• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan resmiprakarya kimia - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "laporan resmiprakarya kimia - Spada UNS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMIPRAKARYA KIMIA

“Pembuatan Jamu Instan”

Disusun Oleh :

1. Lukman Huda W (K3315033) 2. Ari Kusumawardani (K3317011) 3. Fitri Nufikasari (K3317031) 4. Primadhita Puspa W (K3317057)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2020

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, maka buku yang berjudul “Lapora Resmi Prakarya Kimia Pembuatan Jamu Instan” ini dapat tersusun. Buku ini berisi tentang pengetahuan sirup dan cara pembuatannya, yang tentunya masakan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas untuk memenuhi kebutuhan asupan makanan yang bergizi dalam kehidupan sehari-harinya.

Harapan pemulis, semoga buku ini dapat membantu dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret dan masyarakat umum dalam bidang pembuatan jamu instan, sehingga jika sudah lulus kelak para mahasiswa dapat membuat masakan bercita rasa tinggi sebagai bekal untuk mencari pekerjaan atau jika mungkin dapat membuka usaha kuliner sendiri dan sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Begitu juga bagi masyarakat umum yang putus sekolah, dengan mempelajari buku ini diharapkan juga dapat menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan buku ini sangat penulis harapkan. Akhirul kata sedikit sumbangsih penulis dalam buku ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi semua pembaca yang budiman.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I. PENDAHULUAN... 4

BAB II. BAHAN DAN PERALATAN... 8

A. Kebutuhan Bahan ... 9

B. Kebutuhan Alat ... 9

BAB III. CARA MEMBUAT JAMU ... 10

BAB IV. ANALISIS USAHA JAMU... 12

A. Pemasukan... 12

B. Pembelian Peralatan... 12

C. Pengeluaran... 12

D. Keuntungan... 13

E. Gambar label ... 13

DAFTAR PUSTAKA... 14

LAMPIRAN... 15

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Jamu telah menjadi baagian dari keudayaan dan kebudayaan Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa penggunaan jamu masyarakat Indonesia lebih dari 50%. Jamu mrupakan bagian dari pengobatan tradisional yang telah berkembang luas di banyak negara tak terkecuali Indonesia. Indonesia yang memiliki kekayaan rempah-rempah sangat mendukung berkembangnya budaya jamu di Indonesia. Jamu merupakan warisan leluhur yang telah dimanfaatkan secara turun temurun untuk pengobatan maupun untuk menjaga kesehatan. Riset menunjukkan 49,53% penduduk Indonesia mengonsumsi jamu baik untuk pengobbatan maupun menjaga kesehatan. Penduduk yang mengonsumsi jamu sebanyak 95,6% menyatakan merasakan manfaat mengonsumsi jamu. Hasil Riskesda 2010 menyatakan bahwa dar masyarakat yang mengonsumsi jamu, 55,3% mengonsumsi dalam bentuk cairan, sedangan sisanya dalam bentuk serbuk, rajangan, dan pil/kapsul/tablet (Badan Litbang Kesehatan, 2010)

Keberadaan jamu tidak dapat dilepaskan dari sejarah peradaban Indonesia. Hal ini dapat diketahui sebelum abad ke 18 dengan ditemukannya fosil ditanah Jawa berupa lumpang, alu, dan pipisan yang terbuat dari batu yang menunjukkan bahwa penggunaan ramuan untuk kesehatan telah dimulai dari zaman mesoneolitikum. Penggunaan ramuan untuk pengoatan juga tercantum dalam prasasti sejak abad ke 5 M, antara lain pada relief Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Penataran pada abad ke 8-9 M. Usada Bali merupakan uraian penggunaan jamu yang dituliskan dalam bahasa Jawa Kuno, Sansekerta dan Bahasa Bali di daun lontar pada tahun 991-1016 M. Istilah djamoe dimulai sejak abad ke 15-16 M yang termuat dalam primbon di Kartasuro. Uraian lengkap jamu terdapat dalam Serat Centini yang ditulis oleh Kanjeng Gusti Adipati Anom Mangkunegoro III 1810-1823.

Pa;da tahun 1850 , Atmasupana II menulis sekitar 1734 ramuan jamu. Djamoe merupakan singkatan dari djampi yang berarti doa atau obat dan oesodo (husada) yang berarti kesehatan.

Dengan kata lain djamoe berarti doa atau obat untuk meningkatkan kesehatan (Pringgoutomo, 2007; Tilaar, 2010).

Pemanfaatan jamu di berbagai daerah dan/atau suku bangsa di Indonesia, selain Jawa, belum tercatat dengan baik. Menurut Pols (2010) sejak zaman penjajahan Belanda pada awal abad ke-17, para dokter berkebangsaan Belanda, Inggris ataupun Jerman tertarik mempelajari jamu sampai beberapa di antaranya menuliskannya ke dalam buku, misalnya “Practical Observations on a Number of Javanese Medications” oleh dr. Carl Waitz pada tahun 1829.

Isi buku antara lain menjelaskan bahwa obat yang lazim digunakan di Eropa dapat digantikan oleh herbal/tanaman (jamu) Indonesia, misalnya rebusan sirih (Piper bettle) untuk batuk, rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum) untuk demam persisten, sedangkan daunnya digunakan untuk gangguan pencernaan. The Weltevreden Military Hospital pada tahun 1850, seorang ahli kesehatan Geerlof Wassink membuat kebun tanaman obat dan menginstruksikan kepada para dokter agar menggunakan herbal untuk pengobatan. Hasil pengobatan tersebut dipublikasikan di Medical Journal of the Dutch East Indies. Seorang ahli farmasi, Willem

(5)

Gerbrand Boorsma yang saat itu bertugas sebagai direktur “Kebun Raya Bogor” pada tahun 1892 berhasil mengisolasi bahan aktif tanaman dan membuktikan efeknya secara farmakologis yaitu morfin, kinin dan koka. Pada abad ke-19 diterbitkan buku tentang pemanfaatan jamu di Indonesia oleh dr. Cornelis L. van der Burg yaitu Materia Indica.

Penemuan teori baru tentang bakteri oleh Pasteur dan ditemukannya sinar X pemanfaatan jamu menurun drastis pada awal tahun 1900. Pada akhir tahun 1930, dr. Abdul Rasyid dan dr.

Seno Sastroamijoyo menganjurkan penggunaan jamu sebagai upaya preventif untuk menggantikan obat yang sangat mahal. Pada tahun 1939, IDI mengadakan konferensi dan mengundang dua orang pengobat tradisional untuk mempraktikkan pengobatan tradisional di depan anggota IDI. Mereka tertarik untuk mempelajari seni pengobatan tradisional Indonesia dan pada tahun yang sama, di Solo diadakan konferensi I tentang jamu yang dihadiri juga oleh para dokter (Webster 2008).

Penggunaan jamu meningkat tajam saat penjajahan Jepang. Pada kurun waktu tersebut, terdapat tiga pabrik jamu besar yaitu PT Jamoe Iboe Jaya (1910), PT Nyonya Meneer (1919) dan PT Sido Muncul (1940). Pada tahun 1966, diadakan konferensi II tentang jamu, juga di Solo untuk mengangkat kembali penggunaan jamu setelah hampir 20 tahun terlupakan terutama akibat perang dunia II yang berdampak pada sosial-ekonomi masyarakat Indonesia terutama di Jawa (Webster 2008). Sejak saat itu, banyak pabrik jamu bermunculan terutama di Jawa Tengah. Banyaknya pendirian industri jamu, pemerintah melindungi konsumen dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.

246/MENKES/PER/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisonal. Guna menjamin peningkatan penggunaan dan pengawasan terhadap obat tradisional, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

584/MENKES/SK/VI/1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T).

Pada abad ke-21, para pakar jamu baik peneliti di institusi pendidikan, lembaga pemerintah maupun industri jamu terus berjuang agar jamu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Berbagai seminar tentang jamu dan/atau obat tradisional Indonesia mulai meningkat.

Masing-masing kementerian berlomba-lomba menyusun peta jalan (road map) tentang jamu/obat tradisional Indonesia. Siapa sebenarnya yang menjadi koordinator penyusunan peta jalan tersebut juga tidak jelas, sampai akhirnya disepakati akan dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Ekonomi dan Industri yang akan menyiapkan peristiwa nasional Hari Kebangkitan Jamu dan Jamu dijadikan brand Indonesia pada tahun 2007. Selanjutnya, dikeluarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan No.1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan (Purwaningsih 2013).

Pada tanggal 27 Mei 2008, Hari Kebangkitan Jamu Indonesia diresmikan Presiden Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudoyono, di Istana Merdeka sekaligus meresmikan jamu sebagai brand Indonesia. Jamu seakan mewarnai kembali kebijakan pemerintah setelah pencanangan tersebut yaitu dalam bentuk Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pada pasal 48 ayat 1 disebutkan bahwa dari 17 upaya kesehatan tercantum upaya

(6)

pelayanan kesehatan tradisional yaitu pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Pada saat bersamaan, kementerian kesehatan menyusun Standar Pelayanan Medik Herbal yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 121/MENKES/SK/II/2008 diikuti dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi pertama (Andriati, dkk, 2016).

Dalam hal ini, jamu yang diaksud adalah ramuan dari bahan racikan jamu yang berasal dari tanaman obat (tumbuhan herbal) (Mulyani, dkk, 2017). Pada kesempatan kali ini membahas mengenai bagaimana cara membuat jamu dari jahe putih.

Morfologi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), satu famili dangan Temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit, (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan lain-lain. Jahe merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Sistematika Tanaman Rimpang Jahe :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Musales

Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Officinale

Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2000). Jahe tumbuh merumpun, berupa tanaman tahunan berbatang semu. Tanaman tumbuh tegak setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun.

Panjang daunnya 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap hidup dalam tanah. Rimpang tersebut akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman baru setelah terkena hujan. Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak pipih, membentuk akar serabut. Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan semakin membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang baru. Di dalam sel- sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan oleoresin khas jahe.

Rimpang yang akan digunakan untuk bibit harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Ciri- ciri rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas. Rimpang yang terpilih untuk

(7)

dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25 -60 g untuk jahe putih besar, 20 - 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah. Kebutuhan bibit per ha untuk jahe merah dan jahe emprit 1-1,5 ton, sedangkan jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan bibit 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha untuk jahe putih besar yang dipanen muda (Rostiana dkk., 2005). Menurut Harmono dan Andoko, jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :

1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak, rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

2. Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit, ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3. Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

Berkaitan dengan unsur kimia yang dikandungnya, jahe dapat dimanfaatkan dalam berbagai macam industri, antara lain sebagai berikut: industri minuman (sirup jahe, instan jahe), industri kosmetik (parfum), industri makanan (permen jahe, awetan jahe, enting-enting jahe), industri obat tradisional atau jamu, industri bumbu dapur.

(8)

BAB II

BAHAN DAN PERALATAN

Setiap kali kita hendak membuat atau memproduksi sesuatu pasti diawali dengan langkah-langkah persiapan, terutama menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan.

Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk membuat jamu instan adalah sebagai berikut (Ariani dkk, 2020).

A. Kebutuhan Bahan 1. Air

Sebagai pelarut bahan 2. Jahe putih

Sebagai bahan baku utama jamu instan 3. Gula pasir

Sebagai pemanis 4. Daun pandan

Untuk memberikan aroma harum 5. Daun sereh

Untuk memberikan aroma B. Kebutuhan Alat

1. Timbangan : untuk menimbang bahan 2. Pisau stainless steel : untuk memotong 3. Parut : untuk menghaluskan bahan 4. Gelas ukur : uuntuk menakar air 5. Saringan : untuk menyaring bahan 6. Baskom : sebagai wadah

7. Pengaduk : untuk mengaduk

8. Wajan stainless steel : untuk memanaskan 9. Kompor: untuk memanaskan

10. Kertas koran

11. Ulegan : untuk menghaluskan bahan 12. Plastik/toples : sebagai wadah jamu

(9)

BAB III

CARA MEMBUAT JAMU INSTAN

Setelah mempersiapkan bahan dan peralatan secukupnya, langkah selanjutnya adalah membuat jamu instan. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan dan peemarutan

Mengupas jahe putih kemudian diparut 2. Penyaringan dan penambahan bahan

Hasil parutan dicampur dengan 1 L air hangat kemudian disaring untuk diambil filtrat/sarinya kemudian taruh di wajan stainless steel dan ditambahkan gula pasir 1 kg, 2 lembar daun pandan, 2 batang sereh

3. Pemanasan

Memanaskan dengan api kecil hingga air menguap semua, ambil daun pandan dan daun sereh, kemudian setelah mengental angkat dari api

4. Penghalusan

Aduk dengan kuat, setelah agak mengeras haluskan dengan ulegan hingga membentuk kristal halus

5. Pengayakan

Dengan dilapisi dengan kertas koran, saring/ayaklah kristal jamu agar diperoleh kristal yang seragam

6. Pengemasan dan pelabelan

Masukkan ke dalam plastik atau toples untuk dikemas dan diberi label, kemudian dipasarkan

Bagan kerja

Mengupas jahe putih kemudian diparut

Hasil parutan dicampur 1 L air hangat, disaring untuk diambil filtrat/sarinya, taruh di wajan stainless steel dan

ditambahkan gula pasir 1 kg, 2 lembar daun pandan, 2 batang sereh

(10)

Memanaskan dengan api kecil hingga air menguap semua, ambil daun pandan dan daun sereh, setelah mengental

angkat dari api

Aduk dengan kuat, setelah agak mengeras haluskan dengan ulegan hingga membentuk kristal halus

Saring/ayaklahkristal jamu dengan dilapisi koran, agar diperoleh kristal yang seragam

Pngemasan dan pelabelan

(11)

BAB IV

ANALISIS USAHA JAMU INSTAN

Setiap usaha memerlukan persiapan dan perencanaan kegiatan yang matang, terutama segi pemasaran. Rencana usaha pembuatan sirup dapat kita ambil contoh sebagai berikut.

1. Nama produk : nyonya menir 2. Jumlah produksi 100 pack jamu 3. Harga jamu Rp. 25.000 Per pack 4. Periode produksi 1 bulan = 25 hari kerja

Dengan demikian biaya produksi dan keuntungan dalam satu bulan dapat dihitung sebagai berikut.

A. Pemasukan

Hasil penjualan per bulan

25 x 100 x Rp. 12.000,00 = Rp. 30.000.000,00

B. Pengeluaran

1. Kompor Rp. 25.000,00

2. Baskom Rp. 20.000,00

3. Panci Rp. 30.000,00

4. Pengaduk Rp. 3.000,00

5. Parut Rp. 3.000,00

6. Toples plastik Rp. 7.000,00

7. Wajan Rp. 12.000,00

8. Saringan Rp. 3.000,00

9. Ulegan Rp. 7.000,00

+

Jumlah Rp.110.000,00

Catatan:

(12)

Diperkirakan umur teknis peralatan dua tahun, sehingga nilai penyusutan tiap bulan adalah Rp. 110.000,00 : 24 = Rp. 5.000,00

C. Pengeluaran

1. Penyusutan Alat Rp. 5.000,00

2. Gula Pasir

25 x 12 kg x Rp. 12.000 (per kg) Rp. 3.600.000,00 3. Daun pandan

25 x 100 x Rp. 500 (per kg) Rp. 1.250.000,00

4. Daun sereh

25 x 100 x Rp. 500 (per kg) Rp. 1.250.000,00

5. Jahe putih

25 x 20 kg x Rp. 6.000 (per kg) Rp. 3.000.000,00 6. Botol kaca

25 x 100 pcs x Rp 5.000 Rp. 12.500.000,00

7. Stiker/label

25 x 100 x Rp 500,00 Rp. 1.250.000,00

+

Jumlah Rp. 22.853.000,00

D. Keuntungan

1. Pemasukan Rp. 30.000.000,00

2. Pengeluaran Rp. 22.583.000,00

-

3. Keuntungan tiap bulan Rp.7.147.000,00

(13)

E. Gambar label

F. Gambar produk

(14)

DAFTAR PUSTAKA

(15)

Ariani, S., dkk. 2020. Modul Praktikum Prakarya Kimia. Surakarta: Lab Kimia FKIP UNS.

Andriati., Teguh, Wahyudi. 2016. Tingkat Penerimaan Penggunaan Jamu Sebagai Alternatif Penggunaan Obat Modern Pada Masyarakat Ekonomi Rendah-Menengah dan Atas.

Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol. 29(3): 133-145.

Badan Litbang Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta:

Badan Litbang Kesehatan.

Pringgoutomo S. 2007. Buku Ajar Kursus Herbal Dasar Untuk Dokter : Riwayat Perkembangan Pengobatan Dengan Tanaman Obat Di Dunia Timur Dan Barat.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Tilaar M. 2010. The Green Science of Jamu. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Webster A. 2008. Herbal. Dalam www.indonesianembassy.ir/english/images/ Indonesian

%20Herbal. pdf.

Purwaningsih EH. 2013. Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia: Pasang Surut Pemanfaatannya di Indonesia. Dalam http://journal.ui.ac.id/index.php /eJKI/article/viewFile/2065/1573.

Mulyani, H., Sri, Harti., Venny, Indria.. 2017. Pengobatan Tradisional Jawa Dalam Manuskrip Serat Peimbon Jampi Jawi. Jurnal Litera vol. 6 (1): 139-152.

(16)

Lampiran 1. Laporan sementara

RANCANGAN KERJA

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA Kelompok 1

1. Lukman Huda W (K3315033) 2. Ari Kusumawardani (K3317011) 3. Fitri Nufikasari (K3317031) 4. Primadhita Puspa W (K3317057) I. Judul

Pembuatan Jamu Instan II. Tujuan

 Mengetahui prosedur kerja pembuatan Jamu Instan

 Menambah ilmu pengetahuan tentang pengelolahan Jamu Instan III. Dasar teori

Dalam hal ini, jamu yang diaksud adalah ramuan dari bahan racikan jamu yang berasal dari tanaman obat (tumbuhan herbal) (Mulyani, dkk, 2017). Pada kesempatan kali ini membahas mengenai bagaimana cara membuat jamu dari jahe putih.

Morfologi Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), satu famili dangan Temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit, (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan lain-lain. Jahe merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina.

IV. Bahan : jahe putih, air, gula pasir, daun pandan, daun sereh

Alat : wajan stainless steel, pengaduk, pisau stainless steel, timbangan, parut, gelas ukur, saringan, baskom, kompor, kertas koran, ulegan, plastik/toples.

V. Cara kerja

7. Mengupas jahe putih kemudian diparut

8. Hasil parutan dicampur dengan 1 L air hangat kemudian disaring untuk diambil filtrat/sarinya kemudian taruh di wajan stainless steel

9. Menambahkan gula pasir 1 kg, 2 lembar daun pandan, 2 batang sereh

(17)

10. Memanaskan dengan api kecil hingga air menguap semua, ambil daun pandan dan daun sereh, kemudian setelah mengental angkatdari api

11. Aduk dengan kuat, setelah agak mengeras haluskan dengan ulegan hingga membentuk kristal halus

12. Dengan dilapisi dengan kertas koran, saringlah kristal jamu agar diperoleh kristal yang seragam

13. Masukkan ke dalam plastik atau toples untuk dikemas kemudian dipasarkan

(18)

Lampiran gambar label dan produk

(19)
(20)

Referensi

Dokumen terkait

dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “ Optimalisasi Sifat Fungsional Minyak Atsiri Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) pada Brownies

Kandungan minyak atsiri temu hitam lebih sedikit dibandingkan dengan temulawak, temu putih, temu kunci dan jahe sehingga ti- dak ada pengaruh terhadap kadar

Semakin tinggi temperatur, semakin besar rasio F:S, dan semakin kecil ukuran bubuk jahe kering, akan menghasilkan oleoresin dengan rendemen dan kadar minyak atsiri

Kandungan minyak atsiri temu hitam lebih sedikit dibandingkan dengan temulawak, temu putih, temu kunci dan jahe sehingga ti- dak ada pengaruh terhadap kadar

Minyak atsiri di Indonesia memiliki nilai putar optik positif, hal tersebut disebabkan minyak jahe yang dihasilkan dari proses distilasi memiliki kandungan zingiberene yang

Pada tunas medium yang diberi minyak atsiri jahe merah terlihat lebih unggul pertambahan tinggi tunas planlet dibandingkan dengan pemberian minyak atsiri cengkeh

Berdasarkan Gambar 2, menunjukan bahwa, kandungan minyak atsiri pada sampel rimpang jahe merah dengan perlakuan pemberian pupuk urine kelinci dan air kelapa serta

Membuat sirup yaitu dengan melarutkan ¼kg gula ke dalam 300 mL air dan menambahkan asam sitrat 2 sdm Gula: butiran berwarna putih Asam sitrat: bubuk berwarna putih Larutan sirup gula: