MAKALAH KMB II
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA KATARAK”
DOSEN PENGAMPU :
Ns. Yoza Misra Fatmi, M.Kep., Sp.Kep.M.B
DISUSUN OLEH:
Kelompok 13
1. Amelia Ramadhani (P032114401045) 2. Chica Dwi Rahma Julianti (P0321144010)
3. Naomi Paulina (P032114401069)
4. Prita Angely Kesuma Putri (P0321144010)
TINGKAT : 2 B
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN POLTEKES KEMENKES RIAU
2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah KMB II ini yang berjudul “Enchepalitis” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, tim penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah KMB II atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada tim penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat tim penulis harapkan dari pembaca sekalian. Tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Pekanbaru, 28 Januari 2023
Kelompok 12
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negera berkembang, termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20% di USA presentasi lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari sefalitis, kebanyakan darahnya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit- penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kudik, gelisah dan serta gangguan pada penglihatan kamu pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Enchephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV (Herpes Simplek Virus) yang mempunyai mortalitas dan borbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70- 80% setelah 30 hari meningkat menjadi 90% dala 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang
iv
mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat (Arif Mansjur, 2000).
1.2. Rumusan Masalah
v
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP MEDIK
2.1. Defenisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Struktur otak dan fungsi : 1. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar kira-kira 80% dari berat otak.
Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkann oleh korpus kallosum.
Setiap Hemisfer terbagi atas empat lobus yaitu Lobus frontal, parietal, temporal dan oksipital.
vi
Lobus frontal berfungsi sebagai aktivitas motorik,fungsi intektual,emosi dan fungsi fisik. Pada bagian frontal bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi sebagai pusat motorik Bahasa
Lobus parietal terdapat sensori primer dari korteks,berfungsi sebagai proses input sensori,sensasi posisi,sensasi raba,tekan dan perubahan suhu ringan.
Lobus temporal mengandung area auditorius,tempat tujuan sensasi yang dating dari telinga. Berfungsi sebagai perasa pendengaran, pengecap,penciuman dan proses memori
Lobus oksipital mengandung area visual otak,berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan warna,reflek visual
2. Dienchepalon
Dienchepalon terletak diatas otak thalamus,hypothalamus,epithalamus dan subthalamus. dan terdiri atas batang Thalamus adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telor, terletak pada substansia alba Thalamus berfungsi sebagai stasiun relay dan integrasi dari medulla spinalis ke korteks serebri dan bagian lain dari otak. Hypotalamus terletak dibawah thalamus,berfungsi dalam mempertahankan hoemostasis seperti pengaturan suhu tubuh,rasa haus,lapar respon system saraf outonom dan kontro terhadap sekresi hormone dalam kelenjar pituitari. Epithalamus dipercaya berperan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual
3. Batang otak
Otak terdiri atas otak tengah (tmesencephalon),pons dan medulla oblongata Batang otak berfungsi pengaturan reflex untuk fungsi vital tubuh.Otak tengah mempunyai fungsi utama sebagai relay stimulus pergerakan otot dari dan ke otak.Misalnya kontrol reflex pergerakan mata akibat adanya nerves cranial III dan IV pons menghubungkan otak tengah dengan medulla oblongata,berfungsi sebagai pusat-pusat reflex pernapasan dan mempengaruhi tingkat karbondioksida aktivitas vasomotor.
vii
Medulaoblongata pusat reflex pernafasan, bersin. Menelan, batuk, muntah, sekresi dan vasokontriksi Sraf kranial IX.X.XII keluar dari medulla oblongata. Pada batang otak terdapat juga sistem retikularis yaitu sistem sel saraf dan serat penghubungnya dalam otak yang menghubungkan semua traktus ascendens dan decendens dengan semua bagian lain dari system saraf pusat. System ini berfungsi sebagai integrator seluruh system saraf seperti terlihat dalam tidur, kesadaran, regulasi, suhu, respirasi dan metabolisme.
4. Cerebrum
Cerebelum besarnya kira-kira seperempat dari cerebrum. Antara cerebellum dan cerebrum dibatasi oleh tentorium serebri. Fungsi utama cerebellum adalah koordinasi aktivitas muscular. control tonus otot,mempertahankan postur dan keseimbangan.
2.3. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Infeksi virus yang bersifat endemic
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
viii
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca-infeksi: pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca- vaksinia pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi tractus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997).
2.4. Patofisiologi
Setelah mikroorganisme masuk ke tubuh manusia yang rentan, melalui kulit, saluran pernapasan dan saluluran cerna. Virus menuju sistem getah bening dan berkembangbiak. Virus akan menyebar melalui aliran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui aliran darah virus akan menyebar ke sistem saraf pusat dan organ eksterneural. Kemudian virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan viremia ke dua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi penyakit sistemik. Setelah terjadinya viremia, vius menembus dan berkembangbiak pada endotel vaskular dengan cara endositosis. Sehingga, dapat menembus sawan otak.
Setelah mencapai susunan saraf pusat virus bekembangbiak dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma serta badan golgi yang menghancurkan mereka. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, ganglia dan endotel meningkat.
Sehingga cairan di luar sel masuk ke dalam dan timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan pada susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi berupa Ensefalitis. Dengan masa prodmoral berlangsung 1-4 hari. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipotalamus dan korteks serebra.
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain
ix
ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
2.5. Pathway
x
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadarn menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen, dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer, 2000)
Menurut (Hasan, 1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : a. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang-kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang- kejang di muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama- sama, misal persis atau paralisis, afasia, dan sebagainya. Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, strupor atau koma
2.7. Komplikasi
Sebagai besar penderita radang otak parah mengalami komplikasi akibat peradangan yang terjadi. Risiko komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia penderita, penyebab infeksi, tingkat keparahan, dan kecepatan penanganan.
Kerusakan otak yang disebabkan oleh radang otak dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan selama. Lokasi kerusakan pada otak juga dapat menentukan jenis komplikasi yang terjadi. Komplikasi itu meliputi :
Kelumpuhan
Gangguna bicara dan berbahasa
Gangguan pendengaran dan penglihatan
xi
Gengguan kecemasan umum hilang ingatan dan amnesia
Gangguan kepribadian
Epilepsi
Pada radang otak yang parah, penderita dapat mengalami koma, bahkan kematian.
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu : 1. Biakan
a. Dari darah : viremia yang berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil positif
b. Dari likour serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika
c. Dari feses, untuk jenis entrovirus sering didapat hasil yang positif d. Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif 2. Pemeriksaan serologis :
Uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul
3. Pemerikaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit
4. Punksi lumbal Likour serebrospinalis sering dalam batas normal, kadang- kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
EEG sering menunjukkan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002)
5. CT scan pemeriksaan
CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Endefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal
xii
2.9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
c. Cyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak f. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak
h. Kartikosteroid : intramuskular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak
i. Mengontrol kejang : obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0, 3-0,5 mg/kgBB/kali
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama l. Jika sudah diberikan dua kali dan 15 menit lagi masih kejang, diberikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24jam
xiii
m. Mempertahankan ventilasi : bebaskan celana nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-31/menit)
n. Penatalaksanaan shock septik
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
p. Untuk mengatasi hiperdireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. sebagai hibernasi dapat diberikan largatik 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuskular dibagi dalam tiga kali pemberian titik dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau paracetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral
xiv
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian
1. Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laku-laki dan perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa
2. Keluhan utama
Demam
Kejang
Sakit kepala
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran 4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk, pile kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit herpes, penyakit infeksi pada hidung,telilnga dan tenggorokan
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E Coli dan lain-lain.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
xv
Ststus ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah
2. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme. nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan berat badan menurun
Pola aktivitas. nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan mempengaruhi pola aktivitas
Pola istirahat dan tidur. kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis
Pola eliminasi. kebiasaan defekasi sehari-hari, biasanya pada klien mcfalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilitas maka dapat terjadi obsivitasi. kebiasaan bak sehari-hari, biasanya pada klien ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. jika kebutuhan cairan terpenuhi. jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi urine akan menurun, konsentrasi urine pekat
Pola hubungan dan peran. efek penyakit yang tidur itu terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis biasanya interaksi dengan keluarga atau orang lain biasanya pada klien dengan ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun lebih dari efektif sampai koma
Pola penanggulangan stres. akan cenderung mengolah dengan keadaan dirinya (stres)
7. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian analisis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
xvi
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada client ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-49°celcius. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan dan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan setelah mengalami ensefalitis. TD biasanya normal dan meningkat atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah kalian batu, produksi spotung, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi biasanya taktil primitif seimbang kanan dan kiri. auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rongki pada klien dengan encephalitis berhubungan akulasi sekret dari penurunan kesadaran
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan rencana (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis
c. B3 (Brain)
Merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
1) Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat latergi, trupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2) Fungsi serebri
xvii
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan
3) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya
Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga megganggu proses mengunyah
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot stemokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
xviii
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal
Sistem motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan
4) Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflez dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma
5) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka
6) Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal
e. B5 (Bowel)
xix
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain
8. Pemeriksaan Diagnostik a. Laboratorium
Analisis darah mengidenfikasikan virus
Pemeriksaan serologik pada ensefalitis herpes menunjukan peningkatan titer antibodi pengikat komplemen
b. Pencitraan
MRI menunjukkan lokasi lesi
CT scan menunjukkan edema serebri c. Prosedur diagnostik
Cairan serebrospinal mengidentifikasi virus
Pungsi lumbal memaparkan tekanan cairan serebrospinal
EEG menunjukkan perlambatan gelombang peningkatan protein, otak
3.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (boedihartono 1994 ).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah ensefalitis adalah:
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan sensoripersepsi 2. Gangguan suhu tubuh b.d abses serebri
3. Gangguan rasa aman nyaman dan nyeri b.d nyeri kepala
4. Resiko tinggi infeksi d.d meningkatnya tekanan cairan serebrospinal
xx
3.3. Intervensi Keperawatan N
o
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan sensoripersepsi
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam kh yang
diharapkan
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot meningkat 3. Nyeri menurun 4. Kelemahan fisik
menurun
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung
Terapeutik:
- Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi - Anjurkan melakukan
mobilisasi dini - Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan mis:
duduk ditempt tidur.
xxi
2. Gangguan suhu tubuh b.d abses serebri
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam kh yang
diharapkan
1. Suhu tubuh membaik 2. Suhu kulit membaik 3. Ventilasi membaik 4. Pucat menurun 5. Dasar kuku sianolik
menurun
Observasi:
- Monitor suhu tubuh - Identifikasi penyebab - Monitor tanda dan
gejalah Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang kondusif Edukasi:
- Anjurkan makan minum hangat 3. Gangguan rasa aman
nyaman dan nyeri
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam kh yang diharapkan
1. Keluhan tidak nyaman menurun
2. Gelisah menurun keluhan sulit tidur menurun
Observasi:
- Identifikasi penurunan tingkat energi
ketidakmampuan berkonsentrasi - Periksa ketegangan
otot
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
pencahayaan dan suhu ruangan nyaman Edukasi:
- Jelaskan batas dan manfaat relaksasi
xxii
yang tersedia - Anjurkan
mengambil posisi yang nyaman 4. Resiko tinggi infeksi
d.d meningkatnya tekanan cairan serebrospinal
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam kh yang diharapkan
1. Demam menurun 2. Kemerahan menurun 3. Nyeri menurun 4. Kadar sel darah putih
membaik
Observasi:
- Monitor tanda dan gejala infeksi local sitemik
Terapuetik:
- Batasi jumlah pengunjung
- Beri perawatan kulit pada daerah edama - Pertahankan teknik
aseptic pada pasien resiko tinggi
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejalah infeksi - Ajarkan cara
memeriksa luka - Anjurkan
meningkatkan asupan cairan Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
3.4. Implementasi Keperawatan
xxiii
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tindakan dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup kegiatan mandiri dan kolaborasi. Dengan rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Padila, 2012).
3.5. Evaluasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tindakan dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup kegiatan mandiri dan kolaborasi. Dengan rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Padila, 2012).
xxiv