• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Demam Tifoid pada Anak

N/A
N/A
fifi hardiyanty

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Kasus Demam Tifoid pada Anak"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Penyakit Typhus atau Demam Tifoid (Typhoid fever), merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa, bahkan lanjut usia.2. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, dengan gejala utama demam, gangguan saluran pencernaan, serta gangguan susunan saraf pusat/kesadaran.3.

Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.4. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi). Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan;.

Beberapa sistem surveilans untuk kasus demam tifoid dinegara berkembang sangat terbatas, terutama di tingkat komunitas, sehingga prevalens penyakit yang sesungguhnya sangat sulit diperoleh. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data WHO tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.5.

Berikut ini gambar mengenai insidens demam tifoid dan usia rata-rata pasien dari studi mengenai demam tifoid di 5 negara Asia, yang salah satunya adalah Indonesia.6.

Patogenesis

Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.

Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Setelah periode replikasi, kumanakan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.

Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.

Gejala Klinis

Pada sekitar25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke7-10, terutama pada orang berkulit putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta menetap selama 2-3 hari. Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah secara hematogen.

Diagnosis

Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H dari S.typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dan penggunaannya sebagai satu-satunya pemeriksaan penunjang di daerah endemis dapat mengakibatkan over diagnosis.

Interpretasi pemeriksaan Widal harus dilakukan secara hati-hati karena beberapa faktor mempengaruhi hasilnya, antara lain stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium, endemisitas penyakit tifoid, gambaran imunologi masyarakat setempat, dan riwayat imunisasi demam tifoid. Sensitivitas dan spesifisitas rendah tergantung kualitas antigen yang digunakan bahkan dapat memberikan hasil negatif pada 30% sampel biakan positif demam tifoid. Hasil pemeriksaan Widal positif palsu dapat terjadi oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, pemeriksaan dilakukan di daerah endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid, dan preparat antigen komersial yang bervariasi serta standardisasi yang kurang baik.

O yang positif dapat berbeda dari >1/80 sampai >1/320 antar laboratorium tergantung endemisitas demam tifoid di masyarakat setempat dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau baru sembuh dari demam tifoid. Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja tidak mempunyai arti penting dan sebaiknya dihindari oleh karena beberapa alasan, yaitu variablitasalat pemeriksaan, kesulitan memperoleh titer dasar dengan kondisi stabil, paparan berulang S.typhi di daerah endemis, reaksi silang terhadap non-Salmonella lain, dan kurangnya kemampuan reprodusibilitas hasil pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhi dot atau Tubex yang mendeteksi antibodi IgM antigen spesifik O9 lipopolisakarida dari S.

Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas hampir 100% pada pasien demam tifoid dengan biakan. Pemeriksaan antibodi IgM terhadap antigen O9 lipopolisakarida S.typhi (Tubex) dan IgM terhadap S.typhi (Typhidot) memiliki sensitivitas dan spesifitas berkisar 70% dan 80%. Namun interpretasi hasil serologi yang positif harus dilakukan secara hati-hati .. pada kasus tersangka demam tifoid di daerah endemis karena IgM dapat bertahan sampai 3 bulan, sedangkan IgG sampai 6 bulan.7 . d) Pemeriksaan PCR.

Pemeriksaan ELISA terhadap antibodi monoklonal spesifik antigen 9 grup D Salmonella dari spesimen urin pada satu kali pemeriksaan memiliki sensitivitas 65%, namun pemeriksaan urin secara serial menunjukkan sensitivitas 95%. Pemeriksaan ELISA menggunakan antibodi monoklonal terhadap antigen 9 somatik (O9), antigen d flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada spesimen urin. Vi pada urin menjanjkan untuk menunjang diagnosis demam tifoid, terutama dalam minggu pertama sejak timbulnya demam.7 . f) Pemeriksaan Antibodi IgA dari Spesimen Saliva.

Pemeriksaan diagnostik yang mendeteksi antibodi IgA dari lipopolisakarida S.typhi dari spesimen saliva memberikan hasil positif pada kasus demam tifoid. Pemeriksaan ELISA ini menunjukkan sensitivitas dan 0% pada minggu pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima perjalanan penyakit demam tifoid.7.

Indikas Rawat

Penatalaksanaan

Prognosis

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas.. Kumpulan gejala-gejala klinis demam

Untuk penelitian selanjutnya dilakukan dengan studi prospektif.Serta, waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam pada anak dengan demam tifoid menunjukkan

Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur darah. Hasil

Penggunaan deksametason pada pasien anak dengan demam tifoid di RSU Puri Raharja Denpasar tidak sesuai karena deksametason diberikan pada pasien anak dengan demam

Pada tatalaksana kasus MDRST atau kasus demam tifoid yang tidak tampak perbaikan setelah pengobatan 3 hari, maka cefixime merupakan pilihan pertama dan apabila gagal maka

Pada tatalaksana kasus MDRST atau kasus demam tifoid yang tidak tampak perbaikan setelah pengobatan 3 hari, maka cefixime merupakan pilihan pertama dan apabila gagal maka

International Classification of Diseases (ICD-10). Sampel penelitian adalah pasien dengan infeksi dengue atau demam tifoid berusia >18 tahun yang memenuhi kriteria

Analisis spasial pada penelitian ini berupa gambaran sebaran kasus demam Tifoid di Kota Semarang pada bulan Oktober hingga Desember 2009 ditinjau dari letak daerah banjir dan