LAPORAN KA ANDAL
PADA TAMBANG BAUKSIT PT HARITA PRIMA ABADI MINERAL
Oleh :
Alya Wulandari (11190980000005) Siti Lutfiah Puan Maharani (11190980000025)
Naurafi Faqiha (11190980000030) Dosen Pengampu :
A. Silvan Erusani, ST., M.Sc
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTMABANGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H/2022 M
BAB I PENDAHULUAN
Potensi pertambangan Indonesia sangat tinggi dan dikenal sebagai salah satu negara yang tersebar hasil pertambangannya di berbagai pulau. Potensi dan kecerdikan yang sangat besar dari mineral ini telah menarik perhatian banyak orang, terutama investor pertambangan, terutama investor asing. Karena perusahaan dijalankan oleh investor asing atau besar, pengusaha Indonesia hanya terlihat oleh mereka yang fokus pada pertambangan. Oleh karena itu, untuk peran tenaga ahli lokal, sudah selayaknya pengusaha lokal mengelola kekayaan mineral yang ada di wilayah tersebut. Hal ini karena berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar dan mendorong tumbuhnya industri lokal yang dapat mendukung pertambangan. Produk pertambangan khususnya dalam industri metalurgi perlu diolah dan/atau dimurnikan menjadi produk jadi atau setengah jadi untuk menambah nilai tambah.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan (Minerba) serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, bahan baku hasil tambang harus di proses di dalam negeri sehingga dapat di peroleh berbagai keuntungan yang lebih signifikan, antar lain :
a. Secara ekonomi akan memberikan niali tambah (value added) karena hasil pengolahan tersebut akan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
b. Menyumbangkan nilai devisa yang lebih tinggi bagi negara.
c. Menumbuhkan perekonomian daerah.
d. Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.
e. Meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dalam suatu perencanaan usaha pertambangan ini juga perlu diperhatikan dari beberapa aspek yang penting. Seperti yang telah terlampir pada PERPRES RI Nomor 55 Tahun 2022. Keseluruhan rencana pembukaan kegiatan usaha pertambangan dibutuhkan persyaratan yang telah ditentukan dan dipahami betul makna yang bersangkutan terhadap izin usaha pertambangan, diantaranya :
1. Ketentuan Umum untuk mengetahui tujuan dari sebuah persyaratan,
2. Lingkup Kewenangan dan Pendelegasian sebagai bentuk persyaratan yang harus diajukan di suatu perusahaan tambang mineral dan batubara,
3. Penyelenggaraan Pemberian Perizinan Berusaha,
4. Pembinaan, Pengawasan dan Pelaporan secara benar dan teratur, dan 5. Pendaan sebagai syarat jelas yang diharuskan untuk diketahui
Maka dari itu dibutuhkan rencana pertambangan sebagai acuan bagi perusahaan dalam segala aspek. Dimana pada tahun 2005 berdiri peruhaan PT Harita Prima Abadi Mineral sebagai penghasil pertambangan Bauksit yang cukup baik.
Diketahui kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam yang semakin menipis, selain itu proses penambangan itu sendiri merupakan kegiatan yang memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan. Risiko tinggi ini disebabkan oleh keberadaan bahan tambang tersebut yang sering dilakukan oleh penambangan terbuka.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan perlu dilakukan kajian yang cermat dan mendalam terhadap dampak yang mungkin timbul. Hal ini diperlukan agar kegiatan ini tidak hanya dimanfaatkan secara ekonomis tetapi juga menghindari dampak lingkungan yang terjadi. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan diperlukan untuk mencapai keseimbangan manfaat ekonomi dan daya dukung lingkungan. Prinsip pembangunan berkelanjutan adalah kepentingan generasi sekarang dan kepentingan generasi mendatang. Salah satu cara ke arah itu adalah dengan melakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum kegiatan dilakukan.
Jenis usaha yang harus dilengkapi AMDAL sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2009, Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan 2012 dan Peraturan Menteri Negara. Dan/atau untuk kegiatan Edisi 05 tahun 2012, Perencanaan AMDAL Kegiatan Pertambangan oleh PT Harita Prima Abadi Mineral harus dilengkapi. File AMDAL yang dihasilkan terdiri dari Kerangka Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Dokumen KAANDAL merupakan dokumen pertama yang dihasilkan dan digunakan sebagai acuan dalam survei ANDAL, kemudian scan ANDAL mengacu pada evaluasi pembuatan dokumen RKL dan RPL. Sistem penyusunan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL untuk program pertambangan PT Harita Prima Abadi Mineral diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada tahun 2006. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
1.1.1 Tujuan
a. Menggunakan kegiatan pertambangan emas guna memperoleh keuntungan secara finansial
b. Meningkatkan ketersediaan akan emas di pasar dalam negeri maupun internasional;
c. Menambah perolehan devisa negara, melalui realisasi ekspor hasil tambang ; d. Menambah pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari dana bagi hasil tambang;
e. Memberdayakan masyarakat setempat dan sekitarnya.
1.1.2 Manfaat
1. Membantu Pemerintah Republik Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Provinsi Jambi serta Kabupaten Bombana khususnya dalam menciptakan lapangan kerja bagi penduduk setempat.
2. Membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam pemasukan devisa dari sektor non migas.
3. Memberikan kesejahteraan dan peningkatan pendapatan masyarakat, melalui kegiatan pertambangan khususnya di Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo.
4. Menyerap tenaga kerja, terutama penduduk setempat dan sekitarnya, 5. Meningkatkan taraf hidup masyarakat,
6. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, 7. Meningkatkan kegiatan pada sektor pertambangan .
Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang diacu dalam penyusunan dokumen AMDAL rencana kegiatan pertambangan emas di Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Provinsi Jambi, meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan dan Peraturan Menteri, Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum, Peraturan Daerah serta keputusan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan aspek lingkungan, secara hierarki peraturan perundang-undangan tersebut meliputi, sebagaimana disajikan pada Tabel berikut :
No. Peraturan
Perundang-undangan Judul
Keterkaitan Dengan Penyusunan
ANDAL A. Undang-undang
1. UU No. 5 Tahun 1960 Ketentuan-
ketentuan Pokok Agraria
Usaha bidang pertambangan bersinggungan erat dengan masalah pertanahan,
terutama dalam hal penataan batas dan pembebasan lahan masyarakat, oleh karenanya perlu memperhatikan ketentuan bidang pertanahan 2. UU No. 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja Potensi kecelakaan kerja
pada usaha pertambangan emas perlu mengacu dan memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K-3)
3. UU No. 07 Tahun 1981 Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Dalam hal rencana penyerapan tenaga kerja pada usaha pertambangan,
pihak Pemrakarsa
berkewajiban untuk melaporkan rencana penggunaan tenaga kerja kepada dinas /instansi yang berwenang.
4. UU No. 5 Tahun 1990 Konservasi
Sumberdaya Alam
Hayati dan
Ekosistemnya
Salah satu dampak usaha pertambangan emas adalah berkurangnya luas areal berhutan yang menjadi habitat bagi keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
Usaha pertambangan perlu memperhatikan aspek konservasi sumber daya alam hayati dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup.
5. UU No. 03 Tahun 1992 Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Ketentuan ini berkaitan erat dengan kewajiban bagi setiap perusahaan untuk memenuhi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap karyawan di
lingkungan perusahaan.
6. UU No. 5 Tahun 1994 Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa Mengenai
Keanekaragaman Hayati
Ketentuan-ketentuan
konvensi bidang
keanekaragaman-hayati perlu mendapat perhatian dalam manajemen pertambangan batu-bara, dalam kerangka komitmen terhadap UU No.
5 Tahun 1990
7. UU No. 41 Tahun 1999 Kehutanan Terkait dengan adanya areal pertambangan yang terdapat di dalam areal Hutan.
8. UU No. 21 Tahun 2000 Pembentukan Serikat Pekerja
Terkait dengan aspek ketenagakerjaan menyangkut kegiatan dan hak-hak pekerja tambang.
9. UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan Regulasi bidang ketenagakerjaan juga penting diperhatikan dalam usaha pertambangan, seperti ketentuan tentang jumlah jam kerja, UMR/UMSP, Jamsostek, dll.
10. UU No. 02 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Memiliki keterkaitan erat
dengan aspek
ketenagakerjaan dalam usaha pertambangan
11. UU No. 07 Tahun 2004 Sumberdaya Air Potensi sumber-sumber air
bersih alami diduga akan berkurang dengan adanya operasi tambang emas, karenanya upaya konservasi sumberdaya air perlu dipertimbangkan pada usaha ini.
12. UU No. 16 Tahun 2004 Penggunaan Tanah Ketentuan dalam perolehan hak atas tanah pada usaha pertambangan penting untuk diperhatikan agar secara yuridis formal sah menurut
No.
Peraturan Perundang-
undangan Judul
Keterkaitan Dengan Penyusunan
ANDAL hukum
13. UU No. 31 Tahun 2004 Perikanan Dampak penurunan kualitas air (sungai) pada usaha pertambangan merupakan salah satu isu pokok yang berdampak langsung kepada berkurangnya potensi perikanan (sungai) setempat, terutama di sungai sekitar lokasi tambang
14. UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah
UU bidang pemerintahan daerah ini memiliki keterkaitan dari aspek otonomi daerah yang mengatur kewenangan daerah dalam bidang investasi (pelayanan
perizinan bidang
pertambangan umum) 15. UU No. 33 Tahun 2004 Perimbangan
Antara Keuangan Pusat dan Daerah
Regulasi dari UU ini memiliki keterkaitan dengan pembagian royalti usaha pertambangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
(Kabupaten penghasil) 16. UU No. 38 Tahun 2004 Jalan Sebagai acuan dalam
pemanfaatan jalan
17. UU No. 25 Tahun 2007 Penanaman Modal Ketentuan tentang penanaman modal menjadi hal penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh perusahaan swasta nasional yang berinvestasi di Indonesia
18. UU No. 26 Tahun 2007 Penataan Ruang Kesesuaian fungsi ruang dalam salah satu aspek penting dalam perizinan bidang pertambangan
19. UU No. 30 Tahun 2007 Energi Pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya,
tambang emas memiliki posisi strategis dalam kebijakan energi nasional, oleh karenanya usaha, pertambangan emas ini perlu memperhatikan kebijakan energi nasional dan ketentuan yang tertuang dalam UU tsb.
20. UU No. 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
Terkait dengan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam kajian AMDAL, seyogyanya Pemrakarsa/Penanggung jawab kegiatan tambang emas yang potensial menimbulkan dampak
lingkungan dapat
memberikan informasi yang benar dan menjadi hak publik (stakeholder) untuk mengetahuinya.
21. UU No. 04 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Emas
Kegiatan pertambangan emas PT Jaya Emas Abadi terkait dengan UU No. 04 tahun 2009 ini.
22. UU No. 22 Tahun 2009 Lalu-Lintas Angkutan Jalan
Pembangunan dan
pengoperasian jalan kebun perlu mengacu pada ketentuan tentang lalu-lintas angkutan jalan, terutama menyangkut keselamatan lalu-lintas jalan
23. UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Regulasi pada, UU ini menjadi payung hukum bagi setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada setiap kegiatan/usaha yang potensial menimbulkan
dampak perubahan
lingkungan hidup, termasuk usaha pertambangan emas.
24. UU No. 36 Tahun 2009 Kesehatan Jaminan pemeliharaan
Peraturan Perundang- Keterkaitan Dengan
No. undangan Judul Penyusunan ANDAL
kesehatan bagi tenaga, kerja dan masyarakat di sekitar lokasi tambang menjadi bagian penting dalam manajemen operasi tambang yang ramah lingkungan 25. UU No. 41 Tahun 2009 Perlindungan
Lahan Pertanian Berkelanjutan
Sebagai acuan dalam memberikan perlindungan
lahan pertanian
berkelanjutan
26. UU No. 13 Tahun 2010 Hortikultura Sebagai acuan dalam penanganan tanaman hortikultura
27. UU No 07 Tahun 2012 Penanganan Konflik Sosial
Sebagai acuan dalam menangani dampak sosial yang timbul akibat kegiatan pertambangan emas
B. Peraturan Pemerintah
1. PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Dampak perubahan pola aliran sungai yang dapat ditimbulkan oleh usaha pertambangan perlu dikelola dengan memperhatikan ketentuan PP ini.
2. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Penjelasan sama dan/atau sejalan dengan butir A.7 (di atas)
3. PP No. 85 Tahun 1999 jo PP No. 18 Tahun 1999
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Ketentuan pada PP No.
85/1999 ini terkait dengan
regulasi dalam
pengelolaan/penanganan
limbah B3 yang dihasilkan oleh sebuah kegiatan (usaha pertambangan emas), diantaranya limbah oli atau pelumas bekas dari aktivitas perawatan kendaraan operasional dan mesin- mesin dalam operasi tambang emas
4. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara
Penurunan kualitas udara oleh debu dan kebisingan merupakan salah satu dampak penting pada usaha tambang emas, oleh karenanya perlu dicermati pada studi ANDAL ini dan dalam pengelolaannya harus mengacu kepada ketentuan dalam PP ini.
5. PP No. 25 Tahun 2000 Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom
Penjelasan sama dan/atau sejalan dengan butir A.15 (UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah)
6. PP No. 74 Tahun 2001 Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sebagian limbah yang dihasilkan oleh operasi tambang emas termasuk kategori B3 (oli/pelumas bekas), oleh karenanya upaya pengelolaan dan penanganannya harus berpedoman pada ketentuan PP No. 74/ 2001 ini.
7. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Penjelasan sama dan/atau
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
sejalan dengan penjelasan pada butir A.14, serta B.3 (di atas)
8. PP No. 4 Tahun 2001 Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran
Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan
Potensi kebakaran lahan pada usaha tambang emas ini perlu dicermati, terutama dalam penanganan limbah hasil land clearing dan kegiatan perladangan di sekitar lokasi blok tambang.
9. PP No. 16 Tahun 2004 Penatagunaan Tanah
Ketentuan ini berkaitan erat dengan aspek pertanahan dalam usaha pertambangan emas, terutama berkaitan dengan penatagunaan tanah, pengaturan hak atas status tanah dan sebagainya.
10. PP No. 19 Tahun 2004 Pedoman Pengelolaan
Pengaduan Kasus Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup
Banyaknya kasus gugatan atas pencemaran/kerusakan lingkungan, pada usaha pertambangan perlu dicermati secara seksama dengan memperhatikan pedoman yang diatur dalam PP No. 19/2004 ini.
11. PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah,Pemeri
ntah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah
Penjelasan sama dan/atau sejalan dengan butir A. 17 (UU No. 32 Tahun 2004 tentang Permerintahan Daerah)
Kabupaten/ Kota 12. PP No. 02 Tahun 2008 Jenis dan tarif atas
jenis
penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Departemen
Kehutanan
Ketentuan ini mengatur penggunaan kawasan hutan untuk usaha/kegiatan non kehutanan, seperti usaha pertambangan emas.
13. PP RI No. 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Nasional
Kesesuaian fungsi ruang dalam salah satu aspek penting dalam perizinan bidang pertambangan.
14. PP RI No. 42 Tahun 2008 Sumberdaya Air Sebagai acuan dalam menangani sumberdaya air 15. PP RI No.43 Tahun 2008 Air Tanah Sebagai acuan dalam
pemanfaatan air tanah 16. PP RI No. 10 Tahun 2010 Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan
Sebagai acuan dalam perubahan fungsi kawasan hutan
17. PP RI No. 22 Tahun 2010 Wilayah Pertambangan
Sebagi acuan penentuan wilayah pertambangan 18. PP RI No. 23 Tahun 2010 Pelaksanaan Usaha
Kegiatan Pertambangan Mineral dan Emas
Sebagai acuan dalam pelaksaaan kegiatan usaha pertambangan PT Jaya Emas Abadi
19. PP RI No. 24 Tahun 2010 Penggunaan Sebagai acuan dalam
Kawasan HUtan penggunaan kawasan hutan 20. PP RI No. 55 Tahun 2010 Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Tambang Mineral Emas
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pengelolaan usaha tambang emas
21. PP RI No. 78 Tahun 2010 Reklamasi dan Pascatambang
Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang 22. PP RI No. 38 Tahun 2011 Sungai Sebagai acuan dalam
pemanfaatan sungai PP RI No 9 Tahun 2012 Jenis Dan Tarif
Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Sebagai acuan dalam pembayaraan berbagai pungutan atau retribusi yang bukan pajak dari kegiatan pertambangan Jaya Emas Abadi PT Jaya Emas Abadi
24. PP RI No. 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas PP No. 23 Tahun 2010
Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Emas
Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan emas PT Jaya Emas Abadi
25. PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan Ketentuan ini digunakan dalam proses penyusunan AMDAL
26. PP RI No. 37 Tahun 2012 Pengelolaan DAS Sebagai acuan dalam pengelolaan DAS
27. PP RI No. 47 Tahun 2012 Tanggungjawab
Sosial dan
Lingkungan Perusahaan
Sebagai acuan dalam menjalankan tanggungjawab sosial dan lingkungan perushaan tambang
Tambang
28. PP RI No. 50 Tahun 2012 Sistem Manajemen K3
Sebagai acuan dalam pengelolaan sistem manajemem K3
C. Keputusan/Instruksi Presiden 1. Keppres No. 04
Tahun 1980
Wajib Lapor Karyawan
Keppres ini memiliki keterkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk menyampaikan informasi karyawan (tenaga kerja) kepada pemerintah.
2. Keppres No. 32 Tahun 1990
Pengelolaan Kawasan Lindung
Ketentuan ini mengatur tentang pengalokasian areal untuk kawasan lindung, seperti kawasan sempadan sungai, 200 m dari radius danau atau sumber air, areal dengan kemiringan di atas 40% (sangat curam), dsb.
3. Keppres No. 22 Tahun 1993
Penyakit Akibat Kerja
Ketentuan ini mengatur tentang penanganan,
pencegahan dan
penanggulangan penyakit yang diakibatkan oleh kerja.
Penjelasan yang relevan terkait pula dengan ketentuan Jamsostek (UU No.3/1992).
4. Keppres No. 25 Tahun 2001
Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan
BBM serta
Keppres ini perlu diperhatikan perusahaan agar tidak terlibat pada usaha ilegal di bidang pertambangan atau perdagangan hasil tambang
Perusahaan Instalasi
Ketenagalistrikan dan
(penyelundupan emas)
Pencurian Aliran Listrik
5. Keppres No. 34 Tahun 2003
Kebijakan
Nasional di Bidang
Pertanahan
Ketentuan dalam Keppres ini terkait erat dengan aspek pertanahan dalam usaha pertambangan emas atau investasi bidang lainnya.
6. Keppres No. 41 Tahun 2004
Tentang
Perijinan atau perjanjian di bidang
pertambangan yang berada di kawasan hutan
Keppres ini dijadikan acuan kalau kegiatan pertambangan terletak di kawasan hutan.
7. Keppres No. 05 Tahun 2008
Kebijakan Energi Nasional
Kebijakan Pemerintah ini memiliki keterkaitan dengan usaha tambang emas sebagai salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya tambang
untuk mendukung
penyediaan bahan baku sumber energi yang
penting, selain minyak dan gas. Oleh usaha tambang
emas ini perlu
'memperhatikan' kebijakan pemerintah ini.
8. Inpres No. 01 Tahun 1976
Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan
Pertambangan Umum
Regulasi ini menjadi instrument hukum dalam penyelesaian benturan kepentingan antar sektor atau adanya tumpang tindih penggunaan kawasan yang saat ini sering kali dijumpai pada usaha
pertambangan,kehutanan, transmigrasi, perkebunan dan sektor lainnya.
9. Inpres No. 02 Tahun 2006
Penyediaan dan Pemanfaatan
Emas yang
Dicairkan
Sebagai Bahan Baku Lain
Inpres ini mengatur
kebijakan dalam
penyediaan dan
pemanfaatan batu-bara cair untuk kepentingan lain, agar tetap terjaga keseimbangan dan daya dukung pasokan emas
dalam penyediaan
kebutuhan energi nasional.
10. Inpres No. 03 Tahun 2006
Paket Kebijakan Investasi
Kebijakan Pemerintah dalam bidang investasi, khususnya usaha tambang emas perlu dicermati dalam upaya mendorong tumbuhnya iklim investasi yang kondusif di daerah,
rasionalisasi birokrasi/perijinan
investasi dan mereduksi high-cost economy yang masih banyak dikeluhkan oleh dunia usaha.
11. Inpres No. 02 Tahun 2008
Penghematan Energi dan Air
'Kebijakan Pemerintah' ini memiliki keterkaitan dengan usaha tambang emas sebagai salah satu bentuk pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang keberadaannya semakin menyusut (tidak dapat diperbarui), oleh karenanya perlu dilakukan upaya penghematan energi, termasuk emas sebagai bahan-baku sumber energi.
12. Inpres No.16 tahun 2011
Peningkatan Pengendalian Kebakaran
Sebagai acuan dalam pengendalian kebakaran
BAB II
RUANG LINGKUP STUDI
LINGKUP RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
STATUS DAN LINGKUP RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PT. Harita Prima Abadi Mineral merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang penambangan bauksit. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Harita Prima Abadi Mineral ini menggunakan sistem tambang terbuka yang diawali dengan proses pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penggalian deposit bauksit. Dari kegiatan penambangan tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan membawa perubahan-perubahan lingkungan baik positif maupun negatif.
terletak pada posisi 110 ° 42’ 01”sampai 110 ° 53’ 03”BTdan 2 ° 07’ 09”sampai 2 ° 24’
02” LS
Tahapan kegiatannya diantara lain : 1. Pra-Konstruksi
Kegiatan pra konstruksi meliputi survey pendahuluan, pembebasan lahan serta penyusunan tata letak ruangan dalam lokasi kegiatan.
1) Survey pendahuluan Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mencari lokasi pembangunan pabrik smelter. Survey pendahuluan juga mengkaji terhadap kesesuaian pembangunan pabrik smelter dengan tata ruang wilayah, sehingga tidak menimbulkan pertentangan dengan masyarakat dan pemerintah.
2) Pembebasan lahan Lahan tempat pembangunan pabrik smelter terlebih dahulu harus dibebaskan sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari terhadap kepemilikan lahan. Lahan yang dibebaskan lebih kurang 1 Ha serta IUP Operasi Produksi Untuk Penjualan Bauksit yang diterbitkan oleh DPM- PTSP melalui rekomendasi Dinas ESDM Provinsi Kepri merupakan izin yang tidak dapat digunakan alias tidak berfungsi merujuk aturan yang ada. PT. Harita Prima Abadi Mineral, dengan luas izin usaha pertambangan seluas + 13.000 ha.
3) Penyusunan tata ruang dalam lokasi Penyusunan tata ruang dalam lokasi memperhatikan keterbatasan lahan yang dimiliki. Penyusunan tata letak dalam lokasi memperhatikan arah dan kecepatan angin, tata letak bangunan genset, kantor, gudang bahan baku, gudang balokan timah, gudang slag serta mess karyawan/pekerja dan kawasan hijau.
2. Konstruksi
Pembangunan Sarana dan Prasarana
- Pembangunan , penggalian dan perbaikan jalan tambang - Pembangunan Workshop
- Pembangunan Mesh tambang, dan Kantor Tambang - Stockpile dan Washing Plant
- Serta tempat yang seharusnya ada di sekitar daerah penambangan seperti, mushola, bak countrol, dumping site tanah penutup dan lain sebagainya
3. Operasi
Kegiatan pertambangan akan dilakukan dengan tambang terbuka dengan metode strip mining, yang meliputi:
a. Pembersihan lahan (land clearing).
Kegiatan pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi–lokasi yang akan ditambang secara tambang terbuka, karena vegetasi yang ada merupakan pohon-pohon dengan diameter kecil dan kebanyakan semak belukar maka pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer untuk menggali dan mendorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar.
b) Kegiatan pengupasan tanah penutup Pengupasan tanah pucuk (top soil)
Penggalian dan pemindahan lapisan penutup.
c) Penggalian Bauksit (bauxite getting).
Penggalian Bauksit akan dilakukan pada area yang terlebih dahulu telah dilakukan pengupasan lapisan tanah penutupnya. Penggalian Bauksit dilakukan sesuai dengan target produksi bauksit tercuci yaitu ±43.000ton/bulan menggunakan excavator.
d) Pengangkutan.
Pengangkutan Bauksit dilakukan dengan menggunakan dump truck yang kemudian dibawa menuju lokasi pengolahan bauksit (Bauxite processing plant)atau stockpile area yang berada didekat (Bauxite processing plant)milik PT Harita Prima Abadi Mineral.
e) Washing Plant
Dilakukan untuk membersihkan bauksit dari pengotornya.
4. Pasca Tambang
Reklamasi dan Pemulihan Keadaan Tambang
- persiapan lahan : yang terdiri dari pembersihan peralatan sarana-prasarana dan pembatasan akses masuk lahan yang berstatus reklamasi.
- penimbunan kembali (back filling), bertujuan untuk memberikan lapisan penyubur sehingga memudahkan tanaman untuk tumbuh dan memberikan kekuatan menyangga tanah karena lahan bekas tambang umumnya miskin unsur hara, memiliki porositas tinggi dan penyerapan air rendah dan perataan lahan reklamasi (regrading).
- pengaturan bentuk lahan.
- penanaman lahan reklamasi (revegetasi) : dengan sistem revegetasi (penanaman) kelapa sawit, karena di sekitar wilayah penambangan terdapat perusahaan kelapa sawit sehingga lahan yang telah direvegetasi dapat diperjualbelikan.
- perawatan lahan reklamasi
BAB III
Pengumpulan dan Analisis Data Keadaan Lapangan
Rancangan teknis penambangan bijih bauksit di daerah penelitian merupakan tahap yang harus dilakukan mengingat akan segera dilakukannya penambangan bijih bauksit di Bukit D. Hal ini dilakukan karena pada lokasi tersebut belum memiliki rancangan penambangan. Dalam penelitian ini, rancangan penambangan akan dibuat pada area bukit D dengan luas bukit ±16,89 Ha. Kondisi topografi di bukit D berada pada elevasi 12 - 82 mdpl yang didominasi oleh morfologi perbukitan dan bergelombang kuat dengan persen lereng ≥ 8 - 30 %.
Eksplorasi Sumur Uji
Kegiatan eksplorasi yang dilakukan di daerah penelitian yaitu dengan eksplorasi langsung sumur uji. Terdapat 69 titik sumur uji yang tersebar di lokasi penelitian dengan jarak antar titik sumur uji ±50 meter. Pola titik penggalian sumur uji yang dilakukan berbentuk bujur sangkar. Penggalian sumur uji dilakukan dengan rata-rata kedalaman 5,6 meter, dengan lubang terdangkal 3,7 meter dan lubang terdalam 7,3 meter. Profil yang terdapat dari hasil penggalian terdiri dari tanah penutup, dan bijih bauksit. Selanjutnya, data hasil eksplorasi tersebut akan digunakan sebagai basis data acuan dalam pembuatan model geologi untuk menentukan bentuk dan sebaran bijih bauksit, estimasi sumberdaya dan perancangan tambang yang akan dilakukan.
Ko de Su mur Uji
Koordinat Elev asi (m )
Prof il
Kedalama
n (m) Teb
al (m)
Kadar (%)
Fakto r Konk resi (%) x
(mt) y (mS)
Dar i
Sam
pai Al2
O3 Si O2
D- 01
4154 39
99955 18
42,9 9
O B
0,0 0
1,22 1,22
BX T
1,2
2 2,22 1,00 45, 31 2,1
0 51,
38 2,2
2 3,22 1,00 47, 32 2,6
8 56,
38 3,2
2 4,52 1,30 39, 40 3,5
0 51,
38
D- 02
4155 42
99954 71
38,4 9
O
B 0,0
0 2,67 2,67 2,6
7
3,67 1,00 45, 38
2,2 6
50, 78
3,6 7
4,67 1,00 44, 74
2,2 8
48, 38 4,6
7
5,72 1,05 43, 20
2,9 0
48, 38
Analisis Statistik dan Geostatistik Analisis Statistik
Tujuan dilakukannya analisis statistik adalah untuk mengetahui parameter- parameter atau karakteristik populasi endapan dari data yang akan diolah yaitu data kadar Al2O3, kadar SiO2, ketebalan bauksit, ketebalan tanah penutup, dan faktor konkresi. Analisis statistik yang dilakukan meliputi analisis univarian dan bivarian.
Statistik deskriptif univarian digunakan untuk melihat hubungan antar data dalam satu populasi, tanpa mempertimbangkan faktor posisi dari data-data tersebut.
Analisis ini dilakukan terhadap kadar Al2O3, kadar SiO2, faktor konkresi, ketebalan bijih bauksit dan tanah penutup. Statistik Bivarian dilakukan dengan diagram pencar.
Dari hasil scatter plot sumbu-x Al2O3 dan sumbu-y SiO2 menunjukan regresi 0,3984.
Gradien dari garis yang terbentuk bernilai negatif dengan persamaan y = - 0,2306+13,651. Hal ini menunjukan perbandingan antara kadar Al2O3 dan kadar SiO2 berbanding terbalik, secara umum kadar Al2O3 yang tinggi dapat teramati pada kadar SiO2 yang rendah dan sebaliknya.
Parameter Mea n
Media n
Modu s
Std.
Devi asi
Var K o- V ar
Min Mak s
Al2O3 44,79 44,62 46,34 3,00 9,0 2
0,07 35,70 52,2 1 Si
O2 3,32 3,23 2,74 0,78 1,2
0
0,23 0,98 6,98 CF 51,93 51,78 48,38 2,90 8,4
4
0,06 45,38 58,6 8 Tebal
Bauksit 3,25 3,31 2,47 0,97 0,9
6 0,29 0,84 4,85 Tebal
Tanah Penutu p
2,29 2,34 3,00 0,72 0,5
1 0,30 1,02 3,80
Analisis Geostatistik
Analisis geostatistik digunakan untuk melihat hubungan data dalam satu populasi, dengan mempertimbangkan faktor posisi dari populasi, yang dipengaruhi oleh faktor geologinya. Data yang digunakan yaitu kadar Al2O3 dan SiO2 berjumlah 220 data. Analisis Geotsatistik dilakukan dengan variogram dan blok kriging.
Pembuatan variogram bertujuan untuk mengetahui besarnya area pengaruh, serta variabilitas dari kadar Al2O3, dan kadar SiO2. Data tersebut akan digunakan sebagai data pendukung untuk menentukan tingkat keyakinan geologi dalam estimasi sumberdaya. Untuk estimasi nilai kadar pada unit-unit model blok dibuat dengan ukuran blok (12,5×12,5×1) m3 menggunakan metode Ordinary Kriging, yang bertujuan untuk mengetahui sebaran kadar secara umum, serta mendapatkan nilai estimasi dan varians kriging dari kadar Al2O3 dan SiO2.
BAB IV
PRAKIRAAN DAMPAK BESAR DAN PENTING 1. Dampak Potensial Geofisika
a) Kebisingan
Dampak kebisingan ini terjadi pada saat tahap konstruksi, operasional, dan pasca operasional. Peningkatan kebisingan bersumber dari aktivitas mobilisasi alat dan material konstruksi, land clearing dan aktivitas lainnya. Pada tahap konstruksi kebisingan ini bersumber dari alat-alat berat yang dioperasikan dan aktivitas konstruksi itu sendiri. Memgakibatkan gangguan pendengaran, aktifitas sehar-hari masyarakat akibat kebisingan suara dari alat.
b) Kualitas Udara
Dampak kualitas udara terjadi pada saat tahap konstruksi, operasional dan pasca operasional.Kawasan tersebut berdebu, karena debu kendaraan itu dapat mengganggu kesehatan seperti pernafasan dan iritasi pada mata. Dan jarak pandang dapat terganggu oleh debu. Dampak penurunan kualitas udara berupa peningkatan kandungan partikel debu, akan bertambah parah bila terjadi pada musim kemarau atau musim kering.
c) Kualitas Air
Dampak Kualitas air dapat terjadi pada saat tahap konstruksi, operasional dan pasca operasional. Dapat menyebabkan kualitas kadar air menurun akibat penumpukan tailing untuk pembangunan serta material lainnya yang dapat larut oleh air selama hujan akan dapat berpengaruh terhadap kualitas air.
d) Getaran
Dampak getaran terjadi pada saat tahap konstruksi dan operasional. Dapat menghambat aktifitas orang yang ada di dalam bangunan tersebut akibat adanya getaran seperti getaran pada tanah atau aktifitas kendaraan yang lewat.
e) Perubahan Topografi Lahan
Dampak yang terjadi dari perubahan topografi lahan pada saat tahap konstruksi, operasional, pasca operasional. Lahan yang semulanya bagus menjadi merubah bentuk lahan semula akibat aktifitas pertambangan tersebut, sehingga berpotensi terjadinya longsor.
2. Dampak Potensial Biologi a) Flora
Dampak terjadi pada tahap konstruksi, operasional dan pasca operasional.
Terjadinya penggundulan lahan, akibat aktifitas pertambangan. Dan banyaknya pohon yang ditebang saat proses land clearing, pembuatan jalan.
b) Fauna
Dampak yang terjadi pada fauna adalah tahap konstruk-pasca operasional.
Banyaknya tempat tinggal yang binatang yang hilang. Hal ini disebabkan perubahan tutupan lahan yang terjadi selama pembangunan dan pengoperasian infrastruktur pembangunan jalan dan pengelolaan lahan sementara, namun diperkirakan akan merusak habitat hewan.
3. Dampak Potensial Sosial
a) Kesempatan Kerja, Pendapatan Masyarakat dan peluang usaha.
Terjadi pada tahap Pra konstruksi-Pasca Operasional. Kualifikasi perekrutan tenaga kerja dimulai dari tenaga lapangan dan spesialis. Kesempatan kerja ini penting bagi masyarakat setempat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Pada tahap konstruksi, peluang usaha yang memungkinkan adalah pengadaan bahan dan bahan, sedangkan pada tahap operasional, sembako dan perumahan serta transportasi dapat disediakan untuk pekerja.
b) Sosial Ekonomi
Terjadi pada tahapan Konstruksi-Pasca Operasional. Salah satu sumber pengaruh kecemburuan sosial adalah kegiatan rekrutmen selama fase konstruksi dan operasi. Kecemasan dan kecemburuan muncul ketika penduduk lokal tidak memiliki pekerjaan dan imigran mendapatkan pekerjaan di perusahaan.
4. Dampak Potensial Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan di setiap proses tahapan pertambangan. Karena dampak yang diakibat kan oleh kegiatan pertambangan sangat lah berbahaya jika tanpa perlengkapan dan persiapan yang matang. Sehingga dapat meminimalisir hal yang mengganggu kesehatan masyarakat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Koggel, 2006, “Industrial Minerals and Rocks”, Society for mining, metallurgy, and exploration, inc, Colorado, USA;
Hogentogler, & Terzaghi, 1929," Interrelationship of load, road and subgrade AASHTO Soil Classification System ", Public Roads, USA;
Komite Cadangan Mineral Indonesia, PERHAPI & IAIG, 2017, “Kode Pelaporan Hasil Eksplorasi, Sumberdaya, Mineral, dan Cadangan Mineral Indonesia”, KCMI, PERHAPI & IAIG, Jakarta;
P. Partanto, 2000, “Tambang Terbuka”, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung, Bandung;