LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KOMPONEN PANGAN ANALISIS KUALITATIF BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Tanggal Praktikum : 7 Juli 2023 Tanggal Pengumpulan Laporan : 14 Juli 2023
Dosen Pengampu :Ibu Mimah Mutmainah., S.Si.,M.Si
Disusun Oleh :
Faqih Tafaquh Fidin Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data
Liana Kuswardani Pembahasan; Daftar Pustaka Silvi Nurul Fazri Alat dan Bahan; Dasar Teori;
Prosedur Kerja
Labani Dzilfufin Kesimpulan
Gabriel Wamona Cover; Tujuan
SEMESTER II
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS KOPERASI INDONESIA
JATINANGOR 2023
I. TUJUAN
a. Mengetahui metode penentuan boraks dan rhodamine B pada produk pangan b. Mengetahui ada tidaknya boraks dan rhodamine B pada bahan pangan
II. DASAR TEORI
Makanan sehat merupakan makanan yang memenuhi standar kesehatan, yakni makanan yang bebas dari zat-zat berbahaya seperti pewarna sintetis, pengawetan, serta pemanis buatan yang dilarang penggunaannya dalam makanan (Stella, 2017).
Bahan-bahan tersebut biasa dikatakan sebagai bahan tambahan pangan (BTP).
Umumnya produsen memberikan bahan tambahan ini untuk memperbaiki cita rasa dan kualitas makanan agar lebih menarik terutama bagi konsumen anak-anak. Namun demikian seringkali bahan tambahan pangan yang digunakan oleh produsen tidak sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan seperti yang telah dituangkan dalam beberapa peraturan pemerintah (Nurheti, 2017). Syarat bahan tambahan yang dapat diaplikasikan pada produk makanan adalah (1) harus aman (2) telah diuji dan dievaluasi keamanannya (3) tidak membahayakan konsumen pada kadar yang diijinkan (4) memenuhi syarat mutu dan kemurnian (5) penggunaannya dibawah kadar yang diijinkan (Panjaitan, 2011).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan menyebutkan, Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disebut BTP adalah yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Termasuk didalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, dan pengental. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.11 Tahun 2019, Bahan Tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan pangan dapat mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Rhodamin B merupakan salah satu zat kimia berbahaya, yang banyak dikonsumsi baik di industri atau pun oleh masyarakat umum. Dalam bidang industri rhodamin B umum digunakan untuk keperluan pabrik tekstil dan kertas. Ditemukan juga penggunaannya oleh industri kosmetik dan produsen makanan, karena rhodamin B dapat memberikan warna yang cerah, praktis digunakan dan harganya relatif murah.
Oleh karena rhodamin B ini bersifat toksik, Balai Penelitian Obat dan Makanan (BPOM) melarang penggunaan rhodamin B untuk kosmetik dan makanan. Keracunan akut terhirup debu atau uap rhodamin dapat mengiritasi saluran pernapasan. Bila kontak dengan kulit, debu, uap atau larutan dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Boraks adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet yang berfungi untuk membunuh kuman. Borak biasanya dipakai untuk membuat campuran deterjen, salep kulit, pengawet kayu. Boraks yang telah dikonsumsi manusia akan terserap oleh usus kemudian disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, usus, atau testis yang berdampak dosisnya dalam tubuh semakin lama semakin tinggi. Bila konsumsi secara terus menerus dapat menyebabkan kanker.
III. ALAT DAN BAHAN Alat
No Alat Ukuran Jumlah
1 Gelas kimia 500 ml 3 Buah
2 Parutan - 1 buah
3 Wadah stainlestil - 2 buah
4 Magnetic stirer - 1 buah
5 Cawan petri - 2 buah
6 Oven - 1 buah
7 Gelas kimia 250 ml 4 buah
8 Pipet tetes - 1 buah
9 Gelas ukur 100 ml 1 buah
10 Loyang - 1 buah
11 Mortar dan alu - 1 buah
12 Gunting - 1 buah
13 Pisau - 1 buah
14 Baskom kecil - 1 buah
15 Pipet dan bulb - 1 buah
16 Timbangan analitik - 1 buah
17 Kertas saring - 8x8. 4 buah
18 Saringan kain - 1 buah
19 Sendok - 1 buah
20 Talenan - 1 buah
21 Erlenmeyer - 1 buah
Bahan
No Bahan Konsentrasi Jumlah
1 Kunyit - 5 ruas
2 Baso pasar - 1 gram
3 Baso merk - 1 gram
4 Mie pasar - 1 gram
5 Mie indomie - 1 gram
6 Ale-ale - 30 ml
7 Fanta - 30 ml
8 Aquadest - 10 ml
9 Larutan NH4OH - Secukupnya
10 Larutan HCl 10% - Secukupnya
11 Larutan H2SO4 pekat - Secukupnya
12 Larutan HCl pekat - Secukupnya
13 Larutan HCl 10% - Secukupnya
14 Alkohol - 7,5 ml
15 Benang wol - 30 cm 8 buah
IV. PROSEDUR KERJA
Analisis boraks
Langkah pertama parut 5 ruas kunyit yang sudah di cuci dan di kupas lalu tambahkan air secukupnya (tidak terlalu banyak), masukan kunyit ke atas kain saring dan peras hingga mengeluarkan airnya lalu sudah di peras tambahkan
alkohol dan ukur menggunakan tabung ukur (50ml), tuangkan lagi pada gelas kimia dan masukan kertas saring ke dalam air kunyit lalu tiriskan pada loyang tunggu hingga kering.
Langkah kedua lakukan penimbangan pada berbagai sampel yaitu, mie instan 1 gram, mie pasar 1 gram, baso pasar 1 gram, baso merk 1 gram. Haluskan satu persatu bahan menggunakan alat bantu mostar dan alu dan tambahkan aquadest sebanyak 10 ml, lalu saring menggunakan corong dan kertas saring, untuk mendapatkan air dari sampenya. Selanjutnya penetesan pada kertas indikator.
Teteskan satu sampel pada kertas indikaror. Lalu amati hasil jika terjadi perubahan warna merah kecoklatan pada kertas indikator maka sampel mengandung boraks.
Analisis Rhodamin B
Langkah pertama lakukan pengguntingan benang wol 30 cm 8 buah, penaskan benang wol selama 15 menit di atas magnetic stirer menggunakan gelas kimia yang ditambahkan air, lalu oven 15 menit. Lakukan langkah kedua menuangkan Sampel ale-ale ke dalam gelas kimia sebanyak 30 ml, dan sampel fanta 30 ml, panaskan di atas magnetic stirer selama 20 menit. Langkah ke tiga tiriskan tali yang sudah di oven lalu celupkan ke dalam aquadest lalu oven kembali selama 5-8 menit dalam suhu 80oc. langkah selanjutnya sesudah benang wol di oven tiriskan pada cawan petri dan lakukan penetesan pada sampel ale-ale menggunakan reagen HCl pekat, H2SO4 pekat, penetesan pada sampel fanta menggunakan NaOH 10%, dan NH4OH 10%. Lalu amati perubahan warna yang terjadi.
V. HASIL PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA A. Tabel Pengamatan
Perlakuan Pengamatan
Pemotongan dan pemarutan 5 kunyit yang sudah di kupas.
Penambahan air secukupnya
Penambahan alkohol 7,5 alkohol
Pencelupan kertas saring 8×8 lalu tiris kan hingga mengering
Haluskan sampel
Haluskan sampel
Haluskan sampel
Haluskan sampel
Penyaringan menggunakan kertas saring.
Teteskan reaktan ke kertas indokator lalu amati.
Perlakuan Pengamatan
Pemotongan benang wol 30 cm sebanyak 8 buah.
Pemanasan benang wol selama 15 menit.
Benang wol di kering kan daan di oven selama 15 menit di suhu 80° C.
Pengabilan sampel fanta sebanyak 50 ml.
Pengambilan sampel ale-ale sebanyak 50 ml.
Penambahan HCL 10 tetes.
Pemanasan sampel dan benang wol selama 20 menit.
Benang wol di bilas aquadest.
Benang wol di tetes kan menggunakan reagen HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10%.
Pengamatan benang wol setelah di tetes kan reagen.
B. Perhitungan -
VI. PEMBAHASAN
Uji Kualitatif Boraks (Uji Tumerik)
Uji kualitatif boraks dilakukan terhadap 4 sampel makanan yaitu mie instan, mie kuning pasar, bakso pasar, dan bakso bermerek. Hasil menunjukan bahwa satu dari empat sampel yaitu mie kuning pasar positif mengandung boraks dibuktikan dengan perubahan warna kuning pada paper test-kit sederhana menjadi warna merah kecolatan. Adapun penyebab perubahan warna menjadi merah kecoklatan karena adanya ikatan antara kurkumin pada kunyit dengan senyawa asam borat pada boraks sehingga membentuk senyawa rososianin yang menghasilkan warna kecoklatan. Pada awalnya bakso pasar juga diduga mengandung boraks, tetapi terbukti negatif. Menurut penelitian yang dilakukan Prasetya (2016) menunjukkan bahwa kunyit hanya dapat mendeteksi adanya boraks dengan batas minimal 200 ppm untuk menghasilkan warna merah kecoklatan, sehingga untuk hasil yang lebih akurat dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. Walapun begitu, secara sederhana uji tumerik dapat dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya boraks. Uji lain yang dapat dilakukan untuk membuktikan adanya boraks pada makanan adalah uji
nyala. Uji nyala merupakan uji yang dilakukan dengan cara pembakaran sampel dan membandingkannya dengan warna nyala boraks asli (Mariska Fauzia Budi, 2015). Pada uji nyala, sampel ditambahkan asam sulfat pekat agar untuk memberikan suasana asam pada sampel dan untuk membantu melarutkan boraks menjadi asam borat dan jika dinyalakan dengan metanol akan terbentuk nyala api berwarna hijau yang menunjukan bahwa sampel positifmengandung boraks. Hal tersebut dikarenakan terbentuknya metil borat (Rosmauli T, 2014).
Penyalahgunaan penggunaan boraks pada makanan ditujukan untuk mengawetkan dan mengenyalkan makanan, meskipun fungsinya bukan untuk mengawetkan makanan. Bahan ini sering ditambahkan pada makanan seperti bakso, lontong, mie, kerupuk, bahkan dalam membuat makanan tradisional gendar.
Penambahan boraks pada mie ditujukan untuk membuat tekstur mie menjadi kenyal sekaligus mengawetkan mie karena mie basah mengalami proses perebusan sehingga kadar airnya tinggi mencapai 52% di mana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 24-26 jam. Pendeknya umur simpan pada mie basah membuat produsen menambahkan bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie (Selvianti D, 2013). Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Rosmauli T, 2014).
Boraks adalah senyawa turunan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih yang larut pada air panas dan sedikit larut air dingin. Asam ortoborat yang dipanaskan pada suhu 1000℃ dan 1400℃ akan diubah menjadi asam piroborat dan metaborat akibat lemahnya asam borat sehingga garam-garam yang larut terhidrolisis dan bereaksi basa (Vogel, 1985).
Bahan pengawet yang dikenal dengan nama lain bleng atau pijer ini dapat dihasilkan secara alami ataupun sintetis. Kegunaan sebenarnya boraks sebagai bahan antiseptik lantai dan las, namun sering disalahgunakan bahkan untuk berbagai jajanan anak-anak di sekolah, sehingga dapat menimbulkan efek bahaya untuk dikonsumsi. Terlalu sering mengonsumsi bahan makanan yang mengandung
boraks dapat menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah yang banyak boraks dapat menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem syaraf pusat, menimbulkan depresi apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Tiga sampai enam gram boraks bila tertelan oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian (Rahayu WP, dkk, 2011). Dengan resiko demikian, konsumsi makanan boraks harus bisa dikurangi bahkan dihindari.
Walaupun secara fisik sulit dibedakan, tetapi uji sederhana seperti tes tumerik dapat diaplikasikan sebagai bentuk pencegahan.
Uji Kualitatif Rhodamine B
Uji kualitatif Rhodamine B dilakukan pada 2 jenis sampel minuman bermerek dan berwarna merah di mana keduanya menunjukkan hasil negatif karena tidak mengalami perubahan warna. Hasil positif terjadi apabila setelah penetesan dengan reagen, benang wol akan berubah warna menjadi:
Jingga setelah ditetesi HCl pekat,
Kuning setelah ditetesi H2SO4 pekat,
Biru setelah ditetesi NaOH 10%, dan
Biru setelah ditetesi NH4OH 10%.
Rhodamine B merupakan pewarna merah sintetik No.15 dengan kode 45170 yang penggunaannya di larang di Indonesia (Winarno, 1997). Penggunaan warna terlarang tersebut karena dapat menghasilkan warna yang ideal dan juga biaya produksi yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pewarna alami (Pedro et al, 1997). Selain itu, tujuan lain penambahan zat warna terlarang yaitu untuk memberikan kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan (BPOM, 2003). Penyalahgunaan ini sangat berbahaya karena bisa saja zat pewarna mengandung residu logam.
Rhodamine B adalah zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil (Djalil, dkk., 2005). Rhodamin B memiliki rumus kimia C28H31N2O3Cl (tetraethylrhodamin). Senyawa kimia berbentuk hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan ini dapat berfluoroensis, larut dalam air, alkohol, asam
klorida, dan natrium hidroksida serta dapat digunakan sebagai pewarna kulit, kapas, sutra, katun, wol, nilon, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, dan bulu (Budavari, 1996). Rhodamin B yang digunakan di dalam makanan dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati. Penggunaan dalam jumlah besar dalam waktu singkat juga akan memunculkan gejala akut keracunan rhodamin B. Ketika senyawa rhodamin B masuk melalui makanan dapat membuat iritasi pada saluran pencernaan dan menimbulkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin B juga dapat mengganggu kesehatan apabila terhirup yang menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terpapar rhodamin B akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Apabila terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007).
Rhodamin B tidak seperti boraks yang sulit diamati ciri-cirinya pada makanan dan minuman secara langsung. Menurut Cahyani (2015) dan Putriningtyas (2017), ciri-ciri makanan atau minuman yang mengandung rhodamin B yaitu:
Berwarna merah cerah dan lebih mencolok, pada minuman warna merah berpendar
Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen atau terbentuk gumpalan warna pada produk
Rasanya sedikit pahit dan muncul rasa gatal pada tenggorokan setelah mengonsumsinya
Aroma tidak alami sesuai jenis makanan/minumannya (memengaruhi aroma)
Saat melewati proses pengolahan, warna tidak pudar (tahan pemanasan)
Biasanya label, merek, atau identitas lengkap produk tidak dicantumkan
Ciri-ciri di atas juga sebagian besar tidak ditemukan pada sampe uji yang praktikan kerjakan. Pada sampel ale-ale strawberry dan fanta, jenis pewarna yang digunakan adalahkarmoisin CI 1472. Zat pewarna sintetik ini tergolong aman jika dikonsumsi dengan batas wajar yaitu 50-300 mg. Karmoisin adalah jenis pewarna makanan yang memberikan warna merah segar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua minuman tersebut aman dan dapat dikonsumsi dalam batas wajar.
VII. KESIMPULAN
1. Hasil uji kualitatif boraks terhadap empat sampel makanan menunjukan bahwa hanya mie kuning pasar yang positif mengandung boraks, ditunjukkan oleh perubahan warna kuning pada paper test-kit menjadi warna merah kecoklatan.
Penyebab perubahan warna ini adalah adanya ikatan antara kurkumin pada kunyit dengan senyawa asam borat pada boraks yang membentuk senyawa rososianin.
2. Awalnya, bakso pasar juga diduga mengandung boraks, tetapi ternyata hasilnya negatif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kunyit hanya dapat mendeteksi adanya boraks dengan batas minimal 200 ppm untuk menghasilkan warna merah kecoklatan. Oleh karena itu, untuk hasil yang lebih akurat, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
3. Uji nyala juga dapat dilakukan untuk membuktikan adanya boraks pada makanan.
Dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat pada sampel agar memberikan suasana asam dan jika dinyalakan dengan metanol akan terbentuk nyala api berwarna hijau, yang menunjukkan adanya boraks. Ini disebabkan oleh terbentuknya metil borat.
4. Penyalahgunaan boraks pada makanan umumnya dilakukan untuk tujuan mengawetkan dan mengenyalkan makanan, meskipun sebenarnya bukan fungsinya. Boraks sering ditambahkan pada makanan seperti bakso, mie, kerupuk, dan makanan tradisional gendar. Tujuannya untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan sifat fisik makanan.
5. Konsumsi makanan yang mengandung boraks dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan otak, hati, lemak, ginjal, dan bahkan kematian dalam jumlah yang banyak.
6. Rhodamine B merupakan pewarna merah sintetik yang penggunaannya dilarang di Indonesia. Penyalahgunaan zat warna ini pada makanan bertujuan untuk memberikan kesan menarik, menyeragamkan warna, dan menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan penyimpanan.
7. Rhodamine B adalah zat warna sintetik yang digunakan dalam industri tekstil.
Penggunaan zat ini dalam makanan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker dan gangguan fungsi hati. Terpapar Rhodamine B melalui makanan, minuman, atau inhalasi dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, pernafasan, dan mata. Gejalanya meliputi urine berwarna merah atau merah muda, iritasi mata, bibir pecah-pecah, dan kulit bibir terkelupas.
8. Ciri-ciri makanan atau minuman yang mengandung Rhodamine B meliputi warna yang mencolok, titik-titik warna, rasa pahit atau gatal pada tenggorokan, aroma yang tidak alami, warna yang tidak pudar saat proses pengolahan, dan ketidaktercantuman label, merek, atau identitas produk.
9. Kesimpulannya, mie kuning pasar positif mengandung boraks, sedangkan sampel lainnya, yaitu mie instan, bakso pasar, dan bakso bermerek, negatif mengandung boraks. Minuman bermerek yang diuji negatif mengandung Rhodamine B.
Penggunaan boraks dan Rhodamine B pada makanan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk menghindari konsumsi makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
A Asmawati S, I. W. (2022). Pendampingan Peningkatan Pengetahuan Tentang Cara Mengidentifikasi Pewarna dan Pengawet Berbahaya Dalam Makanan Pada Siswa/I SMA Negeri Makassar Via Zoom dan Youtube. 8.
Adevia Maulidya, C. ,. (2019). Identifikasi Bahan Tambahan Pangan yang Berbahaya (Rhodamin Bdan Borak) pada Jajanan di Lingkungan Jl. Kartini Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal. 2.
Perpustakaan Poltekkes Malang. (2023, Juli 14). Retrieved from http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/P17120174028/10._BAB_II_.pdf
Prasetya, A. W. (2016). DETEKSI KANDUNGAN RHODAMIN B PADA SAUS SERTA CEMARAN BORAKS DAN BAKTERI SALMONELLA SP. PADA CILOK KELILING SALATIGA. AGRIC Vol.28, No.1 & No.2, 72-74.
Putera, D. B. (2023). Kimia Di Rumah Tangga. Madiun: Bayfa Cendekia Indonesia.
RIDWAN, R. A. (2013). ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B PADA MINUMAN DINGIN YANG DIJAJAKAN DALAM GEROBAK DI KELURAHAN PATTUNUANG KECAMATAN WAJO KOTA MAKASSAR DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETER UV-Vis. Skripsi, 12-14.
Sakka, L. (2016). DENTIFIKASI BORAKS PADA MIE BASAH DI PASAR SENTRAL KECAMATAN WAJO MAKASSAR DENGAN METODE UJI NYALA API. 3-4.
Santi, A. U. (2017). ANALISIS KANDUNGAN ZAT PENGAWET BORAKS PADA JAJANAN SEKOLAH DI SDN SERUA INDAH 1 KOTA CIPUTAT. Holistika:
Jurnal Ilmiah PGSD Vol.1, No. 1, 59-60.