PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD:
PENJELASAN, STRUKTUR, DINAMIKA, DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori-teori Kepribadian Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Abdullah Sinring, M.Pd.
Zulfikri, S.Pd,, M.Pd.
Disusun oleh:
Ahmad Mudhoffar 220404502028 Andi Putri Amalia 220404502044 Khairia Nurhikmah 220404501034 Muh. Syah Adam Syahrul 220404502060
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ... 3
A. Latar Belakang ... 3
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan ... 4
BAB II PEMBAHASAN ... 5
B. Struktur Kepribadian ... 5
C. Dinamika Kepribadian ... 6
D. Perkembangan Kepribadian ... 8
BAB III ... 12
PENUTUP ... 12
A. Kesimpulan ... 12
B. Saran ... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 13
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu psikologi mulai diakui sebagai ilmu yang mandiri sejak tahun 1879 saat Wilhelm Mundt mendirikan laboratorium psikologi di Jerman. Sejak saat itu, ilmu psikologi berkembang pesat yang ditandai dengan lahirnya berbagai aliran-aliran di dalamnya. Salah satu aliran dalam ilmu psikologi tersebut adalah konsep kepribadian (Ja'far dalam Syawal & Helaluddin, 2018). Konsep ini pun akhirnya dimaknai oleh banyak ahli dengan definisi yang beragam, salah satunya pemaknaan konsep kepribadian dari aliran psikoanalisis.
Teori psikoanalisis adalah salah satu teori yang membahas tentang hakikat dan perkembangan bentuk kepribadian yang dimiliki oleh manusia. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud pada tahun 1900-an (Solihah & Ahmadi, 2022).
Unsur utama dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek kepribadian lainnya (Ardiansyah et al., 2022). Unsur tersebut yang menurut Freud akan membentuk kepribadian.
Teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud adalah salah satu teori psikologi yang paling berpengaruh dalam sejarah. Meskipun kontroversial dan banyak dikritik, teori ini memberikan kontribusi penting dalam memahami perilaku dan fungsi psikologis manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan psikoanalisis menurut teori Sigmund Freud?
2. Apa saja struktur kepribadian menurut Sigmund Freud?
3. Seperti apa dinamika kepribadian menurut Sigmund Freud?
4. Apa saja tahapan perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud?
C. Tujuan
1. Memahami teori psikoanalisis.Sigmund Freud
2. Mengetahui struktur kepribadian menurut Sigmund Freud 3. Memahami dinamika kepribadian menurut Sigmund Freud
4. Mengetahui tahapan perkembangan kepribadian sesuai dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud.
BAB II PEMBAHASAN
A. Psikoanalisis Sigmund Freud
Psikoanalisis adalah sebuah teori psikologis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, seorang dokter dan ahli saraf Austria pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke- 20. Teori ini menekankan peran penting dari alam bawah sadar dalam membentuk perilaku dan pengalaman manusia. Dalam teori psikoanalisis, dijelaskan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh kepribadiannya atau personalitasnya. Sigmund Freud, sebagai tokoh utama dalam psikoanalisis, telah menunjukkan betapa besar kontribusinya dalam bidang psikologi, termasuk konsep tingkat ketidaksadaran dari aktivitas mental. Beliau juga menegaskan bahwa hampir semua aktivitas mental sulit untuk diketahui atau diakses secara langsung oleh setiap individu. Namun, aktivitas mental tertentu dapat mempengaruhi perilaku manusia (Husna, 2018).
Tahun 1890-an Sigmund Freud mengembangkan satu aliran psikologi yang berfokus pada ketidaksadaran manusia dan sekarang kita kenal dengan sebutan psikoanalisis. Jika menelusuri rekam jejak Freud maka sebenarnya bukanlah seorang yang menggeluti bidang kajian ilmu psikologi. Ternyata sosoknya adalah penggelut bidang kajian ilmu neurologi untuk membantu profesinya sebagai seorang dokter.
Banyak pasien yang ia tangani menderita gangguan mental dan itulah yang mendobrak daya pikirnya untuk mengembangkan psikoanalisis agar bisa membantu pasien- pasiennya tersebut (Rahman, 2019).
B. Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis yang ia kembangkan, Freud membagi struktur manusia dalam tiga bagian, yaitu Id, ego dan superego.
1. Id
Pada setiap kepribadian seseorang, terdapat satu inti yang tidak dapat sama sekali disadari, dan wilayah psikis tersebut dinamakan oleh Freud sebagai id. Id merupakan salah satu aspek kepribadian yang bersifat naluriah. Aspek kepribadian ini sudah ada pada diri manusia sejak
manusia dilahirkan ke bumi (Azizah dalam Wulandari & Sakinah, 2021).
Id berisikan hal-hal yang secara psikologis menurut Freud telah diwariskan sejak lahir. Contohnya dorongan insting-inting yang secara langsung mencari pemuasan, seperti seorang anak kecil yang dikendalikan oleh prinsip kesenangan. Secara sederhana, id adalah tempat menetapnya naluri-naluri seksual manusia dan impuls agresif (sifat dasar hewani manusia). Dengan kata lain, id ini berkerja untuk mendorong manusia agar merealisasikan segala kebutuhannya, seperti kebutuhan minum, mandi, dan tidur. Aspek kepribadian ini selalu berhubungan dengan kesenangan. (Wulandari & Sakinah, 2021).
2. Ego
Ego merupakan aspek kepribadian yang bersifat rasional. Ego juga disebut eksekutif kepribadian, karena ia mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon, memuaskan instink yang dikehendaki dan berperan sebagai pengendali konflik antara id dan super ego (Husna, 2018). Ia merupakan penengah antara keinginan akan kepuasan dengan kondisi lingkungan atau dunia nyata.
3. Super Ego
Super ego memiliki fungsi merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual. Selain mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan moral dan mengejar kesempurnaan (Husna, 2018). Superego merupakan aspek kepribadian yang berkaitan dengan nilai moral. Aspek kepribadian ini mengacu pada nilai moral yang telah diajarkan oleh orang tua, guru, atau tokoh-tokoh lain dimasa anak- anak (Wulandari & Sakinah, 2021). Oleh sebab itu, superego ini bergantung pada ajaran moral yang telah ditanamkan kepada seseorang.
C. Dinamika Kepribadian
Menurut Freud dinamika kepribadian didasarkan pada konversi energi, yang mana disini dinyatakan bahwa energi dapat berubah dari energi fisiologis pada energi
psikis ataupun sebaliknya. Energi psikis adalah energi yang digunakan dalam kegiatan psikologis, seperti berfikir. Penghubung antara kedua energi (energi fisiologis dan energi psikologis) adalah id dan instink-instinknya.
Dinamika kepribadian terkait dengan proses pemuasan instink, pendistribusian energi psikik dan dampak dai ketidak mampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada berinteraksi dengan dunia luar yaitu kecemasan.
1. Naluri manusia (instink). Instink merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes).
Instink mempunyai empat macam karakteristik, yaitu: (a) sumber (source): kondisi rangsangan jasamaniah atau needs, (b) tujuan (aim): menghilangkan rangsangan jasmaniah atau mereduksi tegangan, sehingga mencapai kesenangan dan terhindar dari rasa sakit, (c) objek (object): meliputi benda atau keadaan yang berada di lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan, termasuk kegiatan untuk memperoleh objek tersebut, seperti belanja atau memasak makanan dan (d) pendorong/penggerak (impetus): kekuatan yang bergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Freud melihat naluri sebagai historis yang diperoleh dan bersifat konservatif. Dia percaya bahwa naluri adalah dorongan bawaan untuk memulihkan keadaan sebelumnya hal, bahwa mereka somatik atau kebutuhan biologis pikiran. Freud mengklasifikasikan instink ke dalam dua kelompok yaitu :
a. Instink hidup (life instink: eros). Instink hidup merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau konstruktif. Energi yang bertanggungjawab bagi instink hidup adalah libido. Libido ini bersumber dari erogenetic zones yaitu bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangsangan (seperti bibir, dubur dan organ seks) yang apabila dimanipulasi tertentu akan menimbulkan rasa kenikmatan. Dalam pandangan Freud, naluri seksual adalah unik di antara naluri dalam bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang tidak mencoba untuk memulihkan keadaan sebelumnya.
b. Instink mati (death instink: thanatos). Instink ini merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negatif atau destruktif. Thanatos adalah sekelompok insting mati yang menentang upaya Eros dan, "memimpin apa yang hidup kembali ke negara anorganik" (ibid). Freud meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati (keadaan tak bernyawa = inanimate state).
Pendapat ini didasarkan kepada prinsip konstansi yaitu bahwa semua proses kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia yang anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup adalah mati. Derivatif dari instink ini adalah tingkah laku
agresif, baik secara verbal (seperti berkelahi, memebunuh atau bunuh diri dan memukul orang lain). Bagi Freud, evolusi peradaban manusia mewakili perjuangan antara hidup dan mati naluri seperti manusia. Dia menyimpulkan ini dengan sebuah kutipan dari Plautus; Homo Homini Lupus (manusia adalah serigala bagi manusia).
D. Perkembangan Kepribadian
Freud (dalam Ja’far, 2016) menegaskan bahwa pada manusia terdapat lima fase perkembangan kepribadian, kelima fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Oral
Berlangsung dari usia 0 sampai dengan 18 bulan, titik kenikmatan terletak pada mulut, dimana aktivitas paling utama adalah menghisap dan menggigit. Hal ininmerupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasaan. Menurut Freud objek yang paling pertama mendatangkan kesenangan dan kepuasan adalah buah dada ibu atau botol susu. Tugas perkembangan pokok dari seorang bayi selama fase oral ini adalah membentuk sikap ketergantungan dan kepercayaan pada orang lain.
Freud yakin bahwa individu, yang fase oralnya memperoleh perangsang oral yang berlebihan atau sangat kekurangan di masa dewasanya akan memiliki kepribadian oral-passive, dengan ciri-ciri karakter seperti pennurut, pasif, kurang matang, dan dependen.
Pada fase oral kedua (oral-aggressive atau oral-sadistic) ketika seorang bayi sudah memiliki gigi, menggigit dan mengunyah memiliki arti penting dalam mengungkapkan frustasi yang disebabkan ketidak hadiran ibu atau tidak adanya objek pemuas kebutuhannya. Dan apabila individu mengalami fiksasi atau terpaku pada fase oral sadistic maka masa dewasanya akan memiliki karakter sarkastis, pesimis, dan sinis terhadap yang ada disekitarnya dan memiliki kecederungan mendominasi da mengeksploitasi orang lain sepanjang upaya memuaskan kebutuhan- kebutuhannya.
2. Tahap Anal
Belangsung dari usia 18 sampai dengan tiga sampai empat tahun, titik
kenikmatannya terletak pada anus. Yaitu seperti menahan faeces (kotoran). Memegang dan melakukan sesuatu adalah aktivitas yang paling dinikmati. Pada fase ini juga anak sudah mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya memalui atau latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya. Menurut Freud ada 2 cara orang tua menerapkan toilet training, berikut akibatnya :
a) Pertama, dengan cara penerapan yang keras dan di tekan. Akibatnya dewasanya si anak akan memiliki kepribadian anal-retentive.
Dengan ciri seperti keras kepala, kaku, kikir, terlalu teliti dan ekstrim dalam soal kebersihan juga ketidakmampuan untuk mentoleransi atau membedakan kebingungan dan ambiguitas.
b) Kedua, membiarkan anak membuang kotorannya sekehendak hati si anak. Akibatnya pada si anak akan mengembangkan kepribadia anal-aggresive. Pada masa dewasanya akan terfiksasi, dan mempunyai kepribadian atau sifat kejam, destruktif, pembenci, serta memiliki kecenderungan memandang orang lain sebagai objek untuk dimiliki atau dikuasai.
3. Tahap phallic
Berlangsung antara 3 sampai 5 tahun, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah alat kelamin. Dengan maksud memperoleh kepuasan.
Kata Freud, si anak secara tak sadar memiliki keinginan memiliki orang tua yang berlawan jenis dengan dia, dan pada saat yang sama memandang orang tua yang berjenis kelamin yang sama dengan dia sebagai saingannya.
4. Tahap Laten
Berlangsung dari usia 5, 6 atau 7 sampai usia pubertas (sekitar usia 12 tahun). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi proses belajar. Di zaman Freud
anak-anak usia ini, yang terlihat tenang dan biasa-biasa saja secara seksual, mungkin saja menghabiskan seperempat waktunya untuk main dokter-dokteran dengan lawan jenisnya. Kita tahu bahwa zaman Freud adalah zaman yang merepresi wacana seksual, maka tidak heran perkembangan seksualitas anak-anak lebih lambat dari perkembangan yang dialami anak zaman sekarang. Dengan berakhirnya fase phallic, anak akan memasuki tahap ini yaitu fase masa tenang.
Pada fase ini sampai pubertas aktivitas seksual berkurang, dan energi libidal disalurkan ke dalam aktivitas-aktivitas yang lain seperti belajar, olahraga, atau berteman dsb. Periode ini bisa dilihat sebagai periode persiapan bagi perkembanan psikoseksual fase berikutnya, serta pada periode ini anak mulai melakukan perbandingan seksual.
5. Tahap Genital
Dimulai pada usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat terlihat jelas pada diri remaja, khususya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual. Masturbasi, seks oral, homoseksual dan kecenderugan- kecenderungan seksual lain yang kita anggap ‚biasa’ saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal. Dengan memasuki masa pubertas yang juga merupakan awal dimulainya fase genital, individu mengalami kebangkitan atau peningkatan dalam dorongan seksual dan mulai menaruh perhatian terhadap lawan jenis. Peningkatan dorongan seksual ini merupakan akibat dari adanya perubahan biokimia dan fisiologis, yakni menjadi matangnya organ-organ reproduksi dan sistem endokrin mulai menjalankan fungsinya mengeluarkan hormon-hormon yang kemudian menghasilkan ciri-ciri seks sekunder. Dalam teori psikoanalisis, karater genital mengiktisarkan tipe ideal dari kepribadian, yakni terdapat pada orang yang mampu mengembangkan relasi seksual yang matang dan bertanggungjawab, serta mempu memperoleh kepuasan dari pasangan heteroseksual. Untuk mencapai karakter genital ini, individu haruslah bebas dari ketidakpuasan dan hambatan masa kanak- kanak awal. Namun apabila individu mengalami pengalaman traumatik di masa kanak-kanak awalnya atau hal-hal yang menghambat, maka
penyesuaian yang memadai selama fase genital ini akan sulit.-
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian merupakan bentuk cerminan dari tingkah laku atau perilaku setiap individu. Menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia dipengaruhi oleh proses mental yang tidak sadar. Freud menyebutkan bahwa ada tiga aspek penting yang membangun kepribadian, yaitu id, ego, dan super ego. Ketiga hal tersebut meliputi aspek biologis, psikologis, dan sosiologis yang saling berhubungan satu sama lain dengan tugas dan peranannya masing-masing.
B. Saran
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran dan masukan yang membangun dan kemudian dapat menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Sarinah, Susilawati, & Juanda. (2022). Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.
Jurnal Kependidikan, 7(1), 25–31. http://e-
journallppmunsa.ac.id/index.php/kependidikan/article/view/912/885
Husna, F. (2018). Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 5(2), 99–112. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v5i2.9411
Ja’far, S. (2016). Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi Dan Filsafat.
Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 209–221.
https://doi.org/10.15575/psy.v2i2.461
Rahman, A. A. (2019). Sejarah Psikologi: Dari klasik hingga modern. Depok: Rajawali Pers. Solihah, I. F., & Ahmadi, A. (2022). Mekanisme Pertahanan Ego Tokoh Utama Dalam
Kumcer Sambal & Ranjang Karya Tenni Purwanti (Tinjauan Psikoanalisis Sigmund Freud). Bapala, 9(2), 14–27.
Syawal, S., & Helaluddin. (2018). Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan. Academia.Edu, March, 1–16.
http://www.academia.edu/download/60642918/Psikoanalisissigmudfreud20190919- 88681-dfxtxf.pdf
Wulandari, P., & Sakinah, R. M. (2021). Id, Ego, Superego Tokoh Utama dalam Film The Message (Ar Risalah) 1976. Matapena: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 4, 141–154.