• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS CLOSE FRACTURE LEFT RADIUS ULNA

N/A
N/A
fadila aisyah

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN KASUS CLOSE FRACTURE LEFT RADIUS ULNA "

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE LEFT RADIUS ULNA

Oleh:

dr.Rebecca Novityana dr. Lasauva Yardha

Pembimbing:

dr. Putu Sri Wardani

dr. I Made Tusan Sidharta, M. Biomed, Sp. OT

DALAM RANGKA MENJALANI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RSU NEGARA

JEMBRANA 2023

(2)

LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE LEFT RADIUS ULNA

Oleh:

dr.Rebecca Novityana dr. Lasauva Yardha

Pembimbing:

dr. Putu Sri Wardani

dr. I Made Tusan Sidharta, M. Biomed, Sp. OT

DALAM RANGKA MENJALANI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RSU NEGARA

JEMBRANA 2023

(3)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan restu-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Close Fracture Left Radius Ulna” tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka menjalani Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di RSU Negara. Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis dibantu oleh banyak pihak. Sehingga melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. dr. Putu Sri Wardani selaku pembimbing dokter internsip di RSU Negara

2. dr. I Made Tusan Sidharta, M. Biomed, Sp. OT sebagai pembimbing.

3. Dokter jaga di IGD RSU Negara yang memberikan kesempatan dan pendampingan dalam diagnosis dan tatalaksana kasus ini 4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan responsi

kasus ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.

Negara, 15 Maret 2023

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...4

BAB I PENDAHULUAN...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Anatomi radius ulna...6

2.2 Pergerakan...8

2.3 Patofisiologi...8

2.4 Klasifikasi...10

2.5 Pemeriksaan Radiologi...17

2.6 Terapi...19

2.7 Komplikasi...20

2.8 Prognosis...20

BAB III LAPORAN KASUS...22

3.1 Identitas pasien...22

3.2 Anamnesis...22

3.3 Pemeriksaan fisik...22

3.4 Pemeriksaan penunjang...25

3.5 Tatalaksana...27

3.6 Prognosis...27

BAB IV PEMBAHASAN...28

BAB V KESIMPULAN...30

DAFTAR PUSTAKA...31

(5)

BAB I PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.

Fraktur terjadi oleh kekerasan langsung atau tidak langsung. Yang disebut kekerasan langsung terjadi bila tenaga traumatik diberikan langsung pada tulang di tempat fraktur, suatu ledakan hebat atau oleh suatu crushing force. Compound fracture lebih sering terjadi setelah kekerasan langsung dan bisa transversal atau kominutif. Fraktur karena kekerasan tidak langsung biasanya setelah trauma rotasional dan fraktur berbentuk oblik atau spiral.(1, 2)

Lengan bawah merupakan struktur anatomi yang kompleks yang memiliki peran penting pada fungsi ekstremitas atas. Tulang pada lengan bawah dapat dikatakan menghubungkan dua sendi kondilus yaitu sendi radioulnar distal dan proksimal, sehingga perubahan geometris apapun terhadap radius atau ulna mengubah kesesuaian dan sudut pergerakan dari sendi-sendi ini.(3)

Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai prevalensi cedera 8,3%, lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 7,5%. Prevalensi tertinggi terdapat pada kabupaten Luwu Utara (19,1%), sedangkan yang terendah terdapat pada Wajo (3,4%). Ada 10 kabupaten yang prevalensi cederanya di atas angka prevalensi provinsi, selebihnya sama dengan atau lebih rendah. Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (53,9%) dan kecelakaan transportasi darat (13,4%), dan penyebab cedera karena terkena benda tajam/ tumpul (31,5%).(4)(Riskesdas 2007)

Secara umum, cedera terbanyak pada laki-laki dan penyebab cedera karena kecelakaan transportasi di darat juga terdapat pada laki-laki sedangkan penyebab cedera jatuh dan karena benda tajam terbanyak pada perempuan.(4)

Bila dilihat dari jenis pekerjaan, diperoleh sebanyak 11,7% cedera terdapat pada mereka yang masih sekolah dan yang terendah pada ibu rumah tangga (5,0%).

Sedangkan jika ditinjau dari lokasi tempat tinggal prevalensi cedera lebih tinggi di pedesaan dibanding di perkotaan.(4)

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi radius ulna 2.1.1 Radius

Ujung proksimal radius membentuk caput radii, berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii.(5)

Corpus radii di bagian tengah membentuk margo/ crista interossea, margo anterior, dan margo posterior.(5)

Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi.(5)

Gambar 1. Gambar 1.1 Os Radius (Sobotta edisi 21, 2005)

(7)

2.1.2 Ulna

Ujung proksimal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proksimal ulna terdapat incisura trochlearis, menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah kaudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis. Di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris.(5)

Corpus ulna membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior.(5)

Ujung distal ulna disebut caput ulnae. Caput ulna berbentuk circumferential articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus serta sulcus m. extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.(5)

2.1.3 articulatio Radius-Ulnaris

Antara radius dan ulna terbentuk tiga buah articulus, yaitu (a) articulatio radio-ulnaris proximal, (b) articulatio radio-ulnaris distalis dan (c) syndesmosis, di bagian tengah (membrane interossea antebrachii).(5)

Articulatio radio-ulnaris proximalis dibentuk oleh capitulum radii dengan incisura radialis ulnae. Capitulum radii berada di dalam ligamentum anulare radii (dilingkari) sehingga capitulum radii dapat berputar dengan bebas. Incisura radialis ulna merupakan ¼ bagian dari sebuah lingkaran den ligamentum tersebut membentuk ¾ bagian selanjutnnya. Ligamentum anulare radii membentuk corong yang membesar di bagian proksimal dan mengecil di bagian distal, sehingga dengan demikian capitulum radii tidak terlepas daripadanya.(5)

Antara corpus radii dan corpus ulna terdapat chorda obliqua dan membrana interossea antebrachii, membentuk persendian berupa syndesmosis.

Chorda obliqua melekat pada tuberositas ulna, menuju ke arah inferolateral dan melekat di bagian caudalis tuberositas radii.(5)

Membrana interossea antebrachii melekat pada crista interossea radii dan pada crista interossea ulna, arahnya dari kraniolateral menuju ke inferomedial.

(8)

Pada membrana interossea ini terdapat perlekatan dari otot-otot fleksor dan ekstensor lapisan profunda antebrachium.(5)

Articulatio radio-ulnaris distalis (inferior) dibentuk oleh capitulum ulna dengan circumferentia articularisnya di satu pihak dengan incisura ulnaris radii di pihak lain mempunya articularis yang tipis. Pada articulus ini terdapat sebuah diskus articularis yang berbentuk segitiga, memisahkan ujung ulna daripada os carpalia. Apeks dari diskus melekat pada sisi lateral processus styloideus ulna, dan basisnya melekat pada margo lateralis incisura ulnaris radii. Fungsi discus articularis adalah menghindari pemisahan ujung radius daripada ujung ulna. Di bagian ventral dan dorsal discus articularis mengadakan perlekatan pada capsula articularis dari wrist joint.(5)

2.2 Pergerakan

Gerakan radius terhadap ulna menghasilkan gerakan rotasi dari antebrachium, yang terjadi pada axis longitudinalis. Pada gerakan rotasi ini radius berputar terhadap ulna dan humerus, gerakan yang dimaksud adalah pronasi dan supinasi. Kedua gerakan ini berada di antara 135-150 derajat, dan bervariasi secara individual. Axis dari gerakan ini dinamakan axis pronasi-supinasi, yang letaknya miring (oblik) melalui capitulum radii dan processus styloideus ulna.

Gerakan pronasi dilakukan oleh m. pronator teres dan m. pronator quadrates.

Gerakan supinasi dilakukan oleh m. biceps brachii dan m. supinator. Manus mengikuti gerakan radius.(5)

Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90º oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.(3)

2.3 Patofisiologi

Dalam mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat

(9)

menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, atau tarikan.(2)

Trauma dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.(2)

Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertebra yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah misalnya badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak, trauma langsung disertai dengan resistensi pada jarak tertentu yang akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, fraktur karena remuk, maupun trauma karena tarikan pada ligament atau tendo yang akan menarik sebagian tulang.(2)

Mekanisme jejas biasanya bevariasi. Penyebab tersering adalah tekanan langsung pada lengan bawah, yang menyebabkan suatu fraktur pada ulna, radius, atau keduanya. Mekanisme tersering selanjutnya ialah jatuh dengan tangan menumpu berat badan pada keadaan lengan bawah pronasi. Mekanisme jejas lainnya mencakup kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet. Tekanan yang dihasilkan biasanya jauh lebih besar sehingga menyebabkan fraktur Colles.

Kebanyakan fraktur lengan atas terjadi pada atlet yang jatuh atau seseorang yang jatuh dari ketinggian.(3)

Fraktur pada kedua tulang biasanya diklasifikasikan sesuai dengan tingkat fraktur, pola fraktur, derajat perpindahan/ pergeseran tulang, ada atau tidaknya segmen tulang yang hilang, maupun fraktur terbuka atau tertutup. Setiap faktor ini dapat mempengaruhi penanganan yang akan dipilih dan prognosis selanjutnya.

Gangguan pada sendi radioulnar distal atau proksimal juga memiliki pengaruh

(10)

penting terhadap penanganan dan prognosis. Menentukan ada tidaknya hubungan fraktur dengan jejas sendi sangat penting karena efektifitas penanganan diharapkan dapat memperbaiki kondisi tulang maupun sendi yang terlibat.(3)

2.4 Klasifikasi

A. Me Berdasarkan penyebabnya fraktur dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : o Fraktur yang disebabkan oleh trauma berat, Trauma dapat bersifat :

 Eksternal : tertabrak, jatuh, dan sebagainya

 Internal : kontraksi otot yang kuat dan mendadak seperti pada serangan epilepsi, tetanus, renjatan listrik, keracunan striknin

 Trauma ringan tetapi terus menerus

Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai faktor, misalnya :

 Besar kuatnya trauma

 Trauma langsung atau tidak langsung

 Umur penderita

 Lokasi fraktur.

Bila trauma terjadi pada atau dekat sendi mungkin terdapat fraktur pada tungkai disertai dislokasi sendi yang disebut dislokasi.(6)

 Fraktur patologik

Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau multipel mieloma sekunder, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan fraktur.(6,8,9)

(11)

Gambar 2. Fraktur patologik karena lesi displasia fibrosa pada radius proksimal(8)

 Fraktur stress

Fraktur yang disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur fibula pada pelari jarak jauh, dan sebagainya.(6,8,9)

Gambar 3.Fraktur stress pada korpus tibia memperlihatkan garis fraktur dan sklerosis disekitarnya.(8)

B. Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi:

 Fraktur komplit yaitu tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Fraktur komplit dapat dibagi lagi menjadi:

 Fraktur transversa.

 Fraktur obliq/spiral : secara khas dapat disebabkan oleh stres rotasi.

 Fraktur impaksi : fragmen fraktur yang satu tertancap kuat bersama menjadi satu.

 Fraktur kominutif : terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang biasanya terpecah-belah.

Fraktur intra-artikular: fraktur mengenai permukaan sendi.(6, 8, 9)

(12)

Gambar 4. Jenis-jenis fraktur komplit (8)

o Fraktur inkomplit yaitu patahnya tulang hanya pada satu sisi saja.

Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi

 Fraktur greenstick, yang khas pada anak-anak. Tulang melengkung disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya tetap utuh.

Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.(6,8,9)

 Fraktur kompresi, yang banyak pada orang dewasa dan khas mengenai korpus vetebra atau kalkaneus.(6,8,9)

(13)

Gambar 5. Greenstick fracture pada radius distal seorang anak.

Perhatikan frakturnya tidak komplit dan tidak meluas ke korteks dorsal(8)

Gambar 6. Fraktur kompresi. Kompresi baji anterior korpus vetebra T12(8)

C. Klasifikasi fraktur Antebrachii Ada empat macam fraktur yang khas:

o Fraktur Colles

Penyebab tersering akibat jatuh dalam keadaan tangan terentang dengan lengan pronasi arah dorsofleksi, sehingga menyebabkan fraktur pada ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal. Pada pemeriksaan radiologi yang paling umum ditemukan adalah angulasi ke dorsal dengan hilangnya kemiringan normal (5-10 derajat) ke arah volar pada permukaan artikular dari radius, displasia fragmen distal fraktur ke arah dorsal, impaksi pada lokasi fraktur, displasia fragmen distal fraktur ke arah radial, dan kemiringan fragmen distal ke arah radial.(8, 10, 11)

(14)

Gambar 7. Fraktur colles sinistra posisi AP/Lateral. Impaksi pada sendi pergelangan tangan(8, 12)

Fraktur Smith

Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien datang dengan nyeri dan bengkak pada pergelangan tangan disertai dengan deformitas. Pada pemeriksaan radiologi sering sekali disebut sebagai fraktur reverse colles. Proyeksi AP dan lateral direkomendasikan karena gambarannya menyerupai fraktur colles jika hanya proyeksi AP yang diperiksa. Fraktur transversal melalui bagian distal dari metafisis radius yang disertai dengan angulasi ke arah volar dan pergeseran ke volar.(8, 10, 11)

(15)

Gambar 8. Peradangan lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan dari fraktur colles)(8, 13)

Fraktur Galeazzi

(16)

Fraktur ini akibat jatuh dengan tangan terlentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.

Gambaran radiologisnya fraktur pada radius umumnya terjadi pada perbatasan 1/3 tengan dengan 1/3 distal. Radius sering kali akan tampak memendek, nilai secara hati-hati sendi radioulna distal akan adanya pelebaram. Pada proyeksi lateral caput ulna biasanya akan terdorong ke dorsal. Fraktur prosesus stylodeus ulna merupakan hal yang umum sebagai pertanda adanya disrupis sendi radio-ulna distal(8, 10, 11)

Gambar 9. Fraktur Galeazzi pada radius dextra dengan dislokasi sendi radioulnar distal(8)

Fraktur Montegia

Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang di paksakan saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal lengan bawah.

Gambaran radiologinya selalu curiga adanya dislokasi caput radius pada fraktur ulna yang terisolir. Periksa dengan seksama elbow view untuk kesegarisan yang normal. Sebuah garis yang digambar sepanjang sumbu radius harus melewati pertengahan capitallum baik pada proyeksi AP maupun lateral. Ini dikenal sebagai radiocapitallar line. (8, 9, 11)

(17)

Gambar 10. Fraktur oblik pada proksimal ulna dextra dengan angulasi radiohumeral (14)

2.5 Pemeriksaan Radiologi

Mekanisme Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang.

Sehingga dapat melihat jenis patahan.

A. Tujuan pemeriksaan radiologis:

o Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi o Untuk konfirmasi adanya fraktur

o Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya

o Untuk menentukan teknik pengobatan

o Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak

o Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra- artikuler

o Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang o Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pada penggunaan x-ray ini ada hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu rules of two. Hal ini untuk mengurangi persentase kesalahan dalam menegakkan diagnosis sekecil mungkin.(15)

B. Rules of two terdiri dari :

(18)

o Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral

o Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur

o Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

o Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.

o Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulangskafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.(15)

Gambar 11. Foto AP antebrachii sinistra normal

Pola ABCs dapat digunakan untuk menganalisis foto radiologis. Berikut adalah pola ABCs: (16)

A: Alignment :

 struktur tulang : menilai ukuran dan jumlah tulang

 kontur tulang : menilai permukaan dan kontinuitas garis tulang

 Kedudukan tulang antar tulang : normal tidak ada dislokasi, fraktur dan subluksasi

B: Bone Density

 Densitas tulang : menilai densitas tulang

 Tekstur tulang: menilai struktur trabekula

 Perubahan densitas tulang : menilai ada tidaknya perubahan dalam densitas tulang

(19)

C: Cartillage Space

 Menilai lebar celah sendi : menyempit atau melebar

 Tulang subchondral : menilai permukaannya

 Lempeng epifisis : menilai ukuran dan relativitasnya sesuai umur tulang.

S: Soft Tissue

 Otot : menilai ukuran dari gambaran jaringan lunak

 Kapsul sendi : normalnya tidak terlihat

 Periosteum : normalnya tidak terlihat, normal jika terlihat saat penyembuhan fraktur

 Temuan lain pada jaringan lunak 2.6 Terapi

A. Pasien Terapi fraktur diperlukan konsep ”4R” yaitu :

o Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaanterapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.

o Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen- fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.

o Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.

o Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.(2)

B. Konservatif

o Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) o Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

o Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan gips

o Reduksi tertutup dengan fraksi berlanjut dengan imobilisasi o Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi(2)

(20)

C. Tindakan Pembedahan

o Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire, setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles.(2, 17) o Reduksi terbuka dengan fiksasi interna, tindakan ini bertujuan

untuk mereposisi dan mempertahankan fragmen tulang yang patah melalui prosedur operasi dengan pemasangan implan di dalam lapisan kulit dan otot berupa plat, skrup, pin, dan paku.(2, 17)

o Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna, tindakan ini dilakukan melalui proses operasi. Perbedaannya ialah alat fiksasi/ implan dipasang dari dalam hingga keluar lapisan otot dan kulit.(2, 17) 2.7 Komplikasi

o Malunion (penyatuan pada posisi yang tidak tepat), disebabkan oleh reposisi fraktur yang kurang baik, timbul deformitas tulang.

o Non-union (tidak menyatu/gagal menyatu), biasanya karena imobilisasi yang tidak sempurna.

o Delayed union, umumnya terjadi pada orang tua karena aktivitas osteoblas menurun, distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu kuat atau fiksasi internal kurang baik, bisa disebabkan juga oleh defisiensi vitamin C da D, fraktur patologis dan infeksi.

o Infeksi (osteomielitis), terumata pada fraktur terbuka

o Nekrosis avaskuler, hilangnya/terputusnya supply darah pada suatu bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut.(6, 7) 2.8 Prognosis

Penanganan lebih dini biasanya menghasilkan hasil yang baik. Ada fraktur-fraktur tertentu yang kurang stabil, dan klasifikasi yang tepat dapat membuat klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki risiko komplikasi saat penyatuannya. Diantara fraktur komplit, fraktur transversal cenderung tetap berada di tempat, sesudah dilakukan reduksi,

(21)

tidak seperti fraktur oblik dan spiral yang mempunyai kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah reduksi dapat menyebabakn penyatuan yang lambat (delayed union), penyatuan pada posisi yang salah (malunion) atau bahkan tidak terjadinya penyatuan (nonunion). Hal yang sama, fraktur kominutif biasanya bersifat tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh dalam posisi yang kurang optimal karena reduksi fragmen fraktur sering sulit dipertahankan. Fraktur transversal membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama dari pada fraktur spiral untuk sembuh. Fraktur yang terjadi pada anak-anak dan pada ekstremitas atas (dibandingkan ekstremitas bawah) cenderung sembuh lebih cepat. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut bermanfaat saat melakukan follow up terhadap suatu fraktur.(8)

(22)

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Tn. DM

No. CM : 00-29-22-91

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 Tahun

Agama : Hindu

Alamat : Nusasakti, nusasari, Melaya

Tanggal Pemeriksaan : 27/01022 3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kiri.

Keluhan Tambahan : lengan kiri bengkok dan nyeri.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit setelah terjatuh saat bermain sepak bola. Paseien juga mengeluh lengan bawah bengkak dan sulit di gerak kan. MOI : pasien sedang bermain sepak bola dan terjatuh dengan posisi tangan menumpu tubuh.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada.

Riwayat Pemakaian Obat : Tidak ada.

Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien hari hari bekerja sebagai satpam.

3.3 Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : E4M5V6 (compos mentis) Keadaan Umum : Sakit sedang

(23)

Skala Nyeri : 6 NRS

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 90x/menit, reguler, isi cukup, karakter kuat angkat Pernafasaan : 20 x/menit, reguler napas spontan

Suhu : 36,5oC

Berat Badan : 30 Kg

SpO2 : 98%

• Kulit : Sawomatang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-), pucat (-)

• Kepala : Normocephali, rambut hitam

• Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)

• Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat(-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor Φ3 mm/3mm.

• Telinga : Kesan normotia,

• Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

• Mulut :Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), tremor (-),faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-).

• Leher: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thoraks anterior Inspeksi

Statis : Simetris

Dinamis : Simetris, pergerakan dinding dada kanan dan kiri sama, pernafasan abdominotorakal, retraksi interkostal (-)

Palpasi : Fremitus vocal kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-/) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi :Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-) Rhonkhi (-/-)

(24)

● Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS V LMCS 2 jari ke lateral Perkusi :

- Batas Jantung Atas :ICS III línea midclavicula sinistra - Batas Jantung Kiri : ICS V satu jari dalam linea

axillaris anterior

- Batas Jantung Kanan : ICS IV Linea Parasternal Dextra Auskultasi :BJ I > BJ II, reguler (-), bising (-)

• Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi (-), vena kolateral (-) Auskultasi

: Peristaltik kesan normal

Palpasi : Soepel (+), massa (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-) Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

• Ekstremitas : Sianosis (-), clubbing finger (-), edema (-/-)

• S/L ar Bahu dan Ekstremitas Atas Sinistra Look : Tidak tampak adanya

adanya luka terbuka, bengkak pada bahu(+)

Feel : Nyeri tekan, capillary refill time <2 detik, akral hangat Move : ROM terbatas, nyeri saat digerakkan

• S/L ar Tibia dan Fibula Sinistra

Look : tampakadanya adanya luka ukuran >2 cm,

bengkak, dan deformitas Feel : tidak

ada sianosis, capillary refill Time <2 detik, akral hangat Move : ROM terbatas, nyeri saat

digerakkan

(25)

 Kelenjar Getah Bening

Pre-aurikuler : dalam batas normal Post-aurikuler : dalam batas normal Sub-mandibula : dalam batas normal Supra-clavicula : dalam batas normal

Axilla : dalam batas normal

Inguinal : dalam batas normal

3.4

3.5 Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium.

Jenis

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 12,8 12,0 - 15,0 g/dl

Hematokrit 36,9 37 - 47 %

Leukosit 11,2 4,5-10,5 x 103/mm3

Trombosit 269 150-450 x 103/mm3

MCV 81,5 80-100 fL

MCH 28,4 27 – 31 pg

MCHC 34,8 32 – 36 %

RDW 52,9 11,5 - 14,5 %

MPV 9,4 7,2 – 11,1

Limfosit 16,7 20 – 40 %

(26)

Monosit 3,3 2 – 8 % Uji Pembekuan (CT)

CT 8’35” 11,50 -15,50

BT 2’00” 26,00 – 37,00

Glukosa sewaktu

Gula darah sewaktu 114 70-140 mg/dl

Kreatinin 0,7 132 – 146 mmol/L

SGOT 29 <200 mg/dL

SGPT 17 13 – 43 mg/dL

Ureum 22 0,51 – 0,95 mg/dL

b. Radiologi

 Foto antebrachia sinistra AP/Lateral

(27)

- Tampak fraktur pada os radius dan ulna sinistra 1/3 distal dengan displacement fragmen

- Fraktur disertai soft tissue swelling disekitarnya - Trabekulasi tulang normal

- Permukaan sendi baik

Kesimpulan : fraktur pada os radius dan ulna sinistra 1/3 distal dengan fragmen fraktur, disertai soft tissue swelling.

 Foto thorax PA :

- Cor : bentuk normal , CTR kurang dari 50%

- Pulmo : normal

Kesimpulan : tidak terdapat kelainan.

3.6 Tatalaksana

- IVFD asering 20 tpm - Imobilisasi

- Paracetamol 500mg IV - observasi

- Planning ORIF

(28)

3.5.1 Foto Rontgen antebrachii sinistra AP/Lateral post ORIF

Foto Antebrachii kiri AP dan Lat : - Alignment baik

- Trabeculasi tulang normal - Celah dan permukaan sendi baik - Subchondral bone layer normal

- Tampak fraktur os radius dan ulna 1/3 distal, telah terpasang internal fixasi dengan posisi baik

- Soft tissue normal

Kesimpulan : Fraktur os radius dan ulna 1/3 distal kiri, telah terpasang internal fixasi dengan posisi baik

3.7 Prognosis

 Ad Vitam : Dubia ad Bonam

 Ad Functionam : Dubia ad Bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

(29)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada laporan kasus diatas, seorang laki laki usia 11 tahun datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan setelah pasien terjatuh saat bermain bola di sekolah. Pasien juga mengeluhkan sulit menggerakkan lengan kiri. Hal ini sesuai dengan teori mengenai gejala klinis pada fraktur yang menyebabkan nyeri hebat akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf. Hal ini juga menunjukkan bahwa telah terjadi trauma dengan energi tinggi dan tulang menerima beban yang lebih besar daripada yang mampu dipertahankan sehingga terjadilah kerusakan tulang dan jaringan disekitarnya. Jenis kelamin juga menjadi salah satu faktor resiko fraktur yang banyak di nominasi oleh laki-laki. Pada fraktur tulang panjang, laki- laki berisiko 2,5 kali lebih berisiko dibanding wanita. Hal ini berkaitan dengan mobilitas dan aktivitas yang tinggi sehingga menyebabkan meningkatnya resiko cedera.[18]

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien juga mendukung diagnosis close fraktur pada 1/3 distal radius ulna dengan ditemukan bengkak, kemerahan, terdapat deformitas, ROM terbatas dan tidak ada luka atau perdarahan yang tampak pada area tersebut. Berdasarkan teori yang menyatakan bahwa pada fraktur tertutup tidak ada bagian tulang yang menembus kulit, sehingga tidak ditemukan adanya luka perdarahan. Namun, jika tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga akan rusak. Akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf, terjadi pelepasan mediator yang merangsang saraf dan menimbulkan nyeri.

Kemudian kerusakan vaskuler disekitarnya menyebabkan manifestasi pembengkakan lokal. Kerusakan fragmen tulang didalamnya juga memberikan manifestasi berupa kerusakan mobilitas fisik sehingga ROM menjadi terbatas dan diikuti dengan spasme otot yang memberikan manifestasi deformitas.Kerusakan jaringan pada daerah fraktur yang terjadi karena diskontinuitas pada tulang juga akan menimbulkan nyeri pada pasien.

(30)

Pada pasien diberi tatalaksana berupa injeksi ceftriaxone 1gr/12 jam, injeksi pamol 500mg/ 8 jam. Ceftriaxone adalah salah satu antibiotik yang paling umum digunakan karena potensinya yang tinggi, spektrum aktivitas yang luas, dan risiko toksisitas yang rendah. Ini digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri termasuk pneumonia, infeksi perut, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, dan infeksi tulang. Pamol memberikan khasiat analgesik yang berperan menghambat prostaglandin dengan cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 digunakan untuk mengobati nyeri akut, memiliki onset kerja yang cepat, dapat ditoleransi dengan baik[19].[20].

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto antebrachii yang menunjukkan kesan fraktur tertutup pada 1/3 distal os radius ulna sinistra.

Pemeriksaan foto x-ray antebracii sinistra AP/Lateral dan didapatkan adanya mal- allignment dan fraktur pada 1/3 distal os radius ulna sinistra. Pemeriksaan radiologis digunakan untuk menemukan patah tulang dan menentukan konfigurasinya sehingga dapat mengambil keputusan untuk penanganan.

Pengambilan foto harus mengikuti rules of two.[20]

Fraktur baik tertutup maupun terbuka, status neurovascular dari ekstremitas harus secara rutin dievaluasi.Sensasi dari dorsum manus dan kemampuan dorsofleksi wrist joint mengindikasikan fungsi nervus, sensasi telapak tangan dan kemampuan plantarfleksi dan fleksi yang mengindikasikan fungsi nervus. Pulsasi arteri harus di palpasi Struktur ini berisiko cedera ketika ada trauma high-energy, dislokasi fraktur dan comminution tulang yang signifikan mengarah ke gangguan neurologis dan iskemik ekstremitas.[21]

(31)

BAB V KESIMPULAN

Fraktur merupakan diskontinuitas pada struktural tulang baik total maupun sebagian. Hal terjadi akibat mekanisme energi tinggi atau rendah dan sering dikaitkan dengan cedera serius lainnya. Penyebab paling umum termasuk kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, jatuh dari permukaan tanah pada individu dengan osteoporosis, dan tembakan.

Diagnosa fraktur dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler. Hal ini juga didukung dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Tatalaksana awal pada fraktur adalah dengan memeriksa airway, breathing dan circulation. Prinsip dasar dalam penanganan fraktur adalah recognition, reduction, retention dan rehabilitation.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Aston J. N. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. p. 35.

2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Penerbit Bintang Lamumpatue; 1998. p. 334-78.

3. Karakala G. Forearm Fracture2013:[1-5 pp.]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1239187-overview.

4. Depkes.Riset Kesehatan Dasar: Laporan Sulawesi Selatan. Jakarta2008.p. 112- 20

5. Diktat Anatomi Biomedik 1. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Unhas; 2011. p. 6-7, 94- 6.

6. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik: Pencitraan Diagnostik Edisi kedua. Jakarta:

Divisi Radiodiagnostik RS dr. Cipto Mangunkusumo; 2005. p. 31-46.

7. Patel. Pradip R. Lecture Notes: Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. p. 221-3.

8. Peh. Wilfred C. Goh. Lesley A. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik: Trauma Ekstremitas & Fraktur- klasifikasi, penyatuan dan komplikasi. 2001. p. 97-121.

9. Carter. Michael A. Patofisiologi: Fraktur dan Dislokasi. Edisi 6. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran; 2006. p. 1365-8.

10. Murtala B. Radiologi Trauma dan Emergensi. Bogor: PT Penerbit IPB Press;

2013. p. 68-73.

11. Soetikno RD. Radiologi Emergency. Bandung: PT Refika Editama; 2013. p. 80-7.

12. Gaillard F. Radiology Case: Colles Fracture 2010. Available from:

http://radiopaedia.org/cases/colles-fracture-1.

13. Gerstenmaier J.F. Radiology Case: Smith Fracture 2013. Available from:

http://radiopaedia.org/cases/smith-fracture-1.

14. Hacking C. Radiology Case:Monteggia Fracture 2015. Available from:

http://radiopaedia.org/cases/monteggia-fracture-2.

15. Ezzedin H.P. Fraktur. Riau: Faculty of Medicine - Universitas Riau; 2009. p. 1-7.

16. McKinnis LN. Radiologic Evaluation, Search Patterns, and Diagnosis. In:

Fundamentals of Musculoskeletal Imaging. 3rded. Philadelphia: F.A. Davis Company;2010. p. 40

17. Adult Forearm Fractures: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2011.

Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00584.

18. Ridwan U, Pattiiha A, Selomo P. Karakteristik Kasus Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr H Chasan Boesoirie Ternate Tahun 2018.

Kieraha Med J 2018;1(1):301–16.

19. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2011.

20. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture.

Butterworths Medical Publication; 2010.

21. Rudran B, Little C, Wiik A, Logishetty K. Tibial plateau fracture: Anatomy,

Gambar

Gambar 1. Gambar 1.1 Os Radius (Sobotta edisi 21, 2005)
Gambar 2. Fraktur patologik karena lesi displasia fibrosa pada radius proksimal (8)
Gambar 4. Jenis-jenis fraktur komplit  (8)
Gambar 5. Greenstick fracture pada radius distal seorang anak.
+7

Referensi

Dokumen terkait

6  Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang

Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor

Jika hal ini tidak memungkinkan pada saat debridemen primer, fraktur harus distabilkan sementara dengan spanning external fixator atau plat sementara melalui defek

Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti,

Fraktur akibat peristiwa trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak

Trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya laserasi pada kulit kepala atau fraktur pada tulang tengkorak yang selanjutnya bisa menimbulkan perdarahan karena mengenai pembuluh