LAPORAN PENDAHULUAN KASUS PSIKOSOSIAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Program Profesi Ners Angkatan 46 Stase Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing:
Iceu Amira DA, S.Kep., Ners., M.Kes
Disusun oleh:
Reihana Rofilla - 220112230023
Program Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
2023
KECEMASAN
1.Definisi
Kecemasan atau ansietas adalah kondisi dimana seseorang merasa emosi dan diikuti dengan respon otonom atau (individu tidak mengetahui dan asalnya tidak jelas) dan adanya antisipasi terhadap bahaya yang menimbulkan rasa takut dan khawatir dan memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016).
Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2007).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2007).
Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif seperti pada gambar :
Tingkat kecemasan menurut Donsu ( 2017 ) adalah : 1. Antisipasi
Antisipasi adalah suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi menyatu dengan lingkungan.
2. Ansietas ringan (Mild Anxiety)
Ansietas ringan adalah gejala yang sering ditemukan pada setiap individu dalam kehidupan sehari harinya. Ansietas tersebut menjadikan individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Perasaan Individu relatif nyaman dan aman, rileks dan suara tenang.
Individu akan terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
3. Ansietas sedang (Moderate Anxiety)
Pada tingkat kecemasan ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun,pada individu akan muncul ketegangan dan ketidaknyamanan.
Individu lebih memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain.
4. Ansietas berat (severe Anxiety)
Pada tingkat kecemasan ini ditandai dengan lapangan persepsi individu yang semakin menyempit, individu lebih memikirkan hal-hal yang spesifik, individu tidak mampu lagi berpikir realistis dan mengabaikan hal lain. Individu akan merasa terancam dan aktivitas bisa meningkat atau menurun.
5. Panik
Pada tingkat kecemasan ini individu memiliki kepanikan dan lapangan persepsi sudah sangat menyempit. Kepanikan muncul disebabkan karena kehilangan kendali diri dan kurang perhatian. Individu tidak dapat melakukan apapun walaupun telah diberi arahan dan akan menambah akan kepanikan individu tersebut. Individu bisa agresif dan menyendiri.
2.Penyebab
Berbagai teori yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengetahui dari penyebab ansietas, menurut Stuart & Sundden (2014) menjelaskan ansietas disebabkan oleh :
A. Faktor Predisposisi :
Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat.
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas : konflik menimbulkan ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi.
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama- aminobutirat (GABA) yang berperan dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.
B. Faktor Presipitasi
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
Tanda dan Gejala
Menurut PPNI (2016) tanda dan gejala kecemasan adalah sebagai berikut Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif Objektif
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
1. Tampak gelisah 2. Tampak tegang 3. Sulit tidur
Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
1. Frekuensi nafas meningkat 2. Frekuensi nadi meningkat 3. Tekanan darah meningkat 4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat 7. Suara bergetar 8. Kontak mata buruk 9. Sering berkemih 10. Berorientasi pada masa
lalu
Psikopatologi
Sistem saraf pusat menerima suatu persepsi ancaman. Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar dan dalam yang berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Kemudian rangsangan dipersepsi oleh panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat melibatkan jalur cortex cerebri – limbic system – reticular activating system – hypothalamus yang memberikan impuls pada kelenjar hipofise untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal yang kemudian memicu saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain (Owen, 2016).
Diagnosa Keperawatan Ansietas
Intervensi
Tujuan Umum: cemas berkurang atau hilang
Tujuan Khusus
TUK 1: Pasien dapat menjalin hubungan saling percaya Intervensi :
1. Jadilah pendengar yang hangat dan responsi
2. Beri waktu yang cukup pada pasien untuk berespon
3. Beri dukungan pada pasien untuk berekspresikan perasaanya
4. Identifikasi pola perilaku pasien atau pendekatan yang dapat menimbulkan perasaan negatif
5. Bersama pasien mengenali perilaku dan respon sehingga cepat belajar dan berkembang.
TUK 2: Pasien dapat mengenali ansietasnya Intervensi :
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya 2. Hubungkan perilaku dan perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan asumsi terhadap pasien
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan dari topik yang mengancam ke hal yang berkaitan dengan konflik
5. Gunakan konsultasi untuk membantu pasien mengungkapkan perasaanya.
TUK 3: Pasien dapat memperluas kesadarannya terhadap perkembangan ansietas
Intervensi :
1. Bantu pasien menjelaskan situasi dan interaksi yang dapat segera menimbulkan ansietas
2. Bersama pasien meninjau kembali penilaian pasien terhadap stressor yang dirasakan mengancam dan menimbulkan konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan pengalaman masa lalu yang relevan
TUK 4: Pasien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif Intervensi :
1. Gali cara pasien mengurangi ansietas dimasa lalu
2. Tunjukan akibat maladaptif dan destruktif dari respon koping yang digunakan
3. Dorong pasien untuk menggunakan respon koping adaptif yang dimilikinya
4. Bantu pasien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi tujuan, menggunakan sumber dan menggunakan ansietas sedang
5. Beri aktivitas fisik untuk menyalurkan energinya
6. Libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumber dan dukungan sosial dalam membantu pasien menggunakan koping adaptif yang baru
TUK 5: Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi Intervensi :
1. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri
2. Dorong pasien untuk menggunakan relaksasi dalam menurunkan tingkat ansietas.
KETIDAKBERDAYAAN
Definisi
Menurut SDKI (2017), ketidakberdayaan didefinisikan sebagai persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara signifikan; persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
Diagnosa ketidakberdayaan termasuk dalam kategori psikologis dengan subkategori integritas ego.
Sedangkan menurut NANDA (2011), ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi.
Berdasarkan definisi yang diberikan oleh SDKI (2017) dan NANDA (2011), dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan adalah suatu kondisi psikologis di mana seseorang memiliki persepsi atau keyakinan bahwa tindakan atau upaya yang dilakukannya tidak akan memberikan hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan yang signifikan dalam situasi yang mereka hadapi. Ini mengakibatkan rasa kurangnya kontrol atas situasi saat ini atau yang akan datang.
Diagnosa ini menunjukkan pentingnya perawatan dan intervensi yang tepat untuk membantu individu mengatasi perasaan ketidakberdayaan dan mendukung perbaikan dalam kesejahteraan psikologis mereka.
Etiologi
Etiologi atau penyebab ketidakberdayaan menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) adalah sebagai berikut:
1. Program pengobatan/perawatan yang kompleks atau dalam jangka panjang
2. Lingkungan tidak mendukung perawatan/pengobatan 3. Interaksi interpersonal tidak diharapkan
Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, ketidak adekuatan koping sebelumnya seperti depresi, serta kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan (Carpenito dalam Pardede, 2020). Faktor terkait ketidakberdayaan menurut Doenges, Townsend, M, dalam Pardede (2020) yaitu:
1. Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap terapi.
2. Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar.
3. Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit kronis atau yang melemahkan kondisi.
4. Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan.
Tanda dan Gejala
Batasan kata karakteristik berdasarkan SDKI Mayor
- Subjektif: Menyatakan frustasi atau tidak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya.
- Objektif: Bergantung pada orang lain.
Minor
- Subjektif: Merasa diasingkan, Menyatakan keraguan tentang kinerja peran, Menyatakan kurang kontrol, Menyatakan rasa malu dan Merasa tertekan (depresi).
- Objektif: Tidak berpartisipasi dalam perawatan dan Pengasingan
Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain:
- Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi dan bersikap pasif.
- Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran
- Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien cenderung jatuh pada kondisi ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali atas situasi yang memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA.
Psikopatologi
Secara patafisiologi masalah ketidakberdayaan belum dapat diketahui
secara pasti, namun jika dilakukan analisis
dari proses terjadinya ketidakberdayaan berasal dari seseorang individu yang tidak mampu mengatasi suatu masalah sehingga menyebabkan stress yang hal tersebut diawali dalam perubahan dalam respon otak yang menafsirkan perubahan didalam otak.
Stress tersebut akan menyebabkan korteks serebri yang akan mengirimkan sinyal menuju hipotalamus, yang kemudian seharusnya ditangkap system limbic yang dimana salah satu bagian pentingnya merupakan amigdala itu akan bertanggung jawab didalam status emosional individu akibat dari keaktifan system hipotalamus pituitary adrenal (HPA) dan kemudian menyebabkan rusaknya pada hipotalamus menjadikan seseorang kehilangan mood dan juga
motivasi dan akhirnya menyebabkan
seseorang untuk malas melakukan sesuatu, hambatan emosional dengan klien yang mengalami ketidakberdayaan, terkadang dapat berubah menjadi murung dan sedih sehingga
menyebabkan seseorang itu merasa tidak berguna lagi, dan merasa hidupnya telah gagal (Sarani, 2021).
Intervensi
Intervensi menurut NIC:
1. Dorong verbalisasi perasaan, pikiran, dan kekhawatiran tentang membuat keputusan.
Rasional: Pendekatan ini menciptakan lingkungan yang mendukung dan mengirim pesan kepedulian.
2.Dorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan.
Rasional: Ini akan membantu pasien untuk mengenali kekuatan batin.
3.Diskusikan dengan pasien tentang perawatannya (misalnya, opsi perawatan, kenyamanan kunjungan, atau waktu ADL).
Rasional: Membiarkan pasien untuk berpartisipasi dalam diskusi akan meningkatkan rasa kebebasan atau otonominya.
4.Mendorong tanggung jawab yang meningkat untuk diri sendiri.
Rasional: Persepsi ketidakberdayaan dapat meniadakan perhatian pasien ke area di mana perawatan diri dapat dicapai; namun, pasien mungkin memerlukan sistem dan sumber daya pendukung yang signifikan untuk mencapai tujuan.
5.Bantu pasien memeriksa kembali persepsi negatif dari situasi tersebut.
Rasional: Pasien mungkin memiliki persepsinya sendiri yang tidak realistis untuk situasi tersebut.
6.Hilangkan ketidakterdugaan kejadian dengan memungkinkan persiapan yang memadai untuk tes atau prosedur.
Rasional: Informasi sebelum prosedur dapat memberikan pasien dengan rasa kontrol.
7.Beri pasien kendali atas lingkungannya.
Rasional: Pendekatan ini meningkatkan kemandirian pasien.
8.Bantu pasien dalam mengenali pentingnya budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia pada rasa ketidakberdayaannya.
Rasional: Pasien dapat mengembangkan ketidakberdayaan terutama di lingkungan rumah sakit ketika mereka tidak berbicara bahasa dominan, makanan tidak biasa, dan kebiasaan berbeda.
9.Dukungan dalam perencanaan dan pembuatan jadwal untuk mengelola tanggung jawab yang meningkat di masa depan.
Rasional: Penggunaan tujuan jangka pendek yang realistis untuk melanjutkan aspek perawatan diri menumbuhkan keyakinan pada kemampuan seseorang.
10.Hindari menggunakan kekuatan koersif ketika mendekati pasien.
Rasional: Pendekatan ini dapat meningkatkan perasaan ketidakberdayaan pasien dan menghasilkan penurunan harga diri.
11.Berikan umpan balik positif untuk membuat keputusan dan terlibat dalam perawatan diri.
Rasional: Sukses meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dan rasa kontrol. Pengakuan dan penguatan positif untuk perawatan diri adalah motivator hebat untuk mempertinggi harga diri dan perasaan mengatur diri sendiri.
Diantara intervensi lain yang bisa dilakukan yaitu 1.SeIf-eficacy enhancemen:
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakberdayaan
2) Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang realistis dalam perawatan 3) Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan
4) Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan terhadap pasien 5) Dukungan pengambilan keputusan
6) Kaji kemampuan untuk pengambilan keputusan 7) Beri penjelasan kepada pasien tentang proses penyakit
2.Self Esteem Enhancement
1) Tunjukan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi situasi
2) Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
3) Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalui bermain peran, model peran, diskusi
4) Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan 5) Buat statement positif terhadap pasien
6) Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negative
7) Dukung pasien untuk menerima tantangan baru
8) Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri 9) Kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas dinas social, perawat
spesialis klinis, dan layanan keagamaan)
KEPUTUSASAAN
Definisi
Keputusasaan yaitu keadaan dimana perasaan tidak mampu mengambil keputusan/adanya keterbatasan dalam menyelesaikan masalah ditandai dengan individu memandang yang tidak mampu menyelesaikannya (Nanda, 2005).
Teori Penyebab
Orang yang mengalami keputusasaan merasa tidak ada harapan serta tidak memiliki suatu keinginan, selain itu orang yang mengalami keputusasaan tidak mampu menyelesaikan masalah karena harapannya tidak sesuai dengan harapan dan mempunyai perasaan yang gampang menyerah.
Tanda dan Gejala
1. Jarang mengungkapkan perasaan hidup tanpa harapan 2. Selalu mengeluh ddan wajah murung
3. Penurunan nafsu makan 4. Waktu tidur meningkat 5. Bersikap pasif
6. Menarik diri dari lingkungan
Psikopatologi
Tidak memiliki tujuan hidup sehingga perasaan tidak yakin dalam menjalani hidup sehingga tidak berpikir tentang kebaikan, selain itu perasaan kehilangan dan tidak mempunyai apa-apa mampu menyebabkan resiko bunuh diri.
Diagnosa Keperawatan
Berikut diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
1) Resiko bunuh diri
2) Keputusasaan 3) Isolasi sosial
4) Defisit perawatan diri
Intervensi Keperawatan
SP 1 (Assesment keputusasaan & latihan berfikir) 1. Bina hubungan saling percaya
2. Buat kontrak waktu
3. Bantu klien mengenal putus asa 4. Latih untuk berpikir positif
SP 2 (Evaluasi keputusasaan, manfaat berpikir positif dan latihan melakukan aktivitas penumbuhan harapan hidup)
1. Pertahankan rasa percaya diri
2. Kontrak ulang: Cara mengatasi ketidakpuasan 3. Latih kemampuan positif
4. Dukung untuk melakukan hal yang positif
GANGGUAN CITRA TUBUH Definisi
Gangguan citra tubuh adalah persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018). Citra tubuh adalah sikap sadar dan bawah sadar seseorang terhadap tubuh sendiri baik saat ini maupun masa lalu dan perasaan tentang ukuran, fungsi, bentuk/ penampilan, dan potensi (Dewan et al., 2022).
Citra tubuh merupakan keadaan dimana kesan seseorang terhadap dirinya sendiri serta bagaimana orang lain melihatnya. Bagaimana perasaan seseorang terhadap fisiknya. Perasaan terhadap ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh terjadi secara sadar dan tidak sadar. Secara psikologis, orang yang memiliki pandangan realistis terhadap dirinya, menerima, dan menyukai bagian tubuh akan merasa aman, percaya diri, dan tidak terlalu cemas. Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan harga diri. Citra diri erat kaitannya dengan kepribadian.
Cara seseorang memandang dirinya sendiri berdampak pada aspek-aspeknya (Stuart, G & Sundeen, 2016)
Citra tubuh(body image)merupakan gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia rasakan terhadap ukuran danbentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Selain itu, gangguan citra tubuh juga diartikan sebagai persepsi negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering berhubungan dengan tubuh (Sutini, 2022) Sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan citra tubuh adalah pandangan negatif dari individu terhadap ketidakpuasan tubuh, seperti bentuk dan ukuran tubuhnya (Sutini, 2022)
Teori Penyebab Faktor Predisposisi 1. Biologis
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti suhu dingin atau panas, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yang tidak memadai
2. Psikologis
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor lainnya adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan. Meskipun citra tubuh merupakan sebuah konsep mental, ia dapat diamati sebagai fenomena sosial. Baik perempuan maupun laki-laki berusaha untuk menampilkan dan mempertahankan diri mereka dalam bentuk tubuh yang diinginkan secara sosial. Penerimaan sosial adalah komponen penting dari siklus hidup dan merupakan inti dari kesejahteraan. Menanggapi kebutuhan akan penerimaan sosial, individu mengembangkan respons perilaku yang meningkatkan keinginan sosial mereka. Melalui proses pembelajaran sosial, individu mengamati, meniru, dan memperkuat perilaku mereka untuk meningkatkan kemungkinan penerimaan sosial; hal ini sangat penting bagi remaja untuk mendapatkan penerimaan di kelompok teman sebaya (Hosseini & Padhy, 2023)
3. Sosio Kultural
Faktor sosio kultural yang mempengaruhi seperti peran, gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
1) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
2) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh
3) Prosedur pengobatan seperi radiasi, transplantasi, kemoterapi 4) Faktor predisposisi gangguan harga diri
5) Penolakan dari orang lain.
6) Kurang penghargaan 7) Pola asuh yang salah
8) Kesalahan dan kegagalan yang berulang
9) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Stuart, G &
Sundeen, 2016)
Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi merupakan faktor pencetus dari luar, faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu terdiri dari :
1) Operasi seperti mastektomi, amputasi, luka operasi
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya.
3) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
4) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
5) Prosedur medis dan perawatan
6) Depresi dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memiliki hubungan dua arah, dan keduanya dapat mempengaruhi persepsi citra tubuh dan memperbaiki atau memperumit kondisi klinis komorbiditas. Penderita depresi cenderung mengubah citra tubuhnya secara negatif, sedangkan penderita obesitas umumnya lebih tidak puas dengan tubuhnya (Hosseini & Padhy, 2023)
Tanda dan Gejala Gejala Tanda Mayor Subjektif
1. Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh Objektif
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuh hilang/berubah
Gejala Tanda Minor Subjektif
1. Tidak mau mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh 2. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain 4. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Objektif
1. Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan 2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4. Respon no verbal pada perubahan dan persepsi tubuh 5. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu 6. Hubungan sosial berubah
Psikopatologi
Citra tubuh adalah fenomena yang dipelajari dari pengalaman selama perkembangan pra-kelahiran dan pasca-kelahiran di mana koneksi lintas kortikal dan neuron cermin memainkan peran penting. Interaksi kompleks antara faktor neurofisiologis, sosio-kultural, dan kognitif berkontribusi terhadap pengembangan dan pemeliharaan citra tubuh. Berbagai faktor seperti gender, mode, kelompok teman sebaya, pengaruh pendidikan dan keluarga, perkembangan sosialisasi, dan perubahan fisik (pertumbuhan rambut, jerawat, perkembangan payudara, menstruasi) menempatkan anak-anak pada wilayah yang tidak diketahui dengan citra tubuh yang rentan. Gangguan citra tubuh adalah istilah yang sebagian besar menyiratkan representasi visual bentuk dan ukuran tubuh, yang menunjukkan seperti apa objek fisik kita dan bagaimana orang lain melihat kita dari luar. Namun, selain kemampuan kita menilai tubuh seolah-olah dilihat dari luar, kita juga mampu melihatnya dari dalam. Cara internal persepsi citra tubuh ini jelas tidak tersedia untuk objek fisik lainnya, dan ini memberi kita sumber informasi tambahan, termasuk sentuhan, proprioception, dan interoception.
Proses interoseptif dasar (sensasi yang dihasilkan oleh organ dalam) dan kesadaran interoseptif dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pembentukan citra tubuh. Selain itu, berbagai manifestasi distorsi citra tubuh dapat diamati pada pasien dengan anoreksia nervosa termasuk berkurangnya kesadaran interoseptif, penilaian berlebihan terhadap rangsangan sentuhan; tindakan skala tubuh yang tidak normal, gangguan persepsi haptik, dan perubahan integrasi informasi proprioseptif dan visual. Secara umum, persepsi citra tubuh merupakan konsep multisensori yang mencakup berbagai masukan seperti visual, sentuhan, proprioseptif, dan interoseptif. Oleh karena itu, persepsi terhadap tubuh sendiri disebabkan oleh persepsi bersama dan kombinasi informasi sensorik yang berbeda. Secara umum, persepsi citra tubuh merupakan konsep
multisensori yang mencakup berbagai masukan seperti visual, sentuhan, proprioseptif, dan interoseptif. Oleh karena itu, persepsi terhadap tubuh sendiri disebabkan oleh persepsi bersama dan kombinasi informasi sensorik yang berbeda (Hosseini & Padhy, 2023)
Diagnosa Keperawatan Gangguan Citra Tubuh
Intervensi Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasioanal
TUM:
Klien dapat menunjukkan
peningkatan harga diri TUK:
1. Mengidentifikasi citra tubuhnya 2. Meningkatkan
penerimaan terhadap citra tubuhnya
3. Mengidentifikasi aspek positif diri 4. Mengetahui cara-
cara untuk
meningkatkan citra tubuh
5. Melakukancara- cara untuk meningkatkkan citra tubuh
6. Berinteraksi dengan orang lain tanpa
1. Diskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini, perasaan tentang citra
tubuhnya dan harapan tentang citra
tubuhnya saat ini.
2. Motivasi klien untuk melihat atau meminta bantuan keluarga dan perawat untuk
melihat dan menyetuh bagiah tubuh secara bertahap.
3. Diskusikan aspek positif diri.
4. Bantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu (misalnya perawatan luka setelah amputasi).
1. Untuk
mengidentifikasi perasaan pasien terkait tubuhnya dan harapan yang ingin dicapai mengenai tubuhnya
2. Motivasi dapat mendorong perasaan klien lebih tenang dan menerima terhadap kondisi tubuhnya 3. Untuk
mengidentifikasi aspek positif yang ada dalam diri untuk dikembangkan menjadi sebuah kelebihan yang positif
4. Agar fungsi tubuh yang terganggu tidak menjadi salah satu
terganggu 5. Ajarkan klien meningkatkan citra tubuhnya, dengan cara :
1) Motivasi klien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukkan tubuh yang ideal.
2) Gunakan protese, wig (rambut palsu), kosmetik atau yang lainnya sesegara mungkin, dan gunakan pakaian yang baru.
3) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap.
4) Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
6. Lakukan interaksi secara bertahap, dengan cara : 1) Susun jadwal
kegiatan sehari – hari.
2) Motivasi untuk melakukan aktivitas seharihari dan terlibat dalam aktivitas
kekurangan yang berkepanjangan 5. Untuk memberikan
kepercayaan Kembali terkait citra tubunya 6. Interaksi secara
bertahap dapat memberikan hubungan saling percaya dan
menumbuhkan sikap percaya diri terkait citra tubuhnya
keluarga dan social 3) Motivasi untuk
mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau
mempunyai peran penting baginya.
4) Berikan pujian
terhadap keberhasilan klien melakukan intervensi.
Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Observasi
1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan 2. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial 3. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Edukasi
1. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh 2. Anjurkan menggunakan alat bantu (mis.wig,kosmetik)
3. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung 4. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
Terapeutik
1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL
A. Definisi
Harga diri rendah situasional merupakan diagnosa keperawatan yang didefinisikan sebagai evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau ketidakmampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini (SDKI, 2017). Menurut NANDA, harga diri rendah situasional adalah munculnya persepsi negatif tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi saat ini (NANDA, 2020).
B. Teori Penyebab a) Faktor Predisposisi
● Penolakan.
● Kurang penghargaan.
● Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
● Persaingan antara keluarga.
● Kesalahan dan kegagalan berulang.
● Tidak mampu mencapai standar.
b) Faktor Presipitasi
● Trauma
● Ketegangan peran.
● Transisi peran perkembangan
● Transisi peran situasi.
● Transisi peran sehat-sakit
C. Tanda dan Gejala
a) Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif :
1. Menilai diri tidak negatif (misal tidak berguna, tidak tertolong) 2. Merasa malu/bersalah
3. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri 4. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Objektif :
1. Berbicara pelan dan lirih
2. Menolak berinteraksi dengan orang lain 3. Berjalan menunduk
4. Postur tubuh menunduk b) Tanda dan Gejala Minor
Subjektif :
1. Sulit berkonsentrasi Objektif
1. Kontak mata kurang 2. Lesu dan tidak bergairah 3. Pasif
4. Tidak mampu membuat keputusan D. Psikopatologi
E. Diagnosis Keperawatan
● Harga diri rendah situasional
● Harga diri rendah kronis
● Isolasi sosial
● Perubahan persepsi sensori: halusinasi
● Risiko perilaku kekerasan
● Koping individu tidak efektif F. Intervensi Keperawatan
● Intervensi keperawatan pada klien dengan HDR Situasional
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat harga diri rendah situasional
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 3. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4. Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan 5. Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan 6. Melakukan kegiatan yang sudah dilatih
●Intervensi keperawatan pada keluarga klien dengan HDR Situasional
1. Mengenal masalah harga diri rendah situasional 2. Mengambil keputusan dalam merawat harga diri
rendah situasional
3. Merawat klien dengan harga diri rendah situasional
4. Menciptakan lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up dan mencegah kekambuhan
DISTRESS SPIRITUAL
Definisi
Distres spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan atau Tuhan (PPNI, 2017).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam inti keberadaan manusia dan/ atau identitas pribadi, penderitaan jiwa manusia, dan sebagai jenis respon maladaptif terhadap stresor kehidupan (Glenn & Pieper, 2019).
Distres spiritual adalah gangguan yang berkaitan dengan prinsip- prinsip
kehidupan seperti keyakinan maupun keagamaan seseorang yang menyeb abkan
gangguan pada aktivitas keagamaan/spiritual akibat daripada masalah pad a aspek biologis serta psikososial individu dimana dapat mengakibatkan individu merasa tidak memiliki arti kehidupan.
Teori Penyebab 1. Faktor predisposisi
a. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga dapat mengganggu proses interaksi, dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual seseorang.
b. Faktor predisposisi sosio kultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2. Stressor presipitasi
a. Kejadian stressful: Kejadian stressful dapat mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang karena terjadi perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, Lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Beberapa ketegangan hidup yang berkontribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas (Hamid & Ester, 2008).
Etiologi distres spiritual menurut PPNI 2016 yaitu:
1. Menjelang ajal
2. Kondisi penyakit kronis 3. Kematian orang terdekat 4. Perubahan pola hidup 5. Kesepian
6. Pengasingan diri 7. Pengasingan sosial 8. Gangguan sosio-kultural
9. Peningkatan ketergantunga pada orang lain 10. Kejadian hidup yang tidak diharapkan.
Tanda dan gejala Mayor:
A) Subjektif
1. Mempertahankan makna/tujuan hidup
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna 3. Merasa menderita/kurang berdaya
B) Objektif
1. Tidak mampu beribadah 2. Marah pada tuhan
Minor:
A) Subjektif
1. Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang 2. Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah) 3. Merasa bersalah
4. Merasa terasing
5. Menyatakan telah diabaikan
B) Objektif
1. Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual 2. Tidak mampu berkreativitas (misal: menyanyi, mendengarkan 3. musik, menulis)
4. Koping tidak efektif
D. Psikopatologi
Kozier (2004) juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan distres spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual (Caarpenitto, 2002 dalam Kozier et al, 2004).
Diagnosa Keperawatan 1. Distress Spiritual
2. Penurunan koping keluarga b.d situasi penyerta yang mempenga ruhi individu pendukung
3. Keputusasaan b.d kehilangan kepercayaan kepada Tuhan, di abaikan oleh keluarga
Intervensi
Tindakan Psikoterapeutik Psikoterapeutik
1. Tujuan Keperawatan untuk
Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah agar pasien:
1) Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat 2) Mengungkapkan penyebab gangguan spritual
3) Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya 4) Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit atau
perubahan spiritual dalam kehidupan
5) Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan 6) Ikut serta dalam kegiatan keagamaan
2. Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2) Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien
3) Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang diyakininya
4) Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan
5) Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut oleh pasien
6) Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan oral lain 7) Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan
8) Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan spiritual lainnya
KEHILANGAN Definisi
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Prabowo, 2014 : 117).
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2016 : 243)
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997: Mega maria,2018)
Teori Penyebab Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah : 1. Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
2. Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3. Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa
5. Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi
Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata maupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio- psiko-sosial antara lain meliputi :
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas 3. Kehilangan peran dalam keluarga 4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai 6. Kehilangan kewarganegaraan
Tanda dan Gejala
Kehilangan Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1. Perasaan sedih, menangis 2. Perasaan putus asa, kesepian 3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun 6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain 8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan 9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
4. Psikopatologi
Jenis-jenis Kehilangan Kehilangan
1. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana alam).
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
4. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik).
5. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri sendiri)
Diagnosa Kep Kehilangan (berduka)
Intervensi
Dukungan Proses Berduka (I.09274) Observasi
1. Identifikasi kehilangan yang dihadapi 2. Identifikasi proses berduka yang dialami
3. Identifikasi sifat keterikatan pada benda yang hilang atau orang yang meninggal 4. Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
Terapeutik
1. Tunjukan sikap menerima dan empati
2. Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
3. Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang terdekat
4. Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai dengan budaya, agama dan norma sosial 5. Fasilitasi mengekspresikan perasaan dengan cara yang nyaman (Misal ; membaca
buku, menulis, menggambar atau bermain) 6. Diskusikan strategi koping yang dapat digunakan
Edukasi
1. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar menawar, sepresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan 2. Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
3. Anjurkan mengekspresikan perasaan terhadap kehilangan 4. Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap