MAKALAH AKUPRESURE ANKLE BRACHIAL INDEX PADA DIABETES MILITUS
Oleh : Kelas 1A Kelompok 4
Muhammad Nur Ilfan (201211672) Nadila Madrianti (201211673) Nazitul Anatasya (201211674)
Nursastri (201211675) Vina Sofiana (201211676)
Dosen Mata Kuliah :
Ns.Defrima Oka Surya,M.Kep.SP.Kep Kom
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MERCUBAKTIJAYA PADANG 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan kami dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komplementer Dasar tentang “Akupresure Ankle Brachial Index Pada Diabetes Militus” Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semua pihak.
Padang, 2 April 2021
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 1
DAFTAR ISI... 2
BAB I PENDAHULUAN ...3
A. Latar Belakang ...3
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan... 4
D. Manfaat ...4
BAB II PEMBAHASAN... 5
A. Akupresure Dan Diabetes Militus... 5
B. Ankle Brachial Index Pada Diabetes Militus Tipe 2... 8
C. Efektifitas Terapi Akupresure Terhadap Peningkatan Ankle Brachial Indeks (ABI) Pada Pasien Diabetes Militus... 16
BAB III PENUTUP... 20
A. Kesimpulan ... 20
B. Saran... 20
DAFTAR PUSTAKA... 21
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes militus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikema yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya. Penatalaksanaan yang tidak efektif dapat mengakibatkan komplikasi seperti penyakit Arteri Perifer (PAP). Data Riskesdes (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007, consensus PERKINI 2015. Proporsi diabetes militus di Indonesia sebesar 6,9%, toleransi glukosa terganggu sebesar 29,9% dan glukosa adalah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan yang menderita diabetes mellitus hampir sama dengan di perkotaan . Prevelensi diabetes militus meningkat dari 11% (2007) menjadi 21%
(2013). Setiap tahumnya ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang permenit yang meninggal akibat penyakit yang berakibatkan diabetes. Angka diatas makin lama makin bertambah sering dengan gaya hidup modern yang serba santai, serba instan, dan serba canggih. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi pembuluh darah ekstermitas bawah yaitu Ankle Brachial Index (ABI). Interprestasi dari nilai ABI digunakan sebagai indikator penanganan yang efektif bagi pasien DM.
Salah satu bentuk pelaksanaan dari hal tersebut adalah dengan melakukan terapi komplementer diantaranya adalah terapi akupresure.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akupresure dan diabetes militus?
2. Apa yang dimaksud dengan ankle brachial index?
3. Apa tujuan pengkuran ankle brachial index (ABI) ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ankle brachial index (ABI)?
5. Bagaimana cara pengukuran ankle brachial index (ABI) ?
6. Bagaimana efektivitas terapi akupresur terhadap peningkatan nilai ankle brachial index (ABI) pada penderita diabetes militus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akupresure dan diabetes militus?
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ankle brachial index?
3. Untuk mengetahui apa tujuan pengkuran ankle brachial index (ABI) ? 4. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ankle
brachial index (ABI)?
5. Untuk mengetahui bagaimana cara pengukuran ankle brachial index (ABI) ?
6. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas terapi akupresur terhadap peningkatan nilai ankle brachial index (ABI) pada penderita diabetes militus?
D. Manfaat
Diharapkan dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan literature bagi pihal-pihak yang membutuhkan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Akupresure Dan Diabetes Militus
1. Definisi
a. Akupresure
Terapi acupressure merupakan salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi sensitivitas kaki. Acupressure merupakan metode non invasive yang prinsip kerjanya didasarkan pada prinsip akupuntur (Black & Hawk,2009).
Pada dasarnya Akurpresur berarti teknik pijat yang dilakukan pada titik-titik tertentu ditubuh,untuk menstimulasi titik-titik energi. Titik- titik tersebut adalah titik-titik akupuntur. Tujuannya adalah agar seluruh organ tubuh memperoleh 'chi' yang cukup sehingga terjadi keseimbangan chi tubuh.'chi' adalah enegri yang mengalir melalui jaringan di berbagai meridian tubuh dan cabang-cabangnya. Cara meningkatkan ataumembangunkan 'energi tubuh tersebut pada Akupuntur dilakukan dengan menusukkan jarum-jarum Akupuntur pada titik-titik tertentu yang berkaitan dengan keluhan pasien, sedangkan akurpresur melakukan hal yang sama dengan tekanan jari- jari tangan dan pemijata(Hadibroto,2006).
Akupresur merupakan perkembangan terapi pijat yang berlangsung seiring dengan perkembangan ilmu akupuntur karena tekhnik pijat akupresur adalah turunan dari ilmu akupuntur. Tekhnik dalam terapi ini menggunakan jari tangan sebagai pengganti jarum tetapi dilakuka pada titik-titik yang sama seperti yang digunakan pada terapi akupuntur.Acupressure telah hadir sekitar 5000 tahun yang lalu dan berasal dari Tiongkok.Hingga kini acupressure masih digunakan
sebagai salah satu cara penyembuhan yang popular dibeberapa negara Asia seperti RRC, Cina, India, Jepang dan Korea, dan kini makin dikembangkan oleh berbagai institusiinstitusi penyembuhan di negara Barat. Bahkan WHO mengakui acupressure sebagai suatu terapi yang dapat mengaktifkan neuron pada sistem saraf, dimana hal ini merangsang kelenjar-kelenjar endokrin dan hasilnya dapa mengaktifkan organ-organ yang bermasalah ( Dupler &
Douglas,2005).
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hipoglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes melitus adalah penyakit yang memiliki tanda-tanda yaitu peningkatan kadar gula di dalam darah dengan karakteristik terdapat resistensi insulin dan kurangnya insulin yang relative dan bisa terjadi komplikasi akut maupun kronis. Diabetes melitus adalah merupakan suatu penyakit metabolic dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang terjadi karena adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin maupun kedua duanya (American Diabetes Association, 2013). Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik akibat pancreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak dapat memanfaatka insulin yang diprodukasi secara efektif, dan menimbulkan konsentrasi glukosa dalam meningkat (American Diabetes Association,2009).
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan komplikasi. Salah satu komplikasi dari DM adalah penyakit vaskuler perifer. Penyakit vaskuler perifer merupakan salah satu komplikasi DM menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah. Penyakit vaskuler perifer terjadi akibat proses aterosklerotik. Proses aterosklerotik pada penyakit vaskuler perifer menyebabkan penurunan aliran darah (perfusi) ke
ekstremitas bawah yang ditandai dengan penurunan ankle brachial index (ABI)(Baynest, 2015).
Ankle brachial index (ABI) merupakan nilai perbandingan tekanan darah ankle dan brachial yang menggambarkan perfusi di ekstremitas bawah (Aboyans et al., 2012). Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non invasif pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskemia, mpenurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetik. Penurunan ABI menyebabkan peningkatan resiko komplikasi kaki diabetik (Baynest,2015). Sirkulasi darah pada bagian kaki dapat diukur melalui pemeriksaan non invasif salah satunya adalah dengan pemeriksaan ABI (ankle brachial index). Upaya preventif yang telah dilakukan perawat komunitas untuk mencegah komplikasi lanjut masalah kaki diabetik adalah edukasi pengontrolan diet dan gula darah,edukasi tentang perawatan kaki dan mengajarkan senam kaki diabetic untuk meningkatan sirkulasi perifer atau ABI. Upaya preventif ditambah dengan pemberian terapi komplementer akan lebih efektif mencegah terjadinya komplikasi kaki diabetik. Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi perifer dan meningkatkan nilai ABI pada Diabetisi adalah akupresur.
Akupresur adalah salah satu tindakan yang diakui sebagai tindakan keperawatan dalam Nursing Intervention Classifications. Perawatan kaki dengan menggunakan teknik akupresur belum pernah dilakukan perawat komunitas untuk meningkatkan perfusi perifer kaki atau ABI pada penderita DM. Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilihat lebih lanjut bagaimana pengaruh akupresur terhadap ABI pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Teknik akupresur menggunakan teknik penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran energi. Tekanan atau pijatan sepanjang garis meridian dapat menghilangkan penyumbatan yang ada dan memperbaiki keseimbangan alami tubuh. Akupresur lebih menitik beratkan pada keseimbangan semua unsur kehidupan dengan memberikan
perangsangan pada titik-titik tertentu dengan menggunakan jari tangan, telapak tangan, siku, lutut, dan kaki. Akupresur berguna untuk bermacammacam sakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan, kelelahan, dan penyakit. Akupresur sangat praktis karena tidak memerlukan banyak alat dan cukup dengan jari tangan, ibu jari, telunjuk, telapak tangan serta murah dan aman.
B. Ankle Brachial Index Pada Diabetes Militus Tipe 2 1. Konsep dasar diabetes melitus tipe II
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang terjadi saat kenaikan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan hormon insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas kelenjar tubuh, dan transpor glukosa dari aliran darah ke sel tubuh dimana glukosa diubah menjadi energi.
Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes melitus (IDF, 2017).
Menurut IDF (2017), hiperglikemia pada diabetes tipe II adalah hasil dari produksi insulin yang tidak memadai dan ketidakmampuan tubuh merespon sepenuhnya untuk insulin, didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak efektif dan karena itu pada awalnya mendorong kenaikan produksi insulin untuk mengurangi kenaikan glukosa tapi seiring waktu keadaan relatif tidak memadai produksi insulin untuk berkembang.
Faktor yang berperan menjadi penyebab perkembangan DM tipe II adalah etnisitas, riwayat keluarga diabetes, kurangnya aktifitas fisik, riwayat diabetes gestasional masa lalu dan usia lanjut. Individu dapat mengalami tanda dan gejala diabetes yang berbeda, serta kadang-kadang mungkin tidak ada tanda-tanda. Tanda umum yang dialami yaitu sering buang air kecil (poliuria), haus yang berlebihan (polidipsia), kelaparan meningkat
(polipagia), berat badan menurun, kelelahan, kurangnya minat dan konsentrasi, sebuah sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki, penglihatan kabur, sering infeksi, lambat penyembuhan luka, muntah dan sakit perut (IDF, 2017).
International Diabetes Federation (2017), mengemukakan dengan berpedoman pada ketetapan World Health Organization (WHO) dan American Diabetes Association (ADA) (2017), bahwa ada beberapa kriteria untuk mendiagnosis diabetes melitus yaitu kadar HbA1c ≥ 6,5 % atau setara dengan 48 mmol/L, kadar glukosa glukosa plasma sewaktu- waktu ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) ditemukan pada individu dengan gejala khas diabetes, kadar glukosa plasma puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL) kadar glukosa plasma ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jam post prandial.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus tipe II menurut adalah penyakit jantung (kardiovaskular) penyakit mata (retinopati diabetik, penyakit ginjal (nefropati diabetik, penyakit saraf (neuropati diabetik) dan diabetik foot, peningkatan risiko radang gusi (periodontitis) atau hiperplasia gingival, dan komplikasi kehamilan (diabetes gestational) (IDF, 2017). PERKENI (2015), mengemukakan penatalaksaan diabetes melitus tipe II yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
2. Pengertian ankle brachial index (ABI)
Ankle Brachial Index (ABI) test merupakan prosedur pemeriksaan diagnostik sirkulasi ekstremitas bawah untuk mendeteksi kemungkinan adanya peripheral artery disease (PAD) dengan cara membandingkan tekanan darah sistolik tertinggi dari kedua pergelangan kaki dan lengan (Bryant & Nix, 2006).
Menurut Sacks et al., (2003), ankle brachial index (ABI) yang pada prinsipnya sama dengan tekanan darah yang merupakan hasil perkalian antara curah jantung dengan tahan perifer. Sehingga pada pasien diabetes melitus yang mengalami ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, apabila tahanan darah perifer dan curah jantungnya meningkat maka akan terjadi
peningkatan tekanan darah juga. Ankle brachial index (ABI) dikatakan normal apabila tekanan darah kaki sebanding dengan tekanan darah brachial. ABI normal merupakan indikator bahwa aliran darah ke perifer termasuk kaki efektif.
3. Tujuan pengukuran ankle brachial index (ABI)
Pemeriksaan non invasif ini digunakan untuk menskrining pasien yang mengalami insufisiensi arteri untuk mengetahui status sirkulasi ekstremitas bawah dan resiko luka vaskuler serta mengidentifikasi tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien DM tipe II terutama yang memiliki faktor resiko seperti, merokok, obesitas, dan tingginya kadar trigliserida dalam darah berdasarkan hasil laboratorium (Bryant & Nix, 2006).
Menurut Trina Parkin (2008), pengukuran ankle brachial index (ABI) dilakukan untuk penilaian yang holistik dalam beberapa keadaan antara lain:
a. Sebagai bagian dan pengkajian menyeluruh pada ulserasi kaki.
b. Kekambuhan dan ulserasi kaki.
c. Sebelum dimulainya atau permulaan dan tetapi kompresi (penekanan).
d. Warna atau temperatur kaki berubah.
e. Bagian dan pengkajian yang terus menerus (kontinyu).
f. Pengkajian dan penyakit vaskuler perifer.
g. Untuk monitor perkembangan dan penyakit.
Kontraindikasi dalam pengukuran ankle brachial index (ABI) antara lain :
cellulitis, deep vein thrombosis, ulserasi kronis di daerah pergelangan kaki.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ankle brachial index (ABI)
Prevalensi ABI yang rendah atau patologis meningkat pada subjek diabetes dan berhubungan dengan usia, lamanya diabetes, dan jenis kelamin.
a. Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun pada pasien diabetes melitus tipe II dengan onset terjadi di atas umur 30 tahun, sering kali diantara usia 40-60 tahun, mengalami gangguan tekanan darah oleh karena resistensi insulin. Makin bertambah usia, insulin pada perempuan meningkat sedangkan pada laki- laki menurun. Resistensi insulin menyebabkan gangguan metabolisme lemak yaitu dislipidemia, yang mempercepat proses aterosklerosis dan berdampak terganggunya aliran darah dan tekanan darah (Price & Wilson, 2006).
b. .Jenis kelamin
Secara keseluruhan risiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki dari pada perempuan. Perempuan agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah menopause, tetapi pada pada kedua jenis kelamin pada usia 60-70an frekuensi menjadi setara (Price & Wilson, 2006). Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dan tekanan darah pada anak laki-laki ataupun perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah lebih tinggi. Setelah menopause, perempuan cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pria pada usia tersebut (Potter & Perry, 2005).
c. Durasi penyakit diabetes melitus yang lama
Lama menderita diabetes melitus tipe II dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. Penyebab yang spesifik dan patogenesis setiap komplikasi masih terus diselidiki, namun peningkatan kadar glukosa darah tampaknya berperan dalam proses terjadinya kelainan neuropatik,
komplikasi mikrovaskuler dan sabagai faktor risiko timbulnya komplikasi
makrovaskuler. Komplikasi jangka panjang tampak pada diabetes I dan II (Waspadji, 2010). Komplikasi terjadi pada pasien yang menderita diabetes melitus rata-rata selama 5-10 tahun dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol yaitu dimana kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL dan kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL (Be Healthy Enthusiast, 2012).
5. Cara pengukuran ankle brachial index (ABI)
Cara pengukuran ankle brachial index (ABI) menurut Milne et al., (2003) :
a. Anjurkan klien untuk berbaring dalam posisi supine.
b. Pasang manset tekanan darah sekitar lengan atas pasien c. Pasang gel ultrasonik.
d. Dengarkan doppler, dan kembangkan atau pompa manset sampai suara doppler tidak muncul.
e. Dengan perlahan kempiskan manset sampai suara doppler terdengar. Ini merupakan tekanan brachial sistolik.
f. Peroleh tekanan brachial pada kedua lengan. Untuk menghitung indexnya, gunakan tekanan yang lebih tinggi.
g. Untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle), pasang manset pada ekstremitas bawah di atas pergelangan kaki atau mata kaki.
h. Pasang gel ultrasonik pada dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior.
i. Dengarkan doppler dan kembangkan manset sampai suara doppler tidak terdengar.
j. Dengan perlahan-lahan kempiskan manset sampai suara doppler terdengar.
Bunyi ini merupakan tekanan pergelangan kaki atau ankle k. Kalkulasikan ABI sesuai rumus berikut :
SITOLIK KAKI ABI =
SITOLIK LENGAN
6. Interpretasi nilai ankle brachial index (ABI)
Menurut Bryant and Nix (2006), interpretasi nilai ABI disajikan pada tabel 1
Tabel 1
Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
Nilai ABI Interp
restasi
ABI > 1,3 Nilai abnormal, karena adanya kalsifikasi pada dinding pembuluh
darah pada pasien dengan diabetes.
ABI> 0,9 – 1,3 Batas normal
ABI < 0,6 – 0,8 Borderline perfusion / perbatasan perfusi
ABI < 0,5 Iskemia berat; penyembuhan luka tidak memungkinkan kecuali
terdapat revaskularisasi.
ABI < 0,4 Iskemia kaki kritis Sumber : Bryant and Nix, (2006).
Tabel 2
Interprestasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
Nilai ABI Interpretasi
> 1,31 Kalsifikasi dinding pembuluh
darah
0,91-1.31 Normal
0,70-0,90 PAD ringan
0,40-0,69 PAD sedang
≤ 0,40 PAD Berat
Sumber : Soyoye et al., (2016).
Adapun interpretasi nilai ABI yang digunakan pada penelitian ini adalah interpretasi nilai ABI pada tabel 2.
7. Ankle brachial index (ABI) pada pasien diabetes melitus tipe II
Diabetes melitus tipe II adalah kondisi kronis yang terjadi akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak bisa atau tidak cukup dalam menghasilkan hormon insulin atau hormon insulin tidak bisa digunakan secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di kelenjar pankreas dan bertugas mengedarkan glukosa dari peredaran darah ke sel tubuh dimana glukosa diubah menjadi energi.
Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes (IDF, 2017)
Diabetes mellitus tipe II akan menyebabkan terjadinya komplikasi apabila tidak dikelola dengan baik. Pada penyandang DM tipe II dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerolus ginjal, syaraf, dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar (makrovaskular), manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung kororner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberculosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus atau gangren diabetes (Waspadji, 2010).
Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis.
Diabetes melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah sintesis kolesterol, tigliserida, dan fosfolipid:
peningkatan kadar LDL dan kadar HDL yang rendah (Price & Wilson, 2006). Faktor terpenting yang menyebabkan aterosklerosis adalah konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma darah dalam bentuk lipoprotein berdensitas rendah yang tinggi kolesterol ini ditingkatkan oleh beberapa faktor meliputi tingginya lemak jenuh dalam diet sehari- hari, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. Dalam jumlah yang kecil, konsumsi kolesterol yang berlebihan juga dapat meningkatkan kadar lipoprotein berdensitas rendah dalam plasma (Guyton & Hall, 2008).
Pasien DM tipe II cenderung mengalami perubahan elastisitas kapiler pembuluh darah, penebalan dinding pembuluh darah, dan pembentukan plak atau thrombus yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemia sehingga menyebabkan vaskularisasi ke perifer terhambat (Yunita dkk, 2011). Hal ini menyebabkan pasien DM cenderung memiliki nilai ankle brachial index (ABI) yang lebih rendah dari rentang normal (0,9-1) (Laksmi dkk, 2013). Pasien DM tipe II umumnya mengalami peningkatan insiden dan prevalensi bising karotis, intermittent claudication, tidak adanya nadi pedis, dan penurunan nilai ankle brachial index (ABI) serta gangren iskemik (Sudoyo dkk, 2006).
Pada pasien yang mengalami gangguan peredaran darah kaki maka akan ditemukan tekanan darah tungkai lebih rendah dibandingkan tekanan darah lengan yang mengakibatkan nilai ankle brachiali index (ABI) menjadi menurun. (Smeltzer & Bare, 2010).
C. Efektifitas Terapi Akupresure Terhadap Peningkatan Ankle Brachial Indeks (ABI) Pada Pasien Diabetes Militus 2
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar jenis kelamin responden yang menyandung DM tipe 2 yaitu responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 (68,8 %). DM tipe II Lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki. Pernyataan tersebut didukung oleh diabetes gestasianol yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak menyandang diabetes. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% yang mengalami diabetes ini akan kembali ke status non diabetes tipe ini akan kembali ke statatus nondiabetes setelah persalinan berakhir, namun risiko untuk mengalami diabetes tipe II lebih besar daripada wanita hamil yang tidak mengalami diabetes.
2. Karakteristik responden berdasarkan umur
Dalam penderitaan ini diperoleh bahwa sebagian besar usia responden yang menyandang DM tipe II yaitu responden yang berumur 50-59 tahun dengan jumlah 11 (68,8%). Usia adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah pada pasien DM. Pada penelitian ini responden didominasi oleh usia lanjut. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan golberg dan coon (2006) bahwa umur sangat erat hubungannya dengan kenaikan kadar gula darah sehingga semakin meningkat usia maka prevelensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.
Damayanti (2015) memaparkan bahwa faktor risiko menyandang DM tipe II adalah usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya penurunan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Peningkatan risiko diabetes sesuai dengan usia khususnya pada usia lebih dari 40 tahun karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin berkurang. Hal ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh wahyuni dan afrisa (2016) mengenai senam kaki diabetic efektif
meningkatkan Ankle Brachial Index (ABI) pasien Diabetes Militus Tipe 2 menunjukan bahwa umur yang didapatkan pada penelitian ini rata-rata 50.30 tahun. Sehingga pemneliti berasumsi bahwa penyandang diabetes mellitus lebih banyak ditemukan pada usia dewasa yang berumur 51-60 tahun disebabkan karena seiring dengan proses penuaan terjadi pula penurunan fungsi sel atau organ tubuh seperti sel β pankreas yang berfungsi memproduksi insulin sehingga dapat menyebabkan gangguan pada kinerja atau produksi insulin yang berdampak pada intoleransi glukosa.
3. Karakteristik Ankle Brachial Index Responden sebelum terapi akupresure Dalam penelitian diperoleh bahwa didapatkan hasil ankle brachial index pretest dengan hasil ukur ABI obstruksi sedang 13 klien (81,2%) dan obstruksi berat 3 responden (18,8%). Menurut peneliti, pasien diabetes mellitus berpotensi menderita berbagai komplikasi dan komplikasi kaki adalah komplikasi yang sering terjadi yang meliputi gangguan aliran darah kaki. Gangguan aliran darah kaki dapat dideteksi dengan mengukur Ankle Brachial Index (ABI) yang didapatkan dengan membandingkan tekanan darah yang ditandai dengan penurunan nilai ABI dapat disebabkan karena ateroskolorsisdan juga karena latihan fisik yang kurang, sehingga aliran darah pada kaki kurang lancer. Menurut PAPDI (2007), salah satu penyebab gangguan aliran darah pada usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri bisa disebabkan karena hiperglikeni yang menahun, hipertensi, hiperkolestero lemia, dan pada perokok.
4. Karakteristik Ankle Brachial Index Respondens sesudah terapi akupresure Dalam penelitian ini diperoleh bahwa didapatkan hasil ankle brachial index protest dengan hasil ukur ABI obstruksi ringan 9 responden (56,2%) dan obstruksi sedang 3 responden (43,8%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan corwin (2009), yang menyatakan bahwa kaki yang memiliki risiko luka kaki dengan ditandai penurunan nilai ABI dapat dilakukan terapi mulai dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi. Terapi suportif sebagai tindakan primer meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetep bersih dan lembab dengan memberikan krim
pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dari bahan yang halus serta melakukan terapi akupresure.
5. Dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh terapi akupresur terhadap nilai ankle brachial index, hal tersebut dapat dilihat melalui uji wilcoxon signed ran ktest hasil observasi nilai angka brachial index sebelum diberikan intervensi terapi akupresur dan hasil observasi nilai ankle brachial index setelah diberikan an-nasr api akupresur pada 16 orang responden. Dalam penelitian didapatkan p value + 0,000 (p value <0,05) yang berarti bahwa penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan efektivitas terapi akupresure terhadap peningkatan Ankle Brachial Indeks (ABI) pada pasien Diabetes Melitua Tipe 2 di RSUD Sultan syarif Mohammad Alkadrie dengan melakukan terapi akupresure selama waktu yang telah di tentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 7 kali.
Dengan terapi akupresure maka sirkulasi peredaran darah akan lancer seperti dikemukakan oleh Arisfa (2016) yang mengatakan bahwa keuntungan akupresure antara lain memperlancar sirkulasi peredaran darah tubuh, penyempitan implus syarat terkurangi, pertahanan tubuh menjadi kuat dan membuat kesejahteraan serta kesehatan tubuh. Hasil penelitian agustianingsih (2013) memaparkan bahwa sirkulasi darah kaki adalah aliran darah yang dipompakan jantung keseluruh tubuh salah satunya kaki yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu viskositas (kekentalan darah), panjang pembuluh darah, dan diameter pembuluh darah. DM merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan aliran darah karena faktor viskositas akibat penumpukan gula darah. Kekentalan darah mengakibatkan aliran darah terganggu ke seluruh tubuh dan menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan tubuh.
Jadi kesimpulan yang dapat di peroleh dari penelitian adalah ankle Brachial Index (ABI) sebelum terapi akupresure, jumlah responden dengan ABI obstruksi sedang 13 klien (81,2%) dan obstruksi berat 3 responden (18,8%). Sedangkan sesudah dilakukan terapi akupresure, Jumlah responden dengan ABI obstruksi ringan 9 responden (56,2%) dan obstruksi sedang 3 responden (43,8%). Hasil analisis statistic
menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,001, (p value <
0,05) sehingga Ha diterima yang berarti bahwa ada pengaruh yang sigifikan antara Ankle Brachial Index (ABI) sebelum dan sesudah terap akupresure.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik akibat pancreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak dapat memnfaatkan insulin yang diproduksi secara efektif, dan menimbulkan konsentrasi glukosa dalam meningkat. Diabetes Melitus (DM) dapat menyebabkan komplikasi. Salah satu komplikasi dari DM adalah penyakit vaskuler perifer. Penyakit vaskuler perifer merupakan salah satu komplikasi. Penyakit vaskuler perifer terjadi akibat proses aterosklerotik. Proses aterosklerotik pada Penyakit vaskuler perifer menyebabkan penurunan aliran darah (perfusi) ke eksternitas bahwa yang ditandai dengan penurunan ankle brachial index (ABI). Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi perifer dan meningkatkan nilai ABI pada
Diabetes adalah akupresure. Perawatan kaki dengan menggunakan teknik akupresure belum pernah dilakukan perawat komunitas untuk meningkatkan perfusi perifer kaki atau ABI pada penderita DM.
B. Saran
Demikian atas ulasan dari makalah ini dari kami, apabila ada kekeliruan, kekurangan atau tidak jelasnya dalam makalah ini diharapkan pembaca dapat membantu dalam memperbaiki makalah ini, terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Fengge, A. (2012). Terapi akupresure: Manfaat & teknik pengobatan.
Yogyakarta : Crop Cricle Crop
Surya, Rekawati, Widyastuti, 2018. Akupresure Efektif Meningkatkan Nilai Ankle Brachial Index Pada Diabetesi
Ginting, Nurfianti, Sukarni. 2017. Efektifitas Terapi Akupresure Terhadap Peningkatan Ankle Brachial Indeks (Abi) Pada Pasien Diabetes Militus Tipe 2
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1138 https://id.scribd.com/