• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

N/A
N/A
Fivia Eliza UNP

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Pemikiran Pragmatisme dan Konstruktivisme tentang Pendidikan

Oleh : Fivia Eliza

23169008

PROGRAM PASCASARJANA S3 ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah fondasi bagi perkembangan individu dan masyarakat. Dalam era informasi dan globalisasi seperti saat ini, pendidikan harus terus beradaptasi dengan tuntutan yang semakin kompleks. Dua aliran pemikiran pendidikan yang telah memainkan peran sentral dalam pembaruan dan pengembangan pendidikan adalah pragmatisme dan konstruktivisme.

Pemikiran pragmatisme, yang berkembang sejak akhir abad ke-19, menekankan pentingnya pengalaman dan praktik dalam pembelajaran. Teori ini mengemukakan bahwa pendidikan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari dan mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan dunia nyata. Sementara itu, konstruktivisme adalah pendekatan yang menggarisbawahi peran aktif siswa dalam pembelajaran. Ini berfokus pada konstruksi pengetahuan oleh siswa melalui interaksi mereka dengan materi pembelajaran dan pengalaman sekitar. Konstruktivisme menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana mereka membangun pemahaman mereka sendiri.

Dalam konteks pembaruan pendidikan, pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme telah menjadi dua pendekatan yang signifikan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang keduanya dan bagaimana mereka dapat diintegrasikan dalam praktik pendidikan menjadi sangat penting.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme mempengaruhi pendidikan?

2. Apa persamaan dan perbedaan antara pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme dalam konteks pendidikan?

3. Bagaimana pengintegrasian pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme agar dapat membantu meningkatkan efektivitas pembelajaran dan pengembangan kurikulum?

(3)

C. Tujuan dan Manfaat

Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki dan memahami konsep pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme dalam konteks pendidikan, menjelaskan prinsip- prinsip masing-masing pemikiran, serta bagaimana keduanya dapat berkontribusi pada sistem pendidika agar lebih efektif dan relevan.

Makalah ini diharapkan akan memberikan manfaat yang signifikan bagi para pendidik, pengambil kebijakan pendidikan, dan peneliti dalam pemahaman yang lebih baik tentang pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme. Dengan memahami prinsip-prinsip mendasar kedua aliran pemikiran ini, kita akan dapat merancang dan menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman. Selain itu, makalah ini juga dapat menjadi panduan yang berguna bagi guru-guru yang ingin mengimplementasikan pendekatan ini dalam pembelajaran untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi peserta didik.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemikiran Pragmatisme dalam Pendidikan 1. Pengertian

Isitilah "pragmatisme" berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata pragma. Kata ini memiliki banyak arti antara lain fakta, benda, materi, sesuatu yang dibuat, kegiatan, tindakan, akibat atau pekerjaan. Dari kumpulan arti tersebut, pragmatisme diberi pengertian sebagai pemikiran yang mengutamakan fungsi gagasan di dalam tindakan. Di sisi lain, istilah "pragmatisme" diperoleh oleh Charles Sanders Peirce dari pemikiran filsafat Immanuel Kant. Di dalam pemikiran Kant terdapat dua kata yang mirip dengan arti yang berbeda, yaitu praktisch dan pragmatisch. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu praktikos dan pragmatikos. Istilah praktisch diartikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Jenis tindakan ini tidak ditemukan dalam pengalaman secara nyata, melainkan hanya ada pada akal dan budi.

Sedangkan isitlah pragmatisch diartikan sebagai gerak yang dihasilkan oleh kehendak manusia guna memberikan suatu tujuan definitif sebagai tahapan penting untuk menjelaskan pemikiran secara benar.

2. Sejarah

Pragmatisme merupakan aliran yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Aliran ini berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1870.

Adanya perubahan ekonomi, politik, sosial, dan keilmuan di Amerika Serikat membuatnya menjadi semakin mendesak sehingga pemikiran ini dapat dikembangkan. Aliran ini dikembangkan oleh William James (1842-1910), Charles Sanders Pierce (1839-1914), dan John Dewey (1859-1952). Beberapa literatur bahkan menyatakan bahwa aliran pragmatisme merupakan pemikiran khas dan asli dari orang-orang Amerika itu sendiri.

William James, seorang filosof dan psikolog terkenal, menemukan bahwa tiap individu unik. Kesadaran manusia adalah sebuah kekuatan aktif, selektif, bertujuan, yang dengannya manusia membentuk sebuah lingkungan

(5)

yang religius dan lunak menjadi pola-pola yang bermakna. Tidak ada dua pengalaman yang pernah identik, “sebuah keadaan yang telah berlaku tidak akan pernah kembali dan identik dengan apa yang sebelumnya”. Ia juga mengakui kompleksitas dan pluralitas pengalaman yang dialami manusia. Oleh karena itu, setiap individu adalah unik.

John Dewey, seorang instrumentalisme, mengatakan bahwa pengalaman merupakan pertemuan antara manusia dengan lingkungan alam yang mengitarinya dan itu membawa manusia pada pemahaman yang baru.

Pengalaman manusia bersifat dinamis, karena lingkungan yang ia alami juga demikian. Tujuan filsafat bagi Dewey adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tidak bermanfaat. Dalam konteks ini, filsafat digunakan sebagai dasar dan fungsi sosial.

Bagi Dewey, manusia adalah subjek yang menciptakan nilai bagi dirinya sendiri secara alamiah. Preferensi manusia berperan penting di sini. Sesuatu yang dianggap baik dan berguna baginya, itulah nilai baik baginya, hanya sebagai instrumental. Tidak ada nilai final atau tetap. Mereka berevolusi dan tidak berlaku untuk semua waktu dan untuk semua situasi. Bahkan, menurut standar nilai yang tidak merata, pragmatisme cenderung bersifat individualistis, egois; tidak memiliki nilai; tidak memiliki etika dan karena itu dangkal.

3. Implikasi terhadap Pendidikan a. Tujuan Pendidikan

Menurut Dewey, maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya. Pragmatisme Dewey dalam pendidikan lebih mementingkan aspek praksis, problem solving, dan berguna bagi kehidupan secara langsung. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, daripada mengisinya dengan formulasi-formulasi teoretis yang tertib. Pendidikan bagi pragmatisme dapat berfungsi sebagai empat hal berikut.

(6)

1) Sebagai kehidupan, pendidikan adalah pengorganisasian kembali terus menerus, merekonstruksi dan mengintegrasikan pengalaman dan aktivitas balapan. Kehidupan atau budaya yang selalu diasumsikan berubah mengimplikasikan pendidikan lama dan tradisional tidak lagi perlu dipelajari. Tujuan pendidikan adalah melestarikan budaya masa lalu yang berharga, memikirkan solusi untuk memenuhi situasi baru dan kemudian mengintegrasikan keduanya

2) Pendidikan sebagai pertumbuhan maksudnya adalah mengembangkan semua kemampuan anak sampai batas maksimal. Manusia memiliki keunikan dan kemampuan masing-masing. Potensi diri tersebut dikembangkan dalam pendidikan dalam rangka membangun dirinya sendiri dan masyarakat tempat asalnya menjadi lebih baik, mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman.

3) Manusia adalah makhluk sosial, sehingga pendidikan juga merupakan proses sosial. Menurut pragmatisme, pendidikan anak harus melalui media masyarakat sehingga berkembang dalam dirinya kualitas yang diinginkan secara sosial yang meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaannya.

4) Pendidikan merupakan restrukturisasi pengalaman. Proses mengetahui dan mengalami tidak berhenti pada proses pembelajaran di sekolah. Proses rekonstruksi pengalaman terus berlanjut dan mengarah pada penyesuaian dan pengembangan kepribadian. Selanjutnya, murid akan terus merekstrukturisasi pengalamannya dengan dunia lapangan.

Tujuan pendidikan secara umum menurut Pragmatisme adalah mempersiapkan bakal calon yang siap untuk terjun di dalam dunia masyarakat dan mampu mengatasi masalah di sana. Oleh karena tujuan pendidikan yang praksis dan dinamis itu, kurikulum pendidikan Pragmatisme menjadi kurang diperhatikan.

Mereka lebih berfokus pada mengembangkan minat individu daripada idealisasi kurikulum.

B. Pemikiran Konstruktivisme dalam Pendidikan 1. Pengertian

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam

(7)

kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.

Konstruksi berarti bersifat membangun. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan fasilitasi orang lain. Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri

2. Sejarah

 Pengaruh Awal dari Filosofi Konstruktivisme: Akar pemikiran konstruktivisme dapat ditelusuri ke filsafat-filsafat konstruktivis seperti filsuf Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) dan Immanuel Kant (1724-1804).

Rousseau berpendapat bahwa pendidikan harus sesuai dengan tahap

(8)

perkembangan anak, sementara Kant menekankan peran pemahaman individu dalam pembentukan pengetahuan.

 Konstruktivisme Kognitif: Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori kognitif berkembang dengan konsep-konsep seperti "pembangunan kognitif" oleh Jean Piaget (1896-1980). Piaget mengemukakan bahwa anak-anak membangun pengetahuan mereka sendiri melalui proses-proses kognitif yang kompleks, termasuk asimilasi dan akomodasi.

 Konstruktivisme Sosial: Pada tahun 1970-an, teori konstruktivisme sosial berkembang, terutama melalui karya Lev Vygotsky (1896-1934). Vygotsky menekankan peran penting interaksi sosial dalam pembelajaran dan mengembangkan konsep zona perkembangan nyata, yang merupakan jarak antara kemampuan seorang individu untuk memecahkan masalah sendiri dan kemampuan yang dapat mereka capai dengan bantuan orang lain.

 Konstruktivisme dalam Pendidikan: Pada tahun 1980-an dan 1990-an, pemikiran konstruktivisme semakin banyak diterapkan dalam konteks pendidikan. Teori konstruktivisme digunakan untuk menginformasikan desain kurikulum, metode pengajaran, dan penilaian pembelajaran. Para pendidik mengadopsi prinsip-prinsip konstruktivisme, seperti pembelajaran berpusat pada siswa dan penekanan pada pemahaman mendalam.

 Pengembangan Cabang-Cabang Konstruktivisme: Seiring berjalannya waktu, pemikiran konstruktivisme mengalami pengembangan lebih lanjut.

Beberapa cabang konstruktivisme, seperti konstruktivisme sosial, konstruktivisme radikal, dan konstruktivisme kritis, telah berkembang untuk mengatasi berbagai aspek pembelajaran dan konteks sosial.

Pemikiran konstruktivisme terus menjadi dasar bagi banyak pendekatan pendidikan yang berorientasi pada pemahaman, partisipasi aktif siswa, dan perkembangan keterampilan kognitif dan sosial. Ini telah memengaruhi metode pengajaran, penilaian, dan desain kurikulum di seluruh dunia. Meskipun pemikiran konstruktivisme telah berkembang selama beberapa dekade, ia tetap menjadi pendekatan yang relevan dan berpengaruh dalam bidang pendidikan saat ini.

B. Karakteristik, Prinsip dan Tujuan dari Teori Belajar Konstruktivisme

(9)

Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang. Karakteristik konstruktivisme:

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.

2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.

Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam pembelajaran adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.

(10)

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.

5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

7. Mencari dan menilai pendapat siswa.

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

C. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran

1. Mendorong Kemandirian Dan Inisiatif Siswa Dalam Belajar

Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)

2. Guru Mengajukan Pertanyaan Terbuka Dan Memberikan Kesempatan Beberapa Waktu Kepada Siswa Untuk Merespon

Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan

3. Mendorong Siswa Berpikir Tingkat Tinggi

Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya

4. Siswa Terlibat Secara Aktif Dalam Dialog Atau Didkusi Dengan Guru Dan Siswa Lainnya

(11)

Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas

5. Siswa Terlibat Dalam Pengalaman Yang Menantang Dan Mendorong Terjadinya Diskusi

Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas- luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata

6. Guru Memberika Data Mentah, Sumber-Sumber Utama, Dan Materi-Materi Interaktif

Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama- sama.

D. Kendala - Kendala Dalam Penerapan Pembelajaran Menurut Konstruktivisme Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.

2. Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang sesuai.

(12)

3. Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.

4. Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses belajarnya bukan hasil akhirnya.

5. Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius.

6. Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.

7. Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu contohnya di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk “mengiakan” pendapat atau penjelasan guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan gurunya.

C. Persamaan dan perbedaan antara pemikiran pragmatisme dan konstruktivisme dalam konteks pendidikan

Aspek Pragmatisme Konstruktivisme

Definisi

Fokus pada pentingnya praktik dan konsekuensi ide.

Menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan.

Tujuan Pendidikan

Mengajarkan keterampilan praktis yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Mendorong pemahaman mendalam dan perkembangan keterampilan kognitif dan sosial.

Peran Guru

Guru adalah fasilitator

pembelajaran yang membimbing siswa.

Guru membantu siswa dalam pembangunan pengetahuan dan memfasilitasi interaksi sosial.

(13)

Aspek Pragmatisme Konstruktivisme

Sumber Pengetahuan

Pengetahuan ditemukan melalui praktik dan pengalaman.

Pengetahuan ditemukan melalui interaksi siswa dengan materi pembelajaran dan lingkungan.

Pembelajaran

Belajar melalui praktik dan aplikasi langsung.

Belajar melalui interaksi, refleksi, dan pemahaman konsep.

Kurikulum

Kurikulum berfokus pada keterampilan praktis yang dapat diterapkan.

Kurikulum berfokus pada pengembangan pemahaman mendalam.

Penilaian

Penilaian berfokus pada pengukuran kemampuan praktis.

Penilaian mencakup pemahaman konsep dan perkembangan keterampilan berpikir.

Motivasi Siswa

Motivasi siswa oleh pengalaman praktis dan relevansi pembelajaran.

Motivasi siswa melalui interaksi sosial, pemahaman konsep, dan pemecahan masalah.

Pendekatan Pengajaran

Pengajaran berorientasi pada masalah dan praktik.

Pengajaran berorientasi pada diskusi, eksplorasi, dan pembangunan pengetahuan siswa.

BAB III

(14)

PENUTUP A. Kesimpulan

Pragmatisme adalah filsafat yang percaya bahwa pengetahuan dan kebenaran ditentukan oleh aplikasinya yang praktis dan hasil yang diberikannya. Prinsip Utama Pragmatisme dalam Pendidikan adalah Belajar melalui Pengalaman, Penekanan pada Problem Solving, Fokus pada Sosialisasi dan Kerjasama. Pengalaman adalah sumber utama dari pengetahuan yang endorong siswa untuk belajar dengan melakukan. Pendidikan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan endorong pemikiran kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Sedangkan konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran.

Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa. Dalam konstruktivis proses pembelajaran senantiasa ”problem centered approach” dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika.

B. Saran

1. Integrasi Pendekatan: Sebagai pendidik, penting untuk mengintegrasikan elemen-elemen pragmatisme dan konstruktivisme dalam praktik pengajaran Anda. Gabungan dari pendekatan praktis dan pemahaman mendalam dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya bagi siswa.

2. Pengembangan Kurikulum: Perbarui kurikulum Anda dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pragmatisme dan konstruktivisme. Pastikan bahwa materi pembelajaran memiliki relevansi dengan kehidupan sehari-hari dan memungkinkan siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran.

(15)

3. Pendekatan Khusus: Berdasarkan kebutuhan siswa Anda, pertimbangkan apakah pendekatan pragmatisme atau konstruktivisme lebih cocok. Ini dapat bervariasi tergantung pada subjek pelajaran, tingkat usia siswa, dan tujuan pembelajaran.

4. Pelatihan Guru: Dukung pelatihan guru dalam memahami dan menerapkan kedua pendekatan ini. Guru yang terlatih dengan baik dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan kognitif dan keterampilan praktis siswa.

5. Evaluasi Berkelanjutan: Lakukan evaluasi berkala terhadap metode pengajaran dan kurikulum Anda. Pastikan bahwa mereka tetap relevan dan efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

6. Penelitian Lebih Lanjut: Selain itu, dukung penelitian lebih lanjut dalam bidang ini. Studi lebih lanjut dapat membantu dalam memahami dampak integrasi pragmatisme dan konstruktivisme dalam pendidikan.

7. Dengan menggabungkan elemen-elemen pragmatisme dan konstruktivisme dengan bijak dalam konteks pendidikan, kita dapat menciptakan pengalaman belajar yang beragam, mendalam, dan bermanfaat bagi siswa, membantu mereka menjadi individu yang terampil, berpikir kritis, dan siap menghadapi tantangan dunia nyata.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Kosasih, 2022. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME Telaah Atas Teori Manajemen Pendidikan John Dewey. Faktor : Jurnal Ilmiah Kependidikan (2022), 9(1), 98-109

Deni S. Hambali, Dkk. 2020. IMPLEMENTASI PRAGMATISME PADA PENDIDIKAN TINGGI VOKASIONAL ABAD XXI. JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 5, No. 1, 2020 | h. 83-100

Hookway, Christopher. 2016. “Pragmatism”. The Stanford Encyclopedi of Philosophy (Summer 2016 Edition). Edward N. Zalta (ed.) Stanford University: Metaphysics Research Lab. Diunduh dari https://plato.stanford.edu/archives/sum2016/entries/

pragmatism/

Khasawneh, Omar M., Ruba M. Miqdadi, dan Abdulhakeem Y. Hijazi. 2014.

“Implementing Pragmatism And John Dewey’s Educational Philosophy In Jordanian Public Schools.” Journal of International Education Research, vol. 10 no.1, First Quarter 2014, hlm. 37-54

Kumar, Senthil. 2014. “What is the Role of a Teacher According to Pragmatism?”

Diunduh dan diterjemahkan dari http://www.publishyourarticles.net/knowledge- hub/education/what-is-the-role-of-a-teacher-according-to-pragmatism/5197/

pada 10 November 2017 pukul 11.17 WIB

Mohamad Topan, 2021. PRAGMATISME DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA:

KRITIK DAN RELEVANSINYA. AL-IDRAK Jurnal Pendidikan Islam dan Budaya, Vol. 1, No.1 2021, pp.16-26

Murniati Istiqomah, dkk. 2022. Implikasi Aliran Pragmatisme dalam Pendidikan. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 16, No. 2, Desember 2022, pp. 122-126

Rama, Sakshi, dkk. 2018. Pragmatisme dalam Pendidikan. Jurnal Internasional Sains dan Penelitian Teknologi Rekayasa IJETSR. Volume 5, Edisi 1 Januari 2018, pp. 1549-1554

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar karena respons terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan- angan pendidikan menyediakan

Menurut Kant pengetahuan merupakan hasil terakhir yang diperoleh dengan adanya kerjasama di antara dua komponen, yaitu di satu pihak merupakan bahan-bahan yang bersifat

Dalam pengertian tersebut, filsafat tidak lain bertujuan membawa manusia mengalami hidup yang dimilikinya dengan pandangan, pengalaman, pengetahuan, serta penghayatan

Sedangkan, dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup

Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,

Yang menjadi persamaan dari semua para ahli tentang filsafat yaitu sebuah ilmu untuk menyelidiki segala sesuatu secara mendalam. Sedangkan perbedaannya adalah kalau menurut plato

Dalam konteks pendidikan kemajuan yang terjadi dinegara-negara barat tidak terlepas dari pendidikan, maka pendidikan diindonesia harus sadar akan perubahan yang terjadi dalam

Ajaran-ajaran pokok empirisme antara lain: 1 Anggapan bahwa semua ide atau gagasan merupakan hal yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami: 2 Satu-satunya sumber pengetahuan