BISNIS WARALABA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu:
Suprihantosa Sugiarto, M.H
Disusun Oleh :
Moch. Riski Al Aziz (20402051) Putri Dwi Cahyani (20402052) Yuning Sagita (20402053)
KELAS C
PRODI PERBANKAN SYARI’AH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Bisnis Waralaba”.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa, dan sistematika pembahasannya. Oleh karena itu kami mengharap masukan atau kritikan serta saran yang bersifat membangun untuk mendorong kami menjadi lebih baik kedepannya.
Akhir kata, kami ucapkan banyak terima kasih kepada pembaca sudah berkenan membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan pembaca. Amin.
Kediri, 04 Maret 2022 Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan ... 2
BAB II: PEMBAHASAN ... 3
A. Pengertian Waralaba ... 3
B. Konsep Dasar Bisnis Waralaba ... 5
C. Aspek Syariah Waralaba ... 6
D. Waralaba Menurut Hukum Islam ... 9
BAB III: PENUTUP ... 11
A. Kesimpulan ... 11
B. Saran ... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 13
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh persainganserta tidak mengenal batas-batas wilayah. Berbagai bisnis yang dijalankan dengan mudahnya untuk dilaksanakan. oleh karena itu bisnis di zamansekarang ini diperlukannya hukum untuk menaungi dan melindungidengan tujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian hukum, bukan hanya sekedar mencari keuntungan (profit oriented) tetapi ada pertanggung jawaban terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara menyeluruh tersebut.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para bisnisman dan orang-orang yang ingin terjun langsung di dunia bisnis hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis secara detail agar bisnis yang ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan man'aat bagi dirinya dan menyejahterakan masyarakat pada umumnya.
Indonesia seperti kebanyakan negara berkembang yang lain, berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. untuk itu pengembangan pada sektor ekonomi menjadi tumpuan utama agar taraf' hidup rakyat menjadi lebih mapan.Pembangunan ekonomi merupakan pengolahan kekuatan ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui penanaman modal, penggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi atau manajemen
Syahrin Naihasy mengatakan lebih lanjut bahwa sejak perekonomian dunia telah mengalami perubahan yang sangat dahsyat dankini dunia, termasuk Indonesia, menyaksikan fase ekonomi global yang bergerak cepat dan telah membuka tabir lintas batas antar negara.
Dapat dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai tumpuan utama
2
yangdipergunakan sebagai pilar dan dilaksanakan dengan berbagai macam cara yang sekiranya dapat memupuk.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Waralaba ?
2. Bagaimana Konsep Dasar Bisnis Waralaba/ Franchi ? 3. Bagaimana Aspek Syariah Waralaba ?
4. Bagaimana Waralaba Menurut Hukum Islam ? C. Tujuan
Untuk mempermudah tercapainya arah serta sasaran yang diharapkan bagi pembaca, maka penyusun merumuskan beberapa tujuan yang hendak dicapai. adapun rumusan tujuan-tujuan tersebut adalah untuk :
1. Memahami Pengertian dari waralaba
2. Mengetahui Konsep Dasar Bisnis Waralaba/ Franchi 3. Mampu memahami aspek-aspek syariah waralaba 4. Mengetahui tentang Waralaba Menurut Hukum Islam
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Waralaba
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba tanggal 18 Juni 1997 dan Pasal 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/ MPP/KEP/7/1977 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba, pengertian Waralaba (Franchise) adalah:
"perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa".
Waralaba, terjemahan dari kata "franchise", berasal dari kata "wara"
artinya lebih dan "laba" yang artinya untung. Dari arti harfiah tersebut dapat diketahui bahwa waralaba adalah suatu usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa.1
PH Collin, dalam Law Dictionary mendefinisikan Franchise sebagai
"License to trade using a brand name and paying a royalty for it dan franchising sebagai ''Act of selling a license to trade as a Francbisee" . Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan. Sejalan namun agak berbeda, Franchise atau Waralaba dalam Black's Law Dictionary diartikan sebagai:
Hak istimewa khusus yang diberikan atau dijual, seperti menggunakan nama atau menjual produk atau jasa. Secara sederhana, Waralaba adalah lisensi dari pemilik merek dagang atau nama dagang yang mengizinkan orang lain untuk menjual produk atau layanan dengan nama atau merek tersebut.
Lebih luas lagi, Waralaba telah berkembang menjadi perjanjian yang rumit di
1 "Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Waralaba",http://www.skripsi.tesis.com/07/02.
4
mana Penerima Waralaba menyanggupi untuk melakukan bisnis atau menjual produk atau layanan sesuai dengan metode dan prosedur yang ditentukan oleh Pemberi Waralaba, dan Pemberi Waralaba berjanji untuk membantu Penerima Waralaba melalui iklan, promosi, dan lainnya. layanan konsultasi.
Rumusan di atas menunjukkan pada kita semua bahwa waralaba ternyata juga mengandung unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada Iisensi, hanya saja dalam pengertian waralaba seperti diberikan dalam Black's Law Dictionary, lebih menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang Francbisor (Pemberi Waralaba), dengan kewajiban pada pihak Francbisee (Penerima Waralaba) untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemberi Waralaba.
Kamus Istilah Keuangan dan Investasi karya John Downes dan Jordan Elliot Goodman, yang memberikan arti bagi Franchise (Hak Kelola) sebagai:
Suatu hak khusus yang diberikan kepada dealer oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk atau jasa pemilik waralaba disuatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa eksklusivitas.
Pengaturan seperti itu kadangkala diresmikan dalam suatu Franchise agreement (perjanjian hak kelola), yang merupakan kontrak antara pemilik hak kelola dan pemegang hak kelola.
Kontrak menggariskan bahwa yang disebutkan pertama dapat menawarkan konsultasi, bantuan promosional, pembiayaan, dan manfaat lain dalam pertukaran dengan suatu persentase dari penjualan atau laba. Bisnis dimiliki pemegang hak kelola yang biasanya harus memenuhi suatu persyaratan
Dari pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa pengertian Franchise yang diberikan dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi tersebut lebih menekankan pada pemberian konsultasi, bantuan promosional, dan pembiayaan serta manfaat lain yang diberikan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba dengan pertukaran dengan suatu persentase dari penjualan atau laba (royalti) dari Penerima Waralaba kepada Pemberi Waralaba.
5
Dalam Dictionary of Marketing Terms oleh Betsy-Ann Tamer dan lane Imber, Franchise diartikan sebagai:
Lisensi yang diberikan oleh suatu perusahaan (Pemberi Waralaba) kepada individu atau perusahaan (Penerima Waralaba) untuk mengoperasikan toko eceran, makanan, atau obat-obatan di mana Penerima Waralaba setuju untuk menggunakan nama Pemberi Waralaba; produk; jasa; promosi; metode penjualan, distribusi, dan tampilan; dan dukungan perusahaan lainnya. Hak untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan di wilayah tertentu, yang haknya telah diberikan oleh perusahaan kepada orang perseorangan, kelompok orang, kelompok pemasaran, pengecer, atau pedagang besar. Wilayah atau outlet tertentu yang terlibat dalam hak tersebut
B. Konsep Dasar Bisnis Waralaba/ Franchi
Pada dasarnya dalam sistem franchise terdapat tiga komponen pokok, yaitu: Pertama, franchisor, yaitu pihak yang memiliki sistem atau cara-cara dalam berbisnis. Kedua, franchisee, yaitu pihak yang membeli franchise atau sistem dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor. Ketiga adalah franchise, yaitu sistem dan cara-cara bisnis itu sendiri. Ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchise.
Waralaba dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu Waralaba Produk dan Merek Dagang (product and trade franchise) dan Waralaba Format Bisnis (business format franchise).2 Waralaba Produk dan Merek Dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam Waralaba Produk dan Merek Dagang, Pemberi Waralaba memberikan hak kepada Penerima Waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh Pemberi Waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik Pemberi Waralaba. Atas pemberian izin penggunaan merek dagang tersebut biasanya Pemberi Waralaba mendapatkan suatu bentuk pembayaran royalty di muka, dan selanjutnya Pemberi Waralaba memperoleh keuntungan melalui penjualan produk yang
2 Suharnoko, Op. cit. him 83.
6
diwaralabakan kepada Penerima Waralaba. Dalam bentuknya yang sangat sederhana ini, Waralaba Produk dan Merek Dagang sering kali mengambil bentuk keagenan, distributor, atau lisensi penjualan. Contoh dari bentuk ini, misalnya dealer mobil (Auto 2000 dari Toyota) dan stasiun pompa bensin (Pertamina).
Sedangkan, Waralaba Format Bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada Penerima Waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang Pemberi Waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Waralaba Format Bisnis ini terdiri atas:
a) konsep bisnis yang menyeluruh dari Pemberi Waralaba;
b) adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep Pemberi Waralaba;
c) proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak Pemberi Waralaba.
Dalam bisnis franchise ini, yang dapat diminta dari franchisor oleh franchisee adalah:
1) brand name yang meliputi logo, peralatan, dan lain-lain 2) sistem dan manual operasional bisnis
3) dukungan dalam beroperasi 4) pengawasan (monitoring)
5) penggabungan promosi/joint promotion 6). pemasokan
C. Aspek Syariah Dari Waralaba
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pihak franchisor mem berikan hak miliknya berupa hak paten (meskipun bukan harta/modal) atas pengelolaan perusahaannya kepada franchisee, sehingga dengan demikian
7
franchisee dalam bisnisnya diperbolehkan menggunakan nama perusahaan franchisor, logo, sistem operasi, dan prosedur serta cara-cara yang telah ditetapkan oleh franchisor, dengan perjanjian yang disepakati bersama. Dilihat dari sudut pandang syariah (fiqh), perjanjian ini termasuk kepada kelompok syirkah (persekutuan),3 dan hukumnya dibolehkan berdasarkan kaidah:
نيرحتلاو ىلاطبلا ىلع ليلد موقي ىتح ةحصلا تلاهاعولاو دوقعلا يف لصلأا
Pada dasarnya semua akad dan muamalat hukumnya sah sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya.4
Secara garis besar pengertian syirkah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk bekerja sama dalam suatu kegiatan usaha di mana modal dan keuntungan dibagi bersama kepada semua peserta. Dalam konteks perjanjian waralaba, pihak-pihak yang bekerja sama adalah pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Sedangkan modal dari pemberi waralaba (franchisor) adalah hak intelektual dalam bentuk nama perusahaan, logo, sistem, dan cara-cara yang dimiliki dan dikembangkan oleh franchisor. Hak-hak tersebut meskipun bukan berbentuk harta (mål), namun bisa dinilai dengan harta. Modal yang dikeluarkan oleh penerima waralaba adalah harta untuk modal usaha. Dengan melihat uraian di atas maka perjanjian waralaba termasuk dalam syirkah inan.
Di samping itu, alasan dibolehkannya waralaba menurut penulis adalah kemaslahatan. Bisnis waralaba yang dikembangkan di berbagai tempat memberikan manfaat kepada banyak orang. Dengan demikian, banyak orang yang terbantu karena mereka mempunyai kegiatan usaha. Hal ini termasuk dalam kerangka taawun 'ala al-birri wa at-taqwa sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Ma'idah (5) ayat 2:
3 Darmawan Budi Suseno,Waralaba dan Ekonomi Syar'i, Suara Muhammad,No. 9/ Tahun ke- 92,dalam:http//:www.pkesinteraktif.com.
4 Abdul Hamid Hakim, loc.cit.
8
اوُن َواَعَت َو يَلَع ِِّّرِبْلا ى ٰوْقَّتلا َو ِّ ۖ َِّل َو اوُن َواَعَت يَلَع ِِّمْث ِ ْلْا ِِّن ٰوْدُعْلا َو ِّ ۖ اوُقَّتا َو ََِّّاللّ ِّ ۖ َِّّنِإ ََِّّاللّ
ُِّديِدَش ِِّباَقِعْلا
"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 2)
Di Indonesia, waralaba dengan prinsip syariah telah banyak ber munculan, antara lain seperti Restoran Saribungo Metropolitan Masakan Padang yang dibuka di Yogyakarta. Pemilik paten waralaba Saribungo, H. Ahmad Syahrizal menjelaskan bahwa Restoran di Yogyakarta ini merupakan cabang kedua setelah Jakarta. Sistem syariah diterapkan untuk penggajian karyawan.
Perusahaan tidak menetapkan sistem gaji konvensional karena dianggap sering menimbulkan masalah. Antara owner, pengelola, dan karyawan digunakan prinsip bagi hasil. Rencananya cabang-cabang Saribungo yang lain sedang dijajagi untuk dibuka di Jawa Timur dan Jawa Barat.5 Selain itu Wong Deso Fried Chicken yang dikelola oleh PT Bisnis Bersama Wong Deso juga telah diwaralabakan pada November 2008 dengan membuka tiga gerai di Jabodetabek: (1) di Kompleks Depsos Bintaro, (2) di Kranggan Cibubur, (3) dan di Villa Nusa Indah Bogor. Bisnis yang dilakukan sudah menerapkan prinsip syariah, karena:
a) Sistem perhitungan bisnis terbuka dan transparan, dengan harus memenuhi empat syarat:
1) tidak ada unsur penzaliman, 2) tidak ada unsur riba,
3) tidak ada unsur jahalah (ketidakjelasan), dan 4) tidak ada unsur gharar (penipuan).
b) Supply barang dijamin kehalalannya, karena di samping barangnya halal, juga ditangani dengan metode yang islami.
5 Oyas Wahyunggoro, Pertama, Restoran Waralaba Syariah, http://asia.geocities.com/oyas 67, 28 Juni 2006.
9 c) Tidak ada franchise fee.
d) Tidak ada monthly fee dan royalty fee.
e) Nilai investasi relatif murah.6
Aplikasi pola waralaba syariah ini juga dilaksanakan oleh Majelis Ekonomi Muhammadiyah yang pada tahun 2000 membuka bisnis ritel, dengan nama Markaz Ritel Waralaba. Langkah ini kemudian ditindaklanjuti dengan mendirikan beberapa franchise di daerah Jawa Timur 10 buah, Jakarta 4 buah, dan Yogyakarta 4 buah.
Nilai-nilai keislaman dalam Markaz Ritel Warlaba ini terletak pada pengaplikasiannya, antara lain dalam penyediaan barang harus yang halal, pematokan harga yang terjangkau oleh masyarakat, dan harga yang wajar, tetapi tidak mematikan toko lainnya, serta menerapkan sifat kejujuran dalam berbisnis.7
D. Waralaba Menurut Hukum Islam
Suatu waralaba adalah suatu bentuk perjanjian, yang isinya memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak Penerima Waralaba. Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena baik Pemberi Waralaba, maupun Penerima Waralaba, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu.
Dalam waralaba diperlukan adanya prinsip keterbukaan dan kehati hatian. Hal ini sangat sesuai dengan rukun dan syarat akad menurut hukum Islam dan larangan transaksi "Gharar" (ketidak jelasan). Perjanjian waralaba adalah perjanjian formal.
Hal tersebut dikarenakan Perjanjian Waralaba memang disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. Hal ini diperlukan sebagai bentuk per-perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam Perjanjian Waralaba. Hal ini sesuai dengan Prinsip-prinsip Tertulis (kitabah) yang terdapat dalam QS. al-Baqarah (2): 282 tentang meniskan terkait akad utang piutang.
Untuk menciptakan sistem bisnis waralaba yang islami, diperlukan sistem nilai syariah sebagai filter moral bisnis bertujuan untuk menghindari berbagai
6 Abu Yervant, loc.cit
7 Dermawan Budi Suseno, loc.cit.
10
penyimpanan moral bisnis (moral hazard). Filter tersebut adalah dengan komitmen menjauhi 7 (tujuh) pantangan MAGHRIB (barat), yakni:
1. Marysir, yaitu segala bentuk spekulasi judi (gambling) yang mematikan sektor riil dan tidak produktif.
2. Asusila, yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma sosial.
3. Gharar, yaitu segala transaksi yang dk transparan dan tidak jelas, sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak.
4. Haram, yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang di haramkan syariah.
5. Riba, yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi ko moditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran/barter lebih antarbarang ribawi sejenis.
6. Ihktikar, yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga.
7. Berbahaya, yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu maupun masyarakat serta ber tentangan dengan kemaslahatan.
11 BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Waralaba, terjemahan dari kata "franchise", berasal dari kata "wara"
artinya lebih dan "laba" yang artinya untung. Dari arti harfiah tersebut dapat diketahui bahwa waralaba adalah suatu usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa
Pada dasarnya dalam sistem franchise terdapat tiga komponen pokok, yaitu: Pertama, franchisor, yaitu pihak yang memiliki sistem atau cara-cara dalam berbisnis. Kedua, franchisee, yaitu pihak yang membeli franchise atau sistem dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor. Ketiga adalah franchise, yaitu sistem dan cara-cara bisnis itu sendiri. Ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchise.
Waralaba menurut Islam adalah Suatu waralaba adalah suatu bentuk perjanjian, yang isinya memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak Penerima Waralaba. Waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena baik Pemberi Waralaba, maupun Penerima Waralaba, keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu. Dalam waralaba diperlukan adanya prinsip keterbukaan dan kehati hatian. Hal ini sangat sesuai dengan rukun dan syarat akad menurut hukum Islam dan larangan transaksi "Gharar"
(ketidak jelasan). Perjanjian waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut dikarenakan Perjanjian Waralaba memang disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. Hal ini diperlukan sebagai bentuk per-perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam Perjanjian Waralaba
12 B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
Widjaja, Gunawan. LISENSI ATAU WARALABA. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002.
Muslich, Ahmad Wardi. FIQH MUAMALAT. Jakarta: AMZAH. 2010.
Dewa, Gamala. HUKUM PERIKATAN ISLAM DI INDONESIA. Jakarta: Kencana.
2005.