• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Gelombang Laut

N/A
N/A
065@Brigita Steffy

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Praktikum Gelombang Laut"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 1 PRAKTIKUM GELOMBANG LAUT (OS3103) TEORI GELOMBANG LAUT

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun sebagai laporan dalam pelakasanan praktikum mata kuliah Gelombang Laut (OS3103)

Dosen Pengampu :

Hamzah Latief, M.Si., Ph.D.

Karina Aprilia Sujatmiko, S.Si., M.T., Ph.D.

Asisten :

Maharani Rachmawati Purnomo 12920013

Disusun Oleh :

Brigita Steffy Mutiara 12921061

(Program Studi Oseanografi)

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2023

(2)

2

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... 2

DAFTAR GAMBAR ... 3

DAFTAR TABEL ... 4

Bab I Pendahuluan ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan ... 1

Bab II Studi Pustaka ... 2

II.1 Gelombang Laut ... 2

II.2 Teori Gelombang ... 3

II.3 Batas Teori Gelombang ... 6

II.4 Alat Ukur ... 7

Bab III Metodologi ... 10

III.1 Data ... 10

III.2 Daerah Kajian ... 10

III.3 Langkah Kerja ... 10

III.3.1 Metode Zero Crossing ... 10

III.3.2 Penentuan Tinggi Signifikan dan Periode Signifikan Gelombang... 14

III.3.3 Penentuan Parameter Gelombang ... 14

III.3.4 Klasifikasi Teori Gelombang ... 15

BAB IV Hasil dan Analisis ... 16

IV.1 Hasil ... 16

IV.2 Analisis ... 23

BAB V Kesimpulan ... 27

V.1. Kesimpulan ... 27

V.2. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 29

(3)

3

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar II.1 Upward zero-crossing (bawah) dan downward zero-crossing (atas) (Sumber:

Holthuijsen, 2007) ... 3

Gambar II.2 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier (Airy) (Sumber: Nur Yuwono, 1982) ... 4

Gambar II.3 Batas Teori Gelombang (Sumber: Hedges, 1995) ... 7

Gambar II.4 Alat Ukur Gelombang dengan Buoy (Sumber: Holthuijsen, 2007) ... 8

Gambar II.5 Alat Ukur Gelombang dengan Wave Poles (Sumber: Holthuijsen, 2007) ... 8

Gambar II.6 Alat Ukur Gelombang dengan Pressure Transducer, Current Meter, atau Echo Sounder (sumber: Holthuijsen, 2007) ... 9

Gambar III.1 Contoh Kolom Data, MSL, dan Selisih ………..….………. 11

Gambar III.2 Perhitungan Letak ‘Lembah’ ... 11

Gambar III.3 Perhitungan Letak ‘Puncak’ ... 11

Gambar III.4 Perhitungan Letak ‘Zero Up’ ... 11

Gambar III.5 Perhitungan Letak ‘Zero Down’ ... 12

Gambar III.6 Cara Penghitungan Nilai 'Puncak'... 12

Gambar III.7 Cara Penghitungan Nilai 'Lembah' ... 12

Gambar III.8 Cara Filter Nilai 'Puncak' ... 12

Gambar III.9 Contoh Salin Data Hasil Filter ... 13

Gambar III.10 Contoh Perhitungan Nilai Periode Zero Up dan Periode Zero Down ... 14

Gambar III.11 Batas Teori Gelombang (Sumber: Hedges, 1995) ... 15

Gambar IV.1 Flowchart Metode Zero Up Crossing dan Zero Down Crossing …………. 17

Gambar IV.2 Memetakan pada Grafik Batas-Batas Teori Gelombang ... 18

Gambar IV.3 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 1 ... 19

Gambar IV.4 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 2 ... 19

Gambar IV.5 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 3 ... 20

Gambar IV.6 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 4 ... 20

Gambar IV.7 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 5 ... 21

Gambar IV.8 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 6 ... 21

Gambar IV.9 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Pengukuran Lapangan ... 22

Gambar IV.10 Overlay Plot Elevasi terhadap Waktu untuk 6 Data Model Laboratorium Fisik ... 22

Gambar IV.11 Perhitungan dari Besar Galat dan Perbedaannya ... 24

(4)

4

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Excel (Parameter H dan T) Data Hasil Filtering Lab Fisik . 16 Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Matlab (Parameter H dan T) Data Hasil Filtering Lab Fisik dan Data Lapangan. ... 16 Tabel IV.3 Hasil Perhitungan L Data Hasil Filtering Lab Fisik dan Data Lapangan. ... 16 Tabel IV.4 Hasil Klasifikasi Teori Gelombang ... 18

(5)

1

Bab I Pendahuluan

I.1. Latar Belakang

Gelombang laut adalah fenomena alam yang kompleks dan sangat penting dalam ilmu kelautan dan oseanografi. Memahami perilaku gelombang laut memiliki implikasi besar dalam berbagai aspek, termasuk keselamatan pelayaran, rekayasa pantai, energi terbarukan, dan pemahaman ekosistem laut. Gelombang laut dapat terjadi dalam berbagai bentuk, dari gelombang kecil hingga gelombang badai yang tinggi dan berbahaya.

Pengamatan gelombang laut selama periode waktu tertentu mengungkapkan perubahan yang terus-menerus dalam permukaan laut. Salah satu perubahan ini terjadi dalam skala harian, di mana permukaan laut dapat mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan, biasanya dalam rentang sekitar satu meter, di sepanjang wilayah pantai. Fenomena ini dipengaruhi oleh pasang surut, salah satu jenis gelombang laut yang memiliki peran penting dalam dinamika perairan laut.

Untuk memahami dampak pasang surut dan perubahan permukaan laut terhadap lingkungan pesisir dan aktivitas manusia, pengamatan dan analisis gelombang laut menjadi hal yang penting dalam ilmu oseanografi.

I.2. Tujuan

Adapun tujuan dari Praktikum Modul 1 Teori Gelombang Laut adalah sebagai berikut:

1. Mengolah data yang diukur di laboratorium fisik (alat ukur) untuk pengukuran langsung.

2. Menentukan parameter dasar dari gelombang (tinggi gelombang, periode gelombang) menggunakan metode zero up crossing atau zero down crossing.

3. Memetakan/mengklasifikasikan gelombang ke teori gelombang (airy, stokes, cnoidal, dan solitary).

(6)

2

Bab II Studi Pustaka

II.1 Gelombang Laut

Gelombang merupakan pergerakan naik dan turunnya permukaan air laut yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin, gravitasi bulan, pergerakan kapal, dan bahkan gempa bumi atau letusan gunung berapi dalam periode tertentu. Di laut, gelombang bisa sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi dengan tepat.

Permukaan laut seringkali berubah-ubah, dan fenomena ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk arah perambatan gelombang yang bervariasi dan bentuk gelombang yang tidak teratur akibat angin. Gelombang laut biasanya dibangkitkan oleh angin. Ketinggian gelombang angin dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecepatan angin yang bertiup, durasi angin yang bertiup, dan panjang daerah pengaruh angin (fetch). Terdapat dua kelompok gelombang angin, yaitu gelombang badai (ombak) dan gelombang alun (swell). Gelombang badai adalah jenis gelombang yang terbentuk di daerah yang masih dipengaruhi oleh angin.

Gelombang ini cenderung memiliki karakteristik yang sangat tidak teratur, dengan panjang gelombang yang pendek. Puncak gelombangnya sering kali tajam dan berbuih. Sementara itu, gelombang alun adalah gelombang yang telah keluar dari daerah pengaruh angin. Gelombang ini memiliki bentuk yang lebih teratur, dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Gelombang alun juga cenderung bergerak perlahan menuju pantai, bahkan dalam kondisi cuaca yang tenang. Selain angin ada pula gaya pembangkit gelombang lainnya seperti gaya tarik benda langit dan gempa bumi.

Pencatatan gelombang dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu metode downward zero-crossing (di mana perhitungan dimulai dari titik nol ke lembah gelombang) dan metode upward zero-crossing (di mana perhitungan dimulai dari titik nol ke puncak gelombang). Perbedaan kedalaman antara lembah gelombang sebelumnya dan setelahnya berhubungan langsung dengan perbedaan dalam distribusi frekuensi tinggi gelombang yang diperoleh dengan metode down-zero- crossing dan up-zero-crossing.

(7)

3

Gambar II.1 Upward zero-crossing (bawah) dan downward zero-crossing (atas) (Sumber: Holthuijsen, 2007)

II.2 Teori Gelombang

Dalam memahami fenomena gelombang yang kompleks, terdapat beberapa teori gelombang yang dapat digunakan, yaitu Teori Gelombang Airy (linier), Teori Gelombang Stokes, Teori Gelombang Soliter, Teori Gelombang Cnoidal, dan lain-lain. Setiap teori gelombang ini memiliki batasan-batasan yang memungkinkannya untuk merepresentasikan kondisi di alam (Triatmodjo, 2008).

Gelombang Airy adalah salah satu jenis gelombang ideal dalam teori gelombang laut. Gelombang ini memiliki karakteristik berupa profil sinusoidal yang teratur dan linear, dengan puncak dan lembah gelombang memiliki amplitudo yang sama.

Teori Gelombang Airy merupakan hasil turunan dari persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi dengan memperhatikan kondisi batas di dasar laut dan permukaan air. Untuk dapat menyusun teori ini, beberapa asumsi yang digunakan:

1. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan, sehingga densitasnya konstan.

2. Tegangan permukaan diabaikan.

(8)

4 3. Gaya coriolis diabaikan.

4. Tekanan permukaan air dianggap seragam dan konstan.

5. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak rotasi.

6. Dasar laut dianggap sebagai bidang horizontal, tetap dan impermeable sehingga kecepatan vertikal di dasar adalah nol.

7. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman air.

8. Gerakan gelombang diidealkan sebagai gelombang silinder yang tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombang, sehingga gelombang dapat dimodelkan dua dimensi.

Berdasarkan perbandingan antara kedalaman air dan panjang gelombang L (𝑑

𝐿), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

Gambar II.2 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier (Airy) (Sumber: Nur Yuwono, 1982)

Gelombang Stokes adalah jenis gelombang yang muncul sebagai perbaikan dari teori gelombang Airy. Gelombang ini mempertimbangkan efek non-linear yang terjadi dalam gelombang laut yang lebih tinggi. Gelombang Stokes memperhitungkan pengaruh non-linear, seperti distorsi bentuk gelombang dan perubahan amplitudo saat gelombang bergerak. Teori Gelombang Stokes digunakan untuk memodelkan gelombang laut yang memiliki amplitudo kecil namun tidak terbatas. Teori Gelombang Stokes membahas berbagai aspek fisik

(9)

5

gelombang laut. Salah satunya adalah hubungan antara panjang gelombang, kedalaman air, dan periode gelombang, yang memengaruhi perambatan gelombang. Teori ini juga menjelaskan fluktuasi tinggi muka air yang kompleks, terutama ketika gelombang mendekati pantai atau perairan dalam. Selain itu, Teori Stokes memahami pergerakan partikel air dalam respons terhadap gelombang, baik secara horizontal maupun vertikal, serta perubahan posisi partikel dalam dua dimensi. Hal ini relevan dalam pemahaman pergerakan massa air, transportasi sedimen, dan perubahan tekanan air yang dihasilkan oleh gelombang, yang memengaruhi struktur bawah laut seperti dasar laut atau pantai.

Teori gelombang Stokes menambahkan faktor koreksi pada teori gelombang Airy sehingga profil gelombangnya menjadi:

𝜂 =𝐻

2cos[𝑘𝑥 − 𝜎𝑡] +𝜋𝐻 8 (𝐻

𝐿) 𝑐𝑜𝑠ℎ𝑘𝑑

𝑠𝑖𝑛ℎ3𝑘𝑑(2 + 𝑐𝑜𝑠ℎ2𝑘𝑑)𝑐𝑜𝑠2(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) Suku pertama dari persamaan tersebut berasal dari Teori Gelombang Airy, sementara suku kedua adalah hasil dari faktor koreksi yang diperoleh dari Teori Gelombang Stokes. Penambahan faktor koreksi ini menghasilkan gelombang yang memiliki asimetri vertikal, dengan puncak yang lebih tajam dan lembah yang lebih datar.

Teori Gelombang Cnoidal adalah gelombang yang terbentuk ketika gelombang Stokes memiliki amplitudo yang cukup besar. Gelombang ini memiliki puncak yang tumpul dan lembah yang dalam, serta memiliki bentuk yang lebih kompleks daripada gelombang Airy. Teori Gelombang Cnoidal sering muncul dalam kondisi laut yang memiliki amplitudo gelombang yang signifikan dan perairan dangkal.

Teori gelombang Solitary adalah bentuk lain dari gelombang Cnoidal yang periodenya tak berhingga. Gelombang ini memiliki puncak tetapi tidak memiliki lembah. Teori Gelombang Solitary, atau sering disebut sebagai "rogue wave"

adalah jenis gelombang yang sangat besar dan tiba-tiba muncul di tengah laut.

(10)

6

Gelombang ini dapat menjadi sangat tinggi dan berbahaya. Meskipun masih menjadi subjek penelitian, gelombang solitary diyakini dapat disebabkan oleh interaksi non-linear antara gelombang laut yang lebih kecil.

Setiap jenis gelombang ini memiliki karakteristik unik dan digunakan dalam konteks yang berbeda dalam studi gelombang laut. Gelombang Airy digunakan sebagai dasar dalam teori gelombang laut, sementara gelombang Stokes, Cnoidal, dan Solitary digunakan untuk memahami fenomena gelombang laut yang lebih kompleks dan realistis.

II.3 Batas Teori Gelombang

Dalam situasi di mana tidak ada arus yang berperan, akan lebih mudah untuk menetapkan batas-batas validitas teori dalam konteks ketinggian gelombang, periode gelombang, dan kedalaman perairan. Di perairan dangkal, besarnya Ursell number adalah penentu utama untuk mengukur kesesuaian suatu teori dalam menggambarkan kondisi gelombang. Klasifikasi gelombang dapat diidentifikasi dengan menggunakan teori batas-batas gelombang.

Konsep Ursell 𝐻𝐿2

𝑑3 dan rasio ketinggian gelombang terhadap panjang gelombang

𝐻

𝐿 digunakan untuk menentukan batas-batas validitas. Ursell number menjadi parameter yang sangat penting dalam mengukur tinggi gelombang relatif terhadap kedalaman air. Nilai Ursell number yang rendah mengindikasikan bahwa teori linear berlaku secara valid, sementara nilai rasio ketinggian gelombang terhadap panjang gelombang yang tinggi menunjukkan dominasi gelombang dalam perairan dalam. Teori gelombang Stokes orde yang lebih tinggi berlaku untuk gelombang yang lebih tinggi atau rasio 𝐻

𝐿 yang lebih besar dalam perairan dalam.

Namun, perlu diperhatikan bahwa semakin tinggi nilainya, semakin besar ketidaklinearan yang terjadi. Keberhasilan Ursell number dalam mengkarakterisasi gelombang dengan ketinggian terbatas dapat dilihat dari

(11)

7

persamaan yang digunakan dalam teori Stokes orde kedua untuk menghitung kenaikan dasar gelombang relatif terhadap level air rata-rata atau MWL (Hedges

& URSELL, 1995).

Gambar II.3 Batas Teori Gelombang (Sumber: Hedges, 1995)

II.4 Alat Ukur

Pengukuran pada gelombang dapat terbagi dalam dua teknik, yaitu teknik pengukuran secara in-situ (berdasarkan pada posisi instrumen di air) dan remote- sensing (berdasarkan posisi instrumen di atas air pada jarak tertentu). Adapun instrumen yang digunakan dalam pengukuran in-situ antara lain.

I.1. Wave Buoys

Wave buoys adalah pelampung khusus yang dipasang di perairan laut. Mereka dilengkapi dengan sensor-sensor yang mampu mengukur parameter gelombang seperti tinggi gelombang, periode gelombang, dan arah gelombang. Data yang dihasilkan oleh wave buoys sangat penting untuk pemantauan gelombang dan peramalan cuaca laut.

(12)

8

Gambar II.4 Alat Ukur Gelombang dengan Buoy (Sumber: Holthuijsen, 2007)

I.2. Wave Poles

Wave poles atau kadang disebut juga sebagai pressure poles adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur elevasi permukaan air laut secara vertikal.

Mereka umumnya terdiri dari tiang yang ditanam di dasar laut dan memiliki sensor di atasnya untuk mengukur fluktuasi elevasi air laut. Data yang diperoleh dari wave poles dapat digunakan untuk memahami pergerakan gelombang.

Gambar II.5 Alat Ukur Gelombang dengan Wave Poles (Sumber: Holthuijsen, 2007)

I.3. Echo-Sounder, Pressure Transducer, dan Current Meter Terbalik

(13)

9

Echo-sounder adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur kedalaman laut.

Dalam pengukuran gelombang, mereka dapat digunakan untuk memahami efek gelombang terhadap perubahan kedalaman. Pressure transducer adalah sensor tekanan yang digunakan untuk mengukur fluktuasi tekanan di bawah permukaan air yang disebabkan oleh gelombang. Current meter terbalik adalah alat yang mengukur kecepatan arus di lapisan air yang berbeda. Semua instrumen ini dapat memberikan wawasan yang berguna dalam memahami perubahan karakteristik gelombang laut.

Gambar II.6 Alat Ukur Gelombang dengan Pressure Transducer, Current Meter, atau Echo Sounder (sumber: Holthuijsen, 2007)

(14)

10

Bab III Metodologi

III.1 Data

Terdapat dua data yang digunakan dalam Modul 1 ini, yaitu:

1. Data elevasi gelombang dari lapangan yang merupakan hasil dari pengukuran elevasi gelombang yang dilakukan langsung di lapangan.

2. Data elevasi gelombang dari model laboratorium fisik diperoleh melalui simulasi pembangkitan gelombang dua dimensi yang dilakukan di laboratorium.

III.2 Daerah Kajian

Daerah yang digunakan untuk pengambilan data adalah Laboratorium Balai Pantai, Pusat Penelitian Pengembangan Sumber Daya Air, namun narasi tidak memberikan informasi khusus tentang lokasi geografisnya. Selain itu, data juga dapat diakses melalui tautan Google Drive yang disediakan.

III.3 Langkah Kerja III.3.1 Metode Zero Crossing

1. MATLAB dan Excel disiapkan. Skrip Zero Crossing telah tersedia dan siap untuk dijalankan.

2. Seluruh Data Probe dimasukan ke dalam tabel. Pastikan setiap pengolahan Data Probe berada di sheet yang berbeda.

3. Dihitung nilai MSL dari setiap Data Probe.

4. Dicari selisih antara elevasi Data Probe dengan nilai MSL yang telah didapatkan.

(15)

11

Gambar III.1 Contoh Kolom Data, MSL, dan Selisih

5. Letak ‘Lembah’ gelombang dicari, baris pertama dikosongkan.

Gambar III.2 Perhitungan Letak ‘Lembah’

6. Letak ‘Puncak’ gelombang dicari, baris pertama dikosongkan.

Gambar III.3 Perhitungan Letak ‘Puncak’

7. Letak ‘Zero Up’ gelombang dicari, baris pertama dikosongkan.

Gambar III.4 Perhitungan Letak ‘Zero Up

8. Letak ‘Zero Down’ gelombang dicari, baris pertama dikosongkan.

(16)

12

Gambar III.5 Perhitungan Letak ‘Zero Down

9. Hasil 'Puncak' disalin dan ditempel untuk bagian nilai Crest to Trough.

10. 'Nilai Puncak' dihitung, baris pertama dikosongkan.

Gambar III.6 Cara Penghitungan Nilai 'Puncak'

11. ‘Nilai Lembah’ dihitung, baris pertama dikosongkan.

Gambar III.7 Cara Penghitungan Nilai 'Lembah'

12. Diaktifkan kolom filter.

13. Digunakan filter untuk 'Nilai Puncak' dan nilai selain 0 dicentang untuk mencari besar nilai dari setiap puncak.

Gambar III.8 Cara Filter Nilai 'Puncak'

(17)

13

14. Data yang telah di-filter disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Max Zero Up’.

15. Kolom nomor disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Posisi Puncak'.

16. Digunakan filter untuk 'Nilai Lembah' dan nilai selain 0 dicentang untuk mencari besar nilai dari setiap puncak.

17. Data yang telah di-filter disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Max Zero Down’.

18. Kolom nomor disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Posisi Lembah'.

19. Digunakan filter untuk 'Zero Down’ dan nilai selain 0 dicentang untuk mencari besar nilai dari setiap puncak.

20. Kolom nomor disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Posisi Zero Down’.

21. Digunakan filter untuk 'Zero Up’ dan nilai selain 0 dicentang untuk mencari besar nilai dari setiap puncak.

22. Kolom nomor disalin dan ditempel pada 'Sheet1' di kolom 'Posisi Zero Up’.

Gambar III.9 Contoh Salin Data Hasil Filter

23. Periode Zero Up dan Zero Down dihitung dengan mengurangkan posisi Zero Up atau Zero Down n+1 dengan posisi ke-n.

(18)

14

Gambar III.10 Contoh Perhitungan Nilai Periode Zero Up dan Periode Zero Down

III.3.2 Penentuan Tinggi Signifikan dan Periode Signifikan Gelombang

1. Nilai Tinggi Signifikan dan Periode Signifikan dihitung. Data Tinggi Zero Up Crossing dan Tinggi Zero Down Crossing digunakan.

Tinggi Signifikan : 𝐻1

3= 1

𝑁1

3

∑ 𝐻1

3

Periode Signifikan : 𝑇1

3 = 1

𝑁1

3

∑ 𝑇1 3

2. Flowchart dari metode Zero Up Crossing dan Zero Down Crossing ditentukan dari perhitungan di excel dan skrip MATLAB yang telah diberikan. Flowchart tertera pada Bab Hasil dan Analisis.

III.3.3 Penentuan Parameter Gelombang

Dilakukan perhitungan panjang gelombang. Digunakan persamaan dispresif yang dilakukan dengan pendekatan oleh Eckmart (1952) :

𝜔 =2𝜋 𝑇 a = 𝑘0𝑑 =𝜔2𝑑

𝑎

𝛽 = 𝑎(tanh 𝑎)12

𝑘𝑑 ≈ 𝑎 + 𝛽2(cosh 𝛽)−2 𝑡𝑎𝑛ℎ𝛽 + 𝛽(cosh 𝛽)−2

𝐿 =2𝜋 𝑘𝑑

(19)

15 III.3.4 Klasifikasi Teori Gelombang

1. Nilai wave steepness dan ursell number dihitung dengan persamaan berikut (Hedges, 1995) :

a. Wave Steepness

𝑊𝑎𝑣𝑒 𝑆𝑡𝑒𝑒𝑝𝑛𝑒𝑠𝑠 =𝐻 𝐿

b. Ursell Number

𝑈𝑟𝑠𝑒𝑙𝑙 𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 = 𝐻𝐿2

2. Hasil nilai yang didapat dicocokkan ke dalam grafik di bawah, dengan memerhatikan standar yang sesuai teori tersebut.

Gambar III.11 Batas Teori Gelombang (Sumber: Hedges, 1995)

(20)

16

BAB IV Hasil dan Analisis

IV.1 Hasil

1. Parameter H, T, dan L.

Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Excel (Parameter H dan T) Data Hasil Filtering Lab Fisik

Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Matlab (Parameter H dan T) Data Hasil Filtering Lab Fisik dan Data Lapangan.

Tabel IV.3 Hasil Perhitungan L Data Hasil Filtering Lab Fisik dan Data Lapangan.

(21)

17

2. Flowchart Metode Zero Up Crossing dan Zero Down Crossing.

Gambar IV.1 Flowchart Metode Zero Up Crossing dan Zero Down Crossing

(22)

18

3. Klasifikasi Gelombang dan Petakan Pada Grafik Batas-Batas Teori Gelombang.

Tabel IV.4 Hasil Klasifikasi Teori Gelombang

Gambar IV.2 Memetakan pada Grafik Batas-Batas Teori Gelombang

(23)

19

4. Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Model Laboratorium Fisik dan Data Pengukuran Lapangan.

14

Gambar IV.3 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 1

Gambar IV.4 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 2

(24)

20

Gambar IV.5 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 3

Gambar IV.6 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 4

(25)

21

Gambar IV.7 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 5

Gambar IV.8 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Lab Fisik 6

(26)

22

Gambar IV.9 Plot Elevasi terhadap Waktu untuk Data Pengukuran Lapangan

Gambar IV.10 Overlay Plot Elevasi terhadap Waktu untuk 6 Data Model Laboratorium Fisik

(27)

23 IV.2 Analisis

Nilai tinggi signifikan, periode signifikan, dan panjang gelombang telah didapatkan pada tabel IV.1, IV.2, dan IV.3. Perbandingan periode signifikan (Ts) dan ketinggian signifikan (Hs) dari data laboratorium fisik antara metode zero up crossing dan zero down crossing menunjukkan perbedaan yang sangat kecil.

Periode signifikan untuk zero up crossing adalah sekitar 2.081379 detik, sedangkan untuk zero down crossing adalah sekitar 2.077241 detik. Ketinggian signifikan untuk zero up crossing adalah sekitar 0.152427 detik, sedangkan untuk zero down crossing adalah sekitar 0.152580 detik. Panjang gelombangnya (L) berada dalam rentang 5 hingga 9 m.

Pada data lapangan, didapatkan periode signifikan (Ts) yang relatif singkat, yaitu sekitar 0.43 untuk zero up crossing dan sekitar 0.45 untuk zero down crossing.

Selain itu, ketinggian signifikannya (Hs) juga relatif kecil, yakni sekitar 0.047 detik untuk zero up crossing dan sekitar 0.0495 detik untuk zero down crossing.

Panjang gelombangnya (L) adalah sekitar 0.289 m.

Dalam praktikum ini, didapatkan hasil gelombang linear untuk data laboratorium fisik dan stokes untuk data lapangan. Pada plot time series gelombang terhadap kedalaman data laboratorium pola berbentuk sama yaitu sinusoidal. Secara sekilas, terlihat adanya perbedaan frekuensi dan amplitudo gelombang antara data laboratorium fisik 1-2, 3-4, dan dan 5-6. Selain itu, ada pula perbedaan dari segi elevasi dan keterlambatan fasa seperti pada setiap plot gelombang. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada grafik overlay untuk data gelombang laboratorium fisik.

Sementara itu, perbedaan gelombang yang lebih jelas terlihat pada plot data lapangan.

Pada tipe gelombang Airy (linear) terlihat bahwa perubahan tinggi gelombang tidak signifikan, dan gelombang dianggap sebagai gangguan kecil di atas permukaan air tenang. Plot datanya memiliki pola gelombang yang sederhana dan

(28)

24

berbentuk sinusoidal. Gelombang ini memiliki puncak dan lembah yang teratur dan konsisten.

Pada tipe gelombang Stokes, terlihat bahwa gelombang digambarkan dengan memodelkan efek non-linear seperti perubahan amplitudo saat gelombang bergerak. Plot ini terlihat lebih realistis seperti kondisi gelombang yang sebenarnya di alam. Puncak gelombang tidak selalu memiliki bentuk sinusoidal yang teratur serta dapat menjadi lebih tajam dan kurang teratur dibandingkan dengan gelombang linear.

Berikut adalah hasil perhitungan dari besar galat dan perbedaannya:

Gambar IV.11 Perhitungan dari Besar Galat dan Perbedaannya

Terlihat bahwa terdapat sedikit perbedaan antara parameter rencana dan perhitungan aktual dengan Matlab. Selain itu, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan Matlab dan Excel. Meskipun demikian, perbedaan galat yang muncul tidak terlalu besar ketika dilihat dari perhitungan yang menggunakan Matlab. Tipe gelombang pun didapatkan dari perhitungan L dengan menggunakan hasil perhitungan dari Matlab.

(29)

25

Gelombang yang diklasifikasikan sebagai gelombang linear atau teori gelombang Airy memiliki karakteristik bahwa amplitudo puncak dan lembah gelombang akan memiliki nilai yang sama dengan Still Water Level (SWL) sebagai acuan, sedangkan Stokes sebaliknya. Selain itu, dalam pengklasifikasian gelombang ini, dua parameter penting yang digunakan adalah Wave Steepness dan Ursell Number.

Wave Steepness (H/L) menggambarkan kemiringan gelombang, di mana H adalah tinggi gelombang dan L adalah panjang gelombang, sedangkan Ursell Number (Ur) digunakan untuk mengukur ketinggian gelombang relatif terhadap kedalaman air (d). Melalui Tabel IV.4 terlihat bahwa wave steepness akan memiliki nilai yang kecil pada gelombang linear. Namun, terdapat ketidaksesuaian dalam nilai Ursell Number dengan teori yang umumnya berlaku, di mana nilai Ursell Number yang tinggi justru menunjukkan karakteristik linear, sementara nilai yang rendah menggambarkan karakteristik stokes. Kemungkinan ketidaksesuaian ini disebabkan oleh kondisi lapangan tidak selalu mengikuti teori gelombang ideal, kesalahan dalam perhitungan, dan kemungkinan adanya fenomena khusus yang memengaruhi nilai Ur.

Terdapat beberapa perbedaan pada plot time series antara data lapangan dan data model laboratorium fisik. Data lapangan yang diketahui diperoleh dari pengukuran langsung di laut (tipe Stokes) sering kali mencerminkan gelombang dengan amplitudo yang lebih besar dan variasi yang signifikan. Data lapangan sering mencakup gelombang-gelombang yang lebih tidak teratur dan kompleks.

Sedangkan data model laboratorium fisik (tipe Airy/linear) menghasilkan gelombang-gelombang dengan amplitudo yang lebih kecil dan konsisten karena diciptakan dalam lingkungan terkendali laboratorium. Sehingga data ini cenderung menghasilkan gelombang dengan periode yang lebih stabil dan mudah diprediksi.

(30)

26

Data lapangan (tipe Stokes) sering mencakup fenomena interaksi non-linear antara gelombang-gelombang, yang dapat menghasilkan gelombang tinggi. Interaksi ini menjadi lebih kompleks dan signifikan dalam gelombang laut alami. Untuk data model laboratorium fisik cenderung mengabaikan interaksi non-linear dan lebih fokus pada gelombang linear. Data lapangan mungkin memiliki ketinggian gelombang rata-rata yang lebih tinggi daripada data model laboratorium fisik.

Perbandingan ini akan sangat tergantung pada sumber data spesifik yang digunakan, lokasi pengukuran, dan kondisi lingkungan laut. Data lapangan (tipe Stokes) mencerminkan gelombang sebenarnya yang terjadi di laut terbuka, sementara data model laboratorium fisik (tipe Airy/linear) digunakan untuk eksperimen terkendali di lingkungan laboratorium. Oleh karena itu, perbedaan dalam karakteristik gelombang yang diamati dapat cukup signifikan.

(31)

27

BAB V Kesimpulan

V.1. Kesimpulan

1. Pengolahan data yang diukur di laboratorium fisik untuk pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menggunakan Matlab dan Excel.

2. Data laboratorium fisik memiliki periode gelombang sekitar 2.08 detik dengan ketinggian sekitar 0.15 meter, dan panjang gelombang berkisar antara 5 hingga 9 meter. Sementara itu, data lapangan memiliki periode gelombang yang lebih pendek, sekitar 0.43 hingga 0.45 detik, dengan ketinggian sekitar 0.047 hingga 0.0495 meter, dan panjang gelombang sekitar 0.289 meter. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa data lapangan memiliki gelombang yang lebih kecil dan lebih singkat dibandingkan dengan data laboratorium fisik.

3. Hasil klasifikasi gelombang yang didapatkan adalah teori gelombang linier (airy) untuk data hasil filtering laboratorium fisik dan teori gelombang stokes untuk data lapangan.

V.2. Saran

1. Video hands-on yang diberikan masih kurang lengkap dalam menjelaskan pengerjaan praktikum Modul 1 ini, dan metodologi yang terdapat dalam modul tidak sepenuhnya tersaji dengan baik.

2. Terdapat beberapa perbedaan antara video hands-on dan bab metode yang sangat membingungkan dalam pengerjaan.

3. Terdapat hasil sorting yang berbeda, meskipun berasal dari kelompok data yang sama. Kemungkinan ini disebabkan oleh perbedaan langkah kerja antar praktikan.

(32)

28

DAFTAR PUSTAKA

Kurnianto, A., Sugianto, D. N., dan Purwanto. (2017): Kajian Karakteristik Gelombang di Pantai Kejawaan, Cirebon, Jurnal Oseanografi, 6(1), 79-88.

Prayogi, H., Rifai, A., dan Kunarso. (2016): Rancang Bangun Wave Flume Sederhana Menggunakan Wavemaker Tipe Piston, Jurnal Oseanografi, 5(3), 398-405.

Slunyaev, A. V. dan Kokorina, A. V. (2023): On the Probability of Down- Crossing and Up-Crossing Rogue Waves, V.I. Il'ichev Pacific Oceanological Institute, Far Eastern Branch RAS, Vladivostok, Russia, dikutip dari: https://doi.org/10.48550/arXiv.2309.06646.

Tanto, A. T. dan Hartanto, T. (2021): Sebaran Arus Geostropik dan Transport Massa Air di Perairan Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, Jurnal Geologi Kelautan, (19)2.

(33)

29

LAMPIRAN

Gambar

Gambar II.1 Upward zero-crossing (bawah) dan downward zero-crossing (atas)  (Sumber: Holthuijsen, 2007)
Gambar II.2 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier (Airy)  (Sumber: Nur Yuwono, 1982)
Gambar II.3 Batas Teori Gelombang (Sumber: Hedges, 1995)
Gambar II.5 Alat Ukur Gelombang dengan Wave Poles (Sumber: Holthuijsen,  2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah organisme yang termasuk dalam pilum echinodermata adalah bintang laut ( Asterias

Maksud dari praktikum oceanografi ini adalah agar praktikan dapat mengkaji perilaku cahaya dilautan dengan sifat optis air, mengukur suhu air laut, gelombang, pasang surut

Untuk itu dibutuhkan beberapa parameter gelombang yaitu data batimetri, tinggi gelombang laut dalam, periode gelombang, koefisien pendangkalan, koefisien refraksi, dan sudut

Gelombang mula-mula terbentuk di daerah pembangkit (generated area) selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan bergerak pada zona laut dalam dengan panjang dan periode yang

Alat teknologi ini bekerja melalui tiang logam sebagai pengukur ketinggian gelombang laut yang dimana ketika gelombang laut mengenai titik ketentuan pada tiang logam

f Menyiapkan bak ukur di titik yang ingin tinjau atau di patok g Pembacaan BA batas atas, BT Batas tengah dan BB Batas bawah serta pengukuran lainnya Jika pengukuran tidak jelas pada

Pada saat Musim Barat, tinggi gelombang laut signifikan di wilayah Pantai Pulau Merah didominasi oleh interval 1 - 1,5 meter dengan arah gerak gelombang laut dari arah barat daya.. Pada

Panduan penggunaan modul praktikum makroalga di