LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK VERY LOW FREQUENCY (VLF)
Oleh :
MUHAMMAD MAXRIVAN PRATAMA MONOARFA 115.200.40
KELOMPOK 7
LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK
VERY LOW FREQUENCY (VLF)
Laporan ini disusun sebagai syarat mengikuti acara Praktikum Elektromagnetik selanjutnya, tahun ajaran 2022/2023, Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
(Ayu Rahmadhini)
LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA 2022
Disusun oleh :
MAXRIVAN 115.200.040 KELOMPOK 7
Yogyakarta, 15 September 2022 Disahkan Oleh:
Asisten Elektromagnetik
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkah, rahmat dan karunianya, semangat Saya selalu terjaga untuk dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktikum Elektromagnetik 2022 mengenai “VERY LOW FREQUENCY (VLF
)
” sesuai dengan kaidah penyusunan laporan yang baik dan sesuai apa yang Saya harapkan untuk bisa menjadi laporan yang utuh. Tidak lupa saya mengucapan terimakasih kepada dan asisten praktikum Elektromagnetik yang telah membimbing, mengarahkan, dan membentuk karakter sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan pembelajaran. Selain itu juga kepada teman-teman yang telah membantu dan memberi semangat dalam menyelesaikan laporan praktikum iniSaya berharap dalam Laporan Praktikum Elektromagnetik ini, bisa menjadi laporan yang sesuai dengan apa yang saya dapatkan selama pembelajaran serta dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, semoga laporan ini bisa menjadi bacaan yang baik dapat menjadi literatur pembelajaran. Selain itu, Saya tak lupa meminta maaf jika dalam penyusunan laporan ini masih terdapat beberapa kesalahan baik dari kata, kalimat, atau penjelasan yang kurang sesuai. Untuk itu, Saya berharap para pembaca dapat memberi kritik dan saran untuk dapat memperbaiki kesalahan dan sebagai motivasi dalam penyusunan laporan lain untuk kedepannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, 9 September 2022
Muhammad Maxrivan Pratama Monarfa
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional ... 3
2.2 Geologi Lokal ... 6
2.3 Penelitian Terdahulu ... 8
BAB III. DASAR TEORI 3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF ... 9
3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik ... 9
3.3. Segitiga Fase ... 10
3.4. Polarisasi Elipt ... 11
3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE) ... 12
3.6 Moving Average... 13
3.7 Karous Filter ... 13
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Diagram Alir Pengolahan Data ... 15
4.2 Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data ... 16
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 7 ... 17
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 7 ... 18
5.3. Grafik Analisis Lintasan 7 ... 19
5.3.1. Grafik Tilt Vs Elipt Australia Lintasasan 7 ... 19
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Australia Lintasan 7 ... 20
5.3.3. Grafik Tilt Vs Elipt Jepang Lintasan 7 ... 21
5.3.4. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Jepang Lintasan 7 ... 22
5.4. Pembahasan Penampang ... 23
5.4.1. Penampang RAE Software KHFILT ... 27
5.4.1.1 Penampang RAE Software KHFILT Australia dan Penampang MA RAE Software KHFILT Australia Lintasan 7 ... 27
5.4.1.2 Penampang RAE Software KHFILT Jepang dan Penampang MA RAE Software KHFILT Jepang Lintasan 7 ... 27
5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual ... 31
5.4.2.1 Penampang RAE Perhitungan Manual Australia dan Penampang MA RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 7 ... 31
5.4.2.2 Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang dan Penampang MA RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 7 ... 31
5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman ... 23
5.5.1. Peta Per-Slice Kedalaman Australia ... 19
5.5.2. Peta Per-Slice Kedalaman Jepang ... 19
BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 35
6.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
LAMPIRAN A. GRAFIK KHFILT AUSTRALIA SEMUA LINTASAN LAMPIRAN B. GRAFIK KHFILT JEPANG SEMUA LINTASAN LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR PENILAIAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari
vanBemmelen, 1949). ... 11
Gambar 2. 2 Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan (Wartono dan Surono (1994) ... 12
Gambar 3. 1 Perambatan Medan Elektromagnetik (Wibowo dan Indriarti 2017) ... 19
Gambar 3. 2 Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer (P) 20 Gambar 3. 3 Parameter Polarisasi Elips ... 22
Gambar 4. 1 Diglir Pengolahan Data ... 25
Gambar 5. 1 Grafik Tilt vs Elipt Australia Lintasan 7 ... 28
Gambar 5. 2 Grafik Ma Tilt vs Elipt Australia Lintasan 7 ... 29
Gambar 5. 3 Grafik Tilt vs Elipt Jepang Lintasan 7 ... 30
Gambar 5. 4 Grafik Ma Tilt vs Elipt Jepang Lintasan 7 ... 31
Gambar 5. 5 MA RAE Software KHFILT Australia Lintasan 7 ... 32
Gambar 5. 6 RAE Software KHFILT Jepang Lintasan 7 ... 33
Gambar 5. 7 MA RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 7 ... 34
Gambar 5. 8 MA RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 7 ... 35
Gambar 5. 9.Peta Per-Slice Kedalaman Australia ... 36
Gambar 5. 10 Peta Per-Slice Kedalaman Jepang ... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 Tabel perhitungan Australia Lintasan 7 ... 27 Tabel 5. 2 Tabel perhitungan Jepang Lintasan 7 ... 27
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama
VLF = Very Low Frequency MA : Moving Average VLF : Very Low Frequency EM : Elektromagnetik RAE : Rapat Arus Ekivalen
Lambang
: konduktivitas
: permitivitas dielektrik (F/m)
: permeabilitas magnetik (H/m)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesar merupakan rekahan yang mengalami geseran-geseran yang jelas.
Pergeseran tersebut berkisar dari beberapa milimeter sampai ratusan meter sedangkan panjangnya mulai dari beberapa desimeter sampai hingga ribuan meter.
Sesar dapat terjadi pada segala macam batuan dengan tipe yang beragam. Sesar pada struktur batuan dapat mengakibatkan perubahan maupun perkembangan topografi, mengubah aliran air dibawah dan diatas permukaan serta merusak stratigrafi batuan dan sebagainya. Sesar merupakan penyebab terjadinya gempabumi (Muflihah, 2014). Untuk mengidentifikasi adanya sesar bisa menggunakan metode geofisika salah satunya yaitu metode elektromagnetik.
Metode elektromagnetik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagentik yang dipancarkan kebawah permukaan bumi. Sumber gelombang elektromagnetik bisa berasal dari alam (natural source) ataupun sumber buatan (artificial source). Pada metode elektromagnetik parameter yang diukur merupakan respon terhadap radiasi elektromagentik yang diterima oleh sensor atau receiver. Perubahan komponen-komponen medan magnet akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah permukaan. Salah satu metode elektromagnetik yaitu Very Low Frequency (VLF).(Wibowo.2017)
Metode Very Low Frequency (VLF-EM) salah satu metode elektromagnetik yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik primer dari pemancar komunikasi radio dan navigasi kapal selam dan metode ini termasuk ke dalam metode aktif.
Receiver akan menangkap gelombang sekunder yang dipantulkan dari medium di bawah permukaan. Metode VLF menggunakan frekuensi yang rendah yaitu 10-30 kHz sehingga mendapatkan hasil penetrasi yang cukup dalam.
Penelitian ini dilakukan di daerah Bantul dengan target penelitian yaitu struktur sesar dengan menggunakan metode Very Low Frequency (VLF).
1.2. Maksud Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memahami dasar-dasar metode Very Low Frequency (VLF) dan langkah-langkah pengolahan serta interpretasi dari hasil pengolahan data Very Low Frequency (VLF).
Tujuan dari penelitian adalah untuk membuat grafik tilt vs elipt Australia dan Jepang, grafik MA tilt vs MA elipt Australia dan Jepang, dan penampang RAE software KHLIFT Australia dan Jepang serta penampang RAE software KHLIFT Australia dan Jepang menggunakan data lintasan 7 yang kemudian diinterpretasi untuk mengetahui keberadaan target penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional
Fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.8). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.
Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40–150 dan beda tinggi 125 –264 m.
Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian baratdan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur.
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K.Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga sub-zona, yaitu Sub-zona Baturagung, Sub-zona Wonosari dan Sub-zona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto
Gambar 2. 1 Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari vanBemmelen, 1949).
dan Hartono, 2001). Sub-zona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri- Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m).
2.1.2. Stratigrafi
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis –Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari –Pacitan).
Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sartono (1964), dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan perubahan (1994).
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono (1994) adalah sebagai berikut :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batu gamping. Jadi umur FormasiWungkal-Gamping ini
Gambar 2. 2 Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan (Wartono dan Surono (1994)
adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal. Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 –50 cm. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.
5. Formasi Sambipitu Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang- seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan
laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).
6. Formasi Oyo Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari- Punung.
Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).
8. Formasi Kepek Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).
9. Endapan Permukaan Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini.
Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal.
Surono dkk. (1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa).
2.2. Geologi Lokal
Geologi lokal pada daerah penelitian yang terletak di Bukit Mengger, Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat pada formasi semilir zona pegunungan selatan dengan litologi penciri batupasir tufan dan batulapili.
Berdasarkan stratigrafi, daerah penelitian terletak pada satuan batuan breksi dengan sisipan batupasir tufan dan satuan endapan aluvial. Pada satuan batuan breksi sisipan batupasir tufan, penamaan satuan batuan ini berdasarkan atas dominasi batuan breksi sebagai penyusun utama serta batupasir yang hadir sebagai sisipan. Satuan batuan breksi sisipan batupasir tufan pada umumnya tersingkap dalam kondisi segar sampai lapuk, memperlihatkan perlapisan dibeberapa tempat pada sisipan batupasir.
Satuan batuan breksi sisipan batupasir tufan pada umumnya tersingkap dalam kondisi segar sampai lapuk, memperlihatkan perlapisan dibeberapa tempat pada sisipan batupasir. Breksi dengan fragmen batuan beku berupa andesit berwarna abu–abu, ukuran fragmen 1 cm – 60 cm, bentuk menyudut, terpilah buruk, kemas terbuka, masa dasar berwana abu-abu, ukuran butir pasir halus-pasir sangat kasar, bentuk butiragak menyudut-menyudut, terpilah buruk, kompak, sementasi silika, komposisi mineral feldspar, kuarsa dan gelas. Batupasir tufan berwarna coklat, ukuran butir pasir halus–pasir kasar, bentuk butir membundar tanggung-menyudut tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk, sementasi silika komposisi mineral feldspar, kuarsa dan gelas. Hubungan stratigrafi satuan breksi sisipan pasir tufan dengan satuan yang ada di bawahnya tidak diketahui, karena satuan yang lebih tua tidak tersingkap di daerah penelitian.
Selain terdapat satuan batuan breksi dengan sisipan batupasir tufan, terdapat satuan endapan aluvial yang ditemukan pada daerah penelitian. Penamaan satuan endapan aluvial didasarkan atas material aluvial sungai sebagai penyusunnya.
Penetuan umur satuan endapan aluvial hanya berdasarkan pengamatan yang terdapat di lapangan. bahwa proses erosi, transportasi dan sedimentasi pada satuan ini masih terus berlangsung.
2.2.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi daerah penelitian yang terdapat pada Bukit Mengger, Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta secara genetik berdasarkan pada konsep yang dalam buku Principal of Geomorphology yang meliputi aspek struktur, proses dan juga tahapan, terdapat 2 (dua) jenis satuan geomorfologi, yaitu:
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan 2. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
2.2.1.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan
Pada satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan di daerah penelitian ini, secara genetik satuan ini dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan dan patahan.
Satuan ini dicirikan oleh perbukitan memanjang barat – timur, ditempati oleh satuan batuan breksi sisipan batupasir tufan dengan arah jurus relatif barat–timur dan terpatahkan yang memperlihatkan bentuk bentangalam cuesta, yaitu sayap lipatan yang membentuk perbukitan memanjang dengan kemiringan lapisan batuan yang landai, secara morfometri satuan geomorfologi ini berada pada ketinggian 50 – 330 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lereng 15°-45°. Proses–proses geomorfologi yang teramati pada satuan ini berupa pelapukan batuan berupa tanah dengan ketebalan berkisar antara 25 cm – 3 m. Proses erosi yang teramati dan sedang terjadi berupa erosi alur (rill erosion) dan erosi saluran (gully erosion).
2.2.1.2 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Secara genetik satuan geomorfologi dataran aluvial dibentuk oleh hasil pengendapan sungai dengan bentangalam berupa dataran. Satuan ini memiliki relief datar dengan persentase kemiringan dari 0°-5°, dengan kisaran ketinggian 5-50 mdpl. Proses-proses geomorfologi yang teramati pada satuan ini adalah sedimentasi membentuk morfologi pedataran. Jentera geomorfik pada satuan ini termasuk kedalam stadia muda, hal ini dicirikan oleh adanya proses sedimentasi yang masih berlangsung sampai saat ini. Pola Aliran Denritik dimana pola aliran sungai ini memperlihatkan seperti ranting pohon, dan umumnya dikontrol oleh batuan yang homogen.
2.3. Penelitian Terdahulu
Judul : Penerapan Metode Very Low Frequency Electromagnet (Vlf-Em) Untuk Menafsirkan Bidang Longsoran, Studi Kasus Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur
Penulis : Totok Wijayanto, Bagus Jaya Santosa , Dwa Desa Warnana , Arya Dwi Candra Tahun : 2015
Kelongsoran sering terjadi pada tanah yang memiliki topografi curam. Salah satunya adalah yang terjadi di Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada areal seluas satu hektar dijumpai penurunan permukaan tanah (longsor).
Daerah longsoran ini diteliti dengan menggunakan salah satu metoda Geofisika, yaitu Very Low Frequency-Electromagnetic (VLF-EM). Data lapangan yang didapatkan dari hasil pengukuran metode VLF-EM biasanya tercampur dengan noise dan outlier. Pada penelitian ini digunakan filter NA-MEMD untuk menghilangkan noise dan outlier. Digunakan Filter Karous-Hjelt untuk menganalisa data secara kualitatif. Sedangkan analisa secara kuantitatif diperoleh dengan melakukan pemodelan inversi menggunakan INV2DVLF. Hasil analisis VLF-EM dengan menggunakan filter NA-MEMD mampu mereduksi noise dan outlier dari data pengukuran. Sedangkan hasil inversi 2D menunjukkan bahwa terdapat zona anomali yang menunjukkan zona lemah atau rawan longsor di area penelitian.
BAB III DASAR TEORI
3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF
Metode Very Low Frequency (VLF-EM) merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika. Metode ini menggunakan prinsip induksi gelombang elektromagnetik akibat adanya suatu benda yang konduktif di bawah permukaan bumi. Dalam penelitian ini dibahas fenomena efek induksi elektromagnetik akibat adanya batuan yang mempunyai nilai konduktivitas yang cukup tinggi.
Metode VLF mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency).
Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut.
Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.
Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.
3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik
Penjalaran gelombang pada medan elektromagnetik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu horisontal dipol dan vertical dipol, dimana yang membedakan ialah kedalalaman penetrasi yang bisa didapat. Pada horisontal dipol penetrasi yang didapat akan lebih dalam daripada vertikal dipol.
Gambar 3. 1 Perambatan Medan Elektromagnetik (Wibowo dan Indriarti 2017) Hal ini dikarenakan pada horisontal dipol ia tegak lurus terhadap arus magnet bumi, sedangkan pada vertikal dipol akan sejajar dengan arah magnet bumi, sehingga pembacaanya kearah samping sehingga mendapatkan hasil penetrasi yang lebih dangkal.
Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu;
E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m),
B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) dan
D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell (persamaan 3.1).
E = − B
t
H = i + D
t (3.1)
B = 0
D = c
Persamaan (3.1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-hubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja. Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai;
2E = iE − 2E
2H = iH − 2E (3.2)
dengan permitivitas dielektrik (F/m), permeabilitas magnetik (H,m), dan
menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya.
Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 100 dengan 0 sebesar 910-12 F/m) dan konduktivitas target VLF biasanya
10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium.
3.3. Segitiga Fase
Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 3.1 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.
Andaikan Z(=R + iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium.
Besarnya ditentukan dari persamaan tan = L/R. Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90o + tan-1 (L/R).
Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R→0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R→) maka beda fasenya mendekati 90o.
Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen
R S S cos
R sin
R cos S sin
Gambar 3. 2 Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer (P)
x
yang tegak lurus P (Rsin) disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen kuadratur).
3.4. Polarisasi Elipt
Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya.
Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx
ei (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;
H z 2 H cos tan(2 ) = x
(3.3)
H 2 1 − z
H x
dan eliptisitasnya diberikan sebagai;
= b = Hz Hx sin (3.4)
a
H ez i sin + H cos
2Gambar 3. 3 Parameter Polarisasi Elips 3.5 Rapat Arus Ekuivalen
Rapat arus ekuivalen terdiri dari arus yang menginduksi konduktor dan arus yang terkonsentrasi dalam konduktor dari daerah sekelilingnya yang kurang konduktif. Asumsi untuk menentukan rapat arus yang menghasilkan medan magnetik yang identik dengan medan magnetik yang diukur. Secara teori, kedalaman semu rapat arus ekuivalen memberikan gambaran indikasi tiap-tiap kedalaman variasi konsentrasi arus.
∆𝑍 ∆𝑥
2𝜋 𝐼𝑎 ( 2 ) = −0.205𝐻−2 + 0.323𝐻−1 − 1.446𝐻0 + 1.446𝐻+1 − 0.323𝐻+2 +
0.205𝐻+3 (3.6)
Persamaan filter linear (Karous dan Hjelt) di atas adalah persamaan untuk menentukan rapat arus ekuivalen dan merupakan filter terpendek yang memberikan kesalahan kurang dari 8% untuk medan dari lintasan arus tunggal
3.6 Moving Average
Moving average adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data tilt dan elipt. Dengan perhitungan sebagai berikut :
MA Tilt = 𝑡𝑖𝑙𝑡(𝑛−1)+2𝑡𝑖𝑙𝑡𝑛+ 𝑡𝑖𝑙𝑡(𝑛+1)
4 MA Elipt = 𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡(𝑛−1)+2𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡𝑛+ 𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡(𝑛+1)
4 (3.5)
Dimana :
MA tilt: moving average tilt
MA elipt : moving average elipt
Elipt : data elipt Tilt : data tilt
(n-1) : data sebelumnya (n+1) : data selanjutnya
Moving average elipt adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data tilt dan elipt.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
MA Tilt = 𝑡𝑖𝑙𝑡(𝑛−1)+2𝑡𝑖𝑙𝑡𝑛+ 𝑡𝑖𝑙𝑡(𝑛+1)
4 MA Elipt = 𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡(𝑛−1)+2𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡𝑛+ 𝑒𝑙𝑖𝑝𝑡(𝑛+1)
4 (3.6)
Dimana :
MA tilt: moving average tilt
MA elipt : moving average elipt
Elipt : data elipt Tilt : data tilt
(n-1) : data sebelumnya (n+1) : data selanjutnya
3.7. Karous Filter
Filter dari Karous dan Hjelt (1983) ini dapat menentukan nilai dari rapat arus terhadap kedalaman sehingga interpretasi kualitatif VLF-EM dapat dilakukan dengan menggunakan filter Karous-Hjelt. Penerapan hasil filter ini berupa distribusi kerapatan arus yang dapat memberi informasi mengenai daerah konduktif.
Filter Karous-Hjelt menggunakan apparent depth dan rapat arus H0 yang berasal dari turunan magnitudo komponen vertikal dan medan magnetik pada lokasi tertentu. Kedalaman ditentukan dari jarak spasi yang digunakan dalam perhitungan.
𝐻0 = 0.102𝑀1 − 0.059𝑀2 + 0.561𝑀3 − 0.561𝑀5 + 0.059𝑀6 – 0.102𝑀7 Keterangan:
𝐻0= sinyal output hasil filterkarous-hjelt 𝑀𝑖= datake-i
BAB IV METODOLOGI
4.1. Diagram Alir Pengolahan Data
Gambar 4. 1 Diglir Pengolahan Data
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Pada penelitian Very Low Frequency (VLF) ini, peneliti membuat grafik tilt vs elipt Australia dan Jepang, grafik MA tilt vs MA elipt Australia dan Jepang, dan penampang RAE software KHLIFT Australia dan Jepang serta penampang RAE software KHLIFT Australia dan Jepang. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan :
1. Melakukan input data sekunder pada software Microsoft Excel.
2. Data sekunder ini memuat informasi tentang titik, nilai tilt, dan nilai elipt.
Lalu data ini diolah hingga menghasilkan nilai MA tilt, MA elipt, , jarak dan RAE pada kedalaman masing-masing data. Pada penelitian ini, kelompok peneliti mengolah data kelompok 7.
3. Membuat grafik analisa hubungan antara tilt vs elipt, MA tilt vs MA elipt dari pemancar Australia dan Jepang menggunakan software Ms. Excel.
4. Membuat penampang rapat arus menggunakan software Surfer. Caranya dengan memasukkan nilai x (jarak), y (kedalaman), dan z (RAE) pada software ini. Kemudian menyimpan data ini dalam format (.bln). metode gridding yang digunakan yaitu triangulation with linear interpolation.
5. Membuat notepad yang berisikan nilai tilt dan elipt, kemudian disimpan dalam format (*txt). Lalu, data notepad tersebut diolah menggunakan software KHLIFT. Hasilnya adalah penampang RAE.
6. Setelah selesai membuat grafik Tilt vs elipt, MA tilt vs Ma elipt dari pemancar Jepang dan Australia, kemudian melakukan pembahasan di dalam laporan.
7. Setelah melakukan pembahasan di dalam laporan maka dapat ditarik kesimpulan dari proses pembuatan grafik dan penampang tersebut.
8. Pengolahan data selesai.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 7
Tabel 5. 1 Tabel perhitungan Australia Lintasan 7
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 7
Tabel 5. 2 Tabel perhitungan Jepang Lintasan 7
jarak (x) Jarak (x) MA Jarak (y) X Y RAE MA RAE jarak (x) Jarak (x) Ma jarak (y) X Y RAE MA RAE Jarak(x) Jarak (x) MA Jarak (y) X Y RAE Ma Rae
36
40
44
48
52
56 36
40
44
48
52
56
60
40
44 433218 9127733 -0.992333
RAE
Kedalaman 10 Kedalaman 20 Kedalaman 30
433214 9127729 -1.558 433214
-10
-0.790167 16
-0.605 433214 9127729 -2.025 -1.89925
24 28 -20 9127729 -0.892833333 36 -30
-1.07825
32 433218 9127733 -1.948 -1.759
-10
-10
28
32
-20
-20
-30
-30 40
44 20
433218
9127737
-0.091083 9127733
28
433222 9127737 -1.676
433222 9127737 0.382 433222
24
-0.124833 -1.332333333 -0.963083333
-0.817
-10
-10
36 433226 9127741 -1.736
433226 9127741 -0.136 -0.386333 -20 433226 9127741 -0.831333333 -0.94925 48 -30
32
-1.251 -0.857333333 9127745
433230 9127745 -0.609333-0.385917 40 -20 433230
-0.4575
-1.131333333
-1.213416667 -10
-10
44
48
-20
-20
-0.528417 -1.166 -1.202666667
433238 9127753 -0.553 433238 9127753
433234 9127749 -0.190667 433234 9127749
-10
-10
52
433242 9127757 -0.533333-0.61075 -20 433242 9127757 -1.270666667 -1.018333333
-0.596 -1.103333333 9127761
433246 9127761 -0.494 -0.754583 56 -20 433246
-0.690833 -10
-10
60 -20
-0.53625 433250 9127765 -0.921667
433254 9127769 -0.681 48
52
56
433250 9127765
-10
-10 64
433258 9127773 -0.479667 -0.379417
433262 9127777 -0.504667 -0.1575
-0.058167 -10
-10 68 60
433266 9127781 -0.028667
433270 9127785 -0.068 64
68
72
433274 9127789 -0.068 -10
12
16
20
24
28
32
36
40
44
jarak (x) Jarak (x) MA Jarak (y) X Y RAE MA RAE jarak (x) Jarak (x) Ma jarak (y) X Y RAE MA RAE Jarak(x) Jarak (x) MA Jarak (y) X Y RAE Ma Rae
RAE
Kedalaman 10 Kedalaman 20 Kedalaman 30
-2.085 -2.3538333
433214 9127729 -0.716 -0.8555 36 40
9127729 -2.342667 -1.088167 24 28 -20
12 16 -10
20 -10
20 24
-30 433214 9127729
433214
44 -30 433218 9127733 -2.246 -2.5996667
-20 433218 9127733 -0.851 -0.8915 40
-1.004 -0.928
-10
433222 9127737 -0.261333 -0.238917 32
433218 9127733 -0.874333 -0.43 28 32
16
433226 9127741 -0.323 -0.120583 24
44 -30 433222 9127737 -2.8383333
36 -20 433222 9127737
-2.476
-1.254166667 48 -30 433226 9127741
36 40 -20 433226 9127741 -0.707
28 -10
-0.178083 40 44 -20
28 32 -10
433230 9127745 -0.048333
32 36 -10
-1.294 -1.720333333
433230 9127745
-20 433234 9127749 -1.721666667 -1.983166667
433234 9127749 -0.062667 -0.417 44 48
-0.648333 48 52 -20
36 40 -10
433238 9127753 -0.538667
40 44 -10
-2.144 -1.841583333
433238 9127753
-20 433242 9127757 -1.923 -1.441416667
433242 9127757 -0.528 -0.956167 52 56
-1.220583 56 -20
44 48 -10
433246 9127761 -0.998667
48 52 -10
-1.376333333
433246 9127761
-20 433250 9127765 -1.09
433250 9127765 -1.299333 -1.163083 60
56
-0.769583
52 56 -10
433254 9127769 -1.285
60 -10
433258 9127773 -0.783 -0.392417
9127777 -0.227333 -0.373833
60 64 -10
433262
64
433266 9127781 -0.332 -0.51475
68 -10
9127785 -0.604
68 -10
433270
72
433274 9127789 -0.519
-10
5.3. Grafik Analisis Lintasan 7
5.3.1. Grafik Tilt Vs Elipt Australia Lintasasan 7
Gambar 5. 1 Grafik Tilt vs Elipt Australia Lintasan 7
Gambar 5.1. menunjukkan grafik yang dibuat berdasarkan pengolahan data very low frequency dengan menampilkan nilai tilt dan elipt dari data. Pada sumbu X merupakan stasiun dan sumbu Y merupakan nilai dari tilt dan elipt (%). Garis trendline berwarna orange merupakan nilai elipt dan garis trendline berwarna biru merupakan nilai tilt. Tilt dan Elipt merupakan data yang didapat dari pemancar militer. Dimana grafik tilt merepresentasikan medan magnet dan elipt merepresentasikan medan listrik setelah diinjeksi arus dan timbul GGL induksi. Terlihat pada grafik tilt dan elipt memiliki bentuk trendline yang hampir mirip. Pada trendline awal persentase dari RAE elipt lebih tinggi dibanding RAE tilt. Hal tersebut tidak begitu mempengaruhi interpretasi nilai konduktivitas. Nilai konduktivitas dapat dilihat dari trendline RAE yang memiliki fluktuasi nilai yang sama. Dimana fluktuasi tersebut adalah bentuk dari nilai titik yang trendline-nya sama (membentuk cross/persilangan).
Fluktuasi yang sama (yang membentuk cross/persilangan) menunjukkan nilai konduktivitas tinggi seperti yang ditunjukkan oleh lingkaran warna hitam pada Gambar 5.1. Dan apabila bentuk fluktuasi berbeda menunjukkan nilai resistivitas yang rendah atau non konduktif seperti yang ditunjukkan oleh lingaran warna biru pada Gambar 5.1.
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
ELIPS
TILT
JARAK
GRAFIK PERBANDINGAN TILT VS ELIPS
Series1 Series2
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Australia Lintasan 7
Gambar 5. 2 Grafik Ma Tilt vs Elipt Australia Lintasan 7
Grafik pada Gambar 5.2. merupakan grafik tilt vs elipt Australia lintasan 7 yang mana masing-masing sudah dilakukan moving average dan pada grafik ini juga tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya, grafik ini menunjukkan nilai persebaran dari tilt dan elipt, yang mana grafik dengan garis warna biru merupakan persebaran nilai tilt sedangkan yang warna orange merupakan persebaran nilai eliptnya.
Dari grafik ditunjukkan fluktuasi yang sama (yang membentuk cross/persilangan) menunjukkan nilai konduktivitas tinggi seperti yang ditunjukkan oleh lingkaran warna hitam pada Gambar 5.2. Dan apabila bentuk fluktuasi berbeda menunjukkan nilai resistivitas yang rendah atau non konduktif seperti yang ditunjukkan oleh lingaran warna biru pada Gambar 5.2.
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
ELIPS
TILT
jarak
MA Tilit Vs MA Elips
TILT ELIPS
5.3.3. Grafik Tilt Vs Elipt Jepang Lintasan 7
Gambar 5. 3 Grafik Tilt vs Elipt Jepang Lintasan 7
Gambar diatas merupakan grafik tilt vs elipt Jepang grafik tilt adalah grafik yang menujukkan perbandingan anatara garis khayal horizontal dengan garis khayal sumbu mayor. Grafik diatas menunjukkan bagaimana nilai persebaran yang telah didapatkan melalui pengukuran atau akusisi data pada daerah penelitian yang mana berasal dari pemancar Jepang. Ditunjukkan bahwa grafik dengan garis berwarna biru merupakan grafik persebaran nilai tilt nya, sedangkan yang warna merah merupakan grafik persebaran nilai eliptnya.
Dari grafik ditunjukkan fluktuasi yang sama (yang membentuk cross/persilangan) menunjukkan nilai konduktivitas tinggi seperti yang ditunjukkan oleh lingkaran warna hitam pada Gambar 5.3. Dan apabila bentuk fluktuasi berbeda menunjukkan nilai resistivitas yang rendah atau non konduktif seperti yang ditunjukkan oleh lingaran warna biru pada Gambar 5.3.
-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0
-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
ELIPS
TILT
JARAK
GRAFIK PERBANDINGAN TILT VS ELIPS
Series1 Series2
5.3.4. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Jepang Lintasan 7
Gambar 5. 4 Grafik Ma Tilt vs Elipt Jepang Lintasan 7
Grafik pada Gambar 5.4. merupakan grafik tilt vs elipt Jepang lintasan 7 yang mana masing-masing sudah dilakukan moving average dan pada grafik ini juga tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya, grafik ini menunjukkan nilai persebaran dari tilt dan elipt, yang mana grafik dengan garis warna biru merupakan persebaran nilai tilt sedangkan yang warna merah merupakan persebaran nilai eliptnya.
Dari grafik ditunjukkan fluktuasi yang sama (yang membentuk cross/persilangan) menunjukkan nilai konduktivitas tinggi seperti yang ditunjukkan oleh lingkaran warna hitam pada Gambar 5.4. Dan apabila bentuk fluktuasi berbeda menunjukkan nilai resistivitas yang rendah atau non konduktif seperti yang ditunjukkan oleh lingkaran warna biru pada Gambar 5.4.
-25 -20 -15 -10 -5 0
-4 -2 0 2 4 6 8 10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
ELIPS
TILT
jarak
MA Tilit Vs MA Elips
TILT ELIPS
5.4. Pembahasan Penampang
5.4.1. Penampang RAE Software KHFILT
5.4.1.1 Penampang RAE Software KHFILT Australia dan Penampang
Gambar 5. 5 MA RAE Software KHFILT Australia Lintasan 7
Gambar 5.5. merupakan penampang rapat arus ekuivalen (RAE) yang dilakukan filter karous pada software KHFilt lintasan 7 dari pemancar Australia.
Dengan begitu dapat terlihat bagian-bagian bawah permukaan yang memiliki konduktivitas tinggi dan rendah berdasar nilai rapat ekuivalen. Dengan meilhat nilai-nilai tersebut maka dapat diintepretasikan sebagai lapisan batuan yang ada di daerah tersebut.
Rapat Arus Ekuivalen pada penampang KHFilt di atas hanya terlihat warna hijau dan dominasi dari warna cyan. Berdasarkan skala warna, warna kuning sampai merah menunjukkan persentase RAE yang tinggi, dengan RAE maksimum 10%. Warna hijau sampai kuning menunjukkan persentasi RAE yang sedang dengan RAE maksimum 0 dan warna biru tua sampai biru muda menunjukkan RAE yang rendah dengan persentase minimum -10%. Persentase RAE yang sedang menunjukkan bahwa suatu di bawah permukaan tersebut memiliki konduktivitas yang sedang dibanding area sekitarnya. Pada penampang terlihat bahwa didominasi oleh warna cyan yang termasuk kedalam RAE yang sedang. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai konduktivitasnya tidak tinggi atau sedang. Anomali pada penampang tersebut diindikasikan dengan adanya warna hijau muda yang dimana hijau muda tersebut diindikasikan dengan zona hancuran dan yang berwarna hijau diindikasikan sebagai zona patahan
5.4.1.2 Penampang RAE Software KHFILT Jepang dan Penampang MA
Gambar 5. 6 RAE Software KHFILT Jepang Lintasan 7
Gambar 5.6. merupakan penampang rapat arus ekuivalen (RAE) yang dilakukan filter karous pada software KHFilt lintasan 7 dari pemancar Jepang.
Dengan begitu dapat terlihat bagian-bagian bawah permukaan yang memiliki konduktivitas tinggi dan rendah berdasar nilai rapat ekuivalen. Dengan melihat nilai-nilai tersebut maka dapat diintepretasikan sebagai lapisan batuan yang ada di daerah tersebut.
Rapat Arus Ekuivalen pada penampang KHFilt di atas hanya terlihat warna hijau dan dominasi dari warna cyan. Berdasarkan skala warna, warna kuning sampai merah menunjukkan persentase RAE yang tinggi, dengan RAE maksimum 10%. Warna hijau sampai kuning menunjukkan persentasi RAE yang sedang dengan RAE maksimum 0 dan warna biru tua sampai biru muda menunjukkan RAE yang rendah dengan persentase minimum -10%. Persentase RAE yang sedang menunjukkan bahwa suatu di bawah permukaan tersebut memiliki konduktivitas yang sedang dibanding area sekitarnya. Pada penampang terlihat bahwa didominasi oleh warna cyan yang termasuk kedalam RAE yang sedang. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai konduktivitasnya tidak tinggi atau sedang. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai konduktivitasnya tidak tinggi atau sedang. Dan ada klosur warna oranya pada kedalaman 10-12 m pada jarak 35-55 m yang termasuk RAE tinggi. Konduktivitas tinggi kemungkinan merupakan suatu
5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual
5.4.2.1 Penampang RAE Perhitungan Manual Australia dan Penampang
Gambar 5. 7 MA RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 7
Gambar 5.7. merupakan penampang rapat arus ekuivalen yang dibuat menggunakan software Surfer. Pada penampang rapat arus ekuivalen menggunakan software Surfer, dapat dilihat bahwa nilai closure dibuat lebih mulus dari segi gradasi karena memperhitungkan nilai yang diinterpolasi dari data yang telah disusun. Metode penggambaran penampang menggunakan metode Triangulation with Linier Interpolation. Penampang tersebut didapat dari olahan pemancar Australia.
Pada penampang, terlihat adanya daerah dengan nilai persentase RAE bernilai kecil berwarna ungu sampai biru. Hal ini diinterpretasikan sebagai suatu zona hancuran karena memiliki sifat RAE nya yang kecil, mengindikasikan bahwa daerah tersebut memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Konduktivitas yang rendah ditunjukkan pada kedalaman 25 hingga -30 meter dan pada jarak 35-55 meter.
Pada penampang, terlihat adanya daerah dengan nilai persentase RAE bernilai besar berwarna oranye sampai merah. Hal ini diinterpretasikan sebagai suatu zona rekahan yang terisi air karena memiliki sifat RAE nya yang besar, mengindikasikan bahwa daerah tersebut memiliki nilai konduktivitas yang tinggi.
Konduktivitas yang tinggi ditunjukkan pada kedalaman 0 hingga -15meter dan pada jarak 15 sampai 40 meter dan 55 sampai 70 meter
5.4.2.2 Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang dan Penampang
Gambar 5. 8 MA RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 7
Gambar 5.8. merupakan penampang rapat arus ekuivalen yang dibuat menggunakan software Surfer. Pada penampang rapat arus ekuivalen menggunakan software Surfer, dapat dilihat bahwa nilai closure dibuat lebih mulus dari segi gradasi karena memperhitungkan nilai yang diinterpolasi dari data yang telah disusun. Metode penggambaran penampang menggunakan metode Triangulation with Linier Interpolation. Penampang tersebut didapat dari olahan pemancar Jepang.
Pada penampang, terlihat adanya daerah dengan nilai persentase RAE bernilai kecil berwarna ungu sampai biru. Hal ini diinterpretasikan sebagai suatu zona hancuran karena memiliki sifat RAE nya yang kecil, mengindikasikan bahwa daerah tersebut memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Konduktivitas yang rendah ditunjukkan pada kedalaman 20 hingga -30 meter dan pada jarak 37-57 meter.
Pada penampang, terlihat adanya daerah dengan nilai persentase RAE bernilai besar berwarna oranye sampai merah. Hal ini diinterpretasikan sebagai suatu zona rekahan yang terisi air karena memiliki sifat RAE nya yang besar, mengindikasikan bahwa daerah tersebut memiliki nilai konduktivitas yang tinggi.
Konduktivitas yang tinggi ditunjukkan pada kedalaman -10 hingga -23 meter dan pada jarak 20 sampai 40 meter.
5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman 5.5.1. Peta Per-Slice Kedalaman Australia
Gambar 5. 9.Peta Per-Slice Kedalaman Australia
Gambar di atas adalah Peta Slice Kedalaman 30 Meter Australia. Peta ini dibuat menggunakan software Surfer dengan menggunakan semua data kedalaman 10-30 meter. Peta ini menunjukkan nilai RAE. Terlihat dalam gambar rentang nilai yaitu dari -75-55 A/m2. Peta dapat dibagi menjadi tiga rentang nilai, yaitu rentang nilai rendah dari nilai -35 sampai -10 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna ungu sampai biru , nilai sedang dari nilai -5 sampai 25 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna hijau sampai kuning, dan nilai tinggi dari nilai 30 sampai 50 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna merah. Peta menunjukkan dominasi nilai sedang antara 0 sampai 10 A/m2, dengan didominasi warna hijau dan pada bagian timur laut dan barat daya didominasi dengan warna biru dengan rentang nilai -10 sampai -35 diindikasikan sebagai zona hancuran dan yang berwarna orange dengan rentang nilai 20 sampai 35 diindikasikan sebagai zona patahan, struktur geologi berupa sesar opak sesuai dengan geologi lokal daerah penelitian. Pemancar sinyal gelombang elektromagnetik dari Australia masih bisa diperkirakan dikarenakan jarak daerah penelitian dengan dari pemancar sinyal masih terbilang dekat
5.1.1. Peta Per-Slice Kedalaman Jepang
Gambar 5. 10 Peta Per-Slice Kedalaman Jepang
Gambar di atas adalah Peta Slice Kedalaman 30 Meter Jepang . Peta ini dibuat menggunakan software Surfer dengan menggunakan semua data kedalaman 10-30 meter. Peta ini menunjukkan nilai RAE. Terlihat dalam gambar rentang nilai yaitu dari -34 sampai 16 A/m2. Peta dapat dibagi menjadi tiga rentang nilai, yaitu rentang nilai rendah dari nilai -34 sampai -18 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna ungu sampai biru , nilai sedang dari nilai -16 sampai 2 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna hijau sampai kuning, dan nilai tinggi dari nilai 4 sampai 16 A/m2 yang ditunjukkan dengan warna merah. Peta menunjukkan dominasi nilai sedang antara 0 sampai 10 A/m2, dengan didominasi warna orange diindikasikan sebagai zona patahan dan pada bagian atas peta ada nya warna biru yang diindikasikan sebagai zona hancuran dan, struktur geologi berupa sesar opak sesuai dengan geologi lokal daerah penelitian. Pemancar sinyal gelombang elektromagnetik dari Jepang masih bisa diperkirakan hanya saja jarak jepang dengan daerah penelitian terbilang jauh jadi untuk menginterpretasikan harus menggunakan data pendukung
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian yang tealah dibahas, dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
• Hasil dari pengolahan dan interpretasi dapat menunjukkan gambaran bawah permukaan menggunakan persentase RAE yang mempengaruhi besar tidaknya nilai konduktivitas.
• Interpretasi menunjukkan bahwa zona dengan RAE tinggi (konduktivitas tinggi) menunjukkan adanya struktur berupa rekahan yang berisi air merembes. Sedangkan zona dengan RAE rendah (resistivitas tinggi) merupakan zona hancuran.
• Pemancar sinyal gelombang elektromagnetik dari Jepang masih bisa diperkirakan hanya saja jarak jepang dengan daerah penelitian terbilang jauh jadi untuk menginterpretasikan harus menggunakan data pendukung
• Pemancar sinyal gelombang elektromagnetik dari Australia masih bisa diperkirakan dikarenakan jarak daerah penelitian dengan dari pemancar sinyal masih terbilang dekat
•
Pada grafik diatas lingkaran hitam menunjukkan grafik dengan nilai tilt rendah dan nilai ellipt tinggi sehingga memiliki nilai anomali yang tinggi diinterpretasikan bahwa pada area tersebut merupakan konduktor yang baik dengan lapisan penutup konduktif. Pada kotak merah menunjukkan nilai tilt dan ellipt sama sehinga pada daerah tersebut diinterpretasikan sebagai konduktor buruk dengan lapisan penutup resistif. Pada lingkaran hijau memiliki anomali nilai tilt dan ellipt rendah daerah tersebut diinterpretasikan konduktor baik dengan lapisan penutup resistif.6.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar data yang digunakan baik sehingga dapat dilakukan interpretasi
40
DAFTAR PUSTAKA
A. Fernando, 2-D Inversion of VLF-EM Single Frequency, Centro de Geofisica da Universidade de Lisboa, Portugal, 2006.
Abidin, H.Z., Andreas, H., Meilano, I., Gamal, M., Gumilar, I., dan Abdullah, C.I., 2009. Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS. Badan Geologi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4, No. 4, h. 275-284.
Bosch, F. P & Muller. I. (2001). A New Possibility for High Resolution Mapping Of Karst Structures. Continous Gradient VLF Measurements. Technical Articles. Vol. 19. No 345-350.
Bronto, S. dan Hartono, H.G., (2001), Panduan Ekskursi Geologi Kuliah Lapangan 2, STTNAS: Yogyakarta.
Coppo, N. Schnegg, P & Defago, M. (2006). Mapping a Shallow Lage Cave Using a High Resolution Very Low Frequency Electromagnetic Method.
Proceedings of The 8th Conference on Limestone Hydrogeology. Neuchatel Switzerland.
D. C. Fraser, Contouring of VLF-EM data, Geophysics, 34, 958-967 (1969).
F. P. Bosch dan I. Muller, Continuous Gradient VLF Measurement: A New Possibility for High Resolution Mapping of Karst Structures, Technical Articles, 19, 345-350 (2001).
Febria, A. (2009). Estimasi Aliran Sungai Bawah Tanah dengan Menggunakan Metode Geofisika VLF EM Mode Sudut Tilt di Daerah Dengok dan Ngrejok Wetan, Gunungkidul Yogyakarta. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gadjah Mada.
Gofar, Mohamad. 2008, Gempa Bumi Dalam Perspektif al-Qur’an, Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Hardjono, I. 2006. “Hirarki Gempa Bumi dan Tsunami (Aceh, Nias, Bantul, Pangandaran, dan Selat Sunda)” dalam Forum Geografi, Vol. 20 No. 2 (hlm.
135-141).
Holt, C.A. (1967). Electromagnetic Field and Waves. Departement Of Electrical Engineering Virginia Polytechnic Institute.
Husein, S. dan Srijono, 2009. Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa Tengah: Telaah Peran Faktor Endogenik dan Eksogenik Dalam Proses Pembentukan Pegunungan. in: Prosiding Workshop Geologi Pegunungan Selatan 2007, Badan Geologi, Bandung, h 19-29.
Kaikonen, P. (1979). Numerical VLF Modeling. Geophysical Prospecting. Vol 27.
No 815-834.
Karous, M,. & Hjelt, S.E. (1983). Linear Filtering Of VLF Dip-Angle Measurements. Geophysical Prospecting 31. 782-794.
Kusumayudha, S.B. (2005). Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah Gunungsewu. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
M. Bayrak, Use of Electromagnetic VLF Method in Shallow Exploration in Turkey (in Turkish), Jeofizik, 9-10, 143-148 (1995).
M. Karous dan S. E. Hjelt, Linear Filtering of VLF Dip Angle Measurement, Geophysics prospecting, 31(5), 782-794 (1983).
Muflihah, Imorotul. 2014. Distribusi Dan Pola Sesar Daerah Kepala Burung (Papua Barat). Jurnal Nautrino. Vol. 6, No. 2, hal 91-98.
Nabighian, M. (1991). Electromagnetic Methods In Applied Geophysics.
Oklahoma: Society Of Exploration Geophysics.
P. Hiskiawan, 2008. Studi Reaktifasi Patahan Aktif di Mud Volcano Sidoarjo dengan Metode VLF, thesis FMIPA ITS, Surabaya.
Parulian, A. R. (2007). Metode Elektromagnetik Very Low Frequency (VLF) untuk Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Lapangan Merah. Universitas Padjajaran. Bandung.
R. W. Van Bemmelen, The Geology of Indonesia Map (Jember site), vol. IA, General Geology Government Printing Office, The Hague, 1949, hal.732h.
Shofyan, M. S. (2016). Penerapan Metode Very Low Frequency Electromagnetic (VLF-EM) Untuk Mendeteksi Rekahan Pada Daerah Tanggulangin, Sidoarjo (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
Sudarno, I., 1997. Kendali Tektonik Terhadap Pembentukan Struktur Pada Batuan Paleogen dan Neogen di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya. Tesis Master: Bandung, Institut Teknologi Bandung.
Surono, B. Toha dan I. Sudarno, 1992, Peta geologi lembar Surakarta – Giritontro, Jawa, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung
Suyoto. 1997. Stratigrafi Sikuen Cekungan Depan Busur Neogen Jawa Selatan Totok Wijayanto.2015. Penerapan Metode Very Low Frequency Electromagnet (Vlf-
Em) Untuk Menafsirkan Bidang Longsoran, Studi Kasus Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur