BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan merupakan segala kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan perairannya, mulai dari tahap praproduksi, produksi, pengolahan, hingga pemasaran, yang dilakukan dalam konteks bisnis perikanan. Perikanan adalah kegiatan manusia yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati perairan. Sumber daya hayati perairan ini umumnya mencakup ikan, amfibi, serta berbagai hewan avertebrata yang hidup di perairan dan wilayah sekitarnya, beserta lingkungannya. Secara umum, tujuan perikanan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia (Agus, 2018).
Penyakit pada ikan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan jamur, serta penyakit non- infeksi yang meliputi tumor, gangguan gizi, dan pakan yang tidak memadai.
Penyakit pada ikan merupakan hal yang tidak diinginkan oleh para pembudidaya karena dapat mengakibatkan hasil panen yang tidak maksimal dan kematian massal ikan. Untuk mengatasi masalah tersebut, pembudidaya perlu memiliki pengetahuan mengenai informasi mengenai penyakit, gejala yang muncul, serta cara penanganannya (Putra dkk., 2016).
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika dan sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya lele berkembang pesat karena dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang
terbatas dengan padat tebar tinggi, modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah, serta waktu usaha yang dibutuhkan tidak terlalu lama (Windriani, 2017). Pada proses pengembangan usaha budidaya ikan lele, para pembudidaya sering menghadapi tantangan yang terkait dengan adanya penyakit yang menyerang ikan lele yang sedang dibudidayakan (Yuliantoro dkk., 2017).
Edwardsiella ictaluri merupakan jenis bakteri yang menjadi penyebab penyakit bakterial sistemik yang dikenal sebagai Enteric septicemia of catfish (ESC). Penyakit ini menyerang ikan-ikan golongan catfish seperti ikan lele, patin, dan sidat. Infeksi akut oleh E. ictaluri menyebabkan kematian pada rentang waktu antara 4 hingga 12 hari. Penyakit ESC juga dikenal dengan sebutan penyakit Hole in the Head Disease karena dapat menyebabkan terbentuknya luka terbuka pada daerah kepala ikan (Rahmawati dkk., 2021).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Penyakit Organisme Akuakultur ini adalah untuk melihat pengaruh infeksi bakteri terhadap organisme budidaya selama pemeliharaan.
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum Penyakit Organisme Akuatik ini yaitu untuk membantu mahasiswa agar mengetahui pengaruh infeksi bakteri terhadap organisme budidaya selama masa pemeliharaan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Ikan Lele (Clarias sp.)
Adapun klasifikasi ikan lele (Clarias sp.) menurut ITIS (Integrated Taxonomic Information System) ialah sebagai berikut, Kingdom: Animalia, Phylum: Chordata, Class: Teleostei, Ordo: Siluriformes, Family: Clariidae, Genus: Clarias, Species: Clarias sp. (Linanaeus, 1758).
Adapun morfologi ikan lele (Clarias sp.) dapat dilihat pada gambar 2-1.
Gambar 2-1. Morfologi Ikan Lele (Clarias sp.)
Morfologi ikan lele memiliki bentuk tubuh yang bulat dan memanjang, kulitnya licin, berlendir, namun tidak bersisik. Tubuhnya memiliki warna yang berbeda pada setiap jenis lele. Ikan lele memiliki ukuran mulut yang lebar dan hampir membelah setengah kepalanya. Memiliki kumis yang terletak di area sekitar mulut. Ikan lele mempunyai 3 buah sirip tungggal, yaitu sirip dubur, ekor, dan sirip punggung. Ikan lele mempunyai dua sirip yang berpasangan terletak di bagian perut dan dada (Apriyani, 2017).
Habitat atau lingkungan ikan lele adalah air tawar, dataran rendah hingga air payau. Di alam, lele hidup di badan air tawar seperti sungai, kolam, danau, waduk, rawa, dll yang airnya lambat atau tenang. Ikan ini lebih menyukai perairan
yang tenang, perairan yang dangkal dan tepian yang terlindung, dan lele memiliki kebiasaan menggali atau menempati lubang-lubang di tepian sungai atau kolam (Rachmatun dalam Windriani 2017). Penyebaran ikan lele di alam cukup luas, ada sekitar 55 - 60 spesies anggota marga clarias yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah itu, di Asia Tenggara kini diketahui sekitar 20 spesies lele. Kebanyakan diantaranya baru dikenali dan dideskripsi dalam 10 tahun terakhir (Warseno, 2018).
Ikan lele termasuk dalam kategori ikan karnivora. Sumber pakan alami yang baik untuk benih ikan lele meliputi jenis zooplankton seperti moina, dapnia, dan termasuk di dalamnya adalah cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput kecil, dan lain sebagainya. Pakan alami umumnya digunakan saat memberi makan ikan lele pada tahap larva hingga benih, meskipun ikan lele biasanya mencari makan di dasar kolam (Suyanto, 2006 dalam Iqbal, 2011). Lele memiliki sifat kanibalisme, yang berarti mereka cenderung memakan sesama jenisnya. Jika ada perbedaan ukuran, sifat kanibalisme dapat muncul, di mana lele yang lebih besar akan memangsa ikan yang lebih kecil (Mahyuddin, 2008 dalam Iqbal, 2011).
2.2 Penyakit pada Ikan Lele (Clarias sp.)
Penyakit ikan merupakan segala hal yang dapat mengganggu fungsi atau struktur organ tubuh atau bagian-bagian tertentu dari organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung (Kordi, 2004 dalam Mutalib, 2017). Penyakit menjadi hambatan utama dalam mencapai kesuksesan produksi. Munculnya penyakit dapat terjadi karena padatnya populasi ikan selama pemeliharaan, transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang tidak baik (Thanikachalam
dkk., 2010 dalam Wahjuningrum, 2013). Ikan lele rentan terhadap penyakit karena infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti motile aeromonad septicaemia (MAS), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease, atau red-sore disease (Rey dkk., 2009 dalam Wahjuningrum, 2013).
2.3 Penyakit Bakteri pada Ikan Lele (Clarias sp.)
Salah satu jenis penyakit yang menyerang ikan lele adalah penyakit bakteri yang bersifat infeksius. Ketidakserasian antara tiga komponen utama, yaitu lingkungan, biota, dan organisme penyebab penyakit, memainkan peran penting dalam penyakit tersebut. Oleh karena itu, penyakit bakteri pada ikan lele menjadi perhatian yang besar. Beberapa bakteri yang dilaporkan sebagai agen penyakit bakteri pada ikan lele termasuk Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Edwardsiella sp., dan Vibrio sp. Gejala klinis yang ditunjukkan oleh ikan yang terinfeksi bakteri meliputi penurunan nafsu makan, kecenderungan menjadi tidak aktif, perilaku renang yang tidak normal, kerusakan pada insang, munculnya bintik- bintik putih, perubahan warna menjadi pucat, dan adanya luka atau keropeng.
Selain itu, ikan juga dapat terlihat megap-megap karena kesulitan bernapas. Agen penyebab penyakit bakteri seperti A. caviae juga telah dilaporkan. Penyakit ini dapat menyebabkan tingkat kematian lebih dari 60% dalam waktu 7 hari (Suwarno, 2014).
2.4 Karakteristik Edwardsiella ictaluri
Karakteristik dari Edwardsiella ictaluri mencakup kemampuan bergerak dengan flagella, tidak membentuk spora, tidak memiliki kapsul, berbentuk batang,
pleomorfik, berwarna gram negatif, berukuran sekitar 0,75-2,5 mikrometer, membentuk koloni kecil yang tidak transparan dan tidak berwarna (Purwaningsih, 2019 dalam Listia, 2022). Edwardsiella ictaluri adalah jenis bakteri yang menyebabkan penyakit sistemik bakterial yang dikenal sebagai ESC. Awalnya, penyakit ini hanya diketahui menyerang ikan Channel catfish (Ictalurus punctatus), tetapi kemudian dapat menular ke jenis catfish lainnya seperti ikan lele, patin, dan sidat (Purwaningsih, 2019).
2.5 Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri Edwardsiella ictaluri
Bakteri Edwarsiella ictaluri diketahui sebagai agen penyebab penyakit Enteric Septicemia of Catfish (ESC) yang terjadi pada ikan catfish. Selain itu, bakteri ini juga sering menyerang ikan catfish dan mengakibatkan penyakit yang dikenal sebagai "hole in the head disease" karena dapat menyebabkan luka terbuka di area kepala ikan (Azmi dkk., 2021). Edwardsiellosis dapat menyebar dari ikan yang sakit ke ikan yang sehat melalui penularan horizontal. Bakteri penyebabnya juga dapat bertahan hidup di dalam air dan lumpur. Oleh karena itu, bahkan air dan lumpur yang tidak mengandung ikan sakit pun dapat menjadi sumber penularan dan menyebabkan penyakit pada ikan (A’yunin dkk., 2019).
2.6 Patogenitas Edwarsiella ictaluri
Edwardsiella ictaluri merupakan patogen yang memiliki dampak signifikan dalam budidaya ikan Channel catfish. Setiap jenis ikan memiliki tingkat kerentanan yang berbeda terhadap infeksi Edwardsiella ictaluri. Ikan nila dapat mengalami tingkat kematian hingga 40% ketika terinfeksi bakteri dengan konsentrasi 103 cfu/mL. Pada konsentrasi 104 cfu/mL, Edwardsiella ictaluri
dapat menginfeksi ikan ayu dan menyebabkan tingkat kematian hingga 50%.
Selain itu, konsentrasi E. ictaluri sebesar 106 cfu/mL menyebabkan tingkat kematian 50% pada ikan lele hibrid, dan kematian pada ikan white perch terjadi hingga 100% pada infeksi E. ictaluri dengan konsentrasi 107 cfu/mL (Susanti dkk., 2016).
2.7 Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan usaha budidaya perikanan. Air merupakan media utama untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan serta organisme yang hidup di dalamnya.
Manajemen kualitas air merupakan suatu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktifitas kegiatan budidaya ikan. Kualitas air dikatakan baik apabila parameter fisik, kimia maupun biologi air tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisme yang dipelihara. Parameter fisik kualitas air antara lain: suhu, kedalaman, kecerahan, TDS, TSS, dll. Parameter kimia kualitas air antara lain: salinitas, oksigen terlarut, BOD, COD, dll (Scabra dan Setyowati, 2019).
BAB 3 METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Penyakit Organisme Akuakultur dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Mei 2023 pada pukul 15.00 sampai selesai di Laboratorium Kualitas Air dan Biologi Akuatik, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako.
3.2 Alat dan Bahan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun alat dan bahan yang dapat di gunakan pada saat praktikum dapat kita lihat pada tabel 3-1 dan 3-2.
Tabel 3.1 Alat yang digunakan pada praktikum
No Alat Kegunaan
1 Baskom Sebagai wadah pemeliharaan
2 Seser Untuk mengambil organisme
3 Timbangan digital Untuk menimbang bobot organisme dan pakan 4 pH meter Untuk mengetahui pH didalam air
5 DO meter Untuk mengetahui DO air
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan
No Bahan Kegunaan
1 Air tawar Sebagai media budidaya
2 Ikan lele Sebagai organisme uji
3 Klorin Untuk membunuh patogen di dalam wadah
4 Pakan Sebagai makanan ikan
3.3 Prosedur Kerja
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun prosedur kerja yaitu : Persiapan wadah dan pemeliharaan ikan
1. Mempersiapkan wadah pemeliharaan ikan sebanyak 8 unit mengklorinisasi wadah beserta semua alat yang akan digunakan untuk praktikum pada larutan
klorin 30 ppm selama semalam. Membilas akuarium/wadah tersebut dengan air bersih hingga larutan klorin hilang.
2. Memasukkan air sebanyak 10 liter kedalam wadah pemeliharaan.
3. Menimbang benih ikan dengan menggunakan timbangan digital.
4. Mengaklimasi benih ikan selama 30 menit ke dalam media pemeliharaan.
5. Memasukkan benih ikan sebanyak 10 ekor kedalam masing-masing wadah pemeliharaan.
6. Mengukur suhu, pH dan konsentrasi oksigen terlarut masing-masing media pemeliharaan (unit percobaan). Lakukan pengukuran variabel kualitas air setiap pengamatan dilakukan.
7. Memberikan pakan sebesar 5% dari berat biomassa organisme uji dilakukan dua kali sehari (saat pengamatan).
Persiapan bakteri uji
1. Bakteri uji Edwarsiella ictaluri dan Aeromonas salmonicida berasal dari koleksi Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Palu.
2. Mengisolasi bakteri pada masing-masing media tryptic soy agar (TSA) plate dengan menggunakan metode streak plate (metode gores/kuadran) dan inkubasi biakan pada suhu 30°C selama 48 jam.
3. Dengan menggunakan loop (jarum ose) yang telah dipijarkan (steril), ambil satu koloni yang terisolasi pada media TSA plate dan trasfer ke media tryptic soy broth (TSB). Inkubasi biakan pada suhu 30°C selama 48 jam.
4. Untuk injeksi (injection), sentrifugasi biakan bakteri dari media TSB pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit. Kemudian, encerkan I ml. supernatant dengan 9 mL. akuades steril.
5. Untuk perendaman (immersion), sentrifugasi biakan bakteri dari media TSB pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit. Ambil supernatant.
Infeksi buatan (experimental infection)
1. Anaestesi ikan ke dalam air es (minyak cengkeh, minyak sereh) selama beberapa menit (hingga pingsan).
2. Injeksi sebanyak 100 μL (0,1 mL) biakan bakteri secara intraperitoneal (body cavity) pada ikan uji di perlakuan A (Tabel 1).
3. Injeksi sebanyak 100 μL (0,1 mL) akuades steril secara intraperitoneal (body cavity).
4. Pada ikan uji di perlakuan B (kontrol injeksi). • Masukkan sebanyak 10 mL supernatant dari tryptic soy broth (TSB) yang mengandung biakan bakteri ke dalam wadah pemeliharaan pada perlakuan C.
5. Masukkan sebanyak 10 ml. supernatant dari tryptic soy broth (TSB) tanpa biakan bakteri ke dalam wadah pemeliharaan untuk perlakuan D (kontrol perendaman).
3.4 Analisis Data
Tingkat kelangsungan hidup/sintasan (survival rate) merupakan perbandingan antara jumlah ikan yang hidup diakhir percobaan dengan jumlah ikan yang ditebar pada awal percobaan. Sintasan ikan uji dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
SR (Nt/No) 100%
Dimana SR adalah sintasan (%), Nr adalah jumlah ikan yang hidup (ekor) di akhir percobaan dan No adalah jumlah ikan yang ditebar (ekor) pada awal percobaan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Metode Injeksi
4.1.1.1 Gejala Klinis Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun hasil gejala klinis (injeksi) pada ikan lele dapat dilihat pada tabel 4-1 sebagai berikut.
Tabel 4-1. Gejala Klinis Ikan Lele (Injeksi) No Perlakuan Jenis
Ikan
Jenis Bakteri
Metode Infeksi
Gejala Klinis Organ
Luar
Organ Dalam
1 A1 Clarias
sp.
Edwardsiella ictaluri
Injeksi Warna pucat
-
2 A2 Clarias
sp.
Edwardsiella ictaluri
Injeksi Warna pucat
-
3 B1 Clarias
sp.
Akuades steril
Injeksi Warna pucat, luka pada bagian perut
-
4 B2 Clarias
sp.
Akuades steril
Injeksi Warna pucat
-
4.1.1.2 Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun hasil grafik kelangsungan hidup (injeksi) dapat dilihat pada gambar 4-1 sebagai berikut.
Gambar 4-1. Kelangsungan hidup (injeksi) 4.1.2 Metode Perendaman
4.1.2.1 Gejala Klinis Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun hasil gejala klinis (perendaman) pada ikan lele dapat dilihat pada tabel 4-2 sebagai berikut.
Tabel 4-2. Gejala Klinis Ikan Lele (Perendaman) No Perlakuan Jenis
Ikan
Jenis Bakteri
Metode Infeksi
Gejala Klinis Organ
Luar
Organ Dalam
1 C1 Clarias
sp. Edwardsiell
a ictaluri Perendaman Warna
pucat -
2 C2 Clarias
sp.
Edwardsiell a ictaluri
Perendaman Warna pucat
-
3 D1 Clarias
sp.
Triptic soy broth (TSB)
Perendaman Warna pucat
-
4 D2 Clarias
sp. Triptic soy
broth (TSB) Perendaman Warna pucat, kulit terkelupas
-
4.1.2.2 Kelangsungan Hidup Klinis Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun hasil grafik kelangsungan hidup (perendaman) dapat dilihat pada gambar 4-2 sebagai berikut.
Gambar 4-2. Kelangsungan hidup (perendaman) 4.1.3 Kualitas Air
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan adapun hasil kualitas air pada pengamatan dapat dilihat pada tabel 4-3 sebagai berikut.
Tabel 4.3 Pengukuran Kualitas Air
No Perlakuan Pengukuran Kualitas Air
Minggu ke-1 Minggu ke-2
1. A1
pH : 7
DO : 6,7 mg/L Suhu : 27,2oC
pH : 7
DO : 7,5 mg/L Suhu : 28,9 oC
2. A2
pH : 7
DO : 5,7 mg/L Suhu : 28oC
pH : 7
DO : 4,7 mg/L Suhu : 26,9oC
3. B1
pH : 7
DO : 5,3 mg/L Suhu : 28,1oC
pH : 7
DO : 5,2 mg/L Suhu : 28,9 oC
4. B2
pH : 7 DO : 6 mg/L Suhu : 27,1 oC
pH : 7
DO : 1,0 mg/L Suhu : 2,90oC
5. C1 pH : 7
DO : 5,7 mg/L Suhu : 27,2 oC
pH : 6
DO : 6,7 mg/L Suhu : 29,1 oC
6. C2 pH : 6
DO : 6,2 mg/L Suhu : 27,2oC
pH : 7
DO : 6,9 mg/L Suhu : 28,9oC
7. D1 pH : 7
DO : 6,7 mg/L Suhu : 28,1oC
pH : 7
DO : 0,7 mg/L Suhu : 27,1oC
8. D2 pH : 6,3
DO : 5,5 mg/L
pH : 7
DO : 1,1 mg/L
Suhu : 27,6oC Suhu : 28,9oC
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gejala Klinis Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh gejala klinis pada hari pertama, kedua dan ketiga pasca perendaman bakteri Edwardsiella ictaluri menunjukkan belum adanya gejala klinis yang tampak pada ikan lele. Pada hari ke-4 dan ke- 5 pasca perendaman E. ictaluri, gejala klinis pada ikan lele mulai tampak.
Gejala klinis yang tampak pada hari ke empat ditandai dengan menurunnya nafsu makan, dan perubahan tingkah laku mengindikasikan ikan terserang oleh bakteri Edwardsiella ictaluri. Pemeliharaan yang dilakukan pada ikan lele tidak menunjukan adanya organ dalam yang terserang oleh bakteri, hanya pada organ luar yang menunjukan perubahan warna pada seluruh tubuh ikan lele menjadi pucat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarno, (2014).bakteri yang dilaporkan sebagai agen penyakit pada ikan lele adalah Edwardsiella sp. Gejala klinis yang ditunjukkan oleh ikan yang terinfeksi bakteri meliputi penurunan nafsu makan, kecenderungan menjadi tidak aktif, perilaku renang yang tidak normal, kerusakan pada insang, perubahan warna menjadi pucat.
4.2.2 Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias sp.)
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa persentase SR ikan lele berkisar antara 0-100% Survival Rate (SR) terendah pada perlakuan b2, yaitu 0%.Sebab sistem imun pada ikan belum mengetahui antigen yang akan masuk dan menyerang tubuh ikanoleh karena itu sistem imun kurang responsif terhadap serangan bakteri. Pada pemberian vaksin SR ikan sedikit lebih tinggi yaitu100%.
Hal ini dikarenakan vaksin yang diberikan dapat meningkatkan kekebalan dalam tubuh ikan. Sehingga pada saat ikan dibudidayakan mampu mencegah infeksi yang masuk. Menurut Ellis (1988), pemberian vaksin pada ikan mampu
membentuk sel-sel memori yang bersifat melindungi. Selain itu, antibodi yang spesifik akan terbentuk jika ada rangsangan antigen spesifik (penginfeksi) yang masuk kedalam tubuh ikan yang berfungsi merangsang makrofage untuk memfagosit (memakan) pathogen tersebut (Tizard, 1988).
4.2.3 Kualitas Air
Kualitas air yang diamati selama masa pemeliharaan ikan lele adalah meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut. Berdasarkan pengamatan suhu air yang diperoleh selama pemeliharaan berkisar antara 26-29 0C sesuai dengan pernyataan Soetomo
(1987) bahwa suhu optimal dalam pemeliharaan ikan lele berkisar 25-30 0C.
Pertumbuhan ikan lele dumbo akan terhambat pada suhu kurang dari 200C Mufidah dkk (2000) Diluar kisaran suhu tersebut dapat mengurangi nafsu makan ikan.
Hasil pengukuran oksigen terlarut berkisar antara 0,7 - 7,5 mg/l. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut masih dapat ditoleransi oleh ikan lele dumbo,sesuai dengan pernyataan Taufik (1984) menambahkan bahwa kisaran oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya ikan lele berkisar 6,5 -12,5 mg/l. Menurunya oksigen terlarut dalam air dapat mengurangi nafsu makan ikan yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan terganggu (Shafrudin dkk., 2006). Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stres sehingga sistem imun menjadi
menurun. Pada saat itu, serangan penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh ikan, baik berupa bakteri ataupun parasit. Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) yaitu 6-7. Kondisi ini cukup optimal untuk kehidupan ikan lele, sesuai dengan pernyataan Bachtiar (2006) bahwa derajat keasaman yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele yaitu 6,5-8. Taufik (1984) menambahkan bahwa perubahan pH dapat menyebabkan ikan menjadi stress. sehingga dapat dengan mudah terserang penyakit, dan secara tidak langsung rendahnya pH dapat menyebabkan kerusakan pada kulit sehingga memudahkan infeksi oleh patogen.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
A’yunin, Q., Kartikaningsih, H., Andayani, S., Surantika, M. D., Fariedah, Fani, Soeprijanto, A., & Bai, N. A. 2019. Efikasi Oxytetracycline Terhadap Kesehatan Ikan Lele (Clarias sp.) Yang Diinfeksi Bakteri Edwardsiella tarda. Journal of Fisheries and Marine Research. 3(1).
Agus, A. 2018. Pengelolaan dan Penggunaan Sumberdaya Kelautan/Perikanan (Studi Kasus Kota Ternate, Maluku Utara). Torani: JFMarSci. 1(2): 81-92.
Apriyani, I. 2017. Budidaya ikan lele sistem bioflok : teknik pembesaran ikan lelel sistem bioflok kelola mina pembudidaya. Buku : Deepublish.
Asniatih, Idris, M., & Sabilu, K. 2013. Studi Histopatologi pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia. 03(12).
Azmi, N. H. N., Fatmawati, & Olga. 2021. Virulensi Bakteri Edwardsiella Ictaluri Penyebab Penyakit Enteric Septicemia Of Catfish (Esc) Pada Ikan Patin (Pangasius pangasius). Fish Scientiae. 11(1).
Iqbal, M. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias gariepinus) Pada Budidaya Intensif Sistem Heterotrofik. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Listia, O. 2022. Efektivitas Vaksin Whole Cell Edwardsiella Ictaluri (Hawke Et Al., 1981) Dengan Dosis Dan Metode Pemberian Yang Berbeda Untuk Melindungi Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage Et Al., 1878) Terhadap Penyakit Edwardsiliosis. Skripsi.
Mutalib, Y. 2017. Analisa Tingkat Serangan Bakteri Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias qariepinus) Di Kolam Budidaya Kampus II Universitas Muhammadiyah Luwuk. Jurnal SAINTEK Peternakan dan Perikanan. 1(1).
Purwaningsih, U. Novita, H., Sugiani, D., & Andriyanto, S. 2019. Identifikasi Dan Karakterisasi Bakteri Edwardsiella Ictaluri Penyebab Penyakit Enteric Septicemia of Catfish (Esc) Pada Ikan Patin (Pangasius Sp.). Jurnal Riset Akuakultur. 14 (1).
Putra, A. P. A., Aristoteles, & Diantari, R. 2016. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Ikan Budidaya Air Tawar Dengan Metode Forward Chaining Berbasis Android. Jurnal Komputasi. 4(1).
Rahmawati, A. R., Ulkhaq, M. F., Susanti, D., Kenconojatti, H., & Fasya, A. H.
2021. Identifikasi Bakteri Aeromonas Salmonicida dan Edwardsiella
Ictalury pada Ikan Hidup yang Akan Dilalulintaskan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal of Marine and Coastal Science. 10 (2).
Sauqi, R. Y., Hardi, E. H., & Agustina. 2016. Efikasi Vaksin Pseumulvacc® Pada Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 22(1).
Scabra, A. R., & Setyowati, D. N. 2019. Peningkatan Mutu Kualitas Air Untuk Pembudidaya Ikan Air Tawar Di Desa Gegerung Kabupaten Lombok Barat.
Jurnal Abdi Insani LPPM Unram. 6(2).
Susanti, W., Indrawati, A., & Pasaribu, F. H. 2016. Kajian Patogenisitas Bakteri Edwardsiella ictaluri Pada Ikan Patin Pangasionodon Hypophthalmus.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 15(2).
Suwarno, Y. F., Sarjito, & Prayitni, S. B. 2014. Sensitivitas Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Terhadap Berbagai Macam Obat Ikan Yang Beredar Di Kabupaten Pati.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 3 (4).
Wahjuningrum, D., Astrini, R., & Setiawati, M. 2013. Pencegahan Aeromonas hydrophila Pada Benih Ikan Lele Menggunakan Bawang Putih Dan Meniran. Jurnal Akuakultur Indonesia. 12 (1).
Waraseno, Y. 2018. Budidaya Lele Super Intensif di Lahan Sempit. Jurnal Riset Daerah, 17(2), 3064-3088.
Windriani, U. 2017. Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok. Buku Saku Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Yuliantoro, B., Helmizuryani, & Elfachmi. 2017. Keragaman Bakteri Patogen Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Beberapa Pembudidaya Di Kota Palembang. Jurnal Fiseries. 6(1):1-6.
LAMPIRAN
Gambar 1. Klorin wadah Gambar 2. Penimbangan bobot ikan
Gambar 3. Penimbangan pakan Gambar 4. Pengambilan organisme
Gambar 5. Memasukan organisme Gambar 6. Memasukan bakteri
Gambar 7. Pengukuran pH Gambar 8. Pengukuran DO