.

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

(23)

Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Setiati, 2014).

4. Cara Transmisi Bakteri Tuberkulosis

Penyakit infeksi ini ditularkan melalui udara yang disebut sebagai Air Borne Disease. Cara pencegahan penularan penyakit ini antara lain adalah dengan memakai masker, menjauhi kontak intim dengan penderita serta mengobati penderita penyakit TBC dengan sputum BTA (+) (Darmadi, 2008).

5. Patofisiologi

Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, percikan dahak tadi menguap ke udara.

Dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri tuberkulosis (Muttaqin, 2008).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura (Setiati, 2014:865). Bakteri yang masuk ke paru – paru dapat bertahan hidup dan menyebar ke limfe serta aliran darah sehingga dapat

(24)

menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang terinfeksi oleh bakteri ini (Nurarif, 2015).

Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.

Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.

Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan (Sudoyo, 2013).

Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis dan karenanya tidak tampak pada foto rongten. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik.

Pada waktunya, material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan trakeobronkial dan di batukkan (Asih, 2004:82).

Produksi sputum merupakan gejala yang tidak khas pada banyak penyakit paru. Umumnya, sputum merupakan produk peradangan atau infeksi saluran pernapasan, namun dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi mukus yang berlebihan meliputi batuk, sumbatan saluran pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan (Ringel, 2012).

Saluran perapasan mempunyai beberapa alat untuk mengekspresikan ketidaksenangannya atau iritasinya. Saluran pernapasan dan parenkim paru mempunyai beberapa reseptor, tetapi batuk merupakan respon utama paru

(25)

terhadap rangsangan bahaya. Reseptor iritan di seluruh saluran pernapasan dapat memicu batuk sebagai suatu usaha untuk membersihkan materi- materi bahaya. Jenis batuk pembersih tenggorokan lebih sering berkaitan dengan iritasi saluran pernapasan atas. Adanya sputum menunjukan adanya infeksi, peradangan saluran pernapasan (Ringel,2012).

Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat penderita batuk, bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan dahak yang sangat kecil yang mengandung kuman atau bakteri TB yang melayang-layang diudara. Sehingga dengan mudah akan terhirup oleh manusia yang sehat dan menyebabkan orang sehat tersebut tertular penyakit TB Paru karena ketidaktahuannya dalam mencegah penularan (Crofton, 2002).

6. Pathway Microbacterium

tuberkulosa Penyebaran bakteri

secara bronkogen, limfogen, dan

hematogen

Infeksi pasca primer (reaktivita)

Droplet infection Infeksi primer

Sembuh dengan fokus ghon

Bakteri dorman Bakteri muncul beberapa

tahun

Masuk lewat jalan Menempel di paru

sembuh

Sembuh dengan fibrotik Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas dan merusak parenkim

(26)

Gambar 2.2 Pathway Tuberkulosis

Sumber : ( Muttaqin, 2008 ; (Nurarif , 2015) 7. Klasifikasi

Pada tahun 1974 American thoracic society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

a) Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.

(27)

b) Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.

c) Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.

d) Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit (Setiati, 2014).

Menurut WHO (Muttaqin,2008), Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program sehingga di bagi menjadi 4 kategori :

a) Kategori I : sputum positif dan penderita dalam keaadaan berat seperti meningitis, TB miller, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis; dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan dan sebagainya.

b) Kategori II : kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif c) Kategori III : sputum negatif tapi kelainan paru tidak luas dan

kasus TB di luar paru selain yang dissebut dalam kategori I.

d) Kategori IV : tuberkulosis kronis.

Menurut Nilas Warlem & Irvan Medison (2014), mengklasifikasikan TB menjadi :

a. Tuberkulosis paru, merupakan Tuberkulosis yang menyerang jaringan di paru – paru dan tidak termasuk pleura.

b. Berdasarakan type klien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

(28)

1) Kasus baru : klien yang belum pernah mendapatkan OAT (obat anti tuberkulosis) atau klien yang pernah mendapatkan OAT (obat anti tuberkulosis) namun tidak lebih dari satu bulan.

2) Kasus kambuh : klien yang sebelumnya sudah mendapatkan pengobatan OAT dan dinyatakan sudah sembuh atau pengobatannya sudah lengkap, kemudian kembali berobat karena hasil pemeriksaan menunjukan BTA positif dan biakan positif.

3) Kasus defaulted atau drop out

Klien yang telah berobat selama satu bulan namun tidak mengambil pengobatan yang ke 2, sebelum masa pengobatannya selesai.

4) Kasus gagal : klien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif pada bulan ke lima pengobatan.

5) Kasus kronis : klien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah pengobatan ulang dwngan kategori pengobatan kategori dua dengan pengawasan yang baik.

6) Kasus bekas TB : ada gejala sisa akibat kelainan paru dengan pemeriksaan BTA negatif, sudah tidak ada lesi pada pemeriksaan radiologik dan adanya riwayat pengobatan OAT yang baik.

(29)

c. Tuberkulosis ekstraparu : merupakan Tuberkulosis yang menyerang selain paru, seperti pleura kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal dan lain sebagainya.

8. Gejala – gejala Klinik

Keluhan yang timbul pada penderita TB Paru bermacam-macam pada setiap orang. Namun menurut Setiati (2014) yang sering timbul adalah gejala sebagai berikut :

a. Demam : biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40 - 410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk/batuk berdarah : gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini di perlukan untuk membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan peradanngan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(30)

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak napas : pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri dada : gejala ini agak jarang yang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien mmenarik / melepaskan napasnya.

e. Malaise : penyakit tuberkulosi bersifat radamg yang menahun.

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

9. Komplikasi

Apabila TB Paru tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan komplikasi. Ada dua komplikasi, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut :

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empisema, laringitis, usus, poncet’s orthropathy

(31)

b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas -> SOPT (sindrom obstruksi pasca tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat -> fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Setiati, 2014).

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer, dkk (1999: 437), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan Tuberkulosis paru, yaitu :

a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.

b. Pemeriksaan sputum BTA : hanya 30 – 70 % klien yang dapat didiagnosa dengan pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB.

d. Tes Mantoux / Tuberkulin : suatu cara untuk mendiagnosis TBC.

e. Tehnik Polymerase Chain Reaction : deteksi DNA kuman secra spesifik melalu amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

f. Becton Dickinson diagnostic instrumen sistem (BACTEC): deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium Tuberkulosis.

(32)

g. MYCODOT : deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.

h. Pemeriksaan Radiology : rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu : 1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment

apikal lobus bawah.

2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).

3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.

4) Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru.

5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

6) Bayangan millie (Nurarif, 2015).

B. Konsep Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru 1. Pencegahan Penularan Infeksi

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang berasal dari manusia yang terinfeksi oleh agen penyakit dan menularkan kepada manusia yang sehat.

Penyakit menular atau communicable disease merupakan penyakit infeksi dimana agen penyakitnya dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain terjadi secar langsung atau tidak langsung melalui berbagai media (Chandra, 2012).

(33)

Upaya pencegahan penularan penyakit adalah hal yang paling utama. Upaya yang dilakukan adalah upaya memutus rantai penularan.

Untuk memutus rantai penularan yaitu dengan cara mengenal dan mengetahui sumber penularan serta mekanisme penularan. Menurut Darmadi (2008) Cara memutuskan rantai penularan dengan memperhatikan tiga unsur dari rantai penularan, yaitu :

a. Sumber penularan : mengeliminasi, membuang, menjauhkan atau memasang barier.

b. Mekanisme transmisi :mengenal cara penularan, media perantara,dan agen antimikrobal.

c. Penjamu/ calon penderita: memperpendek waktu pemaparan, memasang barier/isolasi.

2. Sumber penularan infeksi kuman TBC

Sumber penularan infeksi kuman TBC adalah dahak penderita TBC yang di buang atau di ludahkan secara sembarangan di sekitar kita dan juga susu sapi yang mengandung kuman TBC. Dahak yang di buang atau diludahkan secara sembarangan akan menjadi kering oleh sinar matahari dan dapat terbang tertiup angin dan terhirup oleh orang yang sehat (Prabu, 1990).

3. Riwayat penyakit TB paru

a. Agen penyakit : Mycobacterium Tuberkulosis

(34)

b. Habitat perkembangan kuman : Pada manusia dan sapi c. Faktor host/manusia :

1) Umur : biasanya umur menjadi penyebab perbedaan jenis penyakit. Manusia yang memiliki risiko tinggi mengalami TB paru ialah mereka yang berusia kurang dari 3 tahun, remaja serta dewasa muda.

2) Seks : frekuensi dan jenis penyakit pada laki – laki lebih banyak dibandingkan dengan wanita.

3) Ras : hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada tradisi , adat istiadat dan perkembangan kebudayaan, selain itu juga ada penyakit yang hanya dijumpai pada daerah itu.

4) Genetik : ada beberapa penyakit yang diturunkan oleh generasi sebelumnya.

5) Pekerjaan : status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan jenis penyakit akibat pekerjaan, seperti keracunan, kecelakaan kerja, silikosis dan lainnya.

6) Status nutrisi : gizi yang buruk juga akan mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu dapat mempermudah seseorang dapat menderita TBC.

7) Status kekebalan : reaksi tubuh terhadap infeksi sangat tergantung pada kekebalan tubuh yang dimiliki.

(35)

8) Adat istiadat : ada beberapa adat istiadat yang menimbulkan penyakit, seperti kebiasan memakan ikan mentah yangg dapat menyebabkan penyakit cacing hati.

9) Gaya hidup : kebiasaan dan gaya hidup yang buruk seperti minum minuman yang beralkohol, narkoba dan merokok dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

10) Psikis : faktor kejiwaan seperti emosional, stress, dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, depresi, insomnia dan lainya.

d. Periode masa penularan : sepanjang masih adanya sputum yang mengandung bakteri TBC (BTA +)

e. Faktor lingkungan :

Terdapat 3 faktor lingkungan menurut Chandra (2012), yaitu :

1) Lingkungan fisik : berupa benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi dan lainnya.

Lingkungan fisik akan selalu berinteraksi dengan manusia sehingga memegang peranan yang kuat dalam terjadinya penularan penyakit pada masyarakat.

2) Lingkungan biologis : berupa benda hidup seperti manusia tumbuh-tumbuhan, hewan, virus,bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain-lainnya yang dapat berfungsi sebagai agen penyakit.

3) Lingkungan sosial : berupa kultur, kebudayaan , kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya.

(36)

4. Pencegahan Penularan Penyakit TB Paru di Rumah Sakit

Penderita – penderita penyakit infeksi yang berpotensi menular, sangat membutuhkan asuhan keperawatan secara khusus. Seperti, dibutuhkannya ruangan atau kamar khusus bagi penderita melalui isolasi dengan tujuan :

a) Mencegah penyebaran bakteri yang bersumber dari penderita TB Paru dengan cara :

1) Isolasi : upaya di lakukannya isolasi bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri Tuberkulosis dan juga melindungi orang lain dari kemungkinan penularan infeksi tersebut. Jenis isolasi untuk penderita Tuberkulosis adalah isolasi penyakit saluran pernafasaan atau isolasi respirasi. Menurut Darmadi (2008) ruangan isolasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Lokasi harus jauh dari ruangan perawatan penderita lain.

2) Ventilasi ruangan harus memadai (masuknya sinar matahari dalam ruangan).

3) Pintu harus selalu dalam keadaan tertutup 4) Kebersihan kamar mandi harus selalu dijaga.

5) Prosedur barrier nursing harus benar – benar dijalankan.

6) Barang – barang yang telah digunakan oleh penderita harus dikelola dengan benar.

2) Pembuangan Sputum : kebiasaan meludah di sembarang tempat adalah perbuatan yang dapat menularkan penyakit Tuberkulosis.

(37)

Ludah yang mengandung dahak dapat berisi banyak kuman penyakit termasuk Mycobacterium Tuberculosis, yang apabila dahak tersebut kering makan akan tertiup angin dan tersebar kemana- mana sehingga dapat terhirup oleh orang sehat dan menularkan penyakit Tuberkulosis tersebut. Untuk itu sediakanlah tempat untuk membuang dahak (sputum pot) atau buang dahak di kamar mandi, hendaknya berikan lisol atau disinfektan lainnya (Irianto, 2004).

3) Batuk yang benar : saat batuk maupun bersin, kuman Tuberkulosis dapat berhamburan keluar bersamaan dengan percikan dahak. Oleh karena itu pada saat batuk atau bersin hendaklah menggunakan saputangan / tisu untuk menutup mulut dan hidung agar tidak menyebarkan kuman – kuman penyakit kepada orang lain atau menggunakan lengan bagian dalam. Setelah itu cuci saputangan atau bakar tisu dan segeralah untuk mencuci tangan (Irianto, 2004)

4) Penggunaan Masker : menurut Darmadi (2008) masker perlu digunakan untuk menahan partikel yang tersebar saat batuk atau bersin maupun berbicara. Masker yang digunakan harus cukup lebar karena harus menutupi hidung, mulut hingga rahang bawah.

Usahakan pemakaian masker pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang cukup kuat.

b) Melindungi orang lain disekitar klien dari risiko penularan TB Paru

(38)

Untuk itu petugas ruangan / bangsal perawatan harus mengenal dan mengetahui cara memutus rantai penularan dari penyakit TB Paru. Antara lain dengan cara mengamankan atau mengontrol produk-produk infeksius seperti sputum penderita dan mencegah penularan ke orang lain dengan barrier nursing.

Barrier Nursing adalah upaya melindungi petugas dari penularan dengan menggunakan alat perlindungan seperti menggunakan masker dan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita serta lingkungan penderita TB Paru. Hal tersebut juga berlaku untuk pengunjung/keluarga. Untuk penderita dapat diberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang cara berperilaku sehat seperti etika saat batuk, meludah/membuang sputum dan penggunaan masker (Darmadi, 2008).

Selain pencegahan yang dilakukan di atas perlu dilakukannya pemeliharan ketahanan terhadap infeksi dengan cara :

1) Makan dengan diet yang seimbang, diit yang diperlukan adalah diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein), dikenal juga dengan diit ETPT (Energi Tinggi Protein Tinggi) yaitu diit yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diit di berikan dalam bentuk makanan biasa ditambah dengan bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging, atau dalam bentuk minuman enteral (Almatsier, 2004).

2) Cukup tidur dan istirahat

(39)

3) Menghindari keramaian pada saat timbulnya gejala – gejala infeksi, 4) Melakukan imunisasi yang telah di sediakan di pelayanan kesehatan.

C. Pengelolaan

1. Pengelolaan Farmakologis

Untuk program nasional pemberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut :

a. Kategori I : kasus baru dengan sputum positif dengan meningitis, TB Miller, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan dan sebagainya.

Menggunakan fase 2 HRZS(E) setiap hari selama 2 bulan , bila sputum negatif maka diberikan fase lanjutan, namun jika sputum tetap positif maka fase intensif diperpanjang menjadi 2-4 minggu lagi.

Kemudian dilanjutkan fase lanjutan yaitu 4 HR atau 4 H3R3. sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.

b. Kategori II : kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.

Fase intensif dalam bentuk 2HRZES-1 HRZE, bila sputum negatif dilanjutkan ke fase lanjutan, jika selama 3 bulan sputum masih positif maka pengobatan diperpanjan 1 bulan, namun apabila setelah 4 bulan

(40)

sputum masih positif maka pengobatan di hentikan 2-3 hari dan dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi kemudian dilanjutkan fase lanjutan.

c. Kategori III : sputum negatif namun kelainan paru tidak luas dan kasus TB di luar paru. Pengobatan yang diberikan adalah 2 HRZ/6 HE, 2 HRZ/4 HR, 2 HRZ/4 H3R3

d. Kategori IV : penderita TB kronis. Untuk negara maju atau pengobatan secara individu, dapat dicoba dengan pemberian obat Quinolon, Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin dan sebagainya (Muttaqin, 2008).

Dasar pemberian obat yang direkomendasikan oleh WHO sebagaimana yang tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Obat Anti-Tuberkulosis Obat anti-TB

esensial aksi potensi Rekomendasi dosis (mg/kgBB) Per

hari

Per minggu

3x 2x

Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15 Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10 Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50

Streptomisin (S) Bakterisidal 15 15 15

Etambutol bakteriostatik Rendah 15 30 45

(Mutaqqin, 2008)

2. Pengelolaan Non-Farmakologis

Pengelolaan Non- Farmakologi dilakukan dengan cara melakukan pendidikan penderita dan peran serta keluarga. Banyak penderita TB Paru

(41)

yang mengalami kegagalan dalam pengobatannya, ini dikarenakan kasus putus obat yang sering terjadi. Hal ini di picu oleh beberapa sebab antaranya, kurangnya penjelasan dari dokter seberapa pentingnya berobat secara teratur dalam jangka waktu tertentu, kurangnya kesadaran klien sendiri, biaya pengobatan yang mahal, masalah masalah sosial dan budaya juga berpengaruh (Warlem, 2014).

Cara paling efektif yang di gunakan untuk mencegah penularan adalah dengan penyuluhan kepada klien mengenai bagaimana cara mengurangi risiko penularan yaitu dengan menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin sehingga inti droplet tidak menyebar di udara (Long, 1996 ).

Perawat juga harus menginstruksikan kepada klien dan keluarganya tentang prosedur pencegahan penularan infeksi dengan membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan (Sudoyo, 2013). Penggunaan masker juga dianjurkan untuk menahan keluarnya percikan dahak yang keluar saat berbicara, batuk maupun bersin (Darmadi, 2008).

Tujuan dilakukannya pendidikan kesehatan ialah untuk mencegah, mendiagnosa dini, penanganan yang segera, dan pemberian informasi (Long, 1996 ).

D. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

(42)

kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaan dan pemeriksaan fisik.

a. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)

Umur klien dapat menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit yang dideritannya.

b. Keluhan utama

Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakitnya. Keluhan utama yang biasa timbul ialah :

1) Batuk : batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe batuk juga sangat penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi saluran napas atas menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering, hacking, brassy, mengi, ringan, berat dan waktu batuk dicatat. Perawat harus menanyakan apakah batuk bersifat produktif / nonproduktif, jika produktif apakah sputum bercampur darah.

2) Peningkatan produksi sputum

Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk adalah tidak normal. Tanyakan klien tentan warna dari

(43)

sputum yang dikeluarkannya (jernih, kuning, hijau, kemerahan), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring.

3) Dispnea

Adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian tentang bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktifitas. Menurut Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji adalah apa faktor penyebab dipsnea, seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea, dibagian mana yang dirasakan berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan dan berapa lama dipsnea di rasakan.

4) Hemoptysis

Adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah dari berasal dari paru, perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru biasanya berwarna merah terang . lakukan juga pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna.

5) Mengi

Ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi hanya terdengar menggunakan stetoskop. Identifikasi kapan mengi terjadi dan apakah mengi hilang sendiri atau hilang dengan obat – obatan.

(44)

6) Chest pain

Yang perlu dikaji ialah informasi tentang lokasi, durasi dan intensitas nyeri .

c. Riwayat kesehatan saat ini

Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya keluhan yang dirasakan, dimana pertama kali keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut apakah usaha yang dilakukan berhasil.

d. Riwayat kesehatan masa lalu

Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya.

Kaji pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu perawatannya.

Tanyakan apakah klien pernah melakukan pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota keluarga yang lain. Adanya penyakit darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan penderita.

(45)

f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja klien dan juga kebiasaan sosial yang dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan merokok, menanyakan apakah pekerjaan penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2012).

g. Pengkajian Berdasarkan 11 Pola Fungsional Gordon (Potter & Perry, 2010)

1) Pola persepsi-menejemen kesehatan

Mengambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya ( seperti frekuensi kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan terapi di rumah ); pengetahuan tentang praktik pencegahan.

2) Pola metabolisme- nutrisi

Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti nafsu makan, porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau bertambahnya berat badan.

3) Pola eliminasi

Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti frekuensi sehari, banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya.

4) Pola aktivitas-latihan

Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi;

kemampuan untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.

(46)

5) Pola istirahat – tidur

Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga relaksasi.

6) Pola kognitif-persepsi

Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan berbahasa, ingatan dan pembuatan keputusan.

7) Pola persepsi diri – konsep diri

Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien (seperti konsep diri / penghargaan, pola emosional, gambaran diri).

8) Pola aturan – hubungan

Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau hubungan.

9) Pola seksual-reproduksi

Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien;

pola reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.

10) Pola koping – toleransi

Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber dukungan, efektivitas pola koping yang klien miliki dalam menoleransi stress.

11) Pola nilai kepercayaan

Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yang mempengaruhi pilihan dan keputusan klien.

h. Pemeriksaan fisik

(47)

Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada penderita TB Paru meliputi :

1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital

Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam keadaan compos metis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat juga harus mempunyai pengetahuan untuk menilai keadaan umum klien, kesadaran dan pengukuran GCS. Untuk tanda – tanda vital seperti peningkatan suhu tubuh yang signifikan, frekuensi nafas meningkat disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat atau melemah, tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyerta seperti hipertensi.

2) B1 (Breathing)

(a) Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernafasan.

Tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, adanya ketidakseimbangan rongga dada, pelebaran intercostal space karena adanya efusi pleura masif atau penyempitan intercostal space karen atelektasis paru.

Mengalami sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, menggunakan otot bantu nafas dan juga gerakan pernafasan menjadi tidak simetris.

(b) Palpasi : adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan gerakan dinding pernafasan, adanya penurunan

(48)

taktif fremitus pada klien dengan TB paru, biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif.

(c) Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru, sedangkan TB paru dengan komplikasi didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit. Dan apabila disertai pneumotoraks didapatkan bunyi hiperresonan .

(d) Auskultasi : akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Apabila dengan komplikasi akan ditemukan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

3) B2 (Blood)

Pada klien dengan TB Paru akan didapatkan :

(a) Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut (menandakan bahwa klien pernah menjalani operasi jantung sebelumnya) dan keluhan kelemahan fisik.

(b) Palpasi : denyut nadi melemah.

(c) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif mendorong kesisi sehat.

(d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Tidak di dapatkan bunyi jantung tambahan.

4) B3 (Brain)

Pada penderita TB paru biasanya ditemui kesadaran composmentis, adanya sianosis perifer apabila klien mengalami gangguan perfusi

(49)

jaringan yang berat. Klien biasanya tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, merengang dan mengeliat. Pada mata biasanya nampak konjungtiva anemis pada penderita dengan hemoptoe masif dan kronis, sklera ikterik apabila klien mengalami gangguan fungsi hati.

5) B4 (Bladder)

Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa berhubungan dengan tanda syok. Urine klien akan berwarna jingga pekat dan berbau karena meminum OAT terutama Rifampisin.

6) B5 (Bowel)

Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

7) B6 (Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.

Gejala yang muncul biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.

2. Diagnosis keperawatan a. Defisiensi pengetahuan

Definisi : ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.

(50)

Batasan karakteristik :

1) Ketidakakuratan melakukan tes 2) Ketidakakuratan mengikuti perintah 3) Kurang pengetahuan

4) Perilaku tidak tepat misalnya histeria, bermusuhan, agitasi, apatis Faktor yang berhubungan

1) Gangguan fungsi kognitif 2) Gangguan memori 3) Kurang informasi

4) Kurang minat untuk belajar 5) Kurang sumber pengetahuan

6) Salah pengertian terhadap orang lain

3. Rencana Keperawatan

a. Defisiensi pengetahuan Tujuan dan Kriteria Hasil :

a) Klien mengetahui bagaimana cara penularan infeksi Tuberkulosis.

b) Klien paham faktor apa saja yang dapat meningkatkan risiko penularan infeksi tuberkulosis.

c) Klien mengetahui dan menerapkan bagaimana cara untuk mencegah penularan infeksi kuman Tuberkulosis seperti

(51)

menutup mulut saat batuk, bersin dan berbicara, menggunakan masker, membuang ludah dan cuci tangan.

Intervensi

a) Kaji pengetahuan klien mengenai penyakit TB serta pencegahan penularan infeksi kuman Tuberculosis.

b) Ajarkan klien dan keluarga mengenai bagaimana cara penularan kuman Tuberkulosis.

c) Ajarkan klien dan keluarga mengenai bagaimana cara menghindari penularan infeksi kuman Tuberkulosis.

d) Ajarkan cara bagaimana etika batuk yang benar, penggunakan masker, membuang sputum atau dahak dan cuci tangan.

(52)

BAB III

METODE PENULISAN

A. Studi Kasus

Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode deskriptif dengan pemaparan kasus dan menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam kasus yang dipilih yaitu asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi pencegahan penularan infeksi pada TB Paru.

B. Subjek Studi Kasus

Dalam penelitian ini menggunakan dua responden (klien), dimana memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Klien rawat inap di RST Dr. Soedjono Magelang selama studi kasus dilakukan.

2. Klien berusia 40-60 tahun dengan diagnosa medis TB Paru dengan BTA (+) dan hasil rontgen menunjukan adanya bayangan berwarna atau bercak

3. Mampu berkomunikasi dengan baik.

4. Bersedia menjadi klien kelolaan.

C. Fokus Studi

Asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi pencegahan penularan infeksi pada TB Paru.

(53)

D. Definisi Operasional

Asuhan keperawatan pada TB Paru dengan fokus studi pencegahan penularan infeksi pada TB Paru adalah serangkaian proses keperawatan untuk mencegah penularan infeksi pada TB Paru dengan penyuluhan kepada klien mengenai bagaimana cara mengurangi risiko penularan. Cara memutuskan rantai penularan dengan memperhatikan tiga unsur dari rantai penularan, yaitu Sumber penularan, Mekanisme transmisi, Penjamu/ calon penderita.

Tujuannya untuk mencegah, mendiagnosa dini, penanganan yang segera, dan pemberian informasi.

E. Instrumen Penelitian

a. Lembar atau format pengkajian b. Alat tulis

c. Alat kesehatan (tensimeter, stetoskop, oksimetri, termometer) d. SOP etika batuk

e. SOP penggunaan masker f. SOP cuci tangan

g. SOP pembuangan dahak / sputum.

h. SOP Penyuluhan

i. SAP Penyuluhan Pencegahan Penularan Infeksi pada TB Paru j. Poster Etika Batuk

k. Poster Cuci Tangan F. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Tempat penelitian

(54)

Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pencegahan penularan infeksi pada TB Paru pada klien dengan TB Paru di RST.Dr. Soedjono Magelang.

b. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8-12 Januari 2018 selama lima hari.

G. Metode Pengumpulan Data

1. Melakukan anamnesa dan observasi

a. Wawancara, penulis melakukan wawancara secara langsung kepada klien dan keluarga klien mengenai pengetahuan tentang penyakit TB Paru seperti pengertian TB Paru, penyebab TB Paru, gejala TB Paru, cara penularannya, pengetahuan klien mengenai tindakan pencegahan penularan infeksi seperti pemakaian masker, cara batuk yang benar, dan bagaimana klien membuang dahak selama ini.

b. Observasi, penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap perilaku klien apakah perilaku klien seperti memakai masker, etika batuk, membuang sputum yang benar sudah diterapkan untuk mencegah penularan infeksi tersebut.

c. Pemeriksaan Fisik, seperti keadaan umum, tanda – tanda vital dan pemeriksaan meliputi B1 (Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel) dan B6 (Bone) dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

(55)

d. Pemeriksaan Penunjang, seperti pemeriksaan BTA dengan hasil positif (+) dan juga rontgen yang menunjukan adanya bercak berwarna (patchy) atau bercak (nodular), adanya kavitas dan bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian serta melakukan studi dokumentasi menggunakan sumber catatan medis.

2. Menentukan prioritas masalah keperawatan dari data yang diperoleh, kemudian menyusun perencanaan dan menentukan kriteria hasil terkait dengan masalah keperawatan.

3. Melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan.

4. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan.

H. Analisis Data dan Penyajian Data

Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara respon klien dengan klien yang lain ketikan diberikan tindakan yang sama pada klien dengan masalah pencegahan penularan infeksi pada penderita TB Paru.

Analisa data di mulai dengan pengumpulkan data dari responden dengan cara wawancara atau anamnesa dan observasi secara langsung yakni dengan pemeriksaan fisk dan pemeriksaan diagsnotik. Kemudian menentukan prioritas masalah keperawatan dan menentukan diagnosa keperawatan hingga menyusun rencana keperawatan untuk mengatasi masalah pencegahan penularan infeksi kemudian melakukan tindakan yang telah di rencanakan sebelumnya. Mengevaluasi keadaan klien setelah dilakukan tindakan.

(56)

Data disajikan secara tekstular / narasi dengan desain penelitian studi kasus dan juga dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek penelitan yang merupakan data pendukungnya.

I. Etika Penelitian

Etika penulisan bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas responden akan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap responden.

Masalah etika terutama ditekankan pada beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1. Anonimity (tanpa nama)

Dalam studi kasus ini penulis menggunakan nama inisial klien untuk menjaga keamanan dan keselamatan klien.

2. Informed consent ( persetujuan manjadi klien )

Bentuk persetujuan untuk menjadi klien dilakukan secara tertulis sehingga tidak ada dorongan atau paksaan dari orang lain.

3. Confidentiality ( kerahasiaan )

Data klien hanya digunakan sebagai studi kasus. Kerahasiaan informal respon dan dijamin oleh peneliti dan hanya data –data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil studi kasus.

4. Bebas dari penderitaan ( studi kasus ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan pada subjek )

Studi kasus harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

5. Bebas dari eksploitasi ( partisipasi responden dalam studi kasus tidak akan digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk apapun )

(57)

Partisipasi subjek dalam studi kasus, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam studi kasus atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal – hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

6. Resiko (peneliti telah mempertimbangkan resiko dan keuntungan setiap tindakan yang dilakukan kepada responden )

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

7. Right to selt determination (subjek studi kasus tidak boleh dipaksa untuk menjadi responden tanpa ada sanksi apapun )

Subjek harus dilakukan secara manusiawi

8. Right to full disclosure (subjek memiliki hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan )

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci dan bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

9. Right to privacy (hak untuk dijaga kerahasiaan )

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan rahasia (Nursalam, 2008)

(58)

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Biodata Klien (Biographic Information) a) Tn. A

Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 14.00 WIB di ruang isolasi bangsal Seruni RST dr. Soedjono Magelang, diperoleh data pasien sebagai berikut:

Klien yang pertama bernama Tn. A, berusia 60 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam. Pendidikan terakhir klien adalah Sekolah Dasar dan klien berkerja sebagai buruh tani. Klien masuk RST dr.

Soedjono Magelang pada tanggal 7 januari 2018, dengan nomor RM.

1625XX.

Penanggung jawab klien adalah kakak kandung klien yang bernama Tn. M, berusia 62 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam, bekerja sebagai buruh tani. Klien tinggal di Windusari, Magelang.

b) Tn. AD

Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 08.00 WIB di ruang isolasi bangsal Seruni RST dr. Soedjono Magelang, diperoleh data pasien sebagai berikut:

Tn. AD, berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam. Pendidikan terakhir klien adalah Sekolah Menengah Atas dan klien

(59)

berkerja sebagai supir. Klien masuk RST dr. Soedjono Magelang pada tanggal 9 januari 2018, dengan nomor RM. 1629XX.

Penanggung jawab klien adalah istri klien yang bernama Ny. W, berusia 30 tahun, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, pekerjaan swasta. Klien tinggal di Kutoarjo, Purworejo.

2. Pengkajian (Assesment)

a. Riwayat Keperawatan (Nursing History) Tabel 4.1

Riwayat Keperawatan

indikator Tn. A Tn. AD

Keluhan utama - Batuk selama 3 minggu

- Dahak kehijauan

- batuk selama 3 minggu

- dahaknya berwarna merah terang

- badan lemas Riwayat penyakit

sekarang

- batuk selama 3 minggu

- sesak nafas - nyeri dada - demam

- keluarga klien memeriksakan klien ke Puskesmas, dari Puskesmas klien di rujuk ke RST dr.

Soedjono Magelang dan disarankan untuk rawat inap di ruang isolasi bangsal Seruni.

- batuk

- dahak berdarah - badan lemas,

kemudian keluarga klien memeriksakan ke RST dr.

Soedjono Magelang dan disarankan untuk rawat inap di ruang isolasi bangsal Seruni.

Riwayat penyakit dahulu

- klien belum pernah dirawat di RS sebelumnya.

- Klien menjalani pengobatan rutin di Puskesmas, namun klien berhenti

- klien pernah dirawat 6 hari di RS Purworejo dengan keluhan yang sama

namun tanpa

mengeluarkan dahak berdarah.

(60)

Tabel4.1 (Lanjutan)

Indikator Tn. A Tn. AD

melakukan

pengobatan selama kurang lebih 6 bulan lalu karena klien merasa bosan dan tidak telaten.

- Klien menderita TB Paru kurang lebih 1,5 tahun lalu.

- tidak memiliki

riwayat penyakit tekanan darah tinggi atau diabetes miletus.

- seminggu kemudian klien masuk RS lagi selama 9 hari dengan keluhan yang sama

- selang sebulan klien masuk RST.

- tidak memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi atau diabetes miletus.

Riwayat penyakit keluarga

tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menurun seperti Diabetes Melitus dan Hipertensi ataupun penyakit yang sama seperti yang diderita klien.

anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti Diabetes Melitus dan Hipertensi ataupun penyakit yang sama seperti yang diderita klien.

Riwayat alergi tidak ada riwayat alergi terhadap makanan maupun obat atau yang lainnya.

Tubuh klien gatal jika memakan telur dan klien mengatakan tidak ada alergi obat.

b. Pengkajian Fokus

Pengkajian fokus yang dilakukan pada Tn. A didapatkan hasil klien mengatakan bahwa kesehatan adalah hal yang penting dan jika sakit harus diperiksakan, klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara penularan TB Paru dan bagaimana mencegahnya , klien mengatakan selama di rumah sakit klien membuang dahak di tisu yang dibuang ketempat sampah terbuka, klien tidak menggunakan masker dan tidak menutup mulut ketika

(61)

batuk. Klien telah mengalami TB Paru selama 1,5 Tahun, dan menjalani pengobatan di puskesmas terdekat, namun klien menghentikan pengobatan dengan alasan bosan dan tidak telaten sehingga klien putus obat.

Pada pola nutrisi – metabolik terkaji bahwa sebelum klien sakit klien makan 3 x sehari dengan 1 porsi sedang , jenis makanan bervariasi dan nafsu makan baik, serta tidak ada pantangan dalam hal makan. Minum kurang lebih 2 liter per hari. Namun selama sakit klien mengalami penurunan nafsu makan, klien tetap makan 3 x sehari dengan setengah porsi yang diberikan RS. Klien mual dan muntah satu kali sekitar 50 cc dengan produk makanan dan tidak ada darah.

Pada pola eliminasi, tidak ada masalah ataupun berubahan sebelum sakit ataupun selama sakit. Klien BAB sebanyak 1 x dalam satu hari. Dan BAK 4-6 kali dalam sehari.

Pola aktivitas, sehari-hari klien ke sawah , mencangkul, tidak ada waktu berolahraga, semua aktivitas dilakukannya secara mandiri.

Sedangkan selama sakit kegiatan klien memerluka bantuan orang lain seperti mandi, berpakaian dll.

Pola istirahat – tidur, sebelum sakit klien mengatakan waktu tidur 6-7 jam per hari, klien tidak pernah tidur siang dan tidak ada gangguan tidur yang dialami. Selama sakit klien mengatakan waktu tidur tidak menentu, sering terbangun saat tidur, dan sering berkeringat dimalam hari.

(62)

Pola kognitif, klien mengatakan penglihatannya sudah mulai tidak jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, komunikasi klien baik, dan orientasi terhadap waktu, orang dan tempat baik.

Pola konsep diri dan persepsi diri, klien mengatakan bahwa klien adalah seorang buruh tani, setiap hari klien bertemu dengan teman – temannya di sawah, namun semenjak sakit klien jarang ke sawah dan bertemu dengan teman-teman klien. Hubungan klien dengan keluarga dan orang sekitar baik.

Pola seksual reproduksi, klien adalah seorang laki – laki, masih memiliki istri dan 4 orang anak. Pola peran hubungan, dalam keluarga klien adalah seorang ayah dan juga suami. Orang terdekat klien adalah istrinya, pola manajemen koping stress, klien mengatakan bahwa hubungan klien dengan tetangga dan keluarga baik. Pada pola keyakinan didapatkan data bahwa klien sering beribadah di masjid namun semenjak sakit klien hanya mampu berdoa dan terus berdzikir.

Sedangkan pada Tn. AD didapatkan hasil bahwa kesehatan adalah hal yang penting bagi Tn. AD. Klien mengatakan saat di rumah membuang dahak di plastik dan dibuang di halaman rumah, klien mengatakan jika batuk klien hanya menutup mulut dengan telapak tangan dan itupun kurang rapat, terlihat klien tidak menggunakan masker dengan alasan sesak nafas. Saat di RS klien membuang dahak di plastik terbuka yang digantungkan di stand infus. Keluarga klien tidak menggunakan masker.

(63)

Pola nutrisi – metabolik, sebelum sakit klien mengatakan bahwa nafsu makan klien baik, makan 3 x sehari dengan variasi yang berbeda dengan porsi satu piring, klien mengatakan alergi telur. Selama sakit klien mengatakan nafsu makan menurun. Klien makan diit yang diberikan RS namun hanya 2 sendok. Klien mengalami mual muntah dengan produk makanan tanpa darah sebanyak 1 kali.

Pola eliminasi, klien mengatakan tidak ada gangguan ataupun perubahan dalam hal eliminasi. Klien BAB 1 X sehari dan BAK 4-5 x perhari. Dan selama sakit kllien BAK dengan menggunakan pispot karena klien mengeluh badannya lemas.

Pola aktivitas, klien mengatakan bahwa aktivitas sehari – hari adalah supir. Klien jarang olah raga dan melakukan semuanya aktivitas sendiri. Namun selama sakit semua kegiatan klien dibantu sebagian saat mandi dan eliminasi.

Pola istirahat tidur, sebelum sakit klien tidur selama 6-7 jam dan tidak ada masalah tidur yang dialami. Selama sakit klien mengatakan klien tidur tidak nyaman, sering terbangun bahkan sering tidak tidur.

Pola kognitif, kllien mengatakan tidak ada masalah dalam pendengaran, penglihatannya, komunikasi klien baik, serta orientasi pada waktu, orang dan tempat baik.

Pola konsep diri – persepsi diri, klien adalah seorang supir. Klien berhenti bekerja selama sakit. Hubungan klien dengan orang sekitar baik.

(64)

Pola seksual reproduksi, klien seorang laki – laki, memiliki istri dan 2 anak.

Pola peran hubungan, klien berperan sebagai seorang suami dan ayah dari 2 anak, klien juga seorang supir. Orang terdekat klien adalah istrinya. Pola manajemen koping stress, klien mengatakan jika ada masalah didiskusikan. Hubungan klien dengan orang sekitar baik. Pola keyakinan, klien mengatakan beragama islam, melaksanakan sholat 5 waktu, namun semenjak sakit klien tidak teratur dalam melaksanakan ibadahnya, namun klien tetap berdoa.

Tabel 4.2

Pengkajian fokus

Tn. A Tn. AD

- Klien tidak mengetahui bagaimana cara penularan penyakit yang dideritanya

- Tidak mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah penularannya.

- klien mengatakan apabila membuang dahak di tisu dan dibuang ketempat sampah terbuka.

- Klien berada di ruang isolasi dan tidak menggunakan masker dengan alasan tidak nyaman.

- Klien batuk tidak menutup mulut - keluarga menemani klien di

ruang isolasi tanpa

menggunakan masker.

- Klien mengatakan kurang mengetahui tentang tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko penularan infeksi kuman TB Paru

- klien membuang dahak di dalam kantong plastik terbuka yang digantungkan di stand infus saat di rumah sakit.

- klien batuk dan menutup mulut dengan telapak tangan klien dan kurang rapat

- Terlihat bahwa klien tidak menggunakan masker dengan alasan sesak nafas.

- Klien berada di ruang isolasi - keluarga yang menemani klien

juga tidak menggunakan

masker.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap mahasiswa D-III keperawatan yang sedang menjalani praktik terhadap pencegahan infeksi

Dari hasil evaluasi penulis, masalah resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen diharapkan setelah

Sikap penderita TB paru dalam mencegah penularan kontak serumah di Puskesmas Airtiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, menunjukkan sebagian besar

Dari hasil evaluasi penulis, masalah resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen diharapkan setelah

Bentuk terapi ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) dalam upaya pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi adalah penggunaan obat antiretroviral jangka

Sikap penderita TB paru dalam mencegah penularan kontak serumah di Puskesmas Airtiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, menunjukkan sebagian besar