• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN “Osmoregulasi dan Thermoregulasi pada Hewan Air Asin”

N/A
N/A
Nadila Agestia

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH FISIOLOGI HEWAN “Osmoregulasi dan Thermoregulasi pada Hewan Air Asin” "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

“Osmoregulasi dan Thermoregulasi pada Hewan Air Asin”

Dosen Pengampu: 1. Dr. Tri Jalmo, M.Si.

2. Dr. Dina Maulina, M.Si.

3. Nadya Meriza, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 2B

1. Nuzila Ramadhani 2213024044 2. Tri Ayu Lestari 2213024046 3. Deo Febriansyah 2213024090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah

“Osmoregulasi dan Thermoregulasi Hewan Air Asin” dapat tersusun sampai selesai.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 22 Februari 2024

Kelompok 2

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

BAB I ... 4

PENDAHULUAN ... 4

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

BAB II... 5

PEMBAHASAN ... 5

2.1 Pengertian Osmoregulasi dan Thermoregulasi ... 5

2.2 Osmoregulasi Pada Hewan Air Asin ... 7

2.2.1 Osmoregulasi Pada Hewan Pisces... 8

2.2.2 Osmoregulasi Pada Hewan Mamalia ... 10

2.2.3 Osmoregulasi Pada Hewan Aves ... 12

2.3 Thermoregulasi Pada Hewan Air Asin ... 14

2.3.1 Thermoregulasi Pada Hewan Pisces ... 14

2.3.2 Thermoregulasi Pada Hewan Mamalia ... 16

2.3.3 Thermoregulasi Pada Hewan Aves ... 18

BAB III ... 19

PENUTUP ... 19

3.1 Kesimpulan ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Osmosis adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pergerakan air melalui membran selektif. Fenomena ini terjadi ketika terdapat perbedaan konsentrasi antara dua larutan atau osmolalitas. Hewan yang mampu menjaga keseimbangan cairan tubuhnya dengan lingkungan disebut sebagai osmokonfer. Organisme yang hidup di lingkungan air perlu melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan keseimbangan antara cairan tubuh dan lingkungan.

Membran sel yang permeabel memungkinkan beberapa substansi bergerak melalui dengan cepat, menyebabkan perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan. Semakin besar perbedaan ini, semakin banyak energi metabolisme yang diperlukan untuk osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk menjaga keseimbangan kadar dalam tubuhnya ketika terdapat perbedaan konsentrasi garam di lingkungan.

Air memiliki panas yang spesifik dan dapat mengalami penurunan atau peningkatan secara lamban, sehingga hanya memiliki efek yang kecil terhadap perubahan temperatur. Air memiliki konduktivitas panas yang rendah dan akan mengalami pemanasan secara perlahan. Oleh sebab itu, hewan akuatis menjaga suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan. Termoregulasi adalah kemampuan hewan untuk meregulasi atau mempertahankan temperatur tubuhnya. Termoregulasi berperan sangat vital dalam menjaga homeostasis tubuh agar enzim, hormon dan lainnya bekerja sebagaimana mestinya sehingga fisiologi berjalan normal.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana osmoregulasi dan thermoregulasi pada hewan air asin?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui osmoregulasi dan thermoregulasi pada hewan air asin.

(5)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Osmoregulasi dan Thermoregulasi

Osmoregulasi adalah proses pengaturan keseimbangan air dan garam dalam tubuh.

Konsentrasi air dan garam dalam lingkungan air tempat ikan hidup dapat bervariasi secara signifikan. Ikan memiliki mekanisme osmoregulasi yang kompleks untuk mempertahankan keseimbangan osmotik yang tepat dalam tubuhnya(Syakirin, 2007).

Ikan air laut menghadapi tekanan osmotik yang lebih tinggi, di mana konsentrasi garam dalam air laut lebih tinggi daripada tubuhnya. Untuk mengatasi hal ini, ikan air laut mengeluarkan air yang berlebihan melalui urin yang lebih pekat dan mengambil air melalui makanan yang dikonsumsinya. Ikan juga memiliki kemampuan untuk mengekskresikan garam berlebih melalui organ rectal(Rahman, dkk., 2017).

Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmosis. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup(Rohman, 2019).

Kebanyakan hewan invertebrata laut bersifat osmokonformer, ditandai dengan adanya konsentrasi osmotik cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat hidup mereka. Hal ini berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan osmotik dengan lingkungannya (tidak ada perolehan atau-pun kehilangan air). Akan tetapi, bukan berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan ionik. Jadi, antara air laut dan cairan di dalam tubuh hewan terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan menghasilkan gradien konsentrasi. Dalam keadaan demikian, hewan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi dari pada yang terdapat di dalam tubuh hewan. Pemasukan ion tersebut akan membuat cairan tubuh hewan menjadi

(6)

hiperosmotik dibanding air laut, dan keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya pemasukan air ke dalam tubuh hewan. Dengan cara demikian, hewan osmokonformer dapat memperoleh masukan berbagai macam zat yang dibutuhkannya. Komposisi ion pada air laut dan cairan tubuh hewan invertebrata laut diperlihatkan pada Tabel.

Tabel 1.1 Komposisi Ion dalam Cairan Tubuh Invertebrata Laut dan dalam Air Laut

Sumber: Kay, 1998.

Secara umum, konsentrasi osmotik ion-ion berbagai hewan tidak signifikan berbeda dari konsentrasi dalam air laut. Namun, terdapat beberapa pengecualian. Beberapa spesies hewan laut, seperti ubur-ubur, mempertahankan konsentrasi ion SO4 2- dan Ca2- dalam tubuh mereka agar berbeda dari konsentrasi di air laut. Ini menunjukkan perlunya regulasi fisiologis terhadap konsentrasi ion tertentu yang diperlukan oleh hewan. Hewan mengatur konsentrasi ion dengan cara aktif mensekresi atau menyerap ion. Pada ubur- ubur, ion SO4 2- dikeluarkan dari tubuh untuk meningkatkan daya apungnya karena ion ini relatif berat dan pengurangannya akan meningkatkan daya apung. Sementara itu, octopus mempertahankan cairan tubuhnya tetap hiperosmotik dibandingkan dengan air laut, sedangkan kerang kecil dan Krustasea menjaga cairan tubuhnya dalam kondisi hipoosmotik. Selain itu, hewan juga dapat memperoleh dan melepaskan ion tanpa regulasi khusus melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang dikonsumsi, dan dengan menghasilkan zat limbah seperti urin (Isnaini, w. 2019)

Thermoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan, paling tidak supaya suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang

Spesies Hewan/ Air Laut

Konsentrasi Ion (mmol/Liter)

Na+ K+ Mg2+ Ca2- SO4 2- Cl-

Air Laut 479,0 10,2 55,0 10,3 29,9 540,0

Ubur-ubur 464,0 10,6 54,0 9,8 15,5 567,0

Rajungan 500,0 12,0 30,0 24,0 16,6 550,0

Kerang-kerangan (hewan bercangang)

490,0 12,8 54,0 12,5 29,5 563,0

(7)

terlalu besar. Karena tidak semua hewan mampu mempertahankan suhu tubuh yang konstan. hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan homeoterm, sedangkan yang tidak mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan poikiloterm(Isnaeni, 2006). Thermoregulasi berperan sangat vital dalam menjaga homeostasis tubuh agar enzim, hormon dan lainnya bekerja sebagaimana mestinya sehingga fisiologi berjalan normal.

Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Ada hewan yang dapat bertahan hidup pada kisaran suhu -2⁰C, sementara hewan lainnya dapat hidup pada suhu 50⁰C, misalnya hewan yang hidup di gurun. Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahankan supaya tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi protein dan enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, maka aktivitas sel dalam tubuh pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu tubuh akan mempengaruhi kecepatan reaksi metabolisme didalam sel. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan (Isnaeni, 2006).

2.2 Osmoregulasi Pada Hewan Air Asin

Sebagian besar invertebrata laut adalah osmokonformer. Osmolaritasnya (jumlah konsentrasi semua zat terlarut) adalah sama dengan osmolaritas air laut. Oleh karena itu mereka tidak menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan air. Namun, konsentrasi zat terlarut spesifik di dalam tubuh hewan berbeda dari air laut, hewan harus secara aktif mentranspor zat-zat terlarut ini untuk mempertahankan homeostasis.

Sedangkan sebagian vertebrata laut dan beberapa invertebrata laut merupakan osmoregulator. Bagi sebagian besar hewan ini, laut adalah lingkungan yang sangat mendehidrasi. Cara osmoregulasi pada vertebrata laut berbeda dengan osmoregulasi pada invertebrata. Vertebrata laut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konformer osmotik dan ionik (osmokonformer) serta regulator osmotik dan ionik. Contoh vertebrata laut yang membentuk keseimbangan osmotik dan ionik dengan air laut adalah siklostomata (hagfish), yang merupakan vertebrata primitif. Hewan ini melakukan osmoregulasi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan invertebrata laut. Namun, aktivitas regulasi osmotik dan ionik pada ikan laut pada umumnya tidak sama dan memperlihatkan adanya tingkatan.

Konsentrasi osmotik plasma ikan laut pada umumnya mendekati sepertiga dari konsentrasi di air laut. Dengan demikian, mereka adalah regulator hipoosmotik.

(8)

2.2.1 Osmoregulasi Pada Hewan Pisces

Osmoregulasi pada ikan air asin melibatkan upaya untuk mempertahankan keseimbangan air dan garam dalam tubuh mereka saat hidup dalam lingkungan dengan konsentrasi garam yang tinggi.

Berikut adalah beberapa mekanisme osmoregulasi pada ikan air asin:

- Mengatasi Kehilangan Air: Ikan air asin menghadapi tantangan dalam mengatasi kehilangan air yang berlebihan melalui osmosis. Untuk mengatasinya, ikan air asin memiliki kulit yang kurang permeabel terhadap air.

Selain itu, mereka memiliki gugus sel di dalam insang yang menghasilkan lendir berlebih. Lendir ini membantu mengurangi kehilangan air melalui insang dan kulit.

- Menyingkirkan Kelebihan Garam: Ikan air asin secara aktif mengeluarkan kelebihan garam dari tubuh mereka melalui beberapa mekanisme. Salah satunya adalah pengeluaran garam melalui urin. Ginjal ikan air asin kurang menghasilkan urine yang encer dibandingkan dengan ikan air tawar.

Sebaliknya, ginjal ikan air asin menghasilkan urine yang lebih konsentrasi, sehingga mengurangi kehilangan air yang berlebihan.

- Mengambil Air dari Lingkungan: Ikan air asin mengambil air melalui proses osmosis dari lingkungan melalui insang, kulit, dan saluran pencernaan mereka.

Air yang diserap membantu menjaga keseimbangan air dalam tubuh mereka.

- Mengeluarkan Garam melalui Kelenjar Klorida: Ikan air asin memiliki kelenjar klorida khusus di insang yang berperan dalam mengeluarkan kelebihan garam dari tubuh. Kelenjar ini mengeluarkan ion klorida dan natrium, sehingga membantu menjaga konsentrasi garam dalam tubuh ikan agar tidak terlalu tinggi.

Mekanisme osmoregulasi pada ikan air asin dapat berbeda-beda antara spesies. Beberapa spesies ikan air asin juga memiliki adaptasi khusus, seperti ginjal yang lebih efisien dalam mempertahankan air atau organ khusus untuk menghasilkan urine yang lebih konsentrasi. Adaptasi ini memungkinkan ikan air asin untuk bertahan hidup dan berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang memiliki konsentrasi garam yang tinggi. Seperti pada ikan laut bertulang keras, seperti ikan kod yang secara terus-menerus kehilangan air melalui osmosis. Ikan-ikan semacam itu menyeimbangkan kehilangan air dengan meminum banyak sekali air laut.

Mereka kemudian memanfaatkan insang dan ginjalnya untuk membuang garam. Di

(9)

dalam insang, sel klorida yang terspesialisasi secara aktif mentranspor ion klorida (Cl–) keluar dan ion natrium (Na+) mengikuti secara pasif. Di dalam ginjal, kelebihan ion kalsium, magnesium, dan sulfat diekskresikan bersama dengan kehilangan sejumlah air kecil.

Sumber: Sherwood, 2008: 119

Berdasarkan pemaparan diatas, berbeda lagi pada ikan air asin seperti ikan hiu.

Pada ikan hiu osmoregulasinya berbeda, ikan hiu memiliki konsentrasi garam internal yang jauh lebih kecil daripada air laut, sehingga garam cenderung berdifusi ke dalam tubuh dari air, terutama saat melintasi insang. Akan tetapi, tidak seperti ikan bertulang keras, ikan hiu tidak hipoosmotik terhadap air laut. Hal itu terjadi karena jaringan hiu mengandung konsentrasi urea yang tinggi, produk buangan bernitrogen dari metabolisme protein dan asam nukleat. Cairan tubuhnya juga mengandung trimetilamin oksida (TMAO), molekul organik yang melindungi protein dari kerusakan akibat urea. Sehingga secara bersamaan, garam, urea, TMAO, dan senyawa lain yang dipertahankan dalam cairan tubuh ikan hiu menyebabkan osmolaritas yang sangat mendekati osmolaritas air laut. Berdasarkan hal ini, ikan hiu seringkali dianggap osmokonformer. Akan tetapi, karena konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuhnya ternyata lebih besar daripada 1000 mOsm/L, air perlahan- lahan memasuki tubuh hiu melalui osmosis dan dalam makanan (hiu tidak minum).

Aliran air yang sedikit ini dibuang melalui urine yang dihasilkan oleh ginjal hiu.

Urin juga menyingkirkan sebagian garam yang berdifusi ke dalam tubuh hiu, sehingga sisanya hilang dalam feses atau diekskresikan oleh organ yang disebut kelenjar rektal.

(10)

Sumber: Sherwood, 2013: 623 2.2.2 Osmoregulasi Pada Hewan Mamalia

Mamalia laut telah beradaptasi dengan baik dengan lingkungan hiperosmotik mereka. Untuk mengatur osmosis dengan baik di habitat laut, mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk menghemat air tawar dan menghindari dehidrasi diperlukan.

Namun, seberat apapun kehidupan di lingkungan dengan kadar garam tinggi dapat menjadi tantangan, mamalia akuatik juga bercabang dan menghuni habitat air tawar.

Meskipun beradaptasi dengan habitat air tawar mungkin terlihat menguntungkan karena menghemat air tawar tidak lagi menjadi masalah, mamalia akuatik yang mengadopsi habitat tersebut dihadapkan pada tantangan osmotik yang berbeda.

Hidup di lingkungan tanpa garam memerlukan mekanisme fisiologis yang tepat untuk menghemat elektrolit. Namun, beberapa mamalia laut telah beradaptasi dengan tantangan osmotik yang ketiga, dan mungkin lebih besar, yaitu berpuasa dalam lingkungan daratan yang kering (Ortiz et al., 1978). Menurut Ortiz, 2021.

kemampuan untuk menjaga keseimbangan air dan homeostasis elektrolit selama periode pantangan makanan dan air yang lama memerlukan mekanisme yang lebih kuat yang dirancang untuk menghemat garam dan air sekaligus mempertahankan homeostasis internal. Menempati salinitas lingkungan yang ekstrim, atau beradaptasi dengan keduanya, serta beradaptasi dengan periode puasa yang berkepanjangan memberikan indikasi ruang lingkup dinamis dalam kapasitas osmoregulasi mamalia laut. Perbedaan struktur ginjal antara mamalia laut dan mamalia darat menunjukkan bahwa ginjal yang 'spesial' pada mamalia laut memungkinkan mereka untuk menghuni habitat dengan rentang salinitas yang luas, karena ginjal adalah organ utama dalam regulasi air dan elektrolit.

Mamalia laut tidak memiliki kelenjar garam seperti pada burung laut dan reptile atau insang pada ikan. Mereka mempunyai ginjal dengan kemampuan efisien dalam

(11)

memproduksi urine yang sangat hipertonik. Untuk membantu kerja ginjal mamalia laut tidak minum air laut tapi hanya menelan air bersama makanan yang dimakan.

Sumber air lain adalah air metaboliknya. Anggota ordo Cetacea (lumba-lumba dan paus) dan Pinnipedia (anjing laut, singa laut dan walrus) Mereka memiliki ginjal reniculate yang mirip dengan yang dimiliki beruang dan berang-berang. Ginjal- ginjal ini dapat terdiri dari ratusan lobus individual, atau reniculi, masing-masing mengandung jaringan kortikal yang terpisah dan sebuah piramida medula tunggal yang dimasukkan ke dalam kaliks tunggal. Pada Mamalia Laut yaitu lumba-lumba dan ikan paus masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang masuk bersama makanan,bisa Diatasi dengan organ ginjal yang sangat efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4 kali dari cairan plasmanya.

Sumber: Sherwood, 2013: 623

Pada hewan mamalia seperti paus bernapas selama delapan menit dan menyemburkan sebanyak 3-5 kali per menit dan meningkat menjadi 6-7 kali per menit setelah menyelam. Paus mampu beradaptasi terhadap perubahan tekanan yang drastis saat menyelam dengan cara mengurangi asupan nitrogen dan menurunkan metabolisme untuk menghemat oksigen (Tyack, et al. 2006). Mioglobin pada darah mampu menyimpan oksigen dalam jaringan otot, jauh lebih banyak daripada hewan darat, sehingga paus mampu menyelam dalam waktu yang lama (Noren dan William 2000). Paus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang hiperosmotik melalui perkembangan osmoregulasi yang sangat baik. Mekanisme yang dilakukan yaitu dengan mengeluarkan urin yang sangat hipertonik atau pekat (Birukawa et al. 2015).

Serta dengan memasukkan air ke dalam tubuh melalui makanan. sehingga sistem osmoregulasi paus berbeda tergantung pada jenis mangsa yang dikonsumsi(Costa 2002).

(12)

2.2.3 Osmoregulasi Pada Hewan Aves

Sumber: JW.org-albatros pengelana

Albatros adalah burung laut terbang terbesar di dunia. Mereka menghabiskan setidaknya 85% hidup mereka di laut dan kembali ke darat (biasanya pulau-pulau terpencil) untuk berkembang biak dan membesarkan anak-anak mereka.

Produktivitas alami yang rendah, ditambah dengan perubahan kondisi iklim dan habitat serta praktek penangkapan ikan tertentu, menjadikan burung laut ini sangat rentan. Albatros pengembara (Diomedea exulans) tetap bisa hidup walaupun hanya meminum air laut, Agar albatros tetap hidup di lingkungan laut dengan air garam, mereka mengandalkan pada proses osmoregulasi, yang membantu mengatur keseimbangan air dan zat terlarut dalam tubuh. Ini penting untuk memastikan fungsi tubuh yang optimal.

Pada kebanyakan hewan, pengaturan osmotik dan pembuangan zat-zat buangan metabolik tergantung pada satu atau lebih jenis epitel transpor - baik itu terdiri dari satu lapisan sel atau lebih - yang merupakan sel epitel yang telah mengalami spesialisasi untuk mengatur pergerakan zat-zat terlarut. Epitel transpor bertanggung jawab untuk menggerakkan zat-zat terlarut tertentu dengan jumlah yang terkontrol ke arah yang spesifik. Biasanya, epitel transpor terbentuk dalam struktur tabung yang kompleks dengan luas permukaan yang besar. Sebagian epitel transpor berhadapan langsung dengan lingkungan eksternal, sedangkan yang lain melapisi saluran- saluran yang terhubung ke lingkungan eksternal melalui bukaan pada permukaan tubuh. Beberapa saintis yang mengajukan hipotesis bahwa burung laut sebenarnya tidak minum air laut, menyatakan bahwa walaupun burung-burung itu memasukkan air ke dalam mulutnya, namun mereka tidak menelannya (Campbell, 2008).

(13)

Sumber: Campbell, 2008: 121.

Adaptasi yang memungkinkan albatros dan burung-burung laut lainnya mempertahankan keseimbangan garam internal adalah kelenjar hidung yang terspesialisasi. Dalam menyingkirkan kelebihan natrium klorida dari darah, kelenjar hidung mengandalkan pada pertukaran lawan- arus. Dalam pertukaran lawan-arus, cairan bergerak di antara dua membran yang terpisah, mengalir dalam arah yang berlawanan. Di kelenjar hidung albatros, hasil dari pertukaran lawan-arus adalah sekresi cairan yang lebih asin daripada air laut. Meskipun albatros meminum air laut yang mengandung banyak garam, mereka masih mendapatkan air neto. Sebaliknya, manusia yang minum air laut harus mengeluarkan lebih banyak air untuk menghilangkan garam, menyebabkan dehidrasi. Epitelium transpor yang bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan air juga sering berperan dalam pengeluaran zat-zat metabolik.

Sumber: Campbell, 2008: 121

Kelenjar burung albertos berbentuk serangkaian tubulus sekretori yang bercabang- cabang. Struktur kelenjar garam pada burung tersusun atas tubulus epitel susunan paralel yang tersusun paralel, berdampingan dengan pembuluh darah yang alirannya berlawanan dengan arah aliran filtrat dalam tubulus epitel. Susunan seperti itu sama seperti yang

(14)

terdapat dalam medula ginjal burung dan mamalia. Tubulus sebagai saluran ujung buntu, yang dibatasi oleh lapisan sel epitel sekretori/transpor, membentuk dinding yang membatasi tubulus sekretori, yang akan mengalirkan garam ke arah luar tubuh. Setiap tubulus sekretori selalu berdampingan dengan pembuluh darah yang mengalirkan darah dengan arah berlawanan, dengan menggunakan prinsip counter-current. Arah aliran yang berlawanan antara aliran darah dan aliran garam dalam tubuh sekretori menjamin adanya proses yang maksimal dalam mengeluarkan kelebihan garam dari tubuh hewan.

2.3 Thermoregulasi Pada Hewan Air Asin 2.3.1 Thermoregulasi Pada Hewan Pisces

Menurut Fajar, 2021: 183-184. menyatakan bahwa perubahan suhu lingkungan mempengaruhi kelangsungan makhluk hidup dengan adaptasi yang berbeda.

Indikator suhu digunakan untuk mengetahui perilaku makhluk hidup, maka makhluk hidup seperti ikan yang sebagian hidup di air tawar dan sebagian lagi hidup di air asin memiliki adaptasi tersendiri untuk keberlangsungan hidupnya dikarenakan tempat hidup yang berbeda. Ada beberapa faktor yang menentukan kelangsungan hidup makhluk hidup seperti ikan dan hewan lainnya, salah satunya ialah faktor suhu. Berdasarkan pengaturan suhu tubuh terhadap lingkungan, hewan terbagi menjadi hewan ektotermi(poikiloterm) dan endodermi, pisces termasuk hewan ektotermi dimana pengaturan suhu tubuhnya bergantung dari suhu lingkungan dan melakukan adaptasi terhadap suhu tubuh, pisces sangat bergantung terhadap suhu lingkungan.

Beberapa jenis pisces seperti ikan tuna telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan adanya perbedaan suhu antara suatu bagian tubuh yang lain. Ikan tuna juga mampu meningkatkan laju reaksi metabolik di dalam tubuhnya, terutama pada otot yang digunakan untuk berenang dan pada saluran pencernaannya sehingga bagian tersebut selalu lebih panas dari pada bagian lainnya. Kemampuan tersebut dimiliki karena adanya heat exchanger (penukar panas) pada tubuhnya. Heat exchanger bekerja pada prinsip counter current (arus bolak-balik). Selama heat exchanger bekerja, darah pada pembuluh arteri yang lebih dingin mengalir dari insang berdampingan dengan pembuluh vena yang suhunya lebih tinggi, yang mengalir ke insang. Dengan cara itu, panas dapat dipindahkan dari darah vena ke

(15)

darah arteri, dan masuk kembali ke dalam organ tubuh sehingga suhu pada otot renang tetap berkisar antara 12-15°C, lebih tinggi dari suhu air (Ngarofah, 2020: 85).

Karena ikan tuna cepat kehilangan panas melalui insang maka dibutuhkan suatu upaya untuk menghasilkan panas yaitu dengan cara penukaran panas berlawanan arah pada otot ikan. Panas akan dihasilkan melimpah di otot merah ikan dan panas disalurkan dengan pembuluh darah. Penukaran panas lawan arus pada dasarnya, panas di dalam darah arteri yang keluar dari inti tubuh ditransfer secara langsung ke darah vena kembali ke inti tubuh, bukan hilang ke lingkungan (Campbell , dkk. 2008:

18).

Ikan tuna menjaga suhu tubuhnya tetap konstan dengan cara berenang terus menerus sehingga otot-ototnya menghasilkan panas secara terus menerus, tetapi menggerakkan otot secara terus menerus tidak cukup untuk memanaskan tubuh, karena panas yang dihasilkan hilang di insang. Untuk mengatasi hal tersebut ikan memiliki sebuah sistem yang disebut sistem rete pertukaran arus balik antara otot aerobik dan insang mencegah sebagian besar kehilangan panas (Sherwood, dkk.

2013: 750-751).

Sumber: Sherwood, 2013

Gambar diatas merupakan sebuah ikan tuna dimana lokasi rete terletak diantara pembuluh darah luar (kulit) dan otot merah tua. Rete memerangkap panas yang dihasilkan oleh otot otot tersebut.

(16)

Sumber: Moyes dan Schulte. 2014: 690.

Gambar diatas merupakan gambar otot merah ikan tuna yang dialiri oleh pembuluh darah arteri dan vena yang digunakan ikan tuna untuk melakukan proses penukaran panas arus balik.

2.3.2 Thermoregulasi Pada Hewan Mamalia

Mamalia adalah hewan endotermik yang artinya mereka dihangatkan sebagian besar oleh panas yang dihasilkan oleh metabolisme tubuhnya sendiri. Mamalia laut tentunya akan beradaptasi, Jika terjadi peningkatan suhu udara, maka akan meningkatkan suhu permukaan laut dan berpengaruh terutama pada pola arus dan tekanan udara di berbagai lautan sehingga mengubah pola iklim atau cuaca di permukaan bumi. Mamalia laut berisolasi, untuk mengurangi aliran panas di dalam tubuh dan lingkungannya, dan hal itu merupakan adaptasi utama untuk termoregulasi pada mamalia. Seperti halnya lumba-lumba, paus, singa laut, anjing laut, walrus, dugong dll. mekanisme termoregulasi yang telah berevolusi pada mamalia laut berfungsi tidak hanya untuk menghemat panas, tetapi juga untuk membuangnya jika diperlukan.

Mamalia laut seperti paus dapat memakai lemak dalam jumlah besar tetapi akibatnya, terlalu panas ketika sangat aktif, maka dari itu paus atau anjing laut harus mampu membuang panas dari tubuhnya melalui lubang dibagian atas kepalanya.

Secara biologis, mamalia laut seperti paus akan mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan dengan mengeluarkan panas yang berlebih atau menahan panas agar tak hilang.

(17)

Sumber: Campbell, 2008: 18.

Pada gambar diatas adalah sistem penukar panas lawan arus yang memerangkap panas di dalam inti tubuh lumba lumba hidung botol, sehingga mengurangi kehilangan panas terutama ketika lumba lumba terendam di dalam air dingin atau saat bersentuhan dengan es atau salju. Pada dasarnya, panas di dalam darah arteri yang keluar dari inti tubuh ditransfer secara langsung ke darah vena yang kembali ke inti tubuh lumba lumba hidunng botol, bukan hilang ke lingkungan (Campbell, 2008: 18).

Selain pada lumba lumba sistem penukar lawan arus juga terdapat pada hewan paus ,dapat diperhatikan gambar di bawah terdapat rete (jaringan pembuluh darah) yang tersusun dari arteri yang dikelilingi oleh banyak pembuluh darah kecil vena (Sherwood, dkk. 2013: 745).

Sumber: Sherwood, dkk. 2013: 745

(18)

2.3.3 Thermoregulasi Pada Hewan Aves

Penguin yang hidup ditempat lautan yang dingin dapat menjaga konsistensi suhu tubuhnya dengan adanya sistem penukar panas lawan arus, pada gambar dibawah adalah sistem penukar panas lawan arus pada sayap penguin, dimana sayap nya terdapat terdapat rete (jaringan pembuluh darah) dimana arteri dikelilingi dua atau lebih vena yang beranastome atau berhubungan membentuk anyaman (Sherwood, dkk. 2013: 745)

Sumber: Sherwood, dkk. 2013: 745

Selain termoregulasi yang dilakukan penguin pada bagian sayapnya terhadap hewan yang hidup di wilayah air asin juga melakukan termoregulasi untuk menjaga suhu tubuhnya tetap konsisten yaitu burung albatros, pada bagian kaki burung albatros terdapat sistem pertukaran panas lawan arus dimana pembuluh darah pada tungkai kaki disusun secara paralel, sehingga memungkinkan terbentuknya penukaran panas yang berlawanan arah (Moyes dan Schulte. 2014: 690).

Sumber: Moyes dan Schulte. 2014: 690.

(19)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Osmoregulasi dan Thermoregulasi merupakan dua proses penting dalam menjaga keseimbangan tubuh makhluk hidup terhadap lingkungan eksternal. Osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan keseimbangan air dan garam dalam tubuh. Ini sangat penting terutama bagi makhluk hidup yang hidup di lingkungan dengan variasi konsentrasi air dan garam yang signifikan, seperti ikan yang hidup di air laut. Mereka harus mempertahankan keseimbangan osmotik yang tepat untuk menghindari kelebihan atau kekurangan air dalam tubuh mereka. Proses osmoregulasi melibatkan beberapa mekanisme, seperti mengeluarkan air melalui urin yang lebih pekat, mengambil air melalui makanan, dan mengekskresikan garam berlebih melalui organ-organ tertentu.

Sementara itu, thermoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan, atau setidaknya dalam batas yang dapat diterima. Hewan harus mampu mengatasi perubahan suhu lingkungan agar fungsi tubuhnya tetap optimal. Ada dua jenis hewan berdasarkan regulasi suhu tubuh: hewan endotermik, yang dapat mempertahankan suhu tubuh konstan, dan hewan ektotermik, yang bergantung pada suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya.

Keduanya merupakan mekanisme yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan kelangsungan hidup makhluk hidup di berbagai lingkungan. Dalam hal ini, pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang osmoregulasi dan thermoregulasi dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang adaptasi dan kehidupan hewan di alam liar.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Birukawa N, Ando H, Goto M, Kanda N, Pastene LA, Nakatsuji H, Hata H, Urano A.

2005. Plasma and urine levels of electrolytes, urea and steroid hormones involved in osmoregulation of cetacean. Zoological Science. 22(11): 1245-125

Fajar, M, T, I. 2021. PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP TINGKAH LAKU IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO). Cermin: Jurnal Penelitian. 5(1): 184-185.

Isnaini,W. 2019. Fisiologi Hewan. PT Kanisius: Sleman-Yogyakarta.

Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(1): 49- 49.

Moyes, C, D. & Schulte, P, M. 2014. Principles of Animal Physiology. Pearson Education Limited: Edinburg.

Ngarofah, L. 2020. Fisiologi Hewan. UIN Raden Intan Lampung: Bandar Lampung.

Noren SR, Williams TM. 2000. Body size and skeletal muscle myoglobin of cetaceans:

adaptations for maximizing dive duration. Molecular & Integrative Physiology. 126 (2): 181–191

Ortiz, R. M. 2001. Osmoregulation in marine mammals. Journal of Experimental Biology, 204(11), 1831-1844.

Ortiz, C. L., Costa, D. and Le Boeuf, B. J. 1978. Water and energy flux in elephant seal pups fasting under natural conditions. Physiol. Zool. 51, 166–178.

Rahman, S A., Athirah, A., and Asaf, R. 2017. “KONSENTRASI PENGENCERAN SALINITAS TERHADAP KEMAMPUAN OSMOREGULASI IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogan cauderni) Concentration Dilution Salinity Towards The Ability of Fish Taken from Capungan Osmoregulasi”. Jurnal SAINTEK Peternakan dan Perikanan. 4(1): 74–79.

Rohman, M. A. 2019. “Termogulasi, Respirasi dan Osmoregulasi pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)”. Jurnal Praktikum Fisiologi Hewan. 2(1): 1–9.

Sherwood, L. Klandorf, H. Yancey, H, P. 2013. Animal Physiology From Genes to Organism.

Cengage Learning: Belmont.

Syakirin, B. M. 2007. “MEKANISME POMPA NATRIUM KALIUM (Na+-K+) PADA OSMOREGULASI IKAN BERTULANG SEJATI (TELEOST)”. Jurnal Ilmu Perikanan dan Kelautan. 1(1): 24–33.

Tyack PL, Johnson M, Soto NA, Sturlese A, Madsen PT. 2006. Extreme diving of beaked whales. Journal of Experimental Biology 209 (21): 4238–4253

(21)

Gambar

Tabel 1.1 Komposisi Ion dalam Cairan Tubuh Invertebrata Laut dan dalam Air  Laut
Gambar diatas merupakan sebuah ikan tuna dimana lokasi rete terletak diantara  pembuluh  darah  luar  (kulit)  dan  otot  merah  tua
Gambar  diatas  merupakan  gambar  otot  merah  ikan  tuna  yang  dialiri  oleh  pembuluh darah arteri dan vena yang digunakan ikan tuna untuk melakukan proses  penukaran panas arus balik

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu kita perlu melakukan pengujian kadar phospor (P) dan zat besi (Fe) pada ikan teri asin hasil pengasinan menggunakan air abu pelepah kelapa pada perlakuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh berbagai konsentrasi air kelapa, kadar garam dan lama fermentasi terhadap karakteristik sayur asin.. Untuk

Proses pengolahan air asin dengan sistem reverse osmosis ini terbagi dalam 2 unit proses yaitu pengolahan pendahuluan untuk memenuhi standar kualitas air baku yang akan

Air tanah asin di Parangwedang diduga berasal dari akifer yang lebih dalam, melibatkan batuan breksi Formasi Nglanggran atau yang lebih tua, muncul ke permukaan setelah

Penambahan garam dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap komposisi proksimat ikan lomek asin kering, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,

Proses pengolahan air asin dengan sistem reverse osmosis ini terbagi dalam 2 unit proses yaitu pengolahan pendahuluan untuk memenuhi standar kualitas air baku yang akan

Efektivitas bawang putih (Allium sativum) Untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan mas (Cyprinus carpio) Terhadap Penyakit Aeromonas septicemia.. Universitas

160 - 178 DOI : https://doi.org/10.37058/agristan.v5i1.7072 160 ISSN : 2723 – 5858 p ; 2723 – 5866 e ANALISIS USAHA PEMBUATAN IKAN ASIN DI DESA AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI