• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN CIKARANG 4

N/A
N/A
GILANG NUGROHO

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN CIKARANG 4"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN JEMBATAN CIKARANG

(2)

iii DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan ... 2

BAB II KRITERIA DESAIN JEMBATAN ... 3

2.1 Kriteria Desain ... 3

2.2 Standar Acuan ... 4

2.3 Mutu Material ... 5

2.4 Spesifikasi Jembatan ... 6

2.5 Umur Rencana ... 6

2.6 Perencanaan Pembebanan ... 6

2.6.1 Beban Mati Akibat Berat Sendiri Elemen Struktur Utama, MS... 6

2.6.2 Beban Mati Akibat Beban Superimposed, MA ... 6

2.6.3 Beban Tekanan Tanah, TA ... 7

2.6.4 Beban Hidup Lajur, TD ... 8

2.6.4.1 Beban Garis Terpusat, BGT ... 8

2.6.4.2 Beban Hidup Terbagi Rata, BTR ... 8

2.6.5 Beban Hidup Truk, TT ... 9

2.6.6 Beban Pedestrian, TP ... 10

2.6.7 Beban Hidup Rem, TB ... 11

2.6.8 Beban Angin Struktur, EWs ... 11

2.6.9 Beban Angin Kendaran, EWl ... 11

2.6.10 Gaya Pratekan, PR ... 11

(3)

iv

2.6.11 Beban Arus dan Hanyutan, EF ... 12

2.6.12 Creep & Shrinkage, SH ... 12

2.6.13 Beban Temperatur Merata, Eun ... 12

2.6.14 Beban Gempa, EQ ... 13

2.7 Kombinasi Pembebanan ... 14

2.7.1 Kombinasi Pembebanan Normal ... 14

2.7.2 Kombinasi Pembebanan akibat Gempa ... 14

BAB IIIPERHITUNGAN DAYA DUKUNG PONDASI ... 16

3.1 Umum ... 16

3.2 Metode Perhitungan ... 16

BAB IVPERHITUNGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN ... 19

4.1 Perhitungan Slab Jembatan ... 19

4.1.1 Data ... 19

4.1.2 Lebar Efektif Dek Slab ... 20

4.1.3 Pemodelan Struktur ... 20

4.1.4 Pembebanan dan Input Pembebanan Slab ... 20

4.1.5 Hasil Momen ... 23

4.1.6 Penulangan Slab ... 27

4.1.6.1 Kapasitas Penampang Momen Negatif ... 27

4.1.6.2 Kapasitas Penampang Momen Positif ... 28

4.1.6.3 Kapasitas Penampang Momen Negatif Kantilever ... 29

4.1.7 Kontrol Tegangan Geser PONS ... 30

4.2 Perhitungan Elastromer ... 32

4.2.1 Input Data Beban dan Deformasi ... 32

a. Input Data Fisik Elastomer ... 32

b. Input Dimensi Elastomer ... 32

4.2.2 Penentuan Dimensi Elastromer ... 33

BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR BAWAH JEMBATAN ... 36

(4)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Notasi untuk Perhitungan Tekanan Tanah Aktif Coulomb ... 8

Gambar 2. 2 Konfigurasi Beban BGT dan BTR pada Struktur Atas Jembatan (SNI 1725- 2016) ... 9

Gambar 2. 3 Ilustrasi Beban Hidup Truck “T” (500 kN) ... 10

Gambar 2. 4 Pengaruh Faktor Beban Dinamis Terhadap Bentang Jembatan ... 10

Gambar 4. 1 Permodelan Slab ... 20

Gambar 4. 2 Beban Barrier Slab PCI ... 21

Gambar 4. 3 Beban Trotoar Slab PCI ... 21

Gambar 4. 4 Beban SDL Slab PCI ... 21

Gambar 4. 5 Beban T Ekstrim 1 Slab PCI ... 22

Gambar 4. 6 Beban T Ekstrim 2 Slab PCI ... 22

Gambar 4. 7 Beban T Ekstrim 3 Slab PCI ... 22

Gambar 4. 8 Hasil Momen Kombinasi Service ... 23

Gambar 4. 9 Hasil Geser Kombinasi Service ... 23

Gambar 4. 10 Hasil Momen Kombinasi Truk T1 ... 24

Gambar 4. 11 Hasil Geser Kombinasi Truk T1 ... 24

Gambar 4. 12 Hasil Momen Kombinasi Truk T2 ... 25

Gambar 4. 13 Hasil Geser Kombinasi Truk T2 ... 25

Gambar 4. 14 Hasil Momen Kombinasi Truk T3 ... 26

Gambar 4. 15 Hasil Geser Kombinasi Truk T3 ... 26

Gambar 4. 16 Penulangan Slab CTC 1.5 m ... 31 Gambar 4. 17 Detail Penulangan Plat Injak ... Error! Bookmark not defined.

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan jembatan didasarkan untuk menghubungkan jalan yang terputus akibat rintangan seperti sungai, danau, selat, saluran, lembah ataupun jurang. Panjang dan lebar bentang jembatan disesuaikan dengan rintangan yang dilalui jembatan yang dibangun.

Pada saat ini jembatan menjadi salah satu prasarana transportasi yang sangat viral untuk menunjang kelancaran pergerakan lalu lintas. Semakin lebar bentang jembatan maka semakin banyak pula volume kendaraan yang dapat dilayani dan berdampak pada peningkatan kelancaran lalu lintas.

Struktur atas dan struktur bawah adalah dua komponen penyusun struktur jembatan, masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda-beda. Struktur atas berfungsi untuk menerima beban secara langsung sedangkan struktur bawah berfungsi sebagai pondasi dari jembatan yang berupa abutmen dan pilar. Beban yang diterima oleh struktur atas yaitu berat sendiri, beban mati, beban hidup, dan beban angin. Pada struktur bawah menerima beban berupa gaya tekanan tanah, gesekan pada tumpuan, aliran air dan tumbukan.

Studi kelayakan dari suatu proyek pembangunan jembatan sangat diperlukan dalam meninjau apakah suatu jembatan layak dibanngun dan keuntungan apa saja yang diperoleh dari keberadaan jembatan tersebut, atau jembatan tersebut tidak layak dibangun. Kelayakan tersebut dinilai dari besar keuntungan dari adanya jembatan direncanakan dibandingkan dengan anggaran biaya yang digunakan dan kesulitan dalam proses pelaksanaan pekerjaan

1.2 Tujuan

Laporan ini dimaksudkan untuk menyajikan analisis dan perhitungan pada perencanaan struktur Jembatan Cikarang.

(6)

2 1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup yang terdapat dalam laporan perhitungan ini meliputi analisa data perencanaan super-struktur, sub-struktur sampai dengan perhitungan daya dukung tanah akibat beban ultimate dan beban layan dengan detail sebagai berikut :

1. Merencanakan sistem struktur, konsep jembatan, dan kriteria desain yang akan digunakan.

2. Mendesain struktur bangunan atas (super-structure) pada Jembatan.

3. Mendesain struktur bangunan bawah (sub-structure) pada Jembatan.

4. Menentukan jumlah penulangan pada Struktur Jembatan

5. Menentukan jenis material yang akan digunakan pada Struktur Jembatan.

6. Menentukan kedalaman pondasi pada Struktur Jembatan

(7)

3 BAB II

KRITERIA DESAIN JEMBATAN

2.1 Kriteria Desain

Kriteria desain Jembatan mengacu pada peraturan tersebut antara lain :

1. Umur rencana Jembatan Standar 75 tahun untuk komponen - komponen Utama Jembatan.

2. Pembebanan Jembatan menggunakan BM 100 Geometrik : a. Lebar lajur 3.5 m

b. Lebar jalur 7 m

c. Terdapat trotoar dengan lebar minimum 0.50 m

d. Superelevasi atau kemiringan melintang adalah 2% pada permukaan perkerasan lantai sedangkan kemiringan memanjang maksimum adalah 5%

e. Superelevasi atau kemiringan melintang adalah 2% pada permukaan perkerasan lantai kereta api adalah 6.5 m.

f. Ruang bebas aliran sungai :

- Minimal 0.50 m untuk sungai yang dapat di kontrol/saluran irigasi - Minimal 1.00 m untuk sungai yang tidak membawa benda hanyutan - Minimal 1.50 m untuk sungai yang membawa benda hanyutan

g. Jika ada pemukiman penduduk di kiri dan di kanan Oprit maka harus disediakan akses.

h. Jembatan harus di berikan jalan inspeksi untuk bangunan atas.

3. Perencanaan bangunan atas menggunakan Kombinasi Keadaan Batas atau ULS sedangkan bangunan bawah atau daya dukung pondasi mengunakan kombinasi layan SLS.

4. Lendutan maksimum akibat beban lalu lintas dengan faktor beban dinamis tidak boleh melebihi L/800 untuk struktur sederhana diatas dua tumpuan atau L/400 untuk struktur kantilever lawan lendut harus didesain berdasarkan beban layan sebesar d = 150 % (dDL + dLL).

5. Desain Struktur Pilar

a. Pilar portal satu tingkat dengan tinggi tipikal < 15 meter.

b. Pilar kolom tunggal dengan tinggi tipikal < 15 meter (tidak untuk daerah gempa berat).

(8)

4 6. Faktor Keamanan :

a. Untuk pondasi tiang pancang, SF = 3, untuk sumuran dan pondasi langsung, SF=2.

b. Faktor kemanan stabilitas guling dan geser, SF = 1.50.

7. Deformasi Lateral

a. Deformasi lateral fondasi tiang yang diizinkan mak:simum 1 inchi atau 2,5 cm yang dibawah pilecap.

b. Penurunan maksimum fondasi yang diizinkan 1 cm.

c. Kedalaman fondasi direncanak:an hingga sampai pada tanah keras, apabila tanah keras cukup dalam (> 50 m), maka fondasi dapat direncanakan mengandalkan friksi saja akan tetapi menjadi batasan adalah daya dukung dan penurunan 8. Kalendering Terakhir

a. Tiang Pancang baja ± 2,5 cm /10 pukulan& tiang pancang beton 3 - 5 cm / 9. Pukulan untuk end point bearing dengan jenis hammer yang sesuai sehingga dapat

memenuhi daya dukung tiang rencana

a. Apabila fondasi direncanak:an tidak: sampai pada kedalaman tanah keras mak:a diwajibkan untuk melakukan uji tiang

10. Perencanaan Jalan Pendekat

a. Tinggi Timbunan tidak boleh melebihi H ijin

H ijin = ( c.Nc + gD Nq )/g, dengan nilai C dan g dari hasil lab. sedangkan nilai Safety Factor SF > 1.50.

b. Jika tinggi timbunan melebihi H ijin harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah.

c.

2.2 Standar Acuan

Peraturan yang digunakan dalam melakukan perhitungan teknis ini adalah sebagai berikut:

1. SNI 1725-2016 (Pembebanan untuk Jembatan) 2. SNI 2833-2016 (Persyaratan Gempa Jembatan) 3. SNI 2847-2019 (Persyaratan Beton Struktural) 4. SNI 1729-2020 (Perencanaan Struktur Baja)

5. SNI 8460-2017 (Persyaratan Perancangan Geoteknik)

6. SNI 6747-2002 (Tata Cara Perencanaan Teknis Pondasi Tiang Jembatan) 7. SNI 3446-1994 (Tata Cara Perencanaan Teknis Pondasi Langsung Jembatan)

(9)

5

8. SNI 3447-1994 (Tata Cara Perencanaan Teknis Pondasi Sumuran Jembatan) 9. SNI 3967 - 2008 (Spesifikasi Bantalan Elastomer)

10. Surat Edaran Menteri No. 10/SE/M/2015: Pedoman Perancangan Elastomer 11. Surat Edaran Menteri No. 53/SE/M/2015: Pedoman Perancangan Pilar

Langsing

12. Surat Edaran Menteri No. 12/SE/M/2015: Pedoman Penetuan Beban Impak Bangunan – Pelindung Pilar Jembatan

13. Surat Edaran Menteri No. 05/SE/Db/2017: Kriteria Desain Jembatan Umum 14. Surat Edaran Menteri No. 06/SE/Db/2021: Panduan Praktis Perencanaan

Teknis Jembatan

15. Pd T-13-2004-B (Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik Jalan) 16. Pd T-11-2003 (Standar Perencanaan Jalan Pendekat Jembatan)

17. SP-17M(14)-1 : Buku Panduan Desain Struktur Beton Bertulang Dasar sesuai ACI 318M

2.3 Mutu Material

Mutu material untuk desain konstruks jembatan dijelaskan sebagai berikut:

- Mutu beton Pelat Lantai f’c : 30 Mpa - Mutu beton Pelat Injak f’c : 30 Mpa - Mutu beton PCI Girder f’c : 50 Mpa - Mutu beton Diagframa f’c : 30 Mpa - Mutu beton Abutment f’c : 30 Mpa - Mutu beton Pile Cap f’c : 30 Mpa - Mutu baja tulangan ulir fy : 420 Mpa

(10)

6 2.4 Spesifikasi Jembatan

Berikut dijelaskan data spesifikasi jembatan yang akan didesain:

- Nama Jembatan : Jembatan Cikarang

- Bentang : 20 meter

- Lebar Jembatan : 10.5 meter

- Jumlah Abutment : 2 Abutment

- Rencana Pondasi : Pondasi Bored Pile

2.5 Umur Rencana

Perencanaan struktur jembatan dilakukan dengan memperhitungkan umur rencana struktur 75 tahun. Sedangkan elemen lainnya dilakukan pemeliharaan secara berkala dan diganti bila terjadi kerusakan yang berarti.

2.6 Perencanaan Pembebanan

Data – data perencanaan pembebanan pada struktur jembatan ini diambil dari SNI 1725-2016 dan SNI 2833-2016. Beban – beban yang bekerja pada struktur bawah akibat lalu lintas yang bekerja pada sturktur atas adalah sebagai berikut:

2.6.1 Beban Mati Akibat Berat Sendiri Elemen Struktur Utama, MS

Beban ini dapat dihitung secara manual maupun dihitung secara otomatis oleh program bantu analisa struktur. Beban tersebut berdasarkan berat volume dari setiap jenis material sebagai berikut:

- Beton bertulang : 2,500 kg/m3

- Baja : 7,850 kg/m3

2.6.2 Beban Mati Akibat Beban Superimposed, MA

Beban mati akibat beban superimposed dari beban tambahan akibat material penutup jalan maupun aksesoris jembatan sebagai berikut:

- Aspal : 2,200 kg/m3

- Pelat beton : 2,500 kg/m3

- Beban Barrier & Parapet : 2,400 kg/m3 - Beban Hujan (Air) : 1,000 kg/m3

- Pipa Baja MEP : 7850 kg/m3

(11)

7 2.6.3 Beban Tekanan Tanah, TA

Beban tekanan tanah baik tanah asli maupun timbunan oprit termasuk sebagai beban superimposed (mati maupun hidup) yang bekerja pada struktur bawah khususnya dinding abutmen. Terdapat beberapa jenis beban tekanan tanah yang bekerja pada dinding abutmen sebagai berikut:

a. Beban tekanan tanah aktif akibat berat sendiri tanah, TA. Di mana berat volume tanah eksisting maupun timbunan diambil sebesar = 1,800 kg/m3. Beban ini bekerja sebagai beban segitiga tegak lurus tinggi dinding abutmen.

b. Beban tekanan tanah aktif akibat beban kendaraan terbagi rata (BTR) yang bekerja di atas timbunan oprit,TABTR. Beban ini bekerja sebagai beban persegi tegak lurus tinggi dinding abutmen.

c. Beban tekanan tanah aktif akibat air jenuh dalam lapisan tanah, EF. Di mana berat volume air diambil sebesar = 1,000 kg/m3. Beban ini bekerja sebagai beban segitiga tegak lurus tinggi dinding abutmen.

Adapun gaya-gaya akibat tekanan tanah aktif harus diperhitungan berdasarkan perumusan koefisien berikut:

δ = sudut geser antara urugan dan dinding (). Nilai ini diambil melalui pengujian laboratorium atau bila tidak memiliki data yang akurat dapat mengacu pada Tabel 6 dari SNI 1725-2016.

β = sudut pada urugan terhadap garis horisontal ().

θ = sudut pada dinding belakang terhadap garis horisontal ().

’r = sudut geser efektif tanah ().

(12)

8

Gambar 2. 1 Notasi untuk Perhitungan Tekanan Tanah Aktif Coulomb

2.6.4 Beban Hidup Lajur, TD

Beban hidup lajur, TD, merupakan beban akibat distribusi lajur lalu lintas pada struktur atas yang terdiri dari :

2.6.4.1 Beban Garis Terpusat, BGT

Menurut SNI 1725-2016 Pasal 8.3.1, beban garis terpusat, BGT, atau knife edge load, KEL, harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.

Besarnya diambil sebesar 49 kN/m yang ditempatkan pada setiap tengah bentang jembatan.

2.6.4.2 Beban Hidup Terbagi Rata, BTR

Menurut SNI 1725-2016 Pasal 8.3.1, untuk beban hidup terbagi rata, BTR, atau uniform distributed load, UDL, diambil sebagai fungsi terhadap panjang jembatan dimana besarnya BTR yang diambil dapat direncanakan sebagai berikut :

a. Untuk panjang bentang jembatan (L) lebih kecil sama dengan 30 m maka besarnya BTR dapat diambil sebesar:

q = 9 kPa = ± 900 Kg/m2.

b. Untuk panjang bentang jembatan (L) lebih besar dari 30 m maka besarnya BTR dapat diambil sebesar :

q = 9 . (0.5+ 15 / L) kPa.

Ilustrasi pembebanan beban lajur, D, baik beban garis terpusat, BGT, maupun beban terbagi rata, BTR, KEL dapat dilihat pada Gambar 2.12. Di mana konfigurasi pembebanan tertentu untuk elemen-elemen struktur tertentu juga harus diperhatikan untuk mendapatkan bentuk pembebanan yang memberikan gaya paling maksimum (Maksimum-Maksimorum).

Besarnya Dynamic Load Allowance (DLA) untuk beban KEL ini diambil sebesar 40 % untuk panjang bentang kurang dari 50 m sesuai dengan pasal 8.6 SNI 1725-2016.

(13)

9

Gambar 2. 2 Konfigurasi Beban BGT dan BTR pada Struktur Atas Jembatan (SNI 1725-2016)

2.6.5 Beban Hidup Truk, TT

Beban lalu lintas selain beban lajur TD (BGT dan BTR) adalah beban akibat Truk, TT, yang merupakan tekanan roda-roda truk. Beban truk tidak dapat digunakan bersamaan dengan BGT dan BTR. Pembebanan truk, TT, terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar sebagaimana Gambar 2.15. Di mana berat dari tiap- tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4.0 meter samPAI dengan 9.0 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Adapun beban as roda dari Truk dapat ditentukan sebagai berikut:

- As Depan, 50 kN. Beban satu titik roda depan 25 kN.

- As Tengah dan Belakang, 225 kN. Beban satu titik roda tengah atau belakang 112.5 kN.

- Panjang truk minimum adalah 9 m atau 29.52 ft, dan panjang truk maksimum 14 m atau 45.93 ft. Panjang diukur dari as depan ke as paling belakang.

(14)

10

Gambar 2. 3 Ilustrasi Beban Hidup Truck “T” (500 kN)

Kondisi maksimum termaksimum menurut SNI 1725-2016 pasal 8.4.6 merupakan hasil antara kombinasi pengaruh beban truk T dikalikan dengan factor beban dinamis (FBD) atau pengaruh beban terdistribusi “TD” dan beban garis BGT dikalikan FBD.

Gambar 2. 4 Pengaruh Faktor Beban Dinamis Terhadap Bentang Jembatan

2.6.6 Beban Pedestrian, TP

Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kN/m2 dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan.

(15)

11 2.6.7 Beban Hidup Rem, TB

Beban hidup akibat gaya rem kendaraan, TB diambil sebesar : - 25% dari berat gandar truk desain atau

- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata, BTR.

Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang sama.

2.6.8 Beban Angin Struktur, EWs

Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah angin rencana harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan lain dalam Pasal 9.6.3. Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan angin rencana dalam MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

2.6.9 Beban Angin Kendaran, EWl

Beban angin horizontal seperti yang dijelaskan dalam standard peraturan harus 3,59 kPa. Dimana beban angin harus diasumsikan merata di atas jembatan atau permukaan kendaraan secara tegak lurus terhadap arah angin horizontal.

2.6.10 Gaya Pratekan, PR

Gaya pratekan akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen- komponen yang terkekang pada bangunan statis tak tentu. Dalam perhitungan teknis ini perhitungan pier head dihitung secara manual tanpa ada desain perhitungan beton pratekan dan tidak memperhitungan teknis elemen girder, maka gaya pratekan dapat diabaikan.

(16)

12 2.6.11 Beban Arus dan Hanyutan, EF

Beban aliran sungai dapat ditingkatkan jika ada kemungkinan material yang hanyut tersangkut di substruktur. Kecuali ada catatan lain, beban aliran sungai dapat dihitung sebagai berikut:

Ultimate Limit State with Flood Return Period 50 years.

Ultimate Limit State dengan periode banjir 100 years.

Dimana:

Vs = kecepatan aliran rata-rata untuk periode tertentu (m/sec).

AD = Area frontal langsung dari pilar atau abutment.

2.6.12 Creep & Shrinkage, SH

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan beton. Pengaruh ini dihitung menggunakan beban mati jembatan. Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka nilai dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang). Pengaruh susut dan rangkak dihitung berdasarkan CEB-FIP 1990 dan selama periode 70 tahun (25500 hari). Kelembaban relatif rata-rata adalah 70%.

2.6.13 Beban Temperatur Merata, Eun

Deformasi akibat perubahan temperatur yang merata dapat dihitung dengan menggunakan prosedur seperti yang dijelaskan pada pasal ini. Prosedur ini dapat digunakan untuk perencanaan jembatan yang menggunakan gelagar terbuat dari beton atau baja.

Rentang temperatur harus seperti yang ditentukan. Perbedaan antara temperature minimum atau temperatur maksimum dengan temperatur nominal yang diasumsikan dalam perencanaan harus digunakan untuk menghitung pengaruh akibat deformasi yang terjadi akibat perbedaan suhu tersebut.

(17)

13

Tabel 2. 1 Temperatur Jembatan Rata-Rata Nominal (SNI 1725-2016)

2.6.14 Beban Gempa, EQ

Gaya gempa disebakan oleh pergerakan seismic yang bekerja pada dua arah X maupun arah Y dari suatu struktur. Nilai dari gaya gempa sangatlah tergantung dari lokasi struktur yang ditinjau. Di mana menurut SNI 2833-2016 ,peta zona gempa dapat juga dilihat melalui “Penentuan Spektrum Respons Desain di Permukaan Tanah Untuk Jembatan ” dari situs: http://petagempa.pusjatan.pu.go.id/

Besaran gaya gempa yang terjadi pada struktur sangat ditentukan pula oleh faktor modifikasi respon, R, sesuai dengan tipe struktur bangunan bawah sebagaimana Tabel 6 dari SNI 2833-2016. Adapun pada perhitungan teknis ini, jembatan tol dikategorikan sebagai jembatan lainnya (biasa) sehingga digunakan nilai factor modifikasi respons sebagai berikut:

- Untuk perencanaan struktur kolom dan balok pier digunakan R = 3.0 untuk gempa arah X (longitudinal) (kolom tunggal) dan R = 5.0 untuk gempa arah Y (transversal) (kolom majemuk).

- Untuk perencanaan pile cap (footing) dan pondasi tiang pancang digunakan R = 1.0 untuk arah X maupun Y. Adapun gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur jembatan harus dikombinasi sehingga memiliki 2 tinjaun pembebanan sebagai berikut:

- Gempa arah X maksimum, di mana 100% gaya gempa pada arah x, EQx dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah y, EQy.

- Gempa arah Y maksimum, di mana 100% gaya gempa pada arah y, EQy dikombinasikan dengan 30% gaya gempa pada arah x, EQx.

Lokasi Jembatan Bundaran KIJ 9 Jababeka Cikarang. Sehingga berdasarkan peta gempa p ada SNI 2833-2016 maupun Aplikasi Desain Spektra dari PUSJATAN didapatkan parameter untuk respon spektra di lokasi tersebut adalah:

(18)

14 2.7 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan SNI 2847-2013 dan SNI 1725-2016 maupun SNI 2833-2016, perencanaan dan evaluasi struktur beton bertulang untuk jembatan kategori penting harus menggunakan kombinasi pembebanan ultimate sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Input Kombinasi Beban Sesuai SNI 1725-2016

2.7.1 Kombinasi Pembebanan Normal

- Kuat 1 (D) = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + 1.8 TD

- Kuat 1 (T) = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + 1.8 (TT + TB) - Kuat 2 (D) = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + 1.4 TD

- Kuat 2 (T) = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + 1.4 (TT + TB) - Kuat 3 = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA

- Kuat 4 = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA - Kuat 5 = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA

2.7.2 Kombinasi Pembebanan akibat Gempa

- Extrem 1 = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + EQX + 0.3 EQY - Extrem 2 = 1.3 MS + 2 MA + 1.25 TA + 0.3 EQX + EQY

(19)

15 Di mana :

MS = beban mati akibat berat sendiri MA = beban mati tambahan

TT = beban hidup truk

TD = beban distribusi akibat beban lajur lalu lintas

a. BGT = beban hidup garis terpusat b. BTR = beban hidup terbagi rata

TA = tekanan tanah, terdiri dari :

a. EP = tekanan tanah aktif akibat berat tanah timbunan

b. EPBTR = tekanan tanah aktif akibat beban terbagi rata di atas tanah timbunan

c. EPW = tekanan tanah aktif akibat air dalam timbunan EQx = beban gempa arah X

a. Untuk pier head dan kolom menggunakan R = 3

b. Untuk pier head, kolom, pile cap dan pondasi menggunakan R = 1 EQy = beban gempa arah Y

a. Untuk pier head dan kolom menggunakan R = 5

b. Untuk pier head, kolom, pile cap dan pondasi menggunakan R = 1

(20)

16 BAB III

PERHITUNGAN DAYA DUKUNG PONDASI

3.1 Umum

Pada BAB ini akan menjelaskan metode perhitungan daya dukungh pondasi dan rekomendasi pemilihan pondasi. Hasil perhitungan pondasi didapatkan dari hasil penyelidikan tanah. Dimana pengujian lapangan ini berupa nilai NSPT.

3.2 Metode Perhitungan

Perhitungan daya dukung pondasi dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan tanah berupa nilai N-SPT yang telah dilakukan di lapangan. Secara teoritis, kapasitas daya dukung tiang pancang berdasarkan hasil uji SPT dapat dihitung berdasarkan perumusan metode dari Luciano Decourt (1982). Di mana nilai N-SPT untuk lapisan tanah di bawah muka air tanah harus dikoreksi menjadi N’. Di mana besaran N’ menurut TERZAGHI & PECK adalah sebagai berikut :

Dimana :

N = Nilai N-SPT di lapangan

N’ = Nilai N-SPT terkoreksi untuk lapisan tanah di bawah permukaan air tanah.

Menurut Luciano Decourt, daya dukung pondasi dalam dirumuskan sebagai:

Dimana :

Qall = Daya dukung ijin tiang

SF = Angka keamanan, untuk perencanaan diambil sebesar 2.5 QL = Daya dukung ultimate dari suatu pondasi dalam.

QP = Daya dukung pondasi berdasarkan kapasitas ujung dasar tiang

(21)

17

QS = Daya dukung pondasi berdasarkan kapasitas gesekan dinding/selimut tiang.

Dimana :

NP = Rata-rata nilai N-SPT sepanjang 4xB di atas dan 4xB I bawah ujung

dasar tiang.

=

B = Diameter Tiang Rencana K = Koefisien karakteristik tanah.

= 12 t/m2 untuk lempung.

= 20 t/m2 untuk lanau berlempung.

= 25 t/m2 untuk lanau berpasir.

= 40 t/m2 untuk pasir.

AP = Luasan pada ujung dasar tiang qP = kekuatan pada ujung dasar tiang.

 = Koefisien Dasar Tiang

= 1.00 (Untuk Tiang Pancang / Driven Pile)

= 0.85 (Untuk Bore Pile pada Tanah Lempung Lunak)

= 0.6 (Untuk Bore Pile pada Tanah Kepadatan Sedang)

= 0.5 (Untuk Bore Pile pada Tanah Berpasir)

Dimana :

qS = Kekuatan berdasarkan gesekan lateral (t/m2)

NS = Rata-rata nilai N-SPT (Sepanjang tiang tertanam), Dengan batasan: 3 < N < 50 AS = Luas selimut tiang tertanam

(22)

18

= Keliling tiang x Panjang Tiang Tertanam

 = Koefisien Shaft

= 1.00 (Untuk Tiang Pancang)

= 0.8 (Untuk Bore Pile pada Tanah Lempung Lunak)

= 0.65 (Untuk Bore Pile pada Tanah Kepadatan Sedang)

= 0.5 (Untuk Bore Pile pada Tanah Berpasir)

(23)

19 BAB IV

PERHITUNGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN

4.1 Perhitungan Slab Jembatan 4.1.1 Data

(24)

20 4.1.2 Lebar Efektif Dek Slab

Berdasarkan AASHTO 2017 :

Lebar tinjauan yang digunakan untuk pemodelan diambil 2 m.

4.1.3 Pemodelan Struktur

Gambar 4. 1 Permodelan Slab

4.1.4 Pembebanan dan Input Pembebanan Slab 1. Beban Sendiri (SDL)

Diperhitungkan oleh model dengan berat jenis 25 kN/m3.

(25)

21 2. Beban Barrier (Dead Load)

Gambar 4. 2 Beban Barrier Slab PCI

3. Beban Trotoar (Dead Load)

Gambar 4. 3 Beban Trotoar Slab PCI

4. Beban SDL (Aspal dan Air Hujan)

Gambar 4. 4 Beban SDL Slab PCI

(26)

22 5. Beban Truk

• Beban T Ekstrim 1

Gambar 4. 5 Beban T Ekstrim 1 Slab PCI

• Beban T Ekstrim 2

Gambar 4. 6 Beban T Ekstrim 2 Slab PCI

• Beban T Ekstrim 3

Gambar 4. 7 Beban T Ekstrim 3 Slab PCI

(27)

23 4.1.5 Hasil Momen

Gambar 4. 8 Hasil Momen Kombinasi Service

Gambar 4. 9 Hasil Geser Kombinasi Service

(28)

24

Gambar 4. 10 Hasil Momen Kombinasi Truk T1

Gambar 4. 11 Hasil Geser Kombinasi Truk T1

(29)

25

Gambar 4. 12 Hasil Momen Kombinasi Truk T2

Gambar 4. 13 Hasil Geser Kombinasi Truk T2

(30)

26

Gambar 4. 14 Hasil Momen Kombinasi Truk T3

Gambar 4. 15 Hasil Geser Kombinasi Truk T3

(31)

27

Tabel 4. 1 Hasil Gaya Dalam Slab CTC 1.5 m

4.1.6 Penulangan Slab

4.1.6.1 Kapasitas Penampang Momen Negatif

1. Kebutuhan Penulangan Lentur Negatif Arah Melintang

Service Ultimate 1 Ultimate 2 Ultimate 3

Momen Negatif (kNm) 63,38 61,02 66,01 56,42

Momen Positif (kNm) 50,87 65,79 73,73 58,34

Momen Negatif Cantilever (kNm) 8 10,5 10,5 10,5

Geser (kN) 178,21 183,91 193,85 214,17

Gaya Dalam Kombinasi

(32)

28

2. Kebutuhan Penulangan Shringkage dan Temperatur Arah Memanjang

4.1.6.2 Kapasitas Penampang Momen Positif

1. Kebutuhan Penulangan Lentur Positif Arah Melintang

(33)

29

2. Kebutuhan Penulangan Shringkage dan Temperatur Arah Memanjang

4.1.6.3 Kapasitas Penampang Momen Negatif Kantilever 1. Kebutuhan Penulangan Lentur Negatif Arah Melintang

(34)

30

2. Kebutuhan Penulangan Shringkage dan Temperatur Arah Memanjang

4.1.7 Kontrol Tegangan Geser PONS

(35)

31

Gambar 4. 16 Penulangan Slab CTC 1.5 m

NO URAIAN PENULANGAN DIPASANG TULANGAN

1 TULANGAN LENTUR D16-150

2 TULANGAN BAGI D13-150

3 TULANGAN SUSUT D13-600

(36)

32 4.2 Perhitungan Elastromer

4.2.1 Input Data Beban dan Deformasi

Beban pada elastomer akibat kombinasi beban layan 1, Dlayan -1 = 874.00 kN Beban pada elastomer akibat beban mati, DL = 544.14 kN Beban pada elastomer akibat beban hidup, LL = 329.85 kN Maksimum perputaran pada setiap sumbu, θlayan-1 = 0.000669 rad

Panjang jembatan, L = 34 m

Lebar girder, b = 700 mm

perpindahan memanjang jembatan, Δs = 5.16 mm

a. Input Data Fisik Elastomer

Modulus geser minimum, G = 0.9 MPa

Kekerasan Shore "A", Hardness = 60 ± 5

Batas tegangan delamasi, σs-maks = 7 MPa

b. Input Dimensi Elastomer

Lebar elastomer, W = 300 mm

Panjang elastomer, L = 400 mm

Ketebalan efektif karet pada lapisan antara, hri = 12 mm

Tebal lapisan penutup, hcov = 10 mm

Tebal pelat baja, hs = 5 mm

Jumlah lapisan, n = 5 buah

Tegangan leleh pelat baja, fy = 240 MPa

(37)

33 4.2.2 Penentuan Dimensi Elastromer

Ketebalan total karet elastomer, hrt = 2 * hcov + n * hri = 30 mm Tinggi total elastomer, H = hrt + (n + 1) * hs = 40 mm

Luas elastomer perlu, Aperlu = Dlayan-1 / σs-maks = 124857.66 mm2 Luas keseluruhan elastomer, A = W * L =160000.00 mm2 Kontrol luas elastomer pakai,

Syarat : A > Aperlu

160000 > 124857.66 → [ OK ]

Keliling elastomer, Ip = 2 * ( L + W ) = 1600 mm

Faktor bentuk elastomer, S = A / ( Ip * hri ) = 8.333

Kontrol faktor bentuk elastomer,

Syarat : 4 < S ≤ 12

4 < 8.333 ≤ 12 → [ OK ]

Tegangan pada elastomer akibat

kombinasi beban layan 1, σs = Dlayan-1 / A = 5.463 MPa Tegangan pada elastomer akibat beban hidup, σL = DLL / A =2.0616 MPa Tegangan maksimum dengan deformasi geser yang tidak dikekang,

Kondisi 1 : σs-maks = 7.00 MPa

(38)

34

Kondisi 2 : σs-maks = G * S = 7.50 MPa

Tegangan maksimum dengan deformasi geser yang dikekang,

Kondisi 1 : σs-maks = 7.70 MPa

Kondisi 2 : σs-maks = G * S = 8.25 MPa

Kontrol tegangan pada elastomer,

Syarat : σs < σs-maks

5.463 < 8.25 → [ OK ]

Deformasi izin pada elastomer, Δizin = 2 * Δs = 10.32 mm Kontrol perpindahan pada elastomer,

Syarat : hrt > Δizin

80.000 > 10.32 → [ OK ]

Rotasi akibat kombinasi Layan 1, θlayan-1 = 0.001 rad Rotasi layan total dengan toleranasi, θs-x = θlayan-1 + 0,005 = 0.006 rad Tegangan maksimum akibat rotasi,

thd sumbu memanjang : σr-x = 0,5 * G * S * ( L / hri )2 * θs-x / n = 4.724 MPa thd sumbu melintang : σr-y = 0,5 * G * S * ( W / hri )2 * θs-x / n = 4.724 MPa

(39)

35 Kontrol perpindahan pada elastomer,

Syarat : σr < σs

4.724 < 5.463 → [ OK ]

Batas ketebalan total elastomer, Kond. 1 Hmax = L / 3 = 133.33 mm

Kond. 2 Hmax = W / 3 = 133.33 mm

Hmax = 133.33 mm

Kontrol tinggi total elastomer pada elastomer,

Syarat : H < Hmax

110.000 < 133.333 → [ OK ]

Ketebalan minimum lapisan baja,

Kond.1 hs-min = 3 * hr-maks * σs / fy = 0.819 mm

Kond.2 hs-min = 2 * hr-maks * σL / FTH = 0.206 mm

hs-min =0.81 mm

Kontrol ketebalan lapisan baja pada elastomer,

Syarat : hs > hs-min

5.000 > 0.819 → [ OK ]

(40)

36 BAB V

PERHITUNGAN STRUKTUR BAWAH JEMBATAN

Gambar

Gambar 2. 1 Notasi untuk Perhitungan Tekanan Tanah Aktif Coulomb
Gambar 2. 2 Konfigurasi Beban BGT dan BTR pada Struktur Atas Jembatan (SNI  1725-2016)
Gambar 2. 3 Ilustrasi Beban Hidup Truck “T” (500 kN)
Gambar 2. 4 Pengaruh Faktor Beban Dinamis Terhadap Bentang Jembatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan Gaya dan Momen akibat Beban gempa tekanan tanah dinamis pada Z[\] ^[__ atas .... Perhitungan Gaya dan Momen ultimit back wall

Kombinasi pembebanan (beban mati, beban hidup dan beban gempa ) serta perhitungan struktur dihitung berdasarkan Peraturan Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk

Gambar 4.22 Pembebanan pada Gelagar Memanjang Akibat Beban Angin Gambar diatas sebagai acuan dalam perhitungan tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus

Dengan memasukan beban-beban dari data pada kondisi operasi, seperti tekanan dan temperatur operasi dan beban displacement akibat subsidence, maka analisis tegangan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi tegangan pada tanah lunak jenuh akibat beban merata lajur.. Metode penelitian ini dilakukan dengan membuat model uji

Pembebanan yang berlaku untuk menganalisis nilai sisa kapasitas metode rating factor adalah momen ultimit dan gaya geser ultimit akibat beban mati dan beban hidup

dimana menara tidak mengalami lentur trans)ersal akibat beban mati dan beban hidup berupa lalu lintas# dapat digunakan untuk menentukan dimensi akhir. Beban trans)ersal

3 Respon terhadap beban lalu lintas “T” Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan: a