• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM MULTIVIBRATOR RANGKAP ASTABEL

N/A
N/A
M aldy Gustanto

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM MULTIVIBRATOR RANGKAP ASTABEL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

MULTIVIBRATOR RANGKAP ASTABEL (IC 556)

DISUSUN OLEH :

NAMA : M ALDY GUSTANTO NPM : 062230320604

MATA KULIAH : PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM ELEKTRONIKA

KELAS : 4 EC

DOSEN PENGAMPU : NIKSEN ALFARIZAL,ST.,MKom

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI D-III ELEKTRONIKA

2024

(2)

2

BAB II

MULTIVIBRATOR RANGKAP ASTABEL (IC 556) (PERCOBAAN 1)

1. TUJUAN PERCOBAAN

1. Memahami pengertian dasar Multivibrator Astabel IC 556 2. Mampu membuat rangkaian multivibrator Astabel IC 556 3. Mampu menjelaskan cara kerja rangkaian Astabel IC 556 2. TEORI DASAR

Multivibrator adalah sebuah sirkuit elektronik yang digunakan untuk bermacam-macam sistem dua keadaan seperti osilator, pewaktu, dan register. Ini bercirikan dua peranti penguat (transistor, tabung hampa, op-amp, dll) yang dikopelsilang oleh jaringan resistor dan kondensator. Bentuk umum adalah tipe takstabil yang menghasilkan gelombang persegi. Disebut multivibrator karena isyarat kekuasaannya kaya akan harmonik. Multivibrator berasal dari istilah yang digunakan oleh William Eccles dan F.W. Jordan pada tahun 1919 untuk sirkuit yang digunakan oleh William.

Multivibrator jenis ini mempunyai output dengan dua keadaan; keadaan

"tinggi" (bila tegangan output sama dengan tegangan batere, 9 volt), dan keadaan

"rendah” (bila tegangan output sama dengan 0 volt). Multivibrator astabel atau

"free running" tidak stabil dalam kedua keadaan (karena itu disebut astabel, yang berarti "tidak stabil") melainkan berubah-ubah dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain secara bergantian dan memberikan output gelombang siku. Jadi alat ini merupakan osilator gelombang siku. Disebut juga clock (jam), pulsa atau frekuensi dan banyak digunakan pada bagian-bagian komputer.

Gambar 1 Timing Diagram Output Astabel

Multivibrator Astabel tidak memiliki kondisi yang “mantap” jadi akan selalu berguling dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Disebut sebagai multivibrator astabel apabila kedua tingkat tegangan keluaran yang dihasilkan oleh rangkaian multivibrator tersebut adalah quasistable. Disebut quasistable apabila rangkaian multivibrator membentuk suatu pulsa tegangan keluaran sebelum terjadi peralihan tingkat tegangan keluaran ke tingkat lainnya tanpa satupun pemicu dari luar.

Pulsa tegangan itu terjadi selama 1 periode (T1), yang lamanya ditentukan oleh komponen-komponen penyusun rangkaian multivibrator tersebut. Rangkaian

(3)

tersebut hanya mengubah keadaan tingkat tegangan keluarannya diantara 2 keadaan, masing-masing keadaan memiliki periode yang tetap. Jika sirkuit dihubungkan (pin 2 dan 6 dihubungkan). Itu akan memicu dirinya sendiri dan bergerak bebas sebagai multivibrator, rangkaian multivibrator tersebut akan bekerja secara bebas dan tidak lagi memerlukan pemicu.

Multivibrator adalah suatu rangkaian elektronika yang pada waktu tertentu hanya mempunyai satu dari dua tingkat tegangan keluaran, kecuali selama masa transisi. Multivibrator astabel merupakan rangkaian penghasil gelombang kotak yang tidak memiliki keadaan yang mantap dan selalu berguling dari satu kondisi ke kondisi yang lain (free running).

3. KOMPONEN YANG DIPERLUKAN

 Multivibrator rangkap astabel (IC 556) 1 buah

 LED Putih 1 buah

 Resistor: 560 Ω 1 buah; 10 k3 buah; 33 k1 buah; 220 k1 buah; 1 M1 buah; 2,2 M1 buah; 1 k1 buah; 100 k1 buah

 Kapasitor elektrolit: 1F 1 buah; 4,7 F 1 buah; 0,1F 1 buah

 Kapasitor keramik 0,01 F 1 buah; 0,1 F 1 buah;

 Loudspeaker 21/2 inch, 8 

 Batere 9 volt dan klip penghubung batere.

 Papan rangkaian/ protoboard/ project board.

 Kawat berisolasi /jumper diameter 0,6 mm

4. RANGKAIAN ASTABEL

Dua hambatan luar R1 dan R2 serta kapasitor C1 diperlukan untuk memperoleh getaran (frekuensi) yang diinginkan dengan perhitungan:

f  1,4

Hz (R1  2  R2 )C1

R1 dan R2 dalam satuan ohm dan C1 dalam satuan farad. Bila R2 jauh lebih besar dari R1 seperti pada contoh ini maka :

f  1,4 2 R2 C1

 0,7 R2 C1

Sebagai contoh : bila R2 = 1 M = 1 x 106  dan C1 = 1 F = 10-6 farad

maka f

(1x10 6 ) 0,7  (1x10 6

 0,7 Hz, lebih kurang 1 gelombang siku setiap detik

𝟏 1

𝑇 = 𝑓 =

0,7 𝐻𝑧 = 1,42 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 (𝑠)

(4)

4

Gambar 2 Skema Rangkaian Percobaan 5. CARA PEMASANGAN KOMPONEN

Gambar 3 Rangkaian ilustrasi di protoboard

1. Temukan kaki 1 dari IC, dengan tanda bulatan atau takik pada salah satu ujung wadahnya. Tempatkan IC dengan teliti pada papan rangkaian dengan posisi seperti pada gambar; tekan dengan hati-hati, jangan sampai ada kaki yang bengkok.

2. Sisipkan kawat penghubung dari IC ke jalur positif dan jalur negatif, serta antara soket-soket lain pada papan rangkaian, sesuai dengan gambar rangkaian.

3. Sisipkan R1, R2, R3, C1 dan C2. Usahakan, agar pemasangan kapasitor C1 tidak keliru; biasanya dekat kutub + terdapat lekukan, sedang dekat kutub - ada gelang hitam.

4. Sisipkan LED. Jangan lupa, kaki katoda adalah yang terdapat dekat potongan rata pada alas kotaknya (atau kaki katoda c biasanya lebih pendek dari kaki anoda).

5. PERIKSALAH RANGKAIAN DENGAN TELITI.

6. Hubungkan batere dengan memperhatikan kutub-kutubnya. Kawat penghubung SI bertindak sebagai sakelar hidup/mati (on/off). Bila sakelar SI dalam keadaan on, maka, LED akan menyala kira-kira satu kali setiap detik

(5)

(menunjukkan bahwa astabel bekerja). Apabila tidak demikian, mungkin terdapat sambungan yang salah.

6. PERCOBAAN

Percobaan 1 (Berdasarkan gambar 2.2)

Percobaan 2 (Berdasarkan nilai R2 dan C1) a. Ketika R2 = 220 Kdan C1 = 1 F b. Ketika R2 = 220 Kdan C1 = 0,1 F c. Ketika R2 = 33 Kdan C1 = 0,1 F PETUNJUK PRAKTEK

1. Pengaruh R2 dan C1 terhadap frekuensi. Frekuensi akan bertambah dengan mengubah nilai R2 dan C1 sebagai berikut:

a. R2 = 220 k dan C1 = 1 F.

b. R2 = 220 k dan CI = 0,1F.

c. R2 = 33 k dan CI = 0,1 F.

Pada keadaan b dan c LED akan menyala-mati dengan cepat sehingga nampak seolah olah menyala terus.

Pada setiap mencoba nilai R2 dan C1 ini kita dapat menghubungkan loudspeaker pada output astabel (kaki 5) melalui kapasitor 1F hingga terdengar bunyi di samping terjadi efek cahaya

2. "Reset" (kaki 4) biasanya dihubungkan dengan tegangan posistif batere. Jika yang dipasang padanya lebih kecil dari 0,7 volt, astabel berhenti bekerja (hal ini diterapkan pada percobaan : "Bel dua nada").

Periksalah hal ini dengan memindahkan ujung kawat yang menghubungkan jalur positif dari kaki 4 dan masukkan pada jalur negatif. Astabel akan berhenti bekerja.

3. Tegangan pengatur (kaki 3) dihubungkan kepada kutub negatif batere melalui kapasitor 0,01 µF, seperti akan kita lihat pada percobaan 3 ("Sirene polisi"), dengan memberikan tegangan kepadanya, frekuensi output astabel dapat diubah-ubah tanpa bergantung dari R1, R2 dan C1. Proses seperti ini dinamakan

"modulasi frekuensi".

(6)

6

Hubungkan dua hambatan 10 kohm, R4 dan R5 secara seri (sebagai pembagi tegangan) antara jalur positif dan negatif, seperti yang digambarkan dengan garis titik-titik pada diagram papan rangkaian di halaman 12.

Pasanglah sepotong kawat pada sebuah soket yang dihubungkan dengan kaki 3 sewaktu astabel sedang bekerja, lalu pasangkan ujung yang satu lagi pada titik temu R4 dan R5, sehingga memberikan tegangan batere (4,5 volt) kepada kaki 3. Frekuensi astabel akan naik; peningkatannya akan tampak dari lebih kerapnya nyala LED dan lebih tingginya nada dari loudspeaker.

7. GAMBAR DAN PERHITUNGAN HASIL PERCOBAAN

Percobaan 1 (Berdasarkan gambar 2)

Gambar 4 Rangkain Percobaan 1 di Protoboard

Menggunakan R1 sebesar 10 kΩ, R2 sebesar 1 MΩ, R3 sebesar 100 Ω, dan C1 sebesar 1μF. Didapatlah hasil pada percobaan Osiloskop dan software proteus sebagai berikut :

- Perhitungan secara Teori

𝐹 =

1,4

2 ×𝑅2 ×𝑐1

=

0,7

𝑅2 ×𝐶1

=

0,7

(1×105) × (1×10−6)

=

0,7

10−1

= 0,7 𝐻𝑧 𝑇 =

1

𝐹

=

1

0,7 𝐻𝑧

= 1,42 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 (𝑠)

(7)

- Percobaan pada Osiloskop

Gambar 5 Hasil Osiloskop Percobaan 1 Dari gambar osiloskop diatas, didapatkan nilai : -

𝑇 = 1,5 × 1 𝑠 = 1,5 𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

1,5 𝑠

= 0,66 𝐻𝑧 (Mendekati Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

- Percobaan pada software Proteus

Gambar 6 Rangkain pada Proteus Percobaan 1

(8)

8

Gambar 7 Hasil Digital Osiloskop pada Proteus Percobaan 1 Dari gambar Digital Osiloskop tersebut didapatkan nilai : -

𝑇 = 1,5 × 1 𝑠 = 1,5 𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

1,5 𝑠

= 0,66 𝐻𝑧 (Mendekati Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

Percobaan A (Ketika R2 = 220 kΩ dan C1 = 1μF)

Gambar 8 Rangkain Percobaan A di Protoboard

Menggunakan R1 sebesar 10 kΩ, R2 sebesar 220 kΩ, R3 sebesar 100 Ω, dan C1 sebesar 1μF. Didapatlah hasil pada percobaan Osiloskop dan software proteus sebagai berikut :

- Perhitungan secara Teori

𝐹 =

1,4

2 ×𝑅2 ×𝐶1

= =

1,4

(1 × 104 +2 ×2,2 × 105)10−6

=

1,4

0,45

= 3, 11 𝐻𝑧 𝑇 =

1

𝐹

=

1

3,11 𝐻𝑧

= 0, 32 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 (𝑠) = 320 𝑚𝑠

(9)

- Percobaan pada Osiloskop

Gambar 9 Hasil Osiloskop Percobaan A Dari gambar osiloskop diatas, didapatkan nilai :

-

𝑇 = 3,2 × 100 𝑚𝑠 = 320 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

320 𝑚𝑠

= 3, 11 𝐻𝑧 (Sama dengan Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

- Percobaan pada software Proteus

Gambar 10 Rangkain pada Proteus Percobaan A

(10)

10

Gambar 11 Hasil Digital Osiloskop pada Proteus Percobaan A Dari gambar Digital Osiloskop tersebut didapatkan nilai : -

𝑇 = 3,2 × 100 𝑚𝑠 = 320 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

320 𝑚𝑠

= 3, 11 𝐻𝑧 (Sama dengan Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

Percobaan B (Ketika R2 = 220 kΩ dan C1 = 0,1μF)

Gambar 12 Rangkain Percobaan B di Protoboard

Menggunakan R1 sebesar 10 kΩ, R2 sebesar 220 kΩ, R3 sebesar 100 Ω, dan C1 sebesar 0,1μF. Didapatlah hasil pada percobaan Osiloskop dan software proteus sebagai berikut :

- Perhitungan secara Teori

𝐹 =

1,4

2 ×𝑅2 ×𝐶1

= =

1,4

(1 × 104 +2 ×2,2 × 105)10−7

= 31, 1 𝐻𝑧 𝑇 =

1

𝐹

=

1

31,1 𝐻𝑧

= 0, 032 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 (𝑠) = 32 𝑚𝑠

(11)

- Percobaan pada Osiloskop

Gambar 13 Hasil Osiloskop Percobaan B Dari gambar osiloskop diatas, didapatkan nilai :

-

𝑇 = 3 × 10 𝑚𝑠 = 30 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

30 𝑚𝑠

= 33, 3 𝐻𝑧 (Mendekati Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

- Percobaan pada software Proteus

Gambar 14 Rangkain pada Proteus Percobaan B

(12)

12

Gambar 15 Hasil Digital Osiloskop pada Proteus Percobaan B Dari gambar Digital Osiloskop tersebut didapatkan nilai : -

𝑇 = 3,2 × 100 𝑚𝑠 = 320 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

320 𝑚𝑠

= 3, 11 𝐻𝑧 (Sama dengan Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

Percobaan C (Ketika R2 = 33 kΩ dan C1 = 0,1μF)

Gambar 16 Rangkain Percobaan C di Protoboard

Menggunakan R1 sebesar 10 kΩ, R2 sebesar 33 kΩ, R3 sebesar 100 Ω, dan C1 sebesar 0,1μF. Didapatlah hasil pada percobaan Osiloskop dan software proteus sebagai berikut :

- Perhitungan secara Teori

𝐹 =

1,4

2 ×𝑅2 ×𝐶1

= =

1,4

(1 × 104 +2 ×3,3 × 104)10−7

= 184, 21𝐻𝑧 𝑇 =

1

𝐹

=

1

184,21 𝐻𝑧

= 0, 0054 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 (𝑠) = 5,4 𝑚𝑠

(13)

- Percobaan pada Osiloskop

Gambar 17 Hasil Osiloskop Percobaan C Dari gambar osiloskop diatas, didapatkan nilai :

-

𝑇 = 5 × 1 𝑚𝑠 = 5 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

5 𝑚𝑠

= 200 𝐻𝑧 (Mendekati Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

- Percobaan pada software Proteus

Gambar 18 Rangkain pada Proteus Percobaan C

(14)

14

Gambar 19 Hasil Digital Osiloskop pada Proteus Percobaan C Dari gambar Digital Osiloskop tersebut didapatkan nilai : -

𝑇 = 3,2 × 100 𝑚𝑠 = 320 𝑚𝑠

-

𝐹 =

1

𝑇

=

1

320 𝑚𝑠

= 3, 11 𝐻𝑧 (Sama dengan Hasil Perhitungan Teori)

-

𝑉𝑜𝑢𝑡 = 1,4 × 5 𝑉 = 7 𝑉

(15)

8. ANALISA

Pada pratikum kali ini membuat rangkain multivibrator astable menggunakan IC 556 yang dimana didalam IC tersebut memiliki 14 pin, salah satu dari 14 pin yakni pin output 5 / 9 dapat mengeluarkan logika 0 dan 1 yang dapat dilihat dari LED atau sinyal digital pada osiloskop yang berupa sinyal kotak. Hal ini dikarenakan pada pin output dari IC 556 ini merupakan oscillator yang secara bergantian berubah dari keadaan 1 ke 0 ataupun 0 ke 1.

Keadaan dari pin output ini sangat bergantung pada pin trigger yakni pin 6 / 8 yang berfungsi sebagai pemicu dari rangkain ini. Pada inputan pin trigger ini dipasang di antara R2 (resistor) dan C1 (capasitor) atau secara paralel, keduanya dipasang berfungsi sebagai pewaktu yang menentukan periode / T pada pin output rangkaian ini.

Cara kerja dari rangkain multivibrator astable IC 556 yakni, Ketika arus mulai dialirkan melalui power supply , IC mulai bekerja. Awalnya, kondensator C1 yang kosong mulai diisi muatan melalui perantaraan resistor R1 dan R2. Output IC langsung berlevel high. Ketika C1 terisi sehingga tegangan padanya telah mencapai 2/3 dari Vcc (tegangan pada C1 adalah tegangan pada pin 2 dan pin 6 juga, karena keduanya terangkai bersama), tegangan ini dideteksi oleh pin 6 sehingga terjadi reset, output pun akan jadi berlevel low. Lamanya C1 terisi muatan hingga tegangannya mencapai 2/3 Vcc itu ditentukan oleh besarnya kapasitas C1 dan resistansi R1 + R2.

Semakin besar C1 akan semakin lama waktu pengisian, begitu juga jika nilai R1 + R2 semakin besar. Di sinilah timing (waktu kemunculan) level high pada output ditentukan. Semakin kecil C1 atau semakin kecil R1 + R2 akan semakin mempercepat waktu pengisian, maka timing level high di output akan semakin pendek pula. Setelah output berlevel low, pin 1 akan segera bekerja mengosongkan muatan C1 melalui perantaraan R2. Tegangan pada C1 lalu berangsur merosot. Lamanya waktu pengosongan ini ditentukan oleh besarnya C1 dan R2. Ketika C1 mulai kosong dan tegangan padanya telah

(16)

16

merosot hingga 1/3 Vcc, tegangan ini dideteksi oleh pin 2 sehingga IC kembali tersulut, outputnya akan kembali berlevel high. Demikianlah terjadi berulang-ulang sehingga pada output terjadi kondisi 1 dan 0 berganti-ganti.

Pergantian 1 dan 0 yang berulang-ulang ini membentuk gelombang kotak pada output. Frekuensinya ditentukan oleh timing pengisian dan pengosongan C1.

Pada pratikum kali ini diberikan soal untuk melakukan 4 kali percobaan menggunakan rangkain multivibrator astable IC 556 yakni percobaan 1 (berdasarkan gambar 1.1), percobaan A (ketika R2 = 220 kΩ dan C1 = 1μF) , percobaan B (ketika R2 = 220 kΩ dan C1 = 0,1μF) dan percobaan C (ketika R2 = 33 kΩ dan C1 = 0,1μF). Berdasarkan hasil perhitungan dan pengukuran didapatkan nilai frekuensi dan periode (T) yang sama dan hampir sama pada setiap percobaan, serta dapat dikatakan jika rangkain yang diuji coba benar / dapat bekerja dengan baik. Dari hasil uji coba rangkain ini dapat dianalisa jika sebelum membuat rangkain atau rancangan pada papan protoboard harus mengecek terlebih dahulu layak atau tidak layaknya sebuah komponen yang akan digunakan pada rangkaian ini dikarenakan penggunaan komponen tersebut sangat berpengaruh pada produktivitas rangkain yang akan di uji coba, serta melakukan kalibrasi terlebih dahulu pada osiloskop sebelum digunakan sebagai alat ukur agar hasil pengukuran yang didapat sesuai atau mendekati dengan hasil perhitungan.

(17)

9. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rangkain Multivibrator Astable IC 556 adalah rangkain dengan outputnya tidak memiliki kondisi yang mantap atau selalu berganti -ganti jadi selalu berguling dari satu kondisi ke kondisi yang lain atau dari logika 1 ke 0 atau 0 ke 1,

2. Periode (T) dan frekuensi pada rangkain Multivibrator Astable IC 556 sangat bergantung pada nilai R2 dan C1,

3. Output rangkain Multivibrator Astable IC 556 hanya memiliki 2 kondisi yakni 0 dan 1,

4. Hasil pengukuran dan perhitungan saling mendekati dan sama pada setiap percobaan yang berarti rangkain yang dirancang dan komponen yang digunakan sudah benar atau dapat bekerja dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

Didalam kimia dikenal suatu larutan, dimana larutan merupakan hal yang sangat penting dan hal dasar yang harus diketahui, terutama bagi seseorang yang bekerja dibidang industri

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai pengaruh konstanta dielektrik terhadap kelarutan asam benzoat dimana asam benzoat tersebut dilarutkan ke dalam

Arduino yang digunakan pada alat ini Arduino Uno adalah board berbasis mikrokontroler pada ATmega328 yang memiliki 14 pin digital input / output (dimana 6 pin

Pada alat ini buzzer juga difungsikan sebagai output, dimana ketika buzzer mendapatkan input dari pin 21 yaitu Port D7 pada IC ATMega 8535, yang memberikan

matriksnya saja. Perbedaan hasil operasi pada kedua gambar di atas terletak pada output yang dihasilkan. Dimana pada gambar yang atas, output dihasilkan dengan bilangan desimal

TP 5 : merupakan keluaran sinyal proses modulasi PPM yang melewati pin 3 IC 2 dimana sinyal berbentuk gelombang kotak dan memiliki lebar pulsa yang berbeda  –   beda

Pada percobaan ini kami menggunakan pin 13 pada arduino sebagai output dari rangkaian dan kaki negatifnya terhubung dengan salah satu kaki resistor.. Pada percobaan ini kami menggunakan

Assignment ini memastikan bahwa port input dari kode VHDL Anda akan menggunakan pin pada FPGA Cyclone II yang terhubung ke switch SW, dan port output dari kode VHDL Anda akan