• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HADIS MAUDHU’

N/A
N/A
Silfia Cahyaning

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH HADIS MAUDHU’ "

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Kelompok 11

Nama: 1. Aditiya Nur Rohmatin_203111096        2. Desi Fitria Ningrum_203111097

3. Farkham Muwafiq ElAshar_203111098

MAKALAH HADIS MAUDHU’

(2)

PENGERTIAN

Kata maudhu’ adalah maf’ul yang menurut bahasa yaitu meletakkan, menyimpan, mengada-ada, atau membuat-buat. Secara terminologis, hadis maudhu’ didefenisikan sebagai berita yang diciptakan oleh para pendusta dan mereka menisbahkannya atas nama Rasul saw. secara sengaja dengan dasar mengada-ada.

Hadis Maudhu’ adalah hadis yang paling buruk statusnya diantara hadis-hadis Dhaif. Maka tidak dibenarkan dan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan asan apapun kecuali disertai dengan penjelasan tentang ke-maudhu’-annya.

Berdasarkan defenisi tersebut, setiap yang disandarkan kepada Rasul saw., baik bersifat positif maupun negative, jika Rasul tidak menyabdakannnya maka hal itu adalah

maudhu’. Ungkapan yang biasa dipakai untuk hadis maudhu’ ialah al-Mukhtalaqu, al-

Mukhtala’u, al-Mashnu’ dan al-mazkdzub.

(3)

Berbagai pernyataan palsu yang dialamatkan kepada Nabi SAW, menurut Azami dapat diklasififkasikan kepada dua kategori, yaitu:

a. Pemalsuan yang secara sengaja dilakukan terhadap Hadis-Hadis Nabi SAW.

Hadis-Hadis yang seperti ini disebut dengan Hadis Mawdhu’.

b. Penyandaran sesuatu yang bukan hadis, yang dilakukan secara keliru kepada Nabi SAW, namun dilakukan tidak dengan sengaja, seperti karena kelalaian dan kekurang hati-hatian. Hadis-Hadis seperti ini disebut Hadis Bathil.

Kedua Hadis ini memiliki kesamaan, yaitu berupa berita atau pernyataan yang keliru dan palsu disandarkan kepada Nabi SAW. Hadis Mawdhu’ termasuk ke dalam kelompok Hadis Dha’if, bahkan hadis Mawdhu’

dinyatakan sebagai tingkatan paling buruk di antara Hadis-Hadis Dha’if.

Pembagian Hadits Maudhu’

Hadis Maudhu’ atau hadis yang orang ada- adakan ini, terbagi kepada empat bagian:

1. Si rawi mengada- adakan sendiri yang tidak sama dengan perbuatan orang lain.

2. Si rawi mengambil perkataan salaf, hukum dan cerita- cerita Isra-illiyahlalu Susunan yang diadakan oleh seorang rawi.

3. Si rawi mengambil satu hadis yang lemah sanadnya, lalu disusunnya dalam satu sanad yang shahih.

(4)

Sejarah kemunculan

Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis. Berikut beberapa pendapat yaitu :

1. Menurut Ahmad Amin, bahwa Hadis Mawdhu’ telah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Masih hidup, alasan yang dijadikan argumen dari sabra Rasulullah yaitu

“bagi siapa yang sengaja berdusta kepadaku, maka hendaknya ia mengambil tempat di neraka”. Dengan dikeluarkannya sabda tersebut, Rasulullah mengira telah ada pihak yang ingin berbuat bohong pada dirinya. Maka, hadis tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada pada saat itu, yang berarti menggambarkan bahwa kemungkinan pada zaman Rasulullah telah ada pemalsuan hadis sehingga ia mengancam hal itu. Kemudian Ahmad Amin juga berlandaskan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, nahwasanya suatu waktu Basyir Al’adwy menemui Ibnu Abbas, kemudian mereka berbincang dan Basyir berkata “telah bersabda Rasulullah “……” akan tetapi Ibnu Abbas mengacuhkan hadisnya dan tidak memperhatikan apa yang dikatakannya. Kemudian ia berkata : “wahai putra Abbas, perhatikanlah aku, tak maukah kau mendengarkan hadisku? Aku beritahukan kepadamu hadis dari Rasulullah, tapi kau tidak mau mendengarkanku! “Ibnu Abbas berkata, “kata itu hidup dalam satu masa. Jika ada seseorang berkata ‘telah bersabda Rasulullah.’maka aku akan bersegera kesana, perhatian dan keinginanku akan mengarah kesana. Maka ketika seseorang itu tidak mau menjangkaunya maka ia tidak akan meriwayatkannya kecuali ia benar-benar sudah tau”. Ahmad Amir juga memaparkan bahwa semenjak Islam melakukan penaklukan ke berbagai daerah Islam mulai meluas ke berbagai daerah dan mereka berbondong-bondong masuk Islam, maka sebenarnya dari situ potensi melakukan pemalsuan hadis muncul.

(5)

Shalah Al-Din mengatakan bahwa pemalsuan Hadis berkenaan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah

SAW. Alasan yang ia kemukakan adalah Hadis riwayat Al- Thahawi (w.321 H/933M) dan Al-Thabrani (w.360H/971 M). dalam

kedua Hadis ini dinyatakan bahwa pada masa nabi ada yang berbohng dengan mengatasnamakan Nabi. Orang itu mengaku

telah diberi wewenang oleh nabi untuk menyelesaikan suatu masalah di suatu kelompok masyarakat di Madinah. Kemudian

seseorang itu melamar seorang gadis dari masyarakat tersebut, namun lamaran itu ditolak. Masyarakat tersebut menanyakan hal itu pada nabi. Ternyata nabi tidak pernah menyuruh hal tersebut.

lalu, nabi menyuruh sahabatnya untuk membunuh orang yang berbohong. Dalam hal ini, ternyata sanadnya lemah. Maka,

riwayat ini tidak dapat dijadikan dalil.

(6)

Menurut Jumhur Al-Muhaddisin, pemalsuan hadis terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, hadis-hadis yang ada sejak jaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan masih terhindar dari pemalsuan.

Dengan demikian, pada zaman Nabi, tidak mungkin ada pemalsuan hadis.

Demikian pula, pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Hal ini dapat diuktikan dari kegigihan, kehati-hatian dan kewasadaan mereka terhadap hadis. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan pendukung Mu’awiyah.

2. Shalah Al-Din mengatakan bahwa pemalsuan Hadis berkenaan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Alasan yang ia kemukakan adalah Hadis riwayat Al- Thahawi (w.321 H/933M) dan Al-Thabrani (w.360H/971 M). dalam kedua Hadis ini dinyatakan bahwa pada masa nabi ada yang berbohng dengan mengatasnamakan Nabi. Orang itu mengaku telah diberi wewenang oleh nabi untuk menyelesaikan suatu masalah di suatu kelompok masyarakat di Madinah. Kemudian seseorang itu melamar seorang gadis dari masyarakat tersebut, namun lamaran itu ditolak. Masyarakat tersebut menanyakan hal itu pada nabi.

Ternyata nabi tidak pernah menyuruh hal tersebut. lalu, nabi menyuruh sahabatnya untuk membunuh orang yang berbohong. Dalam hal ini, ternyata sanadnya lemah. Maka, riwayat ini tidak dapat dijadikan dalil.

(7)

A. Motif Politik

Setelah Utsman bin Affan wafat, timbullah perpecahan di kalangan umat Islam.

Perpecahan tersebut berlanjut dengan lahirnya kelompk-kelompok pendukung masing-masing pihak yang berseteru, seperti pendukung Ali bin Abi Thalib, pendukung Mu’awiyah dan kelompok Khawarij yang muncul setelah terjadinya

Perang Shiffin, yaitu antara kelompok Ali dan Mu’awiyah.

Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Hadis Mawdhu’

Dalam sejarah menunjukkan bahwa pemalsuan Hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Banyak motif yang mendorong pembuatan Hadis Mawdhu’, diantaranya adalah

Perpecahan bermotifkan politik ini mendorong masing-masing kelompok berusaha untuk memenangkan kelompoknya dan berusaha menjatuhkan kelompok lawan. Dalam mendukung kelompok mereka serta menarik perhatian umat agar berpihak kepada mereka, maka mereka melakukan kampanye politik, mencari argument-argumen dari Alquran dan Hadis. Akan tetapi mereka tidak menemukan argument yang mereka butuhkan di dalam sumber ersebut, maka mereka mulai menciptakan Hadis-Hadis palsu yang kemmudian disandarkan atas nama Muhammad. Dari tiga kelompok di atas, maka Syi’ah lah yang pertama melakukan pemalsuan Hadis

(8)

B. Memengaruhi Kaum Awam dengan Kuliah dan Nasihat

Kelompok yang melakukan pemalsuan hadis ini bertujuan memperoleh simpati dari orang-orang yang mendengar pidato, kuliah, nasihat sehingga

mereka kagum melihat kemampuan kelompok tersebut.

(9)

Usaha dari Musuh Islam (Kaum Zindiq)

Kaum zindiq adalah kelompok yang membenci Islam, baik secara agama maupun secara kedaulatan. Menyadari akan ketidakmampuan mereka dalam berkonfontrasi dengan umat Islam

secara nyata. Maka mereka berupaya untuk menghancurkan Islam melalui tindakan merusak agama dengan cara membuat Hadis palsu dalam bidang akidah, ibadah, hukum, dan sebagainya.

Diantara mereka adalah Muhammad ibn Sa’id al-Syamsi yang mati disalib karena terbukti sebagai zindiq. Dia meriwayatkan Hadis yang menurutnya berasal dari Humaid dari Anas dari

Nabi SAW yang mengatakan :

“Saya adalah penutup Nabi, tidak ada Nabi lagi sesudahku kecuali apabila dikehendaki oleh Allah”

Diterangkan oleh Al-Hakim, bahwa dia membuat pngecualian ini adalah untuk mengajak manusia mengakui kenabiannya.

(10)

Tokoh-tokoh terkenal yang membuatf Hadis Mawdhu’ dari kalangan zindiq yaitu

01 02

Abdul Karim bin Abi Al-Auja , telafh membuat sekitar 4.000 Hadis Mawdhu’tentang hukum halal-haram akhirnya, ia dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.

Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Manshur.

03

Bayan bin Sam’an Al-Mahdy yang kahirnya dihukum mati leh Khalid bin Abdillah

(11)

+ D. Sikap Fanatik Buta Terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, negeri atau pemimpin

Mereka yang fanatic terhadap bahasa Persia, membuat Hadis yang mendukung keutamaan bahasa Persia dan sebaliknya. Bagi mereka yang fanatic terhadap bahasa Arab akan membuat Hadis yang menunjukkan

keutamaan bahasa Arab dan mengutuk bahasa Persia.

a. E. Pembuat Cerita atau Kisah-Kisah

Para pembuat cerita dan ahli kisah melakukan pemalsuan Hadis dalam rangka menarik simpati ornag banyak atau agar para pendengar kisahnya kagum terhadap kisah yang mereka sampaikan atau mengharapkan mendapat imbalan materi. Umunya Hadis yang mereka buat cenderung bersifat berlebihan atau tidak masuk akal. Contohnya yaitu mengenai balasan yang akan diterima seseorang jika mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah.

“ Siapa yang mengucapkan ‘la ilaha illa Allah’, Allah akan menciptakan seekor burung yang mempunyai tujuh puluh ribu lidah, dan masing-masing lidah menguasai tujuh puluh ribu bahasa yang akan memintakan ampunan baginya”.

(12)

F. Perbedaan Pendapat dalam Masalah Fiqh atau Ilmu Kalam

Munculnya hadis palsu dalam masalah fiqh dan ilmu kalam berasal dari para pengikut mazhab. Mereka melakukan pemalsuan hadis karena didominasi sifat fanatik dan ingin menguatkan mazhabnya masing-masing. Mereka menciptakan Hadis palsu dalam rangka mendunkung tau menguatkan pendapat, hasil ijtihad dan pendirian para imam meeka. Diantarany adalah Hadis buatan yang mendukung pendirian mazhab tentang tata cara pelaksanaan ibadah shalat, seperti mengangkat tagan ketika rukuk, menyaringkan bacaan “Bismillah” ketika membaca Al-Fatihah dalam fiqh atau mengenai ilmu kalam. Mereka yang fanatik terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat mengagkat kedua tangan shalat, sehingga mereka membuat hadits Maudhu’ sebagai berikut.

ُهَل َةَلَص َلَف ِةَلّص لا يِف ِهْيَدَي َعَفَر ْنَم

”Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya”.

(13)

Membangkitkan Gairah Beribadah Tanpa Mengerti yang Dilakukan

Banyak di antara ulama yang membuat hadis palsu dengan asumsi bahwa usaha itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah. Mereka mengatakan,

“Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah Saw dan bukan sebaliknya”.

g.

(14)

Ciri-Ciri atau Tanda-Tanda Hadis Mawdhu’

Para ulama hadits telah menentukan kaidah-kaidah untuk mengenali hadits-hadits mawdu. Sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri-ciri untuk mengetahui sesuatu hadis itu shahih, hasan atau dhaif.

Secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu, para ulama hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka memperhatikan matannya.

2. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya.

a. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad

1. Pengakuan si perawi itu sendiri bahwa dia telah memasukkan hadits. umpamanya pengakuan abu ishmah Nuh Ibn Abi Maryam bahwa dia telah memasukkan beberapa hadits yang berkaitan dengan keutamaan surah alquran. demikian juga pengakuan abd al karim salah satu tokoh kaum jindiq yang terkenal dalam pemalsuan hadits bahwa dia telah memasukkan hadi sebanyak 4000 hadits mengenai masalah halal dan haram.

(15)

c

4. Keadaan pada perawi. Sesuatu hadits dapat diketahui ketawa soalnya dengan melihat keadaan si perawi, seperti yang terlihat pada diri Sa'd Ibn Dharif ketika suatu hari anaknya pulang dari sekolah dalam keadaan menangis. Sa'd menanyakan mengapa dia menangis yang dijawab oleh sang anak bahwa dia dipukul oleh gurunya mendengar jawaban anak yang tersebut Sa'd berkata

" telah menceritakan kepada kami 'Ikrimah dariibnu Abbas dari Nabi SAW, beliau bersabda para pengajar anak-anak kamu adalah orang-orang jahat diantara kamu mereka kurang kasih sayang kepada anak yatim dan berlaku kasar terhadap orang- orang miskin".

3. Pernyataan sejarah yang menunjukkan bahwa perawi tidak bertemu dengan orang

yang diakuinya sebagai gurunya seperti makmum ahmad al hari yang mengaku

mendengar hadits dari hisyam Ibn Gambar. Al-Quran Hafizh Ibn Hibban mempertanyakan kapan ma'mun datang ke Syam. Dijawab oleh ma'mun tahun 250H.

Ibn Hibban mengatakan bahwa Hisyam meninggal tahun 245 H. Ma'mun kemudian menjawab bahwa itu adalah

Hisyam Ibn Gambar yang kain.

Pengakuan seperti ini menurut Al- Thahhah, sama kedudukannya dengan

pengakuan telah memasukkan hadits.

(16)

Ibn Ma'in mengatakan, bahwab Sa'd Ibn Dharif tidak boleh diterima riwayatnya. Dari Ibn Hibban mengatakan bahwa Ibn Dharif adalah seorang pribadi pemalsu Hadis.

Perawih tersebut dikenal sebagai seorang pendusta sementara hadits yang diriwayatkan yaitu tidak pula diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya.

1. Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:

ٍحاَنَج ْوَأ ٍرِفاَح ْوَأ ٍفُخ ْوَأ ٍل ْصَن ىِف َلِإ َقَبَس َل

 

Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits.

SOCIAL MEDIA

(17)

1. Terdapat perbedaan pada lafaz hadits yang diriwayatkan, yang apabila lafaz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa yang akan segera mengetahui bahasa Hadits tersebut adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi. Hal tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa Hadis yang diriwayatkan yaitu lafaznya berasal dari Nabi SAW.

misalnya hadits itu bertentangan dengan ayat Al-Quran atau dalil lain yang mutawatir. Seperti hadits : ََةَنَجْلااا ُلُخْد َااي َل اَنِزلااا ُد َاال

Matan hadits ini bertentangan dengan kandungan firman Allah Subhanahuwata'alaa dalam surat Al-An'aam : 164,

…ى َر ْخأأ َر ْزِو أةَر ِزا َو ا ْوأر ِزَت َل َو

Artinya: …dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Al-An'aam : 164).[30]

Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak zina sekalipun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya. Maknanya menyalahi sejarah, kebiasaan dan bahkan bertentangan dengan akal sehat.

b. Ciri ciri yang terdapat pada matan

(18)

2.Matan Hadis tersebut sejalan atau mendukung mazhab perawinya.

Sementara perawi tersebut terkenal sebagai seorang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya. Umpamanya seseorang perawi meriwayatkan Hadis tentang keutamaan ahli bait.

3. Satu riwayat mengenai peristiwa besar yang

terjadi di hadapan umum semestinya

diriwayatkan oleh banyak orang, akan tetapi

ternyata hanya diriwayatkan oleh seorang

perawi saja. umpamanya riwayat tentang

pengepungan yang dilakukan musuh terhadap

orang banyak yang sedang melakukan ibadah

haji di Baitullah.

(19)

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

*Upaya Penanggulangan Hadis Mawdhu’

1. Melihat sanad hadis

2. Meningkatkan keseluruhan dalam meneliti hadits

3. Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap hadits 4. Menerangkan keadaan para perawi

5. Membuat kaidah-kaidah untuk menentukan hadis Mawdhu

Golongan-Golongan yang Memalsukan Hadis

1. Zanadiqah (orang-orang zindiq) 2. Penganut-penganut bid’ah

3. Orang yang dipengaruhi fanatic kepartaian, orang yang ta’ashshub kepada kebangsaan, kenegerian dan keimanan.

4. Orang yang dipengaruhi ta’ashhub mazhab 5. Para ahli riwayat/dongeng

6. Orang yang mencari penghargaan pembesar negeri

(20)

1.Hadits-hadits palsu:

2.Maka berikut ini ada beberapa Hadits Maudhu’ bersama keterangannya, serta di mana perlu dan di sebutkan bagian dari sebab-sebabnya atau tanda-tandanya.

3.

ِبَدَ ْلا أط ْوأرأش ْتَطَقَس أةّب َحَمْلا ِتَقَدَص اَذِا.

4.Artinya: Apabila rapat percintaan (antara seorang dengan yang lain), maka gugurlah syarat-syarat adab.

5. Keterangan:

a. Perkataan ini, orang katakan hadits Nabi saw, padahal sebenarnya adalah itu ucapan seorang yang bernama Junaid.

b. Karena ucapan tersebut bukan sabda Nabi saw, maka yang demikian dinamakan maudhu’, yakni Hadits yang dibuat-buat orang.

6. . ِهِهّم أههك ْنِم َج َر َخ َو ص ِبْي َج ي ِهههف َل َخَد َرَمَقْل َهها ّنِها.

7.Artinya: Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi saw., dan keluar dari tangan bajunya.

(21)

Keterangan:

Ucapan ini bukan sabda Nabi, tetapi orang katakan hadits Nabi saw. Jadi dinamakan dia maudhu’

Tukang-tukang cerita sering membawakan hadits itu waktu menceritakan perjalanan atau maulid Nabi, dengan maksud supaya orang tertarik mendengarkan ceritanya.

Perasaan atau keyakinan kita mesti mendustakan isinya, karena tidak terbayang dalam fikiran, bahwa bulan yang begitu besar dapat masuk dalam saku baju Nabi yang tidak beda dengan saku-saku kita, dan keluar dari lubang tangan baju yang besarnya sudah kita maklum.

ٌةَداَبِع ِلْيِمجل ْهها ِهِه ْج َولهها يَل ِهها أرَظّننلهها.

Artinya: Melihat wajah yang cantik itu, ‘ibadat.

Keterangan:

Barangsiapa memperhatikan isi ucapan tersebut, tentu akan mengatakan, bahwa maksudnya itu untuk membangunkan syahwat manusia, sehingga orang mau mengerjakan perbuatan yang tidak senonoh, sedang salah satu daripada keutamaan manusia, ialah menjaga syahwatnya.

Sabda Nabi tidak akan bertentangan dengan sifat keutamaan manusia, tetapi Hadits itu nyatanya berlawanan; teranglah bahwa itu bukan Hadits Rasulullah saw. Oleh sebab itu dia disebut hadits maudhu’.

(22)

Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’

Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.

Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan

makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan

penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu,

hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain

tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.

(23)

Kesimpulan

●Hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja atau pun tidak sengaja. Hadits maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.

●Sebagian ulama mendefenisikan Hadist Maudhu’ adalah “hadist yang dicipta dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaannya itu dikatakan sebagai kata-kata atau perilaku Rasulullah SAW, baik hal tersebut disengaja maupun tidak”.

●Faktor-faktor yang melatarbelakangi hadist maudhu’ yaitu: (1) Polemik politik, (2) kaum zindiq adalah golongan golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. (3) fanatic terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, dan pimpinan. Mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh sikap egois dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain.

Referensi

Dokumen terkait

 Hadis Hasan , yaitu hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang adil, sanadnya bersambung, matannya tidak berillat (cacat), tetapi dalam sanadnya terdapat perawi yang kurang baik

terdapat dalam matan Hadis karena (lafazh tersebut) jarang digunakan. 38 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, ilmu gharib al- Hadis adalah imu yang menerangkan

22 Idraj adalah sisipan kata yang terdapat dalam matan Hadits.Idraj terjadi dengan tujuan memberikan penjelasan terhadap lafaz matan (teks) Hadits yang sulit, hukum-hukum

“Bacalah AlQuran dengan cara dan suara orang Arab yang fasih”. Thabrani) Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Semoga Allah meridhainya (istri Nabi

Berdasarkan kajian terhadap sanad hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis tentang membaca Al-Qur’an yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jundab bin ‘Abdullah

‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits adalah ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah ahli hadis dan yang dikenal antara mereka. Tujuannya,memudahkan para

Maksud lafal َ نا أاَ pada hadits tentang menyantuni anak yatim yang diriwayatkan Bukhori Muslim adalah ….. adits tentang menyantuni anak yatim adalah

Perbedaan warna kulit, tabiat, kecenderungan atas temperamen dan emosi telah menggambarkan perbedaan kepribadian Demikian pula hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa yang artinya :