• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah ESDA Kel 2 B2020

N/A
N/A
Pukarda Jordan Siburian

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah ESDA Kel 2 B2020"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Evaluasi Sumber Daya Air

POTENSI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

Disusun Oleh : Kelompok 2

Anggelina P.A.C Nainggolan (3203131001)

Ayu Lestari Sitohang (3202431008)

Pukarda Jordan Siburian (3203131034)

Rony Caprio Sitinjak (3203131033)

Kelas : B-2020 Dosen Pengampu :

Eni Yuniastuti, S,Pd., M.Sc & Mulhadi Putra, S.Pd, M.Sc

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A.2022/2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dimana atas segala hikmat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " POTENSI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA". Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini, serta kepada Ibu Eni Yuniastuti, S,Pd., M.Sc & Bapak Mulhadi Putra, S.Pd, M.Sc selaku Dosen Mata kuliah Evaluasi Sumber Daya Air di Universitas Negeri Medan yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis.

Penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis sendiri khususnya.

Medan, Februari 2023

Kelompok 2

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia ... 3

2.2. Analisis dan Menghitung Potensi Sumber Daya Air ... 9

BAB III PENUTUP ... 19

3.1. Kesimpulan ... 19

3.2. Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... iii

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung, sehingga penyediaan air baku untuk kebutuhan domestik, irigasi dan industri menjadi menjadi perhatian dan prioritas utama. Karena itulah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia; artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Di Indonesia, hak masyarakat terhadap penggunaan air dijamin melalui Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19454, dan Undang- Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Dalam perkembangannya, air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin langka dan relatif tidak ada sumber penggantinya. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air, namun dalam pemanfaatannya terdapat permasalahan mendasar yang masih terjadi. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian di Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya. Di sisi lain, pada musim kering kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana di beberapa wilayah lainnya. Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan.

Jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan air baku meningkat secara drastis. Masalah kualitas air semakin mempersempit alternatif sumber- sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu factor penghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara. Schouten (2006) memaparkan beberapa data yang menyajikan fakta bahwa air sangat penting pernanannya dalam pembangunan ekonomi.

Dengan memperhitungkan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan air yang mengiringinya, masa depan neraca air, ketersediaan infrastruktur dan pelayanan sumber

(5)

daya air nampaknya akan menjadi sangat timpang dan sensitif. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan sumber daya air yang baik agar potensi yang ada dapat memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah:

1. Bagaimana menganalisis dan menghitung potensi sumber daya air di Indonesia?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Industri serta untuk menambah wawasan kita mengenai potensi sumber daya air di Indonesia.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Potensi Sumber Daya Air di Indonesia

Indonesia memiliki sumber daya air melimpah karena negara ini memiliki curah hujan yang tinggi. Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20 persen yang dimanfaatkan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. (Hartoyo, 2010)

1. Cekungan air tanah

Sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam cekungan-cekungan air tanah yang potensinya mencapai lebih dari 308 milyar meter kubik. Potensi volume cekungan air tanah terbesar berada di Sumatera yaitu sebesar 110 milyar meter kubik.

Tabel 1. Potensi Cekungan Air Tanah

No. Pulau Cekungan

Jumlah Luas (km2) Volume (Juta m3)

1 Sumatera 65 270,656 109,926

2 Jawa 80 80,936 41,334

3 Kalimantan 22 209,971 68,473

4 Bali 8 4,381 1,598

5 Nusa Tenggara 47 41,425 10,139

6 Sulawesi 91 37,768 20,244

7 Maluku 68 25,830 13,174

8 Papua 16 52,662 43,400

Total 397 723,629 308,288

2. Sungai

Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang sebagian besar di antaranya memiliki kapasitas tampung yang kurang memadai sehingga tidak bisa terhindar dari bencana alam banjir, kecuali sungai-sungai di Pulau Kalimantan dan beberapa sungai di Jawa. Secara umum sungai-sungai yang berasal dari gunung berapi (volcanic) mempunyai perbedaan slope dasar sungai yang besar antara daerah hulu (upstream), tengah (middlestream) dan hilir (downstream) sehingga curah hujan yang tinggi dan erosi di bagian hulu akan menyebabkan jumlah sedimen yang masuk ke sungai sangat

(7)

tinggi. Tingginya sedimen yang masuk akhirnya menimbulkan masalah pendangkalan sungai terutama di daerah hilir yang relatif lebih landai dan rata, sehingga sering terjadi banjir di dataran rendah (Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003).

Sungai-sungai tersebut dikelompokkan menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang terdiri dari 13 WS kewenangan kabupaten, 51 WS kewenangan propinsi, dan 69 WS pusat yang berlokasi di lintas propinsi, lintas negara, dan sungai strategis nasional.

(Hartoyo, 2010). Jika dilihat lebih dalam dari aspek hidrologisnya, kondisi sungai- sungai induk sangat bervariasi dari kondisi baik, sedang hingga buruk sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Tabel 2 di bawah ini:

(8)

Tabel 2. Volume Sungai dan Kondisi Hidrologis beberapa Sungai Tahun 2006

Provinsi/

Induk Sungai

Lokasi Luas DAS

(km2)

Volume (106 m3)

Kondisi Hidrologis Sumatera Utara

Barimun Seroja, Labuhan Batu 6.781,00 5.606,00 Baik

Bingei Binjai, Langkat 1.621,30 789,30 Baik

Asahan Asahan, Pulau Rakyat, Pulau Raja 4.669,40 2.355,00 Baik Sumatera Barat

Batang Kuantan Lima Puluh Koto, Payahkumbuh 1.421,00 1.705,00 Buruk Riau

S. Rokan Lubuk Bendahara, Kampar 4.848,00 4.383,00 Sedang S. Siak Pantai Cermin, Siak Hulu, Kampar 1.716,00 1.966,00 Baik Batang Kampar Lipat Kain, Kampar 3.431,00 6.017,00 Baik Batang Kuantan Lbk Ambacang, Kuantan 7.464,00 6.767,00 Sedang Jambi

S. Batanghari Batang Hari, Jambu 8.704,00 51.091,00 Baik Sumatera Selatan

S. Musi Sungai Rotan, Gelumpang, Muara Enim

6.990,00 7.974,00 Baik Lampung

Way Seputih Buyut Udik, Lampung Tengah 1.648,00 584,40 Buruk Way Sekampung Pujo Rahayu, Gedong Tataan,

Lampung Selatan

1.696,00 1.275,00 Buruk Jawa Barat

S.Cimanuk Kertasemaya, Indramayu 3.305,00 7.195,00 Baik

Jawa Tengah

S. Pemali Brebes, Brebes 1.250,00 1.937,00 Buruk

S. B. Solo Jebres, Jebres, Surakarta 3.206,70 2.510,00 Buruk S. Serayu Kedunguter, Banyumas, Banyumas 2.631,30 3.479,00 Sedang D I Yogyakarta

S. Progo Duwet, Kalibawang, Kulon Progo 1.712,30 1.205,20 Buruk Jawa Timur

B. Solo Lamongan 17.300,00 9.056,00 Baik

Banten

S. Cisadane Sukasari, Babakan, Tangerang 1.146,00 2.645,00 Buruk S. Ciujung Cidoro Lebak, Rangkasbitung, Lebak 1.363,90 1.646,00 Buruk Kalimantan Barat

S. Kapuas Manggu, Ngabang, Pontianak 3.710,00 9.498,00 Baik Kalimantan Tengah

S. Barito Dusun Tengah, Barito Selatan 1.531,00 237,80 Buruk

S. Kapuas Kapuas, Kapuas 4.741,00 14.766,00 Sedang

S. Kahayan Kurun, Gunung Mas 5.591,00 11.535,00 Baik

S. Katingan Kasongan, Barito 4.741,00 32.732,00 Sedang

S. Mentaya Mentaya, Kotawaringin Timur 4.765,90 8.019,00 Baik

S. Lamandau Arut, Kotawaringin 1.968,00 3.676,00 Buruk

Sulawesi Tengah

S. Palu Palu Selatan, Palu 3.062,00 910,20 Sedang

Sulawesi Selatan

S. Rongkong Ampana,. Sadang, Luwu 1.030,00 1.001,00 Sedang S. Cinranae Madukeling, Sengkang, Wajo 6.437,00 3.583,00 Buruk S. Walanae Mong, Mario Riwano, Soppeng 2.680,00 2.095,00 Buruk S. Sadang Kabere, Cendana, Enrekang 5.760,00 2.756,00 Sedang Sulawesi Tenggara

LLainea, Konawe Selatan 1.747,00 482,50 Buruk

(9)

. R o r a y a

Untuk meningkatkan manfaat dan ketersediaan air, telah dibangun bendungan yang hingga saat ini telah mencapai 235 buah. Berdasarkan klasifikasi menurut ketinggian dan volume tampungan, bendungan dibedakan menjadi: (a) bendungan dengan ketinggian lebih dari atau sama dengan 15 meter dengan volume lebih besar dari atau sama dengan 100.000 m3 (sebanyak 100 buah) dan (b) bendungan dengan ketinggian kurang dari 15 meter dengan volume lebih besar dari atau sama dengan 500.000 m3 (sebanyak 135 buah). (Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003)

(10)

3. Rawa

Selain irigasi pada umumnya, pemanfaatan rawa untuk pertanian juga telah dilakukan untuk menunjang pencapaian peningkatan produksi pangan nasional. Luas lahan rawa masih bersifat perkiraan, dan estimasi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dan beberapa instansi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi terhadap luas lahan rawa di Indonesia, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Estimasi Luas Rawa di Indonesia

Sumber : (Departemen Pertanian, 2006)

(11)

Dari Total luas luas rawa di Indonesia tersebut, data dari Kementerian Pekerjaan Umum (2007) menyatakan bahwa hanya 10,8 juta hektar yang berpotensi untuk dikembangkan, terdiri dari 8,4 juta hektar rawa pasang surut (tidal) dan 2,4 juta hektar rawa non-pasang surut. Sebagian besar rawa yang potensial tersebut, 91,32 persen berada di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Dari total 10,8 juta hektar rawa potensial tersebut, 2,9 juta hektar rawa pasang surut dan 1 juta hektar rawa lebak telah direklamasi baik oleh pemerintah, maupun swasta dan masyarakat. Dari total 3,9 juta hektar lahan yang rawa yang telah direklamasi, baru sekitar 2,6 juta hektar yang telah dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, tambak dan lainnya. Secara rinci luas rawa potensial di Indonesia disajikan pada Gambar 3. Pohon Rawa Potensial Indonesia.

Gambar 3. Pohon Rawa Potensial Indonesia

4. Danau

Jumlah danau di Indonesia lebih dari 740 buahdengan luas genangan lebih dari 685.700 ha. Tipologi danau di Indonesia sangat bervariasi dan sebagian besardanau di Indonesia merupakan danau alami .Jumlah danau di Indonesia mencapai 840 danau besar dan kecil. Di Pulau Sumatera terdapat 170 danau dengan jumlah luas maksimum

(12)

3.700 km2, di Pulau Kalimantan 139 danau dangan luas maksimum 1.142 km2, di Pulau Jawa dan Balisebanyak 31 danau luas total 62 km2, di Pulau Sulawesi ada 30 danau dengan luas1.599 km2, dan di Pulau Papua ada 127 danau dengan luas lebih dari 600 km2 (Giesen, 1991). Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa Sumatera memiliki paling banyak danau dan Sulawesi memiliki luas rata-rata danau yang paling besar. Sumatera memiliki danau yang terbesar yaitu Danau Toba dengan luas badan air hampir 1.200 km2, kedalaman maksimum yang diukur pada tahun2002 adalah 505 m (529 m pada tahun 1933) dengan permukaan air danau pada902,5 m di atas permukaan laut (Haryani & Hehanussa, 2002).Banyak danau di Sumatera merupakan danau tektonik dan volkano-tektonik dengan kolom air yang oligotrofik dengan kedalaman besar, tebing dasardanau yang curam dan dasar yang rata seperti terlihat di Danau Toba, Singkarak,dan Maninjau. Di Sulawesi juga dijumpai sejumlah danau tektonik dengan sifatbadan air oligotrofik, tebing sekeliling danau dan dinding dasar danau yang curamseperti Danau Matano, Towuti, Poso, dan Lindu. Sejumlah danau di Papua jugamemperlihatkan dasar danau yang curam seperti di Danau Sentani dan Paniaimeski dengan kedalaman yang tidak terlalu besar. Di Pulau Kalimantan padaumumnya danau dangkal dan tidak terkait dengan gerak tektonik. Anomali yangterlihat di Jawa karena tidak ada danau besar. Pulau Bali memiliki empat danauyang unik karena tidak ada aliran sungai yang mengalir keluar, sedang di Lombokterdapat Danau Segara Anak pada lereng Gunung Rinjani dengan kedalaman 200m.

2.2 Analisis dan Menghitung Potensi Sumber Daya Air 1. Pembagian Distrik Air

Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 4 tahun 2015, Indonesia dibagi habis atas 128 Wilayah Sungai (WS). Dari 128 WS tersebut terdapat wilayah sungai yang relatif besar dan heterogen, misalnya Wilayah Sungai Citarum, yang dapat dibagi lebih lanjut atas Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dan DAS Cipunegara. Sedangkan DAS Citarum juga masih sangat luas dan heterogen, sehingga dapat dibagi lebih lanjut menjadi Water District (WD) Citarum Hulu, DAS Citarum Tengah, dan DAS Citarum Hilir. Dalam studi ini, 128 WS dibagi menjadi 268 WD dengan perincian untuk Pulau Jawa dari 24 WS menjadi 49 WD, Pulau Sumatera dari 45 WS menjadi 72 WD, Pulau Kalimantan dari 17 WS menjadi 24 WD, Pulau Sulawesi dari 22 WS menjadi 56 WD, Pulau Bali dan Nusa Tenggara dari 8 WS menjadi 29 WD, Pulau Maluku dari 7 WS menjadi 18 WD, dan Pulau Papua dari 5 WS menjadi 20 WD.

(13)

2.

Kalibrasi dan Verifikasi Model Wflow a. Hasil Kalibrasi Model

Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan antara debit observasi di Pos Duga Air (PDA) dengan debit hasil pemodelan di lokasi yang sama. Kalibrasi dilakukan dengan melihat kedekatan antara grafik model dengan grafik data observasi serta melihat seberapa bagus model mengikuti pola dari data observasi.

Kalibrasi ini menggunakan 29 PDA yang cukup tersebar di Indonesia. PDA tersebut berada di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali Nusa Tenggara (Gambar 2). Untuk pulau Maluku dan Papua tidak ada PDA yang digunakan dikarenakan tidak ditemukannya data PDA yang layak digunakan untuk kalibrasi di pulau-pulau tersebut. Pemilihan lokasi PDA yang digunakan mempertimbangkan beberapa hal antara lain adalah : 1) Data debit pos duga air memiliki kualitas yang bagus; 2) Data debit tersedia antara tahun 2003 – 2015; dan 3) Lokasi PDA dipilih mewakili keragaman dari jenis tanah dan penggunaan lahan.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka dengan menggunakan 29 PDA dianggap sudah cukup mewakili kombinasi jenis tanah dan penggunaan lahan di Indonesia sehingga hasil model dapat diterima. Peta lokasi PDA yang digunakan untuk kalibrasi model disajikan pada Gambar 2.

(14)

Hasil kalibrasi beberapa pos duga air disajikan pada Gambar 3. Hasil kalibrasi tidak merata untuk tiap PDA pada satu pulau, hal ini bisa terjadi karena kondisi data observasi yang digunakan untuk kalibrasi yang kurang bagus untuk semua tahun.

Grafik perbandingan bulanan pada Gambar 3 memperlihatkan bagaimana kedekatan antara hasil model dengan data observasi. Hasil model terlihat sudah cukup mendekati data observasi, terutama untuk bulan-bulan kering. Selain itu pola dari data observasi juga terlihat dapat diikuti oleh model dengan cukup baik.

Pada umumnya hasil kalibrasi menunjukkan kedekatan antara hasil model dan data observasi, terutama pada debit kering atau ketersediaan andalan 80%. Pada bulan kering korelasi yang dihasilkan cukup bagus yaitu lebih dari 80%, dan untuk pos duga air dengan data debit yang dikenal sangat baik, yaitu di Citarum-Nanjung, koefisien korelasi menunjukkan hasil yang sangat baik, lebih dari 90%.

b. Hasil Verifikasi Analisis Limpasan

Analisis limpasan dilakukan untuk melihat kewajaran hasil hitungan pemodelan. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara debit rata tahunan dengan hujan rata tahunan yang ditampilkan pada Gambar 4. Perbandingan limpasan permukaan dan hujan tahunan berkisar antara 0.2 dan 0.8, yang berarti bahwa 20% - 80% hujan menjadi limpasan. Variasi dari limpasan permukaan ini mengakomodasikan jenis tanah dan penggunaan lahan masing-masing wilayah sungai yang berbeda-beda. Selain itu perbedaan limpasan permukaan juga disebabkan besarnya evaporasi dan parameter lain dalam siklus hidrologi yang juga bervariasi pada masing-masing wilayah sungai. Dengan mempertimbangkan koefisien aliran permukaan (c) yang biasa digunakan dalam metode rasional dengan nilai berkisar antara 0 dan 1 (Suripin, 2004), dapat disimpulkan bahwa hasil

(15)

hitungan model untuk debit rata tahunan dengan perbandingan hujan dan limpasan antara 0,2 dan 0,8 ini termasuk wajar dan dapat diterima.

c. Hasil Verifikasi Perbandingan Hujan BMKG

Dengan asumsi bahwa hujan tahunan dari BMKG merupakan data yang paling benar, maka faktor koreksi dihitung dengan membandingkan antara hujan rata tahunan hasil TRMM pada Wilayah Sungai, terhadap hujan rata-rata tahunan

(16)

dari BMKG (Gambar 5). Dengan adanya perbedaan antara hujan tahunan TRMM dan BMKG, maka diterapkan faktor koreksi yang merupakan perbandingan curah hujan tersebut(Gambar 6).

d. Hasil Verifikasi Kaitan antara Hujan dan Limpasan

Hasil verifikasi kaitan antara hujan dan limpasan berdasarkan rumus umum hujan limpasan tahunan di Indonesia (Weert, 1994) menunjukkan hasil yang sangat baik untuk semua Wilayah Sungai dan Water District (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh Water District memenuhi persamaan ini, yang berarti bahwa proses hujan-aliran telah berlangsung dengan baik. Jika terjadi kesalahan pada hasil perhitungan, maka kesalahan tersebut bukan dari proses perhitungan hujan-limpasan WFlow, melainkan terletak pada jumlah dan distribusi curah hujan.

(17)
(18)

c. Hasil Perbandingan dengan studi terdahulu

Hujan TRMM terkoreksi BMKG pada umumnya lebih rendah dari TRMM asli, namun debit aliran sungai memberikan hasil yang lebih mendekati hasil kajian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada berbagai Wilayah Sungai (Gambar 8).

d. Ketersediaan Air Indonesia

Hasil perhitungan ketersediaan air permukaan di Indonesia dengan data satelit ini berupa data runtut-waktu bulanan meliputi tahun 2003 sampai dengan 2015 untuk

(19)

seluruh Water District dan Wilayah Sungai di Indonesia. Ringkasan dari hasil tiap WD dipetakan pada Gambar 9, dan daftar ketersediaan air setiap wilayah sungai disajikan pada Lampiran.

Secara total ketersediaan air rata-rata di Indonesia sebesar 88,3 ribu m3/s atau setara dengan 2,78 triliun m3/tahun. Ketersediaan air andalan 80% sebesar 66,1 ribu m3/s atau setara dengan 2,08 triliun m3/tahun.

Angka ketersediaan air dari studi ini berada jauh di bawah studi Hatmoko et al.

(2010) yang menyatakan ketersediaan air permukaan nasional adalah 3.900 milyar m3/tahun, dan sementara ini telah menjadi angka resmi ketersediaan air nasional. Studi yang didasarkan atas hanya debit aliran sungai pada pos duga air, tanpa mempertimbangkan data hujan dan iklim tersebut didorong oleh pandangan berbagai pihak yang meragukan angka debit sungai jika diperoleh dari curah hujan. Masih rendahnya kualitas data debit

(20)

aliran sungai membuat studi tersebut menghasilkan angka yang terlalu tinggi, terutama

disebabkan oleh kurangnya data pengukuran debit pada kepulauan besar seperti Papua dan Kalimantan, sehingga kesalahan kecil dalam limpasan milimeter per-hari dikalikan dengan luas kepulauan yang besar telah menghasilkan kesalahan yang cukup besar. Khusus untuk Pulau Jawa dengan jaringan pos duga air yang baik, memberikan hasil kesesuaian dengan prediksi hujan Weert yang sangat baik, yaitu deviasi hanya 6%.

Di antara negara-negara di dunia, Indonesia termasuk negara yang sangat kaya akan air.

Laporan kajian Aquastat dari FAO (2003) menyatakan bahwa posisi Indonesia adalah nomor empat setelah Brazil, Rusia, dan Amerika Serikat, dengan masing-masing jumlah air yang tersedia per tahun adalah 8.233 km3 , 4.507 km3, dan 2.902 km3.

Indonesia dilaporkan memiliki jumlah air per tahun 2.838 km3, yang terdiri atas air permukaan

2.793 km3 dan air tanah 455 km3, dengan tumpangtindih antara air tanah dan air permukaan adalah 410 km3, sehingga jumlah air total per tahun adalah 2.838 km3.

Angka ketersediaan air permukaan Indonesia sebesar 2.793 km3 per tahun dari FAO (2003) ini sangat mendekati ketersediaan air permukaan Indonesia dari studi ini yang berjumlah 2.783 km3 per-tahun. Dari perbandingan dengan informasi internasional, verifikasi terhadap prediksi debit dari hujan, Hatmoko et al. (2010), dan Pola, maka

dapat disimpulkan bahwa hasil TRMM yang dikoreksi dengan hujan BMKG telah memberikan nilai ketersediaan air yang memadai, dan dapat digunakan sebagai nilai ketersediaan air secara nasional. Potensi terbesar yaitu Pulau Papua sebesar 29%

sedangkan potensi terkecil yaitu Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 1%.

Hasil perhitungan debit andalan 80% per Water Distrik (WD) maka potensi terbesar pertama Indonesia di WD Kapuas sebesar 171,3 milyar m3/tahun, terbesar kedua di WD Mamberamo sebesar 138,9 milyar m3/tahun, terbesar ketiga di WD Digul sebesar 82,6 milyar m3/tahun, terbesar keempat di WD Einlanden sebesar 80,4 milyar m3/tahun, terbesar kelima di WD Barito sebesar 70,4 milyar m3/tahun, keenam terbesar di WD Mimika sebesar 70,1 milyar m3/tahun, terbesar ketujuh di WD Batanghari sebesar 55,4 milyar m3/tahun, terbesar kedelapan di WD Mahakam sebesar 49,6 milyar m3/tahun, terbesar kesembilan di WD Musi – Sugihan – Banyuasin – Lemau A sebesar

(21)

49,1 milyar m3/tahun, dan terbesar kesepuluh di WD Wapoga sebesar 47,3 milyar m3/tahun.

Dilihat dari tinggi aliran, terlihat bahwa WD yang basah dengan tinggi aliran yang tinggi yaitu di atas 3 mm/hari adalah di Pulau Papua, Kalimantan, dan sebagian Sumatera. Pulau Bali dan Nusa Tenggara dan Pulau Maluku terlihat cenderung lebih kering dengan tinggi aliran di bawah 2 mm/hari, bahkan jika dibandingkan dengan Pulau Sulawesi dan Pulau Jawa. Khusus untuk pulau Jawa dapat dilihat bahwa makin ke timur menunjukkan kondisi yang makin kering. Peta tinggi aliran andalan 80%

Indonesia.

(22)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Analisis Potensi Sumber Daya Air perlu dilakukan karena air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Potensi air secara keseluruhan terdiri dari air permukaan dan air bawah tanah, air permukaan dapat langsung mengalir ke laut melalui permukaan tanah, sedangkan air bawah tanah adalah cadangan air yang ada dalam tanah dan dapat keluar ke permukaan tanah berupa sumber – sumber air. Dengan diketahuinya kapasitas air permukaan dan air bawah tanah diharapkan dapat memaksimalkan hasil manajemen sumber daya air.

Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. Dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya pendayagunaan sumber daya air, data dan informasi mengenai jumlah potensi air yang tersedia sangatlah penting, sebab tentunya perlu diketahui ada berapa jumlah air yang tersedia untuk digunakan, dikembangkan, dan diusahakan. Sayangnya kondisi data dan informasi hidrologi di Indonesia masih minim, baik dalam ketersediaan data maupun kualitasnya. Sementara itu untuk analisis frekuensi serta simulasi sistem tata air diperlukan data debit runtut waktu yang stasioner, konsisten, dan homogen.

3.2. Saran

Kami tentunya masih menyadari kalau makalah yang kami dibuat masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pendengar dan pembaca.

(23)

DARTAR PUSTAKA

Hasim. 2017. MODEL PENGELOLAAN DANAU Sebuah Kajian Transdisipliner.

Gorontalo: Ideas Publishing

Radhika, Radhika, Rendy Firmansyah, and Waluyo Hatmoko. "Perhitungan ketersediaan air permukaan di Indonesia berdasarkan data satelit." J. Sumber Daya Air 13.2 (2018):

115-130.

Referensi

Dokumen terkait

Hujan yang mempunyai hubungan erat terhadap debit sehingga perlu kiranya melakukan penelitian untuk memprediksi atau menirukan (simulasi) debit Daerah Aliran Sungai

Analisis hidrograf aliran menjadi penting untuk mengetahui respon daerah aliran sungai terhadap curah hujan, mengetahui debit banjir yang akan terjadi dalam

Hujan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap perubahan debit aliran sungai, akan tetapi curah hujan yang tinggi tidak selalu berpotensi

Dalam mendapatkan debit banjir rencana yaitu dengan menganalisis data curah hujan maksimum pada daerah aliran sungai yang diperoleh dari beberapa stasiun

Di daerah aliran sungai yang seperti ini kondisi ekstrim dari aliran sungai seperti debit puncak dan waktu puncak, dapat diketahui dengan menganalisis data hujan

Nilai debit puncak aliran hasil pengukuran tiap kejadian hujan diperoleh dari nilai debit aliran maksimum pada kejadian hujan tersebut... Kalibrasi dan

Data curah hujan yang digunakan untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama.. Curah hujan yang

3.2 Data Debit Aliran Sungai di Titik Pantau Sungai pada Wilayah Sungai di Sumatera Barat 3.2.1 Data Nama Stasiun Debit Aliran Sungai. Nama Stasiun Desa