• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi (Dengan Mikroorganisme Lokal) Dalam Pakan Terhadap Kondisi Dan Perkiraan Bobot Kerbau Murrah Jantan(Bubalus bubalis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi (Dengan Mikroorganisme Lokal) Dalam Pakan Terhadap Kondisi Dan Perkiraan Bobot Kerbau Murrah Jantan(Bubalus bubalis)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ternak Kerbau

Semua jenis kerbau memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun

klasifikasi ilmiah kerbau sebagai berikut : Kerajaan : Animalia; Filum : Chordata;

Kelas : Mammalia; Ordo : Artiodactyla; Famili : Bovidae; Upafamili : Bovinae;

Genus : Bubalus; Spesies : Bubalus bubalis (Susilorini, et al., 2010).

Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya

di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air.

Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus)

menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur

domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia

Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir.

Ternak ini berfungsi triguna : perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya

yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan

merubahnya menjadi produk ternak (Reksohadiprodjo, 1984).

Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang

lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana

ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau

masih cukup baik (Bamualim, et al., 2006).

Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia, yaitu kerbau

lumpur atau rawa (swamp buffalo) berjumlah sekitar 95% dan sisanya dalam

jumlah kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai (reverine buffalo) terdapat

di Sumatera Utara. Secara umum kerbau sungai memiliki warna kulit normal

(2)

Kerbau sudah dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan, dan pada

umur 28 bulan sudah beranak pertama dan selanjutnya beranak setiap tahun.

Dengan demikian, pada umur 3 tahun 4 bulan, kerbau betina dapat beranak dua

kali. Dalam waktu 25 tahun, seekor kerbau betina mampu melahirkan anak 20

ekor, calving interval kerbau dapat mencapai 13 bulan dengan sistem

pemeliharaan intensif, sedangkan dengan sistem pemeliharaan secara gembala

calving interval dapat lebih dari 24 bulan. Selain menghasilkan daging dan susu,

kerbau juga menghasilkan kulit, tulang, dan tanduk yang dapat digunakan untuk

keperluan industri sepatu, kerajinan, tas, ukiran, dll. Kotoran kerbau dapat

dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Setiap ekor kerbau dewasa dapat

menghasilkan 3,2 hingga 4 ton pupuk per tahun. Produk olahan susu kerbau yaitu

keju mozarela, dadih, yogurt dan lain sebagainya.

Tabel 1. Populasi Kerbau Indonesia (ribu ekor) pada 2005-2011.

Provinsi Tahun

Banten 153,004 151,976 153,204 123,143

NTT 150,405 150,357 150,038

NTB 141,511

Sumbe

* = BPS Sumatera Utara (2013).

Kerbau Murrah

Kerbau Murrah adalah kerbau sungai yang sangat penting dan sangat

efisien dalam menghasilkan susu. Kerbau Murrah dipelihara terutama untuk

(3)

dipelihara oleh masyarakat keturunan India di daerah Sumatera Utara sebagai

penghasil susu (Diwyanto dan Subandrio, 1995).

Ciri-ciri umum kerbau Murrah menurut Mason (1974) adalah berwarna

hitam dengan muka bercak putih pada muka, mempunyai ujung ekor berwarna

putih dan tanduk yang pendek. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa warna

coklat atau bhurra merupakan variasi lain dari warna kerbau Murrah yang terdapat

dalam jumlah kecil. Warna coklat ditemukan sebanyak 30% dalam populasi

kerbau Murrah dan diduga bersifat resesif (Mason, 1974).

Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa bentuk tanduk adalah karakteristik

yang paling spesifik pada kerbau Murrah. Tanduk tumbuh ke arah belakang dan ke

atas lalu membentuk lingkaran memutar ke dalam dengan bentuk spiral. Kepala

kerbau Murrah betina biasanya kecil dan lebih terbentuk daripada kerbau jantan.

Dahi luas dan agak menonjol, muka memiliki tanda putih di dahi dan lubang

hidung terpisah jauh. Telinga kerbau Murrah kecil, tipis dan tergantung. Mason

(1974) menambahkan bahwa bagian kaki belakang dan pinggang kerbau Murrah

lebih besar dibandingkan bagian depannya. Pinggul kerbau Murrah luas dan

tertutup halus. Ambing berkembang baik pada kerbau betina. Kerbau Murrah

memiliki puting yang panjang, terpisah simetris dan baik. Secara umum puting

bagian belakang lebih panjang daripada puting bagian depan.

Mason (1974) menyatakan bahwa kerbau Murrah jantan dewasa memiliki

berat badan 450-800 kg dan kerbau betina sekitar 350-700 kg. Kerbau Murrah

jantan dan betina memiliki tinggi pundak sekitar 142 cm dan 133 cm dengan

panjang badan 151 cm pada jantan dan 149 cm pada betina. Tinggi pundak kerbau

(4)

142,2 cm dan 132,2 cm dengan panjang badan 149,8 cm dan 147,2 cm. Ukuran

lingkar dada kerbau Murrah jantan dan betina menurut Fahimudin (1975)

berturut-turut adalah 220,7 cm dan 218,4 cm. Mason (1974) menyatakan ukuran lingkar

dada yang lebih besar yaitu 223 cm dan 220 cm. Puslitbang Peternakan (2006)

melaporkan bahwa bobot badan kerbau Murrah betina pada umur 2,5-4 tahun

mencapai 407 kg sedangkan jantan mencapai 507 kg. Helberg dan Lind (2003)

menyatakan bahwa rata-rata produksi susu kerbau Murrah selama 294 hari

laktasi adalah 1.764 kg per laktasi.

Kebutuhan Dan Jenis Pakan Kerbau Kebutuhan Nutrisi Ternak Kerbau

Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok

dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana

yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya

sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak

akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan

hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat dirubah

menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi ini

disebut kebutuhan produksi (Tillman, et al., 1991).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat

tergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting dan

menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya

(temperatur, kelembapan dan nisbi udara) serta berat badannya

(5)

Pakan

Hartadi, et al., (1986) menyatakan pakan adalah suatu bahan yang dimakan

h e w a n y a n g m e n g a n d u n g e n e r g i d a n z a t - z a t g i z i ( a t a u k e d u a n y a )

di dalam bahan tersebut. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh

seekor hewan yang mampu menyajikan unsur hara atau nutrien yang penting untuk

perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi dan produksi. Bahan

pakan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat.

Konsentrat serta bahan berserat merupakan komponen atau penyusun ransum

(Blakely dan Bade, 1994).

Pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air.

Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan

produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan

produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari

zat-zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral,

vitamin dan air (Setiawan dan Arsa, 2005).

Alat pencernaan hewan ruminansia terbagi atas empat bagian, yakni rumen,

retikulum, omasum dan abomasum. Dengan alat ini ternak mampu menampung

jumlah pakan yang lebih besar seperti hijauan dan pakan penguat. Pada umumnya

bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10% dari berat badan dan pakan

penguat cukup 1% dari berat badan (Aritonang, 1993).

Hijauan

Hijauan pakan merupakan makanan dasar yang terdiri dari hijauan pakan

yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul

(6)

merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja

sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi yaitu protein, sumber tenaga, vitamin

dan mineral (Murtidjo, 1993).

Pemberian hijauan dalam keadaan segar, umumnya lebih disukai ternak

ruminansia, dibandingkan pemberian dalam keadaan layu atau kering. Namun ada

beberapa jenis hijauan yang dalam keadaan segar masih mengandung racun yang

bisa membahayakan kehidupan ternak ruminansia, misalnya daun singkong dan

gliricidae. Karenanya, pakan berupa hijauan tersebut harus dilayukan terlebih

dahulu selama 2-3 jam dibawah terik matahari. Bisa juga diinapkan selama

semalam sebelum diberikan kepada ternak (Sodiq dan Abidin, 2002).

Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot

badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk

suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu, hijauan dan sejenisnya

terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak

ruminansia (Pilliang, 1997).

Tabel 2. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Raja

Kandungan nutrisi Jumlah

Bahan kering (%) 21.2

Protein kasar (%) 13.5

Lemak kasar (%) 3.5

Serat kasar (%) 34.1

TDN (%) 54

Abu (%) 18.6

Kalsium (%) 0.37

(7)

Konsentrat

Konsentrat adalah bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lain

untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan

untuk dicampur sebagai suplemen atau bahan pelengkap (Hartadi, et al., 1980).

Keuntungan yang diperoleh dari pemberian pakan penguat adalah adanya

kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan pakan penguat terlebih

dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar

yang ada di rumen (Murtijo, 1993).

Bahan Pakan Penyusun Konsentrat Kulit Daging Buah Kopi

Kulit kopi terdiri dari lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut exocarp,

lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah. Daging buah, daging buah ini

mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka

sering disukai binatang kera atau musang. Daging buah ini disebut mesocarp.

Kulit tanduk atau kulit dalam, kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang

menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut

(8)

Gambar 2. kulit daging buah kopi

(AAK, 2008).

Produksi kopi nasional mencapai sekitar 687 ribu ton per tahun, dengan

jenis yang umum dijumpai adalah arabika dan robusta. 40-45% dari buah kopi

adalah kulit daging buah yang berpotensi sebagai pakan alternatif ternak . Karena

kadar air kulit daging buah kopi cukup tinggi (53%) (Deptan 2011).

Menurut Zainuddin dan Murtisari (1995) kulit buah kopi ini cukup

potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat

nutrisi yang terdapat pada kulit buah kopi seperti; protein kasar sebesar 10,4%,

serat kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg, relatif sebanding

dengan zat nutrisi rumput. Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah

pengolahan kopi diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok,

sehingga untuk pertumbuhan. bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan

untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi. Secara rinci kandungan nutrisinya

dapat dilihat pada Tabel 3.

Onggok

Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang

disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan

(9)

penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi kayu yang

diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi kayu

menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah yang

dihasilkan 70-79%. Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3.

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah

menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan

bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya serat

kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat digantikan

serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992). Secara rinci kandungan nutrisinya dapat

dilihat pada Tabel 3.

Bungkil Inti Sawit

Menurut Davendra (1997) protein bungkil inti sawit lebih rendah dari pada

bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein.

Kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap, imbangan kalsium fospor

cukup lengkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang komponen utamanya bungkil

inti sawit dapat diperbaiki daya cernanya, serat kasarnya dan palatabilitasnya

dengan menggunakan molasses. Menurut Silitonga (1993) menyatakan bahwa

semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam ransum maka kenaikan berat

badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian yang optimal dari

bungkil sawit ialah 1.5% dari berat badan ternak. Secara rinci kandungan

(10)

Tongkol Jagung

Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah

pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung.

Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak

dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah. Umumnya tongkol

jagung dipergunakan sebagai pakan ternak ruminansia, di daerah pedesaan tongkol

jagung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Suprapto dan Rasyid,

2002). Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3.

Molases

Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk

fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna cokelat kehitaman. Kandungan

karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan

ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak

pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa

memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Menurut

Rangkuti, et al., (1985) molases juga mengandung vitamin B kompleks dan

unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, iodium, tembaga,

mangan dan seng, sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi

yang dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi banyak. Secara rinci kandungan

(11)

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan

Sumber : a = Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011)

b = Moertinah (1984)

c = Hartadi, et al., (1986).

d = Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).

Ultra Mineral

Mineral adalah zat organik, yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil,

namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan

darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim

yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam

pakan ternak dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan

(Setiadi dan Inouno, 1991).

Urea

Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45%

nitrogen. Mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat

mengkombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam

karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan

(12)

Garam

Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam

bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena

hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor

atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman, et al., 1991).

Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum termasuk untuk

unggas. Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis)

mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani

(Parakkasi, 1999).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari

enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik

dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokomia

yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari

pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno, et al., 1980).

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi

kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan

s e r a t k a s a r . S e m u a n y a m e n g a l a m i p e r u b a h a n a k i b a t a k t i v i t a s d a n

perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi

pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat

(13)

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga

terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal

Pembuatan kulit kopi fermentasi dengan mikroorganisme lokal

menggunakan beberapa bahan antara lain : kulit kopi, inokulen cair, dedak halus

dan bahan yang akan difermentasi. Alat yang digunakan yaitu plastik untuk alas

fermentasi. Kulit kopi diserakkan di atas alas, kemudian disiram dengan inokulan

cair secara merata selanjutnya seluruh material disiram dengan dedak halus sampai

merata dengan cara membalik-balik dengan sekop, kemudian ditutup dengan tikar

bekas/selimut/sabuk kelapa bekas agar panas yang terbentuk tersimpan baik dan

mempercepat proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 5 hari, kulit kopi

yang sudah lembek lalu dikeringkan.

Pengeringan dilakukan dengan tahapan tertentu dimana dimaksudkan agar

mikroorganisme yang berkembang biak menjadi dorman. Pakan yang berisi

mikroorganisme dorman diharapkan berfungsi menjadi probiotik. Pertama

dilakukan pengeringan di dalam ruangan sampai kebasahan bahan berkurang.

Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka namun dibawah naungan pepohonan.

Demikian diteruskan sampai bahan kering.

Inokulan Cair

Inokulan cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat

(14)

Mikroorganisme lokal dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang

berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan

enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim

protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi

peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan

enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air

sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke

galon, lubangnya ditutup dengan kantung plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama

3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi

apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantung plastik

menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan

(15)

Konsumsi

Konsumsi adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang

diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum

yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh

kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian

(Anggorodi, 1995).

Konsumsi pakan menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal

diantaranya 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor

ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak.

Fungsi pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran

pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan

pakan menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah

palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur

lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan (Piliang, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi palatabilitas pakan yaitu faktor fisik dan

kimiawi pakan yang akan berpengaruh terhadap fisiologis ternak dalam ransangan

penglihatan, penciuman, dan rasa dalam mengkonsumsi pakan (Church ,1986).

Pengukuran Tubuh Ternak

Pengukuran tubuh ternak harus benar-benar memperhatikan posisi ternak.

Ternak sebaiknya berdiri pada tempat yang datar, keempat kakinya benar-benar

harus berpijak tegak dan sejajar. Menurut Santosa (2001), pengukuran ukuran

tubuh ternak dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi

(16)

yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya panjang badan dan lingkar

dada.

Mengukur bagian vital ternak dengan menggunakan pita meter kain dan

tongkat ukur. Bagian vital tersebut antara lain : panjang tubuh, diukur dengan cara

menarik garis horisontal dari tepi depan sendi bahu sampai tepi bungkul tulang

duduk. Tinggi gumba diukur dari bagian tertinggi bagian gumba ke tanah sesuai

dengan garis lurus. Tinggi kemudi, diukur dari titik tertinggi tulang kemudi sampai

ke tanah sesuai garis lurus. Lingkar dada diukur mengikuti lingkaran dada/ tubuh

tepat di belakang bahu melewati gumba. Lebar dada, diukur dengan menarik garis

horisontal antara tepi luar sendi bahu kanan dan kiri kaki depan. Lebar kemudi,

d i u k u r d e n g a n m e n a r i k g a r i s h o r i s o n t a l d a r i t e p i l u a r s e n d i p a h a

kaki kanan dan kiri kaki belakang.

Penilaian Kondisi Tubuh

Suatu sistem penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk

menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan merupakan definisi skor

kondisi tubuh menurut Encinias dan Lardy (2000). Sistem ini membantu peternak

dalam penilaian suatu kondisi ternak dengan mengevaluasi nilai perlemakan serta

penonjolan kerangka. Skor kondisi tubuh merupakan metode penilaian secara

visual yang mempertimbangkan frame size atau bentuk tubuh (Phillips, 2001).

Perguruan tinggi Pertanian Scotlandia Timur adalah pelopor pembuatan

sistem scoring (Rutter, et al., 2000). Kondisi tubuh dinilai dari satu (sangat kurus)

sampai lima (sangat gemuk). Penggunaan metode ini pertama kali dikemukakan

tahun 1917 digunakan untuk memprediksi rasio antara nilai lemak dan bukan

(17)

1976 dibagi menjadi lima kategori dengan mempertimbangkan metode palpasi

pada spinous processus dan pangkal ekor sangat berhasil diterapkan pada domba.

Pembagian lima point kategori skor kondisi pada umumnya berdasarkan nilai

perlemakan dan perdagingan sapi.

Skor kondisi tubuh dapat menentukan hubungan antara penampilan

produksi dan reproduksi dengan manajemen pakan yang telah diterapkan. Sapi

yang memiliki skor kondisi yang bagus menunjukkan jumlah perlemakan dan

perototan yang lebih besar karena merupakan refleksi dari pakan yang baik

(Neumann dan Lusby, 1986). Kondisi tubuh juga sangat menentukan hasil

potongan komersial, karkas dan penampilan sapi. Sapi dengan kondisi yang lebih

gemuk akan menghasilkan potongan karkas yang lebih besar. Sapi kurus dapat

diperbaiki nilai produktivitasnya dengan meningkatkan kualitas pakan

(Apple, 1999). Penilaian produktivitas dan laju pertumbuhan hanya dengan ukuran

bobot badan kurang akurat dalam memberikan informasi bobot badan yang

sebenarnya dikarenakan adanya perbedaan isi perut

(Neumann dan Lusby, 1986).

Keuntungan dari penggunaan skor kondisi tubuh menurut Rutter, et al.,

(2000) adalah mudah untuk dipelajari, cepat, sederhana, murah, tidak memerlukan

peralatan khusus dan cukup akurat untuk beberapa situasi manajemen dan

(18)

Tabel 4. Diskripsi Skor Kondisi Tubuh Kerbau

Skor Kategori Deskripsi

1 Sangat Kurus Tulang pinggul, pangkal ekor dan tulang rusuk secara visual terlihat jelas.

2 Kurus Tulang rusuk dapat diidentifikasi bila disentuh, mulai sedikit tidak jelas.

Pangkal ekor, tulang pinggul dan panggul mulai tertutupi lemak.

3 Sedang Tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan tangan.

Pangkal ekor dan tulang pinggul mulai tertutupi lemak dan dapatdengan mudah dirasakan

4 Gemuk Tulang rusuk tidak bisa dirasakan dengan tekanan tangan.

Lipatan lemak mulai berkembang diatas tulang

rusuk dan pinggul ternak.

5 Sangat Gemuk Struktur tulang tidak lagi nyata dan ternak menunjukkan penampilan yang sintal dan membulat.

Tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk dan paha dipenuhi dengan lipatan lemak.

Sumber: Rutter, et al., (2000).

Perkiraan Berat Kerbau Murrah

Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang

dapat diduga berdasarkan linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan

Gambar

Tabel 1. Populasi Kerbau Indonesia (ribu ekor) pada 2005-2011.
Tabel 2. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Raja
Gambar 2. kulit daging buah kopi
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang memiliki citra merek yang baik, kuat dan positif cinderung lebih mudah di terima oleh masyarakat atau konsumen serta dapat memenuhi kebutuhan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas stimulasi dan jenis pola asuh dengan perkembangan pada anak gemuk usia 2-5 tahun.. Penelitian ini dapat

Menurut Robbins (2008), teori karakteristik pekerjaan adalah upaya mengidentifikasikan karakteristik tugas dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung

Pola Hubungan antara Frekuensi Kunjungan Pengawas Menelan Obat (PMO) ke Praktisi Swasta dengan Angka Penemuan Kasus TBC Paru BTA Positif Puskesmas di Kabupaten Karangasem Tahun

bangunan yang ada pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Komitmen manajemen rumah sakit dibutuhkan dalam membangun peningkatan kualitas kehidupan kerja perawat melalui komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang efektif dan

Setiap jenis mikroorganisme menunjukkan kerentaan yang berbeda-beda terhadap perlakuan fisik dan bahan kimia. Misalnya spesies pembentuk spora, sel vegetatif yang

Winarsih, Upaya Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca, Menulis dan Berhitung (Calistung) pada Peserta didik kelas I SD Negeri Jatiroto, Wonosari,