• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kemajuan PKM

N/A
N/A
Bagas Putra Satria

Academic year: 2025

Membagikan "Laporan Kemajuan PKM"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Pemanfaatan Kulit Singkong (Manihot esculenta C.) Terhidrolisis Enzim Selulase Dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan

Ikan Nila (Orechromis niloticus)

BIDANG KEGIATAN SKEMA PKM-RE

Disusun Oleh:

David Kisworo 2320801081 (Ketua) Bagas Putra Satria 2110801022 (Anggota 1) Hanan Inas Zain Heri A. 2320801075 (Anggota 2)

Anna Nurhaula 2320801087 Anggota 3)

Dhian Puspita Sari 2320801121 (Anggota 4)

UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG

2024

(2)

DAFTAR ISI

COVER... 1

DAFTAR ISI...2

BAB 1. PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan...5

1.4 Keutamaan Riset...5

1.5 Luaran...5

1.6 Manfaat Riset... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)...5

2.2 Tepung Kulit Singkong (Manihot esculata C.)...6

2.3 Enzim Silase...6

2.4 Hidrolisis...7

BAB 3. METODE RISET...7

3.1 Waktu dan Tempat... 7

3.2 Alat dan Bahan Riset...7

3.2.1 Alat Riset...7

3.2.2 Bahan Riset...7

3.3 Variabel Riset...7

3.4 Tahapan Riset...8

3.4.1 Hipotesis...8

3.4.2 Metode... 8

3.4.3 Jenis dan Rancangan Riset...8

3.5 Prosedur Riset...8

3.5.1 Penepungan Kulit Singkong...8

3.5.2 Hidrolisis Tepung Kulit Singkong...8

3.5.3 Pembuatan Pakan Uji...9

3.5.4 Uji Proksimat... 9

3.5.5 Persiapan Wadah dan Pemeliharaan...9

3.6 Parameter Riset...9

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI...10

4.1 Progres Kemajuan... 10

4.2 Hasil...11

4.3 Pembahasan...11

4.3.1 Kandungan Nutrien Pakan...11

4.3.2 Performa Pertumbuhan...12

4.3.3 Pemanfaatan Pakan...12

4.4 Potensi Hasil... 13

BAB 5. PENUTUP... 14

(3)

5.1 Kesimpulan...14

5.2 Saran...14

DAFTAR PUSTAKA...14

LAMPIRAN...16

(4)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya.

Pada pakan komersial dapat menghabiskan sekitar 60-70% dari total biaya produksi. Tingginya harga dan kualitas nutrisi yang rendah menjadi penghambat dalam proses budidaya (Danu dkk., 2015). Kulit singkong merupakan limbah agroindustri dari industri pengolahan singkong. Ali dkk. (2017) menyatakan bahwa kulit singkong mengandung kadar protein 1,03%, lemak 1,74%, dan karbohidrat 78,20%. Kandungan karbohidrat yang besar dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai cadangan energi.

Penggunaan kulit singkong sebagai bahan pembuatan pakan buatan terdapat beberapa kendala, seperti kandungan protein yang rendah (4,8%), serat kasar tinggi (21,2%), dan terkandung asam sianida (Busairi dan Wikanastri, 2009 dalam Nurlaeni dkk., 2022). Serat kasar termasuk dari golongan polisakarida. Golongan polisakarida yang dimaksud adalah selulosa. Selulosa memiliki ikatan sakarida sehingga sangat susah untuk mendegradasi ikatan tersebut. Ikan tidak dapat mencerna selulosa yang terlalu tinggi karena tidak memiliki enzim selulase (Nurhayati dkk., 2018). Kendala tingginya serat kasar dan protein yang rendah dapat diatasi melalui proses hidrolisis.

Selulosa dapat dihilangkan dengan proses hidrolisis menggunakan enzim. Enzim berfungsi sebagai katalis yang mempercepat laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Enzim selulase merupakan salah satu varian yang memiliki peran penting dalam proses biokonversi material organik. Enzim ini memiliki kemampuan untuk mendegradasi selulosa. Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri menjadi pilihan utama, karena bakteri memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga lebih efisien dari segi waktu (Nafiqoh dan Suryaningrum, 2020).

Asam hidrosianat (HCN) mudah hilang selama proses pengolahan, yaitu pada proses perendaman, pengeringan, dan pemasakan. Hal inilah yang menyebabkan kulit singkong perlu dilakukan treatment terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai sumber pakan hewan, khususnya pada ikan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan limbah kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan alternatif bagi ikan melalui proses hidrolisis menggunakan enzim selulase sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila.

1.2 Rumusan Masalah

Pemanfaatan tepung kulit singkong terhidrolisis enzim selulase sebagai pakan ikan nila masih belum banyak dikaji pada jurnal-jurnal ilmiah. Bahan ini memiliki potensi sebagai sumber protein nabati dalam pembuatan pakan ikan. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi suatu inovasi sebagai bahan pakan alternatif. Adapun Rumusan masalah dalam penelitian “Pemanfaatan Kulit Singkong (Manihot esculenta C.) Terhidrolisis Enzim Selulase Dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Orechromis niloticus)”, antara lain:

(5)

1. Bagaimana proses pengolahan kulit singkong menjadi bahan pakan alternatif dalam budidaya perairan?

2. Bagaimana pengaruh pemberian tepung kulit singkong terhidrolisis enzim selulase dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan nila?

3. Apakah pemanfaatan kulit singkong dalam pakan ikan dapat mengurangi permasalahan limbah agroindustri secara signifikan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui proses pengolahan kulit singkong menjadi bahan pakan alternatif dalam budidaya perairan

2. Mengetahui pengaruh tepung kulit singkong terhidrolisis enzim selulase dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila

3. Memanfaatkan kulit singkong sebagai upaya dalam mengurangi limbah agroindustri secara signifikan

1.4 Keutamaan Riset

Keutamaan riset ini adalah pemanfaatan limbah kulit singkong sebagai bahan pakan alternatif dalam budidaya ikan nila. Limbah kulit singkong menjadi penyumbang limbah organik di Magelang, tetapi memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pakan alternatif yang dilihat dari kandungan nutrisi dan ketersediaannya.

Permasalahan kulit singkong sebagai pakan ikan adalah kadar serat kasar dan HCN yang tinggi sehingga belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Riset ini juga memberikan informasi mengenai treatment dalam pengurangan HCN dan serat kasar pada kulit singkong. Oleh karena itu, keutamaan riset ini adalah pemanfaatan kulit singkong dalam pakan ikan sehingga dapat mengurangi limbah kulit singkong secara signifikan.

1.5 Luaran

Luaran penelitian ini menghasilkan luaran wajib, antara lain laporan kemajuan, laporan akhir, artikel ilmiah, dan akun media sosial. Artikel ilmiah ini akan dipublikasikan di jurnal internasional ataupun nasional yang telah terakreditasi/terindeks sehingga dapat menambah sumber kajian bagi pembaca.

Artikel ini juga berpotensi menambah nilai ekonomis dari kulit singkong, karena dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ikan.

1.6 Manfaat Riset

Manfaat riset terhadap akuakultur adalah mengurangi biaya pakan dengan memanfaatkan kulit singkong sebagai sumber protein nabati dan mengurangi impor bahan baku pakan. Riset ini juga dapat menambah kajian ilmiah mengenai pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan nila.

Pemanfaatan kulit singkong dapat menambah nilai ekonomis dan mengurangi limbah organik di Magelang.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi ikan nila menurut Amri Lukman dkk. (2014), sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

(6)

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Cichlidae

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila memiliki betuk tubuh memanjang dan ramping. Lebar tubuh ikan nila umumnya sepertiga dari panjang badannya. Ikan nila memiliki sisik yang relatif besar dan berbentuk sikloid, matanya menonjol dan besar dengan tepi berwarna putih. Ikan nila memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Ikan nila jantan memiliki bentuk tubuh membulat dan agak pendek dibandingkan dengan nila betina. Warna ikan nila jantan biasanya lebih cerah dibandingkan dengan betina. Pada bagian anus ikan nila jantan terdapat alat kelamin yang memanjang dan terlihat cerah (Lukman dkk., 2014)

2.2 Tepung Kulit Singkong (Manihot esculata C.)

Singkong merupakan salah satu tanaman yang tersebar luas di Indonesia. Indoensia merupakan negara kedua terbesar di dunia sebagai penghasil singkong. Singkong merupakan tanaman perdu yang tumbuh di daerah tropis dengan cara stek. Tanaman singkong ini menghasilkan umbi pada bagian akarnya. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang. Pada bagian daging umbi mengandung zat pati berwarna putih atau kekuning-kuningan, dan pada tiap tanaman dapat mengasilkan 5-10 umbi.

Singkong juga termasuk salah satu bahan makanan yang bersumber karbohidrat dalam bentuk amilum dan mengandung kalori yang cukup tinggi. Umbi singkong juga banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi singkong memiliki rasa sedikit manis dan pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida (Amanah, 2020).

Umbi singkong memiliki kulit yang sering kali dianggap limbah oleh sebagian industri berbahan baku singkong. Kulit singkong termasuk ke dalam kategori sampah organik, karena sampah ini dapat terdegradasi secara alami. Kulit singkong mengandung racun alami yang biasa disebut dengan HCN. Kandungan HCN pada kulit singkong sangat tinggi yaitu sebesar 150 sampai 360 mg HCN per berat segar.

Kadar asam sianida pada kulit singkong dapat mencapai 5-10 kali lebih besar daripada umbinya. Kadar asam sianida dalam kulit singkong dapat diturunkan selama kulit singkong diproses terlebih dahulu agar pemanfaatan kulit singkong dapat lebih optimal, yakni dengan proses pencucian, perendaman, pengeringan, pemanasan dan fermentasi (Amanah, 2020).

2.3 Enzim Silase

Enzim selulase merupakan enzim yang mampu mendegradasi selulosa dengan cara menghidrolisis ikatan β-1,4-glukosidik menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu monomer glukosa. Enzim selulase terutama diproduksi oleh bakteri simbiosis pada kelompok herbivora ruminansia. Enzim selulase dapat dihasilkan olehmikroorganisme yaitu Trichoderma harzianum, T. hamatun, T. koningii, T.pseudokoningii, T. pilulifemm dan T. aureoviride. Mikroorganisme lain yang

(7)

mampu menghasilkan enzim selulase adalah Aspergillus terreus. Enzim selulaseberperan dalam hidrolisis selulosa dengan memutus ikatan β-1,4-D- glukosidiksehingga menghasilkan oligosakarida dan glukosa. Penambahan jumlah dosis selulase ke dalam proses hidrolisis dapat meningkatkan hasil dan laju hidrolisis, namun juga bisa meningkatkan biaya selama proses (Sitompul dan Putra, 2016).

2.4 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan satu tahapan penting dalam proses biokonversi biomassa menjadi bioetanol, proses ini terjadi degradasi selulosa menjadi gula yang lebih sederhana baik berupa selobiosa maupun glukosa dengan bantuan katalis. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara biologis, kimia, maupun enzimatis. Proses ini lebih efektif untuk dilakukan karena menghasilkan produk yang spesifik dan lebih banyak, hasil sampingan sedikit, ramah lingkungan. Metode yang paling menjanjikan untuk menghidrolisis selulosa adalah menggunakan enzim, contohnya enzim selulase. Hidrolisis enzimatik memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan katalis asam (Setyoko dan Utami, 2016).

BAB 3. METODE RISET 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Basah Akuakultur, Universitas Tidar, Bandongan, Kabupaten Magelang pada bulan September sampai Oktober 2024, sedangkan proses pembuatan hidrosilat tepung kulit singkong dilakukan di Laboratorium Terpadu, Universitas Tidar, Kota Magelang.

3.2 Alat dan Bahan Riset 3.2.1 Alat Riset

Alat-alat yang digunakan dalam melakukan riset, yaitu terpal, kompor, panci, tabung gas, peniris, penepung, cetakan pellet, saringan mesh size 60, oven, inkubator, gelas ukur, gelas beaker, pengaduk kaca, spatula, nampan allumunium, aerator, selang aerator, batu aerator, seser, akuarium ukuran 60x40x40 cm3, timbangan digital, selang air, roll kabel, serat kapas, bioring, bioball, botol bekas, pH meter, dan DO meter.

3.2.2 Bahan Riset

Bahan-bahan riset terdiri atas ikan nila ukuran 9-12 cm, enzim selulase, pakan ikan merk STP, akuades, air, garam ikan, dan CMC.

3.3 Variabel Riset

Variabel yang digunakan terdiri atas variabel dependen, independen, dan kontrol.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi; variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen; dan variabel kontrol adalah variabel yang dibuat konstan.

a. Variabel independen : Pemberian tepung singkong terhidrolisis pada formulasi pakan

b. Variabel dependen : Pertumbuhan ikan nila

c. Variabel kontrol : Ikan nila ukuran 9-12 cm, wadah pemeliharaan,

(8)

dan kadar enzim selulase 3.4 Tahapan Riset

3.4.1 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Ho : Penambahan tepung singkong terhidrolisis dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ikan nila.

H1 : Penambahan tepung singkong terhidrolisis dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ikan nila 3.4.2 Metode

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (treatment/perlakuan) terhadap variabel dependen (hasil) dalam kondisi yang terkendalikan. Kondisi dikendalikan agar tidak terdapat variabel lain yang memengaruhi variabel dependen.

Oleh karena itu, penelitian eksperimen dilakukan dengan menggunakan kelompok kontrol agar kondisi dapat dikendalikan (Asrin, 2022).

3.4.3 Jenis dan Rancangan Riset

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian single factor dengan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan, antara lain:

a. K : Pakan komersial

b. P1 : Repelleting dengan 10% tepung kulit singkong terhidrolisis c. P2 : Repelleting dengan 15% tepung kulit singkong terhidrolisis 3.5 Prosedur Riset

3.5.1 Penepungan Kulit Singkong

Kulit singkong diperoleh dari usaha rumah tangga keripik singkong di daerah Soropadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Proses awal pengolahan kulit singkong adalah dengan pembersihan kulit singkong menggunakan air mengalir.

Kulit singkong yang sudah bersih direndam dalam air selama 24 jam dengan penggantian air rendaman setiap 6 jam sekali, kemudian direbus pada air mendidih selama 1,5 jam. Kedua proses tersebut bertujuan untuk mengurangi kadar HCN yang terkandung pada kulit singkong. Kulit singkong ditiriskan dan dicuci kembali dengan air mengalir, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari.

Kulit singkong kering ditepungkan, lalu disaring menggunakan saringan mesh size 60 untuk mendapatkan tepung kulit singkong yang halus.

3.5.2 Hidrolisis Tepung Kulit Singkong

Proses hidrolisis tepung kulit singkong menggunakan enzim selulase untuk menurunkan kadar serat kasar. Metode hidrolisis mengacu pada metode yang dilakukan Jefry (2021). Proses awal yang dilakukan adalah dengan melarutkan enzim selulase pada akuades. Dosis enzim selulase yang digunakan adalah 1,2 g/kg, sedangkan volume akuades dalam pelarutan enzim selulase adalah 30% dari berat total tepung yang akan dihidrolisis. Larutan enzim selulase dicampurkan pada tepung kulit singkong, lalu disimpan pada wadah dan ditutup rapat. Wadah tersebut

(9)

dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 33 oC selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah pengeringan tepung hidrolisis kulit singkong di dalam oven dengan suhu 60 oC selama 2 jam. Setelah itu, tepung hidrolisis kulit singkong dihaluskan kembali dengan mortar dan disaring menggunakan saringan mesh size 60.

3.5.3 Pembuatan Pakan Uji

Proses pembuatan pakan uji dimulai dengan mempersiapkan semua bahan, antara lain tepung pelet ikan merk STP, hidrosilat tepung kulit singkong, air, dan CMC.

Proses pembuatan akan setiap perlakuan sama, yaitu penimbangan bahan sesuai dengan formulasi dan dicampurkan sampai homogen. Bahan yang telah homogen dimasukkan ke dalam mesin pencetak pelet. Setelah itu, pelet dikeringkan di dalam oven dengan suhu 55 oC selama 9 jam. Adapun formulasi pakan uji setiap perlakuan yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi pakan

Komposisi Pakan Perlakuan

K P1 P2

Pelet ikan merk STP (%) 100 87 82

TKS terhidrolisis enzim selulase (%) 10 15

CMC (%) 3 3

Total (%) 100 100 100

Keterangan: (TKS) Tepung Kulit Singkong 3.5.4 Uji Proksimat

Pakan perlakuan diuji proksimat untuk mengetahui kandungan nutriennya. Nutrien dalam pakan yang diujikan terdiri atas protein, lemak, kadar air, abu, dan serat kasar. Hasil uji proksimat dapat menunjukkan kelayakan pakan perlakuan berdasarkan komponen nutriennya.

3.5.5 Persiapan Wadah dan Pemeliharaan

Persiapan awal adalah meyiapkan dan membersihkan akuarium berukuran 60x40x40 cm3 sebanyak 3 buah, kemudian memasang instalasi aerasi untuk menyuplai oksigen. Akuarium diisi air sebanyak 80% dari volume total, kemudian mengkarantina dan memuasakan ikan nila selama 2 hari. Setelah itu, berat awal ikan nila ditimbang dan ditebarkan sebanyak 10 ekor pada setiap akuarium. Ikan nila dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan uji secara ad satiation sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Penyiphonan dilakukan selama proses pemeliharaan saat endapan feses di dasar akuarium banyak.

3.6 Parameter Riset

Parameter riset ini berfokus pada kinerja pertumbuhan ikan nila. Rumus pengukuran pertumbuhan ditunjukkan sebagai berikut.

a. Pertumbuhan Mutlak

Wm = Wt - Wo

Keterangan : Wm (Pertumbuhan berat mutlak (g)), Wt (Berat rata-rata akhir penelitian (g)), Wo (Berat rata-rata awal penelitian (g))

b. Panjang Mutlak

(10)

Lm = Lt - Lo

Keterangan : Lm (Pertumbuhan panjang mutlak (cm)), Lt (Panjang rata-rata akhir penelitian (cm)), Wo (Panjang rata-rata awal penelitian (cm))

c. Total Konsumsi Pakan

TKP = F1 - F2

Keterangan : TKP (Total Konsumsi Pakan), F1 (Bobot pakan ikan awal penelitian (g)), F2 (Bobot pakan ikan akhir penelitian (g)) d. Specific Growth Rate (SGR)

SGR = Ln Wt - Ln Wo

t ×100%

Keterangan : SGR (Specific Growth Rate (%)), Wt (Bobot rata-rata pada waktu ke-t (g)), Wo (Bobot rata-rata awal (g)), t (waktu (hari)) e. Feed Conversion Ratio (FCR)

FCR = F

\( Wt +D\) - Wo×100%

Keterangan : FCR (Feed Conversion Ratio), F (Jumah pakan yang diberikan (g)), Wt (Berat ikan pada akhir penelitian (g)), Wo (Berat ikan pada awal penelitian (g)), D (Berat ikan yang mati (g))

f. Efisiensi Pemanfaatan Pakan

EPP = Wt - Wo

F ×100%

Keterangan : EPP (Efisiensi Pemanfaatan Pakan), Wt (Berat ikan pada akhir penelitian (g)), Wo (Berat ikan pada awal penelitian (g)), F (Jumah pakan yang diberikan (g))

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI 4.1 Progres Kemajuan

Penelitian dimulai pada pertengahan bulan Agustus yang diawali dengan persiapan berbagai bahan dan alat riset. Pada awal bulan September, kemajuan riset ini adalah telah selesai melakukan penepungan kulit singkong, hidrolisis tepung kulit singkong, serta pembuatan dan penimbangan pakan setiap perlakuan. Pembelian benih ikan nila, pemuasaan, dan karantina ikan juga sudah dilakukan pada awal bulan September. Progres penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Progres kemajuan riset

Kegiatan Waktu Progres (%)

Pengambilan kulit singkong 17 Agustus 2024 100

Pengolahan kulit singkong 19-25 Agustus 2024 100

Pembelian enzim selulase 26 Agustus 2024 100

Penepungan kulit singkong 26 Agustus 2024 100

Hidrolisis tepung kulit singkong 28-29 Agustus 2024 100 Pembuatan dan penimbangan

pakan uji 2 September 2024 100

(11)

Kegiatan Waktu Progres (%) Persiapan wadah pemeliharaan

dan pemasangan instalasi aerasi 9 November 2024 100 Pemeliharaan 19 November 2024 - 20

Desember 2024

100

Uji proksimat pakan 10 Desember 2024 100

Pembuatan laporan akhir 25 Desember 2024 100

4.2 Hasil

Penelitian berlangsung selama satu bulan. Data-data penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3 Kandungan nutrien pakan

Perlakuan Kandungan Nutrien

Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%) Serat (%)

K 25.2 4.3 8.1 10.8 7.8

P1 27.8 4.4 7.32 9.43 4

P2 28.7 5.5 6.67 8.85 4.2

Tabel 4 Performa pertumbuhan

Parameter K P1 P2

Wm (g) 23.7±9.6* 44±9.5* 38.7±17.5*

Lm (cm) 0.9±1.5* 1.1±0.5* 1.3±1.5*

SGR (%/hari) 0.9±0.3* 1.4±0.3* 1.3±0.5*

SR (%) 80±10* 86.7±5.8* 80±10*

Keterangan: Nilai dengan superscript (*) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p-value>0,05)

Tabel 5 Pemanfaatan pakan

Parameter K P1 P2

TKP (g) 74.3±4** 94±5.3** 88±10.5**

FCR 1.6±0.1* 1.6±*0.3 1.5±0.2*

EPP (%) 32±13.4* 46.7±8.1* 42.7±14.6*

Keterangan: Nilai dengan superscript (*) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p-value>0,05); Nilai dengan superscript (**) menunjukkan perbedaan yang nyata (p-value<0,05)

4.3 Pembahasan

4.3.1 Kandungan Nutrien Pakan

Kandungan nutrien pakan ikan nila yang digunakan selama pemeliharaan ditunjukkan pada Tabel 3. Mudjiman (2000) dalam Iskandar dan Elrifadah (2015) menyatakan bahwa kebutuhan protein pada ikan secara umum berkisar antara 20- 60%, dengan lemak 4-18%, karbohidrat dalam pakan dapat mencapai 10-50%, serat kasar sebaiknya tidak melebihi 8%, dan kadar abu dalam pakan maksimal adalah 15%. Berdasarkan SNI 9043-11: 2024, pakan buatan ikan nila harus memiliki kandungan protein lebih dari 25%, lemak minimal 5%, serat kasar maksimal 7%, abu maksimal 12%, dan kadar air kurang dari 12%. Oleh karena itu, ketiga jenis

(12)

pakan uji memiliki kandungan nutrien yang memadai untuk mendukung pemeliharaan ikan nila.

4.3.2 Performa Pertumbuhan

Pertumbuhan berat mutlak tertinggi dicatat pada perlakuan P1 (44±9,5 g), diikuti oleh P2 (38,7±17,5 g) dan kontrol (23,7±9,6 g). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis dapat meningkatkan pertumbuhan berat ikan dibandingkan kontrol. Peningkatan pada P1 lebih tinggi dibandingkan P2, yang mengindikasikan bahwa dosis 10% lebih optimal dibandingkan 15%.

Pertumbuhan panjang ikan juga menunjukkan tren serupa dengan berat mutlak.

Perlakuan P2 mencatat pertumbuhan panjang tertinggi (1,3±1,5 cm), diikuti oleh P1 (1,1±0,5 cm) dan kontrol (0,9±1,5 cm). Hal ini menegaskan bahwa penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis memberikan kontribusi positif pada peningkatan panjang tubuh ikan.

SGR tertinggi dicapai pada perlakuan P1 (1,4±0,3%/hari), diikuti oleh P2 (1,3±0,5%/hari) dan kontrol (0,9±0,3%/hari). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis pada pakan komersial secara signifikan meningkatkan efisiensi pertumbuhan harian ikan. Perlakuan P1 lebih unggul dibandingkan P2, yang menunjukkan bahwa dosis 10% cukup memberikan keseimbangan nutrisi yang optimal.

SR tertinggi dicatat pada perlakuan P1 (86,7±5,8%), sementara P2 dan kontrol memiliki tingkat kelangsungan hidup yang sama (80±10%). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis, khususnya pada dosis 10%, tidak hanya mendukung pertumbuhan, tetapi juga berkontribusi terhadap keberhasilan pemeliharaan dengan menekan tingkat mortalitas.

Penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis dalam pakan ikan nila memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan berat, panjang, dan efisiensi pertumbuhan spesifik (SGR). Perlakuan P1 (10% tepung kulit singkong terhidrolisis) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan P2 (15%), yang menandakan bahwa peningkatan dosis tidak selalu menghasilkan kinerja optimal. Selain itu, tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada P1 mendukung penerapan formulasi ini dalam budidaya ikan nila.

4.3.3 Pemanfaatan Pakan

Total konsumsi pakan tertinggi ditemukan pada perlakuan P1 (94±5,3 g), diikuti oleh P2 (88±10,5 g) dan kontrol (K) (74,3±4 g). Peningkatan konsumsi pakan pada P1 dan P2 menunjukkan bahwa penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis dapat meningkatkan nafsu makan ikan nila. Perlakuan P1 mencatat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan P2, mengindikasikan bahwa dosis 10% lebih disukai oleh ikan dibandingkan 15%. Konsumsi pakan yang rendah pada kontrol dapat disebabkan oleh kurangnya variasi atau nilai palatabilitas yang lebih rendah dibandingkan pakan uji.

FCR merupakan indikator efisiensi penggunaan pakan dalam menghasilkan pertumbuhan ikan. Perlakuan P2 memiliki nilai FCR terendah (1,5±0,2), yang

(13)

diikuti oleh kontrol (1,6±0,1) dan P1 (1,6±0,3). Hal ini menunjukkan bahwa pakan dengan penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis, terutama pada dosis 15%

(P2), lebih efisien dalam dikonversi menjadi biomassa ikan. Meskipun perbedaannya tidak signifikan, hasil ini menunjukkan potensi peningkatan efisiensi pakan dengan memanfaatkan limbah kulit singkong yang telah diproses.

EPP tertinggi ditemukan pada perlakuan P1 (46,7±8,1%), diikuti oleh P2 (42,7±14,6%) dan kontrol (32±13,4%). Penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis pada pakan memberikan dampak positif terhadap efisiensi pemanfaatan pakan, dengan P1 menunjukkan hasil terbaik. Peningkatan efisiensi ini mencerminkan kemampuan ikan untuk memanfaatkan pakan dengan baik dan mengonversinya menjadi pertumbuhan tubuh.

Penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis dalam formulasi pakan ikan nila memberikan dampak signifikan terhadap konsumsi pakan, efisiensi konversi pakan, dan pemanfaatan pakan. Perlakuan P1 (10% tepung kulit singkong terhidrolisis) menunjukkan hasil terbaik pada TKP dan EPP, sementara P2 (15% tepung kulit singkong terhidrolisis) unggul dalam efisiensi konversi pakan (FCR). Hasil ini mendukung penggunaan tepung kulit singkong terhidrolisis sebagai alternatif bahan pakan yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga efisien untuk budidaya ikan nila.

4.4 Potensi Hasil

Kulit singkong belum dimanfaatkan secara optimal pada budidaya perairan.

Pemanfaatannya masih berfokus sebagai pakan ternak (unggas dan ruminansia) dan pangan manusia berupa keripik kulit singkong. Tepung kulit singkong terhidrolisis enzim selulase dapat memperluas kebermanfaatan dari limbah ini. Proses penurunan serat kasar dan HCN pada kulit singkong dapat meningkatkan kualitasnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan formulasi pakan ikan. Hal itu dapat memperluas kegunaan kulit singkong sehingga limbah ini dapat diminimalisir secara signifikan.

Hasil kinerja pertumbuhan ikan nila menunjukkan adanya pengaruh tepung kulit singkong terhidrolisis terhadap kinerja pertumbuhannya. Dosis tepung kulit singkong terhidrolisis dalam riset ini menunjukkan persentase tepung kulit singkong terhidrolisis dalam menggantikan bahan impor. Hal tersebut menjadi salah satu upaya Akuakultur di Indonesia dalam mengurangi ketergantungan bahan impor melalui pemanfaatan limbah lokal. Riset ini mampu menambah langkah solutif dalam permasalahan pakan ikan sehingga mampu mendorong kemandirian pada Akuakultur Indonesia. Kekurangan dalam riset ini adalah tidak diketahuinya kandungan nutrisi dan kadar HCN pada hidrosilat tepung kulit singkong. Akan tetapi, hal tersebut dapat menjadi pemantik pada kajian ilmiah selanjutnya.

Hidrosilat tepung kulit singkong juga berpotensi digunakan pada komoditas ikan tawar lainnya, khususnya pada jenis ikan air tawar herbivora.

(14)

BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan:

1. Perlakuan terbaik diperoleh pada P1 (10% tepung kulit singkong terhidrolisis) yang menunjukkan performa unggul dalam beberapa parameter:

a. Total Konsumsi Pakan (TKP): 94±5,3 g, tertinggi dibandingkan perlakuan lain.

b. Efisiensi Pemanfaatan Pakan (EPP): 46,7±8,1%, menunjukkan efisiensi pemanfaatan pakan yang optimal.

c. Specific Growth Rate (SGR): 1,4±0,3%/hari, nilai tertinggi yang mendukung pertumbuhan ikan nila secara signifikan.

d. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR): 86,7±5,8%, tertinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya.

2. Penambahan tepung kulit singkong terhidrolisis dalam pakan ikan nila dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, menurunkan ketergantungan pada bahan impor, dan memberikan solusi pengelolaan limbah kulit singkong secara berkelanjutan.

3. Dosis 10% tepung kulit singkong terhidrolisis (P1) adalah formulasi yang paling optimal untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan efisiensi pakan pada budidaya ikan nila.

5.2 Saran

1. Disarankan untuk melakukan analisis lebih lanjut terhadap kandungan nutrisi tepung kulit singkong terhidrolisis, termasuk kadar protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar setelah proses hidrolisis, untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai manfaat nutrisinya.

2. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas dosis di antara 10% dan 15% (misalnya 12%) atau dosis lain yang dapat memberikan hasil lebih optimal bagi pertumbuhan dan efisiensi pakan.

3. Disarankan untuk menguji penggunaan tepung kulit singkong terhidrolisis pada jenis ikan lain, terutama ikan herbivora seperti ikan mas atau ikan gurami, guna mengeksplorasi kebermanfaatan formulasi ini secara lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. W., Koniyo, Y., dan Juliana. 2017. Substitusi tepung singkong pada pakan untuk pertumbuhan dan sintasan benih ikan mas. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5(2): 54-59.

Amanah, F. 2020. Pengaruh Konsentrasi Bakteri Asam Laktat Lactobacillus casei d an Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia Tepung Kulit Singkong (Manihot esculenta) Terfermentasi. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

(15)

Asrin, A. 2022. Metode penelitian eksperimen. Maqasiduna: Journal of Education, Humanities, and Social Sciences, 2(1): 21-29.

Danu, R., Adelina., dan Heltonika, B. 2015. Pemanfaatan fermentasi daun singkong (Manihot utilisima Pohl.) dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.). Skripsi.

Universitas Riau.

Iskandar, R., dan Elrifadah, E. 2015. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi pakan buatan berbasis kiambang. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 40(1), 18-24.

Jefry. 2021. Pemanfaatan Daun Indigofera zollingeriana Dihidrolisis Enzim Selulase Sebagai Pakan Benh Ikan Gurami. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Lukman, Mulyana., dan Mumpuni, F. S. 2014. Efektivitas pemberian akar tuba (Derris elliptica) terhadap lama waktu kematian ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Pertanian, 5(1): 22-31.

Nafiqoh, N. dan Suryaningrum, L. H. 2020. Hidrolisis Ampas Tebu Menggunakan Enzim Selulase dari Bakteri Bacillus Subtilis dalam Upaya Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pakan Ikan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 6(1): 428- 435.

Nurhayati, Thaib, A., dan Adli, M. 2018. Aplikasi Limbah Kulit Singkong Tanpa Fermentasi Dan Fermentasi Sebagai Penyusun Ransum Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu Universitas Asahan. hal 356-377.

Nurlaeni, L., Solehudin, N. T., Wahyudin, M., dan Setyawan, H. 2022. Review potensi kulit singkong sebagai pakan ternak ayam boiler. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan, 4(1): 19-26.

Setyoko, H. dan Utami, B. 2016. Isolasi dan karakterisasi enzim selulase cairan rumen sapi untuk hidrolisis biomassa. Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning, 13(1): 863-867.

Sitompul, H., dan Putra, D. R. 2016. Pengaruh waktu dan konsentrasi enzim selulase pada proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit menjadi glukosa. Analit: Analytical and Environmental Chemistry, 1(1): 8-16.

(16)

LAMPIRAN Laporan Keuangan

(17)

Pernotaan

(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)

Luaran

Referensi

Dokumen terkait

hijauan pakan adalah bagasse (ampas tebu), yaitu limbah hasil pengolahan tebu.. Bagasse bisa dimanfaatkan karena berpotensi menyediakan bahan

Bahan Pakan alternatif yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan tepung ikan adalah tepung limbah penetasan (TLP) karena memiliki kandungan protein dan kalsium

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan memanfaatkan limbah kulit kopi yang selama ini hanya sebagai sambpah dan

Potensi Limbah Kulit Singkong sebagai Alternatif Material Akustik Ramah Lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi pelet ikan yang dibuat dari limbah organik (bekicot, tulang ikan lele, kulit pisang dan kulit singkong) terhadap

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas, limbah kulit pisang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etil asetat melalui proses

Pemanfaatan limbah makanan kantin asrama Vyatra dengan sistem MFC diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan limbah untuk mengatasi permasalahan utama yang

adalah kulit daging buah yang berpotensi sebagai pakan alternatif ternak. Menurut Zainuddin dan Murtisari (1995) kulit buah kopi