• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

N/A
N/A
Inasensia Eko

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDI MENI LONTONG PADA MATA

PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PECAHAN

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Ini Dibuat Sebagai Tindak Lajut Dari Program Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Pengelolaan Kelas Dengan

Mengembangkan Pembelajaran Inovatif

Di SD NEGERI KECIL NEONTELA

OLEH:

ASTUTI AGUSTINA MBINDI, S.Pd.

\NIP.

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN TTU

SD NEGERI KECIL NEONTELE

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Guru : Astuti Agustina Mbindi, S.Pd

NIP :

Tempat Mengajar : SD Negeri Kecil Neontele, Kec..., Kab. Timor Tengah Utara Tempat Pelaksanaan : SD Negeri Kecil Neontele, Kec. .., Kab. Timor Tengah Utara Pelaksanaan : Siklus I : ... 2023

Siklus II : 23 Januari 2024 Spesifikasi Penelitian Tindakan

Kelas Mata Pelajaran : Matematika

KKM Mapel : 59

Materi : Pecahan Sederhana

Masalah : ① Rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Kecil Neontele pada mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana

② Rendahnya minat dan motivasi siswa pada mata pelajaran matematika karena pembelajaran berpusat pada guru, bersifat konvensional, dan tidak menerapkan pembelajaran yang inovatif.

Mengetahui Neontele, ... 2024

Kepala Sekolah Guru Kelas,

Irenea Ukat, S.Ag Astuti Agustina Mbindi, S.Pd

NIP. NIP 19641231 198707 1 010

(3)

ABSTRAK

Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDI Meni Lontong pada Mata Pelajaran Matematika Materi Pecahan Sederhana. Artikel ilmiah berupa laporan PTK ini disahkan oleh kepala sekolah SDN Kecil Neontele.

Latar belakang dari PTK ini adalah rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Kecil Neontele pada mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana. Hal ini diakibatkan oleh pembelajaran yang bersifat abstrak, konvensional, dan berpusat pada guru. Selain itu, guru kurang berinovasi dengan metode dan media dalam pembelajaran. Guru berupaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran CTL. Pelaksanaan PTK dibuat dalam 2 siklus. Setiap siklus diadakan 3 pertemuan kolaboratif. Data dikumpulkan melalui observasi, tes, dokumentasi, dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif-kualitatif dengan memberikan makna pada data yang dikumpulkan dan membuat kesimpulan berdasarkan makna data. Penilaian validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat karena diterapkannya model CTL. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut tampak dari nilai rata-rata prasiklus dan siklus I, dari 58 meningkat 11 poin menjadi 70, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan hasil belajar juga terlihat pada siklus I ke siklus II, dari rata-rata 70 meningkat 12 poin menjadi 82, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan nilai rata- rata kelas ini mencerminkan peningkatan prestasi belajar masing-masing siswa sebelum pelaksanaan tindakan dan setelah dilakukan tindakan. Selain itu, guru sudah mererapkan prinsip- prinsip CTL dalam pembelajaran selama tindakan.

Kata Kunci: CTL, matematika, pecahan sederhana, hasil belajar, siswa kelas IV SDN Kecil Neontele.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Pengasih atas rahmat dan penyelenggaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Kecil Neontele pada Mata Pelajaran Matematika Materi Pecahan Sederhana” ini tepat waktu. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dibuat dalam rangka peningkatan kompetensi guru terkait pengelolaan pembelajaran dengan mengembangkan pembelajaran inovatif di SDN Kecil Neontele.

Dalam menyusun PTK ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Atas dasar itu, penulis patut menyampaikan terima kasih mendalam kepada semua pihak dimaksud.

Pertama, kepala sekolah SDN Kecil Neontele sebagai pimpinan dan yang telah menfasilitasi semua kegiatan PTK. Kedua, rekan guru yang sudah membantu dengan caranya masing-masing telah menyukseskan PTK ini. Ketiga, siswa-siswi kelas III yang sudah menjadi bagian terpenting dari PTK ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan sederhana ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan PTK ini. Semoga penelitian tindakan kelas ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya dalam pendidikan untuk mengembangkan pembelajaran inovatif dengan menerapkan model pembelajaran CTL.

Neontele, 2023 Penulis,

Astuti Agustina Mbindi, S.Pd.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Pelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

2.1 Hasil Belajar...5

2.2 Materi Pecahan Sederhana...6

2.3 Model CTL...8

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Jenis Penelitian ... 11

3.2 Desain Penelitian ... 11

3.3 Tempat, Waktu, Subjek Penelitian, dan Materi Tindakan ... 11

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 12

3.5 Teknik Analisis Data ... 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...14

4.1 Hasil Penelitian ... 14

4.2 Pembahasan: Prestasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Model CTL ... 19

BAB V KESIMPULAN ... 21

5.1 Kesimpulan ... 21

5.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Lembar Observasi Penerapan CTL oleh Rekan Sejawat...12

Tabel 2 Daftar Nilai Praksiklus...14

Tabel 3 Daftar Nilai Siklus I...15

Tabel 4 Daftar Nilai Siklus II...16

Tabel 5 Lembar Observasi Penerapan CTL Siklus I dan Siklus II...18

Tabel 6 Rangkuman Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II...19

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan mutu pendidikan yang terintegrasi merupakan tujuan utama dalam pengelolaan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan kerja sama berbagai elemen pendidikan, baik pemimpin, guru, administrasi, kurikulum, penentu kebijakan, sarana dan prasarana maupun elemen lain yang mendukung pendidikan. Kepaduan semua pihak untuk menggiatkan peningkatan mutu pendidikan mempunyai dinamisasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Pembelajaran matematika tingkat Sekolah Dasar, seperti di SD Negeri Kecil Neontele diharapkan mampu menjadikan siswa mempunyai kompetensi dalam bidang matematika untuk melatih menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsiten. Siswa semakin meningkat dari segi keilmuan dengan mengikuti serangkaian pendidikan yang bertahap dan menyenangkan di dalam kelas.

Tujuan ideal pendidikan perlu didukung oleh berbagai kebijakan sekolah dan peran serta guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Peranan guru dalam memotivasi siswa dalam pembelajaran metematika perlu senantiasa ditingkatkan untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa. Interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar matematika merupakan salah satu indikator keberhasilan pembelajaran matematika karena apa yang diajarkan oleh guru dapat direspon siswa untuk diaplikasikan dalam kehidupannya.

Guru harus mampu memanfaatkan komponen-komponen mengajar, yaitu tujuan yang dicapai, materi atau bahan yang hendak disampaikan, metode yang digunakan, sumber belajar dan media yang dipakai. Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran matematika, guru harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai karakteristik dan kebutuhan siswa agar dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.

Proses pembelajaran yang baik dan menarik bukan saja terfokus pada nilai tes atau hasil evaluasi, tetapi dapat memberikan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual bagi kehidupan siswa itu sendiri. Proses pembelajaran tidak hanya menjadikan siswa tahu atau mengerti tentang suatu hal, tetapi menjadikan siswa sebagai individu yang senantiasa belajar dari apa saja, mana saja, dan kapan saja untuk mengembangkan diri.

SD Negeri Kecil Neontele merupakan lembaga pendidikan yang terdapat di Desa Banain, Kab.Timor Tengah Utara. SD Negeri Kecil Neontele sedang berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi. Penerapan stategi pembelajaran dan hasil belajar siswa

(8)

2

dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk mencapai kondisi ideal dalam pembelajaran matematika, tentu saja terdapat banyak hambatan dalam proses belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran matematika dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Dalam pembelajaran di SD Negeri Kecil Neontele guru kadang mendapatkan berbagai kendala. Salah satunya pada mata pelajaran matematika kelas IV. Adanya anggapan sebagian siswa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sukar dapat mempengaruhi segi psikologi dalam peningkatan hasil belajar siswa. Pemahaman tersebut perlu dibenahi agar nantinya hasil belajar siswa tidak menurun karena ada persepsi yang salah terhadap pelajaran matematika.

Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ... tanggal ,,,, Juni 2024 pada pelajaran matematika materi pecahan sederhana kelas IV SDI Meni Lontong dengan siswa yang berjumlah 15 orang, hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini terlihat pada hasil ulangan harian materi pecahan biasa yang sebagian besar masih di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimum). Dari semua siswa yang mengikuti penilaian harian tema 2 subtema 4, hanya 36,36% siswa yang mendapat nilai di atas KKM pada materi pecahan. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas 58, sementara nilai KKM yang ditentukan adalah 59. Hal ini mengisyaratkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah. Kenyataan ini membuat guru berpikir untuk melakukan tindakan perbaikan dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat.

Adanya anggapan bahwa matematika sulit, yang berpengaruh pada hasil ulangan di atas diakibatkan oleh pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri Kecil Neontele masih bersifat konvensional. Selain itu, kurang maksimalnya penggunaan media pembelajaran matematika juga menjadi faktor penghambat dalam penyampaian materi pembelajaran secara bermakna. Media pembelajaran sebenarnya dapat dijadikan alat oleh guru guna meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. Media pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diterima oleh siswa. Tambahan pula, pembelajaran juga masih berorientasi pada buku- buku paket saja sehingga belum dapat mengonkretkan pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa sulit menerima konsep-konsep pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Berbagai kondisi ideal yang diharapkan dalam pembelajaran dan hambatan yang terjadi di SD Negeri Kecil Neontele tersebut menjadi landasan pemikiran tentang pentingnya penelitian yang berbasis pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meminimalisasi kelemahan dalam pembelajaran. Dengan berpatokan pada kelemahan di atas, guru mengadakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang menerapkan metode dan media pembelajaran yang bervariasi.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara bermakna adalah Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL adalah metode pembelajaran yang dapat

(9)

menjabarkan matematika secara nyata dan sesuai dengan keadaan keseharian siswa. Metode belajar ini sering disebut metode kontekstual atau CTL.

Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa tidak hanya berimajinasi, melamun, membayangkan saja, tetapi langsung memahami objek yang ada. CTL memiliki tujuh prinsip pembelajaran, yaitu kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. (Muslich, 2007:44-44). Alasan mendasar mengapa CTL dapat secara luar biasa meningkatkan kinerja siswa dalam belajar adalah karena prinsip kerja CTL sesuai dengan cara kerja alam yang meliputi tiga hal, yaitu prinsip kesalingbergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri. (Jonson, 2007:62)

Prinsip kesalingbergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lain, dengan siswa dan lingkungan, bahwa hubungan keterkaitan tersebut menciptakan lingkungan belajar. Sementara bagi siswa, kesalingbergantungan membuat siswa dapat bekerja sama, saling membantu untuk menemukan persoalan, merencanakan dan mencari pemecahan masalah. (Jonson, 2007:72)

Prinsip diferensiasi atau keragaman memberikan kesempatan bagi siswa untuk menjelajahi bakat pribadi mereka, memunculkan cara belajar mereka sendiri dan berkembang menurut langkah mereka sendiri. Prinsip ini memungkinkan adanya keunikan, keragaman kreativitas, dan kerja sama antarsiswa dalam pencarian makna, arti, dan pandangan baru. (Jonson, 2007:77)

Prinsip pengaturan diri dalam CTL menolong siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman dan pengatahuan pribadi. Siswa dapat menemukan diri, apa yang bisa mereka lakukan, dan menciptakan diri mereka sendiri. (Jonson, 2007:82)

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang dihadapi (Jonson, 2007:35). Model ini sesuai dengan karakteristik siswa SD yang umurnya berkisar antara 6/7 sampai 12/13 tahun. Menurut Piaget, siswa SD berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah logika meskipun masih terikat pada obyek konkret (Heruman, 2008:1).

Dengan mengaitkan pelajaran dengan konteks kehidupan nyata, siswa semakin mudah menyerap materi pelajaran. Jika dalam pelajaran matematika siswa dapat menemukan makna atau alasan mengapa mereka harus mempelajari hal tersebut, prestasi belajar siswa tersebut akan meningkat.

(10)

Model pembelajaran CTL diharapkan dapat meningkatkan kerja sama siswa dalam pencarian makna,

(11)

pengertian, dan pandangan baru. Matematika tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang menakutkan dan membosankan, melainkan menyenangkan dan selalu dinantikan oleh siswa.

Ketertarikan itu mampu meningkatkan prestasi atau hasil belajar siswa.

Dalam rangka untuk menerapkan prinsip CTL dan meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, penulis melakukan PTK ini dengan judul, ”Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDI Meni Lontong pada Mata Pelajaran Matematika Materi Pecahan Sederhana.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterlaksanaan penerapan prinsip-prinsip CTL dan pembelajaran matematika materi pecahan sederhana pada siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele ?

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele pada mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana setelah diterapkannya model pembelajaran CTL?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan berikut.

1. Mendeskripsikan keterlaksaan prinsip-prinsip CTL dalam pembelajaran matematika materi pecahan sederhana pada siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele .

2. Mendeskipsikan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele pada mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana setelah diterapkannya model pembelajaran CTL.

1.4 Manfaat Pelitian

Ada beberapa manfaat dari penelitian tindakan kelas (PTK) ini. Berikut manfaat dimaksud.

1. Bagi sekolah: satuan pendidikan memperoleh manfaat terkait dorongan perbaikan program pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan pembeajaran inovatif.

2. Bagi guru: guru mendapat pengetahuan baru tentang efektivitas penerapan CTL dalam pembelajaran matematika. Hal ini mendorong guru untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif pada setiap mata pelajaran yang diampuh.

3. Bagi siswa: siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan hasil belajar menjadi meningkat setelah diterapkan model pembelajaran CTL.

(12)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hasil Belajar Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Dalam konteks ini, hasil belajar merupakan kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan.

Sementara itu, Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. (Sudjana, 1990:22).

Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

2. Menambah keyakinan dan kemampuan diri. Siswa mengetahui kemampuan diri dan percaya bahwa dirinya mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain jika berusaha sebagaimana mestinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi diri sendiri, seperti diingat dalam waktu yang lama, membentuk perilaku, bermanfaat mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitas.

4. Hasil belajar siswa bersifat menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan, afektif (sikap), psikomotorik, dan keterampilan atau perilaku.

5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapai dan mengendalikan proses dan usahanya dalam belajar.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua jenis saja, yaitu faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1. Faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Faktor internal mencakup tiga hal, yakni faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Faktor jasmaniah mencakup kesehatan, cacat tubuh. Faktor

(13)

6

psikologis mencakup intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani dan rohani dapat dihilangkan dengan tidur, istirahat;

mengusahakan variasi dalam belajar, juga dalam bekerja; menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah, misalnya obat gosok; rekreasi dan ibadah teratur;

olahraga secara teratur; mengimbangi makan dengan makanan yeng memenuhi syarat-syarat kesehatan, misalnya yang memenuhi empat sehat lima sempurna.

2. Faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Faktor eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan sosial dan nonsosial. Lingkungan sosial mencakup sekolah (guru, administrasi, dan teman sekelas) masyarakat, dan keluarga. Sementara itu, lingkungan nonsosial mencakup: (1) lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang; (2) faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam, yaituhardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya; dan software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus, dan lain sebagainya; (3) faktor materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa. Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar perlu disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.

Agar dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas pembelajaran, guru hendaknya menguasai materi pelajaran dan berbagai metode yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. (Thabroni: 2022).

2.2 Materi Pecahan Sederhana Pengertian Pecahan

Potongan sebuah benda yang dibagi sama besar dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan.

Pecahan adalah bagian dari keseluruhan, yang dapat dinyatakan dalam bentuk , (dibaca: a per-

b) dengan “a” sebagai pembilang dan “b” sebagai penyebut.

Gambar berikut memberikan penjelasan tentang pecahan sebagai bagian dari keseluruhan.

Setengah dalam matematika dapat ditulis , dan penulisan tersebut dinamakan bilangan pecahan.

(14)

a b → pembilang

→penyebut

Pecahan � dibaca “a per-b”, dengana dan b bilangan bulat dan b tidak sama

dengan nol (0).

7

Penjelasan tentang cara membuat pecahan sederhana dengan benda konkret.

= Satu biskuit dinyatakan dalam lambang pecahan biasa dibaca satu persatu.

Satu biskuit dipotong menjadi dua bagian sama besar dinyatakan dalam lambang pecahan biasa dibaca satu perdua atau seperdua.

Satu biskuit dipotong menjadi tiga bagian sama besar dinyatakan dalam lambang pecahan biasa dibaca satu pertiga atau sepertiga.

Satu biskuit dipotong menjadi empat bagian sama besar dinyatakan dalam lambang pecahan biasa dibaca satu perempat atau seperempat.

Dayu memotong biskuit menjadi 2 bagian sama besar.

Satu bagian yang berwarna, dinyatakan dalam lambang pecahan biasa . Jadi, adalah 1 bagian dari 2 bagian

yang sama besar.

Pecahan Biasa

Pecahan biasa adalah jenis pecahan yang paling sederhana yang hanya terdiri dari pembilang dan penyebut berupa bilangan bulat dengan nilai penyebut lebih besar daripada nilai pembilang.

Pecahan seperti ini disebut pecahan murni.

Nama dan Lambang Pecahan Pecahan



adalah contoh pecahan biasa. Pecahan biasa mempunyai bentuk sebagai

berikut.

Perhatikan pecahan berikut.

(Kurnianingsih, dkk., 2018:161-163)

(15)

8 Lambang pecahan dengan

pembilang 1 dan penyebut 2 adalah , dan dibaca satu perdua atau seperdua. Satu perdua atau seperdua

merupakannamadari lambang pecahan .

(16)

2.3 Model CTL Pengertian

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah kegiatan pembelajaran yang menyampaikan materi dengan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari dari siswa. Seperti yang diungkapkan Komalasari (2010:7) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan warga negara, dengan tujuan menemukan makna materi bagi kehidupannya.

Sejalan dengan Komalasari, Taconis, Brok & Pilo (2016:1) mengungkapkan bahwa metode pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang menggunakan konteks nyata sebagai langkah awal untuk belajar sehingga memberikan makna untuk isi materi dan makna bagi pembelajar. Jelas bahwa konteks atau situasi nyata yang berhubungan dengan materi menjadi kunci utama dari strategi pembelajaran CTL. Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata (Rusman, 2018:187).

Lebih jauh lagi, Suprijono (2015:79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Selanjutnya, Komalasari (2010:10) menjelaskan bahwa ciri utama atau karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Berbasis masalah (problem based)

2. Menggunakan berbagai konteks (using multiple contexts)

3. Menggambarkan keanekaragaman siswa (drawing upon student diversity) 4. Mendukung pembelajaran mandiri (supporting self-regulated learning)

5. Menggunakan kelompok belajar dalam suasana saling ketergantungan (using independent learning groups)

6. Memanfaatkan penilaian asli (employing authentic assessment)

Prinsip-Prinsip CTL

Menurut Riyanto (2009:171), ada tujuh prinsip utama model pembelajaran CTL sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1) Konstruktivisme (construktivism). Dalam pembelajaran kontruktivisme, pengetahuan siswa dibangun secara bertahap. Hasil yang diperoleh siswa terjadi melalui konteks. Pengetahuan yang diterima pun tidak hanya terbatas pada seperangkat fakta, tetapi juga konsep dan kaidah yang diambil. Perangkat tersebut dikonkretisasikan dalam pengetahuan dengan memberi

(17)

makna melalui pengalaman nyata.

2) Inkuiri (inquiry). Dalam CTL, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dengan cara menemukan sendiri. Langkah-langkah inkuiri dalam CLT mencakup: merumuskan masalah, mengamati, menganalisis, dan mengomunikasikan hasil bersama teman dan guru.

3) Bertanya (question). Bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Bertanya dalam proses belajar mengajar dipandang sebagai kegiatan guru kepada siswa. Kegiatan ini dilakukan untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

4) Komunitas belajar (learning community). Dalam teknik ini, pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan teman sekelas. Hasil belajar dibagi antarteman dan antarkelompok. Dalam proses kegiatan tidak ada siswa yang lebih dominan unggul di kelas. Siswa merasa setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan berbeda dan perlu dipelajari.

5) Pemodelan (modelling). Pemodelan berkaitan dengan penampilan bahan pembelajaran atau model yang dapat dilihat, dirasa, dan ditiru siswa. Praktiknya guru bukan satu-satunya model di dalam kelas. Adapun model dapat berupa pakar dengan mendatangkan model dari luar.

6) Refleksi (reflection). Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang telah dilakukan siswa.

Reflection juga merupakan respon terhadap aktivitas, pengetahuan, atau kejadian yang telah dipelajari atau diterima siswa. Tujuan refleksi adalah untuk melihat tingkat pemahaman siswa. Kegiatan ini dilakukan sebelum guru mengakhiri pembelajaran di kelas.

7) Penilaian otentik (authentic assessment). Penilaian otentik memberikan informasi yang benar dan akurat tentang apa yang benar-benar diketahui dan bisa dilakukan siswa atau tentang kualitas program. Penilaian otentik dapat berupa hasil tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performa (penampilan presentasi) yang dirangkum dalam portofolio.

Sintak/Langkah-Langkah Pembelajaran CTL

Sintaks (langkah-langkah) atau fase-fase model pembelajaran kontekstual (CTL) menurut Sa’ud (2014:173-174) adalah sebagai berikut.

1)Invitasi. Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas dengan pendapat yang siswa miliki. Siswa diberikan kesempatan untuk mengomunikasikan dan mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.

2)Eksplorasi. Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang mereka bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa

(18)

keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

3)Penjelasan dan Solusi. Siswa memberi penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada data hasil observasi ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman, dan ringkasan.

4)Pengambilan tindakan. Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

Kelebihan dan Kelemahan

Menurut Putra (2015:259), penerapan pendekatan CTL memiliki kelebihan sebagai berikut.

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata. Siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata sehingga materi pelajaran akan tertanam erat dalam memori siswa dan lebih sulit dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena CTL dengan menganut kontruktivisme. Siswa dituntut menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan ini, siswa belajar melalui mengalami dan bukan dari menghafal.

3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

4. Kelas dalam CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan.

5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa bukan hasil pemberian guru.

6. Penerapan CTL bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Sementara itu, kekurangan CTL menurut Putra (2015:259) adalah sebagai berikut.

1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran CTL berlangsung.

2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas, maka tercipta situasi kelas yang kurang kondusif.

3. Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru.

4. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide serta mengajak siswa menggunakan strategi sendiri dalam belajar. Namun, guru memberikan perhatian dan bimbingan yang ekstra agar tujuan pembelajaran sesuai harapan.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK adalah jenis penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelasnya. Penelitian ini muncul karena adanya kesadaran guru yang merasa tidak puas dengan hasil kerja dan output dari pembelajaran. Dengan didasarkan pada kesadaran ini, guru mencoba menyempurnakan pembelajaran dengan melakukan tindakan berulang-ulang (siklus), prosesnya diamati dengan sungguh-sungguh sampai mendapatkan proses yang dirasakan memberikan hasil yang lebih baik dari semual. (Arikunto, 2006:89).

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research. Menurut Kemmis dan MC. Taggrat, sebagaimana dikutip oleh Wiriaatmaja (2007:66), PTK terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflecting). Tahap-tahap penelitiannya sebagai berikut (Arikunto, 2008:16).

3.3 Tempat, Waktu, Subjek Penelitian, dan Materi Tindakan

Penelitian tindakan ini bertempat di SD Negeri Kecil Neontele . Secara administratif, sekolah ini terletak di Desa Banain Kab. Timor Tengah Utara, Provinsi NTT.

Waktu pelaksanaan PTK terjadi pada triwulan kedua semester II tahun pelajaran 2023/2024.

Prasiklus dilakukan pada bulan Juli 2023 bertepatan dengan ujian penentuan kriteria ketuntasan

(20)

12

minmal (KKM). Siklus I dilaksanakan pada 14 Agustus 2023, khususnya pada tema 2 subtema 4.

Ujian siklus I diadakan pada 28 Agustus 2023 sebagai ulangan harian mata pelajaran matematika. Siklus II dibuat pada 4 September 2023. Ujian siklus II terjadi pada saat ulangan harian pada tanggal 27 September 2023.

Subyek PTK adalah siswa kelas III SDI Meni Lontong tahun pelajaran 2023/2024. Siswa kelas III berjumlah 22 orang, dengan rincian laki-laki berjumlah 11 orang dan perempuan 11 orang.

PTK dibuat untuk mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana. Materi ini merupakan bagian dari pelajaran tematik tema 2 subtema 3 dan 4. Materi ini akan dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran CTL. Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam dua siklus. Jika sudah mencapai tingkat kepuasan yang diinginkan, dalam arti semua siswa sudah mencapai KKM, guru akan berhenti melakukan tindakan lanjutan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, tes, dokumentasi, dan catatan lapangan. Observasi dan catatan lapangan digunakan untuk menganalisis minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Sementara, tes dan dokumentasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan pendekatan deskriptif dan kualitatif. Analisis data secara deskriptif dan kualitatif bertujuan menggambarkan fakta atau karakteristik tertentu secara faktual dan cermat (Sugiyono, 2007:337). Deskriptif berupa kata-kata dan kualitatif berupa angka. Seluruh data yang terkumpul dijabarkan indikator deskriptifnya bersama dengan mitra kolaborasi (guru kelas) sehingga perubahan yang terjadi dapat dilihat secara jelas. Adapun langkah-langkah analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, trianggulasi, dan penarikan kesimpulan. Indikator keberhasilan PTK ini dinyatakan berhasil jika:

1. Tercipta proses pembelajaran yang telah mencerminkan tujuh (7) prinsip CTL yang dapat meningkatkan pemahaman matematika materi pecahan.

2. Jika nilai rata-rata kelas lebih dari atau sama dengan KKM 59.

Sesuai dengan indikator di atas, guru menyiapkan lembar observasi dari teman sejawat untuk mengamati proses pembelajaran sesuai komponen CTL. Berikut lembar observasi dimaksud.

Tabel 1 Lembar Observasi Penerapan CTL oleh Rekan Sejawat No Komponen CTL Terlaksana Tidak Terlaksana

1 Konstruktivisme

(21)

13 2 Inkuiri

3 Bertanya

No Komponen CTL Terlaksana Tidak Terlaksana 4 Masyarakat belajar

5 Pemodelan 6 Refleksi

7 Penilaian otentik

Selama pembelejaran, rekan sejawat memberikan tanda centang pada kolom terlaksana dan tidak terlaksana.

Terkait teknik analisis data hasil belajar, guru terlebih dahulu memasukan data hasil pekerjaan siswa ke dalam tabel. Kemudian, guru menentukan siswa yang tuntas dan tidak tuntas berdasarkan KKM 59. Selanjutnya, guru menghitung jumlah dan rata-rata kelas dengan menggunakan rumus berikut: −=  � .



Guru juga menghitung persentase ketuntasan dan ketidaktuntasan siswa. Hal ini dibuat dengan menggunakan rumus: =

siswa, dan N = jumlah seluruh siswa.

� . P = persentase yang dicari, F = total perolehan

Semua data hasil analisi dideskripsikan dengan kata-kata agar memperjelas hasil. Dengan demikina, guru membuat kesimpulan atau generalisasi dari hasil belajar yang diperoleh siswa secara klasikal.

(22)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele, peneliti melakukan pemeriksaan dokumen hasil belajar siswa dan observasi proses pembelajaran matematika materi pecahan sederhana. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi proses pembelajaran dan prestasi siswa sebelum dilakukan tindakan. Hasil dari observasi dan dokumentasi ini digunakan sebagai acuan dalam merencanakan PTK. Dari hasil observasi proses pembelajaran pada tanggal ... diperoleh data :

1. Pembelajaran hanya terpusat pada guru. Siswa hanya diminta untuk memperhatikan penjelasan guru, mencatat materi yang disampaikan guru, dan mengerjakan latihan.

2. Dalam pembelajaran guru hanya menggunakan buku paket saja dan media papan tulis dalam menyampaikan materi pelajaran.

3. Saat guru menjelaskan materi, ada siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru.

4. Pada saat siswa disuruh mengerjakan soal latihan, suasana kelas menjadi lebih gaduh karena sebagian siswa tidak dapat mengerjakannya.

Kenyataan pembelajaran di atas membuat guru tergugah untuk segera melakukan tindakan perbaikan. Peneliti melakukan tes prasiklus pada .... 2023 untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil dari prasiklus tersebut sebagai berikut.

Tabel 2 Daftar Nilai Praksiklus

NO NAMA SISWA KKM NILAI KET.

1 Pasquela J. Kolo 59 67 T

2 Stefanus Nule 59 65 T

3 Irene. B. Kolo 59 59 T

4 Simon S. Sanam 59 56 TT

5 Wilfrida L. Nule 59 40 TT

6 Maria V. Siguera 59 53 TT

7 Angelica I. Kolo 59 52 TT

8 Maria K. D. Kolo 59 75 T

9 Yuliana M. Sasi 59 77 T

10 Maya N. Lake 59 57 TT

11 Maria T. Nule 59 55 TT

12 Fergidius Kolo 59 45 TT

13 Fransiskus F. Kolo 59 46 TT

14 Hendrikus Kolo 59 49 TT

15 Kristina Nule 59 58 TT

Jumlah Nilai 1.284 Rata-Rata Nilai 58

Persentase Ketuntasan 36,36 % Persentase Ketidaktuntasan 63,64 %

(23)

Berdasarkan data pada tabel, jumlah nilai mencapai 1.284, rata-rata kelas 58, persentase ketuntasan 36,36%%, dan persentase ketidaktuntasan 63,64%. Dengan memperhatikan data tersebut, hasil belajar siswa kelas IV dinilai masih jauh di bawah standar keberhasilan. Guru perlu melakukan tindakan untuk siklus I untuk memperbaiki hasil belajar pada prasiklus.

Setelah prasiklus selesai, peneliti melakukan test untuk melihat seberapa besar peningkatan prestasi belajar matematika pecahan sederhana setelah dilakukan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model CTL berbantuan benda konkret. Adapun hasil evaluasi siklus I dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Daftar Nilai Siklus I

NO NAMA SISWA KKM NILAI KET.

1 Pasquela J. Kolo 59 74 T

2 Stefanus Nule 59 78 T

3 Irene. B. Kolo 59 70 T

4 Simon S. Sanam 59 62 T

5 Wilfrida L. Nule 59 56 TT

6 Maria V. Siguera 59 58 TT

7 Angelica I. Kolo 59 72 T

8 Maria K. D. Kolo 59 80 T

9 Yuliana M. Sasi 59 82 T

10 Maya N. Lake 59 56 TT

11 Maria T. Nule 59 57 TT

12 Fergidius Kolo 59 75 T

13 Fransiskus F. Kolo 59 75 T

14 Hendrikus Kolo 59 74 T

15 Kristina Nule 59 75 T

Jumlah Nilai 1.535 Rata-Rata Nilai 70

Persentase Ketuntasan 68,18 %

Persentase Ketidaktuntasan 31,82 % Kenaikan Rt2 dari Prasiklus 11

Kenaikan % dari Prasiklus 31, 82 %

Berdasarkan tabel di atas, jumlah nilai mencapai 1.535, rata-rata nilai 70, persentase ketuntasan 68,18%, persentase ketidaktuntasan 31,82, peningkatan rata-rata dari prasiklus 11 poin, dan kenaikan persentase dari prasiklus 31,82%.

Hasil pada siklus I menunjukkan bahwa terjadi kenaikan yang signifikan pada rata-rata nilai, yaitu 11 poin dari prasiklus. Persentase ketuntasan juga mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu 31,82% dari prasiklus. Hasil ini dinilai sudah lebih baik dan semakin sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Berdasarkan fakta ini, guru menyimpulkan bahwa penerapan model CTL berbantuan media benda konkret dalam pembelajaran matematika materi pecahan sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDI SD Negeri Kecil Neontele .

(24)

Hasil belajar pada siklus I tidak serentak membuat guru merasa puas. Guru menganggap perlu untuk melakukan tindakan pada siklus II agar hasil belajar semakin maksimal. Tindakan dalam siklus II pun dilakukan. Siklus II ini merupakan perbaikan dan sekaligus pemantapan tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada meteri pecahan sederhana siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele .

Untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa pada siklus II, guru melakukan evaluasi atas pembelajaran siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Daftar Nilai Siklus II

NO NAMA SISWA KKM NILAI KET.

1 Pasquela J. Kolo 59 89 T

2 Stefanus Nule 59 86 T

3 Irene. B. Kolo 59 83 T

4 Simon S. Sanam 59 70 T

5 Wilfrida L. Nule 59 68 T

6 Maria V. Siguera 59 76 T

7 Angelica I. Kolo 59 79 T

8 Maria K. D. Kolo 59 88 T

9 Yuliana M. Sasi 59 89 T

10 Maya N. Lake 59 79 T

NO NAMA SISWA KKM NILAI KET.

11 Pasquela J. Kolo 59 87 T

12 Stefanus Nule 59 83 T

13 Irene. B. Kolo 59 89 T

14 Simon S. Sanam 59 78 T

15 Wilfrida L. Nule 59 74 T

Jumlah Nilai 1.806 Rata-Rata Nilai 82

Persentase Ketuntasan 100 %

Persentase Ketidaktuntasan 0

Kenaikan Rt2 dari Siklus I 12 Kenaikan % dari Siklus I 31,82 %

Data pada tabel di atas dapat dibaca demikian: jumlah nilai mencapai 1.806, rata-rata nilai 82, persentase ketuntasan 100%, persentase ketidaktuntasan 0, peningkatan rata-rata dari siklus I 12 poin, dan kenaikan persentase dari siklus I mencapai 31,82%.

Hasil belajar pada siklus II di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa secara signifikan dari siklus I. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kelas yang meningkat sebesar 12 poin dari siklus I. Selain itu, persentase ketuntasan juga meningkat sangat signifikasn sebesar 31,28% dari siklus I.

Berdasarkan fakta di atas, guru menyimpulkan bahwa penerapan model CTL berbantukan media benda konkret pada mata pelajaran matematika materi pecahan sederhana memiliki impak yang sangat baik untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele .

(25)

Dengan melihat hasil ini, guru berkeputusan untuk mengakhiri tindakan perbaikan karena semua siswa sudah tuntas dan tingkat kepuasan guru sudah tercapai sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Guru merasa tidak perlu melakukan tindakan perbaikan pada siklus selanjutnya.

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele dengan menerapkan model CTL berbantukan media benda konkret. Tolak ukur keberhasilan tindakan adalah tercipta proses pembelajaran yang telah mencerminkan tujuh (7) prinsip CTL yang dapat meningkatkan pemahaman matematika materi pecahan dan jika nilai rata-rata kelas sudah lebih KKM 58.

(26)

Pelaksanaan tindakan selama dua siklus dilakukan oleh peneliti dan guru kolaborator.

Penelitian dilakukan dua siklus karena sudah mendapatkan hasil peningkatan prestasi yang sesuai dengan KKM pada pelajaran matematika materi pecahan sederhana. Peningkatan prestasi belajar ini juga diikuti dengan perubahan positif dalam proses belajar mengajar bila dibandingkan dengan sebelum dilakukan tindakan.

Pada proses pembelajaran sebelum dilakukan tindakan motivasi belajar siswa sangat rendah.

Ketika menyampaikan materi pelajaran guru hanya menggunakan buku paket saja dan media papan tulis untuk membantu menjelaskan materi pelajaran. Selama proses pembelajaran siswa diminta memperhatikan penjelasan guru, selanjutnya siswa mengerjakan soal latihan. Proses pembelajar ini membuat siswa bosan karena tidak dilibatkan dalam pembelajaran. Siswa pun kurang memperhatikan penjelasan guru, sebaliknya mereka ramai dan bermain di sela-sela kelemahan pengawasan guru. Keadaan ini membuat kelas menjadi kurang kondusif.

Dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I dan II, guru menggunakan media benda konkret berupa roti lapis legit. Media ini menyentuh konteks siswa karena mereka sering mengonsumsi roti lapis legit yang dengan mudah dibeli di sekitar. Dalam keseharian masyarakat pun, roti lapis legit sering dijadikan sebagai camilan bersamaan dengan kopi. Jadi, pembelajaran dengan media ini dapat dikatakan menggunakan model kontekstual (CTL).

Berdasarkan penilaian rekan sejawat, pelaksanaan pembelajaran sudah mencerminkan 7 prinsip CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Lembar Observasi Penerapan CTL Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II

No Komponen CTL T TT

1 Konstruktivisme √

2 Inkuiri √

3 Bertanya √

4 Masyarakat belajar √

5 Pemodelan √

6 Refleksi √

7 Penilaian otentik √

No Komponen CTL T TT

1 Konstruktivisme √

2 Inkuiri √

3 Bertanya √

4 Masyarakat belajar √

5 Pemodelan √

6 Refleksi √

7 Penilaian otentik √ Keterangan: T = Terlaksana; TT = Tidak Terlaksana

Berdasarkan tabel di atas, guru belum menggunakan prinsip masyarakat belajar pada siklus I. Guru belum membentuk siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang lebih kecil. Hal ini berbeda dengan pembelajaran pada siklus II yang sudah menerapkan semua prinsip CTL.

Dengan adanya peningkatan hasil belajar sebagaimana telah disebutkan di atas, hasil belajar siklus I belum maksimal karena semua prinsip CTL belum diterapkan. Dalam konteks ini,

(27)

penerapan semua prinsip CTL sangat urgen diterapkan dalam pembelajaran, khususnya pada materi pecahan sederhana.

4.2 Pembahasan: Prestasi Belajar Siswa dengan Menggunakan Model CTL

Peningkatan prestasi belajar siswa dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai prasiklus sebelum pelaksanaan tindakan dengan nilai evaluasi pada siklus I dan nilai siklus I dengan nilai siklus II. Peningkatan hasil belajar atau prestasi siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini:

Tabel 6 Rangkuman Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II NO NAMA SISWA PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II

1 Pasquela J. Kolo 67 74 89

2 Stefanus Nule 65 78 86

3 Irene. B. Kolo 59 70 83

4 Simon S. Sanam 56 62 70

5 Wilfrida L. Nule 40 56 68

6 Maria V. Siguera 53 58 76

7 Angelica I. Kolo 52 72 79

8 Maria K. D. Kolo 75 80 88

9 Yuliana M. Sasi 77 82 89

10 Maya N. Lake 57 56 79

11 Maria T. Nule 55 57 87

12 Fergidius Kolo 45 75 83

13 Fransiskus F. Kolo 46 75 89

14 Hendrikus Kolo 49 74 78

15 Kristina Nule 58 75 74

Jumlah Nilai 1284 1535 1806

Rata-Rata Nilai 58 70 82

Kenaikan Rata-Rata 11

12

Persentase Kenaikan 31,82%

31,82%

Dari tabel di atas kita dapat melihat bahwa nilai rata-rata prasiklus, siklus I, dan siklus II pretest mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut tampak

(28)

dari nilai rata-rata prasiklus dan siklus I, dari 58 meningkat 11 poin menjadi 70, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan hasil belajar juga terlihat pada siklus I ke siklus II, dari rata-rata 70 meningkat 12 poin menjadi 82, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan nilai rata-rata kelas ini mencerminkan peningkatan prestasi belajar masing-masing siswa sebelum pelaksanaan tindakan dan setelah dilakukan tindakan.

Peningkatan hasil belajar sebagaimana dijabarkan di atas diyakini sebagai efektivitas penerapan pembelajaran dengan model kontekstual dengan menggunakan media roti lapis legit.

Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran siswa dapat mengaitkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dialami siswa dengan materi pecahan sederhana sehingga mereka dapat lebih mudah dalam memahami konsap pecahan sederhana. Ketika pembelajaran siswa diajak untuk menemukan sendiri dan mengonstruksi pengetahuan baru mengenai konsep pecahan sederhana melalui praktik sehingga siswa dapat lebih memahami materi yang dipelajari yang pada akhirnya terjadi peningkatan hasil belajar siswa.

(29)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tindakan maupun refleksi bersama guru kolaborator, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan sederhana menggunakan pendekatan kontekstual pada siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele dapat diambil kesimpulan Pembelajaran pada penelitian ini dapat dikatakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual karena sudah mencerminkan 7 prinsip CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik. Pembelajaran matematika melalui pendakatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut tampak dari nilai rata-rata prasiklus dan siklus I, dari 58 meningkat 11 poin menjadi 70, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan hasil belajar juga terlihat pada siklus I ke siklus II, dari rata-rata 70 meningkat 12 poin menjadi 82, atau setara dengan 31,82%. Peningkatan nilai rata-rata kelas ini mencerminkan peningkatan prestasi belajar siswa sebelum pelaksanaan tindakan dan setelah dilakukan tindakan.

Berdasarkan penelitian tindakan dan analisis yang telah peneliti lakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Kecil Neontele pada pelajaran matematika materi pecahan sederhana, penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pelaksanaan pembelajaran semakin baik setelah pelaksanaan penelitian, yaitu siswa aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran sehingga kondisi kelas menjadi lebih kondusif.

5.2 Saran

Mengingat hasil belajar siswa meningkat secara signifikan dengan diterapkan model pembelajaran CTL, peneliti memberikan beberapan saran berikut.

1. Guru hendaknya lebih inovatif dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan.

2. Kepala sekolah hendaknya memotivasi guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode yang tepat.

3. Satuan pendidikan hendaknya mengusahakan media pembelajaran, sarana dan prasarana serta fasilitas yang memadai guna menunjang proses pembelajaran yang lebih baik.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Bandung. Remaja Rosda Karya

Jonson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama.

Bandung.

Kurnianingsih, Yanti, Sonya Sinyanyuri., Lubna Assagaf. 2018. Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013: Buku Siswa Kelas II SD/MI, Tema 2 Menyayangi Hewan dan Tumbuhan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:

Bumi Aksara.

Putra, Sitiatava Rizema. 2015. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta:

Diva Press.

Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Refrensi Bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana

Rusman. 2018. Model-Model Pembelajaran. Depok: Raja Grafimdo.

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2014. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 1990. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Bandung: Fakultas Ekonomi UI.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2015. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Taconis, R., den Brok, P. J., & Pilot, A. (Eds.) (2016). Teachers Creating Context-Based Learning Environments in Science. (Advances in Learning Environments Research).

Rotterdam: Sense Publishers.

Thabroni, Gamal. 2022 (06/11). Hasil Belajar: Pengertian, Klasifikasi, Indikator, dan Faktor-Faktor.

Online. Tersedia https://serupa.id/hasil-belajar-pengertian-klasifikasi-dan-faktor-faktor/ Diakses 11 September 2023.

Wiriaatmaja, R. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Gambar

Tabel  2 Daftar Nilai Praksiklus
Tabel  3 Daftar Nilai Siklus I
Tabel  4 Daftar Nilai Siklus II
Tabel  5 Lembar Observasi Penerapan CTL Siklus I dan Siklus II
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang relevan untuk mendukung PTK berjudul “Meningkatkan keaktifan mempelajari materi mengubah pecahan biasa menjadi persen dengan pembelajaran kooperatif

Pada bab ini akan menyajikan hasil analisis data yang telah diperoleh Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan observasi awal di kelas

Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan

Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan teknik menggaris dan mengecat ternyata dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi menghitung perpangkatan dengan penerapan metode Make-A Match pada siswa kelas V SDN

Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas. Penggunaan Penelitian Tindakan Kelas dalam Penelitian ini karena Penulis ingin meningkatkan kemampuan

Penelitian tindakan kelas atau PTK (classroom action research) dapat didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru yang sekaligus

Pada tahap refleksi, dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I dan siklus II serta diskusi dengan guru kolaborator untuk mengevaluasi untuk membuat