• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TUGAS INDIVIDU ANALISIS KASUS PELAKU PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS GUNADARMA DIPERSEKUSI OLEH MAHASISWA

N/A
N/A
Ruby Christine

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH TUGAS INDIVIDU ANALISIS KASUS PELAKU PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS GUNADARMA DIPERSEKUSI OLEH MAHASISWA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TUGAS INDIVIDU ANALISIS KASUS

PELAKU PELECEHAN SEKSUAL DI UNIVERSITAS GUNADARMA DIPERSEKUSI OLEH MAHASISWA

Dosen Pengampu : Ainul Husna, M.Pd.

RG

Disusun oleh :

Ruby Yuliana Christine 201901500648

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga kita selalu mendapatkan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga oleh karenanya saya dapat menyelesaikan makalah untuk menyelesaikan tugas individu pada mata kuliah Layanan BK di Pendidikan Menengah dan Tinggi yang berjudul “Pelaku Pelecehan Seksual di Universitas Gunadarma dipersekusi oleh Mahasiswa” sebelumnya kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ainul Husna, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Layanan BK di Pendidikan Menengah dan Tinggi.

Saya menyadari bahwa apa yang saya tulis dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini. Namun demikian, saya berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Depok, 29 Mei 2023

Ruby Yuliana Christine

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Permasalahan...1

B. Rumusan dan Pertanyaan...5

C. Tujuan dan Manfaat Permasalahan...5

D. Metode Pembahasan...5

BAB II TINJAUAN TEORETIS...7

A. Pengertian Pelecehan...7

B. Faktor Yang Mempengaruhi Pelecehan...8

C. Bentuk – bentuk pelecehan...9

D. Fenomena Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi...9

E. Dampak Pelecehan...11

F. Cara Penanganan Pelecehan...11

G. Layanan BK untuk Menangani Kasus Pelecehan Seksual...12

BAB III ANALISIS...14

A. Analisis Teoritis...14

B. Analisis Praktis...15

C. Analisis Kasus...15

(4)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...17

A. Kesimpulan...17

B. Saran...18

DAFTAR PUSTAKA...19

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Masalah pelecehan seksual saat ini telah menjadi pemberitaan karena sering terjadi di kalangan remaja semakin bertambah, misalnya dengan menggoda menggunakan ungkapan-ungkapan penuh hasrat atau mengungkapkan gurauan-gurauan bernada porno, mencolak-colek pada tubuh korban serta terkadang ada ancaman-ancaman jika ajakan tersebut tidak dipenuhi sehingga korban merasa malu, marah, tersinggung, atau membenci hal tersebut. Walaupun tidak melakukan penyiksaan secara fisik namun pelaku tersebut sudah membuat korban merasa terganggu dan tidak nyaman, rata-rata korban daripada pelecehan seksual tersebut adalah pada kaum perempuan.

Kasus pelecehan seksual sudah seringkali diekspose oleh media massa, namun dalam masyarakat kita masih banyak yang belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka sebenarnya telah menjadi korban pelecehan seksual atau menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang tidak serius untuk ditanggapi.

Dalam banyak kasus, banyak korban yang memilih diam dan menganggap biasa perlakuan yang diterima dari atasan ataupun rekan kerja.

Maraknya pelecehan seksual yang terus-menerus terjadi sangatlah membuat keresahan di masyarakat, terutama bagi para orang tua yang memiliki anakanak perempuan. Namun, ada yang mengatakan bahwa justru korbanlah yang memberikan peluang kepada para pelaku untuk dapat melakukan pelecehan seksual tersebut. Misalnya dengan memakai pakaian ataupun memperlihatkan perilaku-perilaku yang justru dapat memberikan ruang kepada pelaku sehingga membuat pelaku dapat tersugesti untuk melakukan pelecehan seksual tersebut.

Pelecehan seksual ini tidak hanya memberikan dampak pada pada fisik korban namun juga memberikan dampak secara mental atau psikis. Untuk dampak yang secara fisik memang dalam tahap pemulihannya tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama, namun pada dampak mental ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya. Bahkan ada juga yang sampai menderita masalah kejiwaan sampai pada tindakan bunuh diri, karena tidak kuat

(6)

menahan penderitaan dan rasa malu yang dideritanya. Tentunya hal ini sangat meresahkan terutama kepada kaum perempuan yang takut jikalau akan bepergian sendirian keluar rumah maupun ke tempat lainnya. Pelecehan seksual seakan menjadi momok yang mengerikan bagi kalangan pelajar ataupun mahasiswi.

Memang benar berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Kepolisian untuk menanggulangi atau mengatasi masalah pelecehan seksual, mulai dari memberikan seminar-seminar atau 3 sosialisasi ke sekolah tentang pelecehan seksual, sex education, dan sebagainya. Akan tetapi tetap saja permasalahan pelecehan seksual ini belum dapat teratasi malah semakin banyak kasus yang terjadi. Seharusnya dari pihak Kepolisian itu sendiri apabila cara-cara ini tidak dapat menanggulangi pelecehan seksual ini diharuskan untuk membuat atau melakukan cara yang lain lagi. Karena sungguh miris apabila kita melihat banyak anak-anak remaja yang menjadi korban ataupun tersangka dalam kasus pelecehan seksual ini, memang tidak semudah untuk dilakukannya penyelesaian masalah pelecehan seksual ini dengan gampangnya, namun paling tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi sedikit demi sedikit bukan sekaligus ini cukup membantu masyarakat. Padahal apabila ini tidak segera di selesaikan maka akan menjadi peristiwa traumatis, semakin lambat keadaan ini tidak di ditangani maka akan semakin susah di tangani, karena akan semakin banyak kasus-kasus atau kejadian-kejadian yang timbul. Karena kita tidak pernah bisa menaruh prasangka terhadap orang bahwa orang tersebut adalah orang yang dapat melakukan pelecehan seksual terhadap orang lain. Karena mulai dari orang yang bertampil keji sampai yang baik pun dapat melakukan hal ini. Kita selama ini terlalu terperangkap dengan kata “jangan dekati orang asing” atau “apabila ada orang asing yang panggil maka harus lari ataupun sembunyi” padahal kebanyakan dari para pelaku pelecehan seksual ini adalah orang terdekat daripada si korban, hal ini tentunya bukan lagi darurat tetapi bencana terhadap perkembangan para remaja saat ini dan kedepannya.

Berdasarkan pada Pasal 2 UU nomor 22 tahun 2002 tentang Kepolisian bahwa fungsi kepolisian adalah “salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Pada dasarnya, setiap orang harus menunjukkan bahwa dirinya tidak bersedia dilecehkan dan

(7)

sepan-tasnya tidak memberikan peluang pada pihak manapun untuk melecehkan diri kita. kita harus menunjukkan sikap tegas pada saat orang lain melakukan tindakan tanda-tanda kearah pelecehan, seperti meminta untuk membuka pakaian atau meraba-raba. Bahkan sejak kecil, anak-anak sebaiknya diajarkan untuk tidak membiarkan orang lain selain orang tuanya melihat-lihat atau memegang- megang tubuhnya.

Dilihat daripada fungsi kepolisian ini tentunya diharuskan untuk dapat terselenggerakan semuanya sehingga masyarakat merasa dapat benar-benar terlindungi. Namun sepertinya yang menjadi pemasalahannya adalah pada perlindungannya ini pihak kepolisian masih tetap mengangkat kedua tangannya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yang dimana sudah sangat terlihat akibatnya. Berdasarkan pada dengan Undang-Undang No 35 Tahun 2014 pasal 1 ayat 12 mengenai Hak Anak atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa : “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.”

Berdasarkan dari itu seharusnya seorang anak yang masih remaja dan masih di dalam pengawasan orang tua haruslah mendapatkan perlindungan khusus.

Korban pelecehan seksual bisa jadi adalah laki-laki ataupun perempuan.

Korban bisa jadi adalah lawan jenis dari pelaku pelecehan ataupun berjenis kelamin sama. Pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, warga negara, latar belakang, maupun status sosial, semua bisa menjadi korban dan pelaku pelecehan seksual. Sehingga harus adanya kesungguhan yang benar-benar yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam mengatasi pelecehan seksual. Karena korban dari pelecehan seksual ini bukan yang si penerima pelecehan namun juga keluarga korban si penerima pelecehan.

Kasus pelecehan juga marak terjadi di Universitas ataupun perguruan tinggi, contohnya di Universitas Gunadarma Margonda Depok, 3 Mahasiswi yang diketahui mendapatkan kekerasan pelecehan seksual di kamar mandi kampus tersebut. Korban enggan melapor kepada pihak kampus ataupun pihak berwenang tapi korban lebih memilih menceritakan perlakuan yang didapatkan

(8)

melalui media sosial dan kepada seniornya. Hal tersebut membuat pelaku habis dipersekusi dan ditelanjangi oleh Mahasiswa kampus lainnya.

- Awal mula pelecehan dan tindakan perkusi :

Pelaku melecehkan 3 mahasiswi dikamar mandi, korban yang merasa dilecehkan menceritakan hal tersebut melalui media sosial miliknya, korban yang buka suara di media sosial mendapatkan intimidasi dari pelaku. Hal tersebut membuat korban menceritakan hal tersebut kepada seniornya dan hingga akhirnya pelaku dicari – cari mahasiswa lain lalu dihakimi.

- Identitas Pelaku Kekerasan Seksual :

Nama : Leroy Yan Pratama & Tegar Putra Prasanta Jurusan : S1 Manajemen

Alamat : kalimalang Angkatan : 2019

- Fakta Menarik :

1. Mahasiswa dilecehkan oleh 2 orang Pria yang juga merupakan mahasiswa Universitas Gunadarma, hal tersebut dilakukan di kamar mandi kampus.

2.

Korban buka suara melalui media sosial, pelaku yang tidak terima melakukan intimidasi kepada korban. Hal tersebut membuat korban mencari perlindungan melalui seniornya yang merupakan mahasiswa di Universitas Gunadarma juga.

3. Pelaku dipersekusi, bentuk – bentuk persekusi yang didapat berupa penyundutan rokok, diikat, ditelanjangi, dipukuli dan disuruh meminum air seni.

4. Pelaku persekusi sebanyak 10 orang mahasiswa yang berada di tingkat atas (senior) dari pelaku pelecehan.

5. Korban pelecehan dan pelaku pelecehan menyelesaikan permasalahan dilandasi dengan semangat restorative justice. Polres metro depok memfasilitasi mediasi antara pihak korban pelecehan seksual dan pelaku pelecehan.

(9)

6. Korban persekusi bernama Tegar yang tidak terima melaporkan tindakan persekusi yang didapatkannya ke Polres Metro Depok. Korban persekusi melaporkan nama senior – seniornya yang melakukan tindakan persekusi.

- Link youtube kasus :

https://youtu.be/h0i9jDV1dmE

B. Rumusan dan Pertanyaan 1. Apa pengertian pelecehan ? 2. Apa saja dampak dari pelecehan ? 3. Apa saja faktor penyebab pelecehan ? 4. Bagaimana cara penanganan pelecehan ? 5. Layanan BK apa yang tepat dalam pelecehan ?

C. Tujuan dan Manfaat Permasalahan 1. Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui pengertian pelecehan

b. Mengetahui faktor utama seseorang bisa melakukan hal tersebut

c. Memahami dalam menyelesaikan penanganan yang tepat pada kasus tersebut.

2. Manfaat Pembahasan :

a. Hasil pembahasan ini sangat bermanfaat bagi pengembangan teori tentang materi tentang trend pelecehan

b. Dengan pelaksanaan sekaligus memberikan alternatif layanan bimbingan dan konseling yang lebih berbobot karena kelebihan yang dimilikinya. Dengan demikian kepada para pembuat kebijakan maupun praktisi dilapangan, mandapat manfaat besar berupa menimgkatnya kualitas layanan bimbingan dan konseling yang diimplementasikan untuk penyelesaian kasus yang akan ditangani.

c. Dengan diperolehnya gambaran aktual tentang penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling dalam penanganan kasus tersebut gambaran tersebut dijadikan sebagai dasar yang dapat dipertanggungjawabkan

(10)

bagi perumusan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk penyelesaiaan kasus.

D. Metode Pembahasan

Pembahasan ini menggunakan jenis pembahasan kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka. Disebut pembahasan kepustakaan karena data- data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan pembahasan tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensiklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya.

Setidaknya terdapat dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan yaitu (a) prinsip kemutakhiran (recency) dan (b) prinsip relevansi (relevance). Dalam hal ini penulis menggunakan prinsip relevansi sesuai dengan tema yang dibahas dalam pembahasan ini.

(11)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Pelecehan

Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur- unsur sebagai berikut, yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan penderitaan pada korban.

Menurut Collier (1998), pengertian pelecehan seksual disini merupakan segala bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh yang mendapat perlakuan tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh semua perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam Collier,1998) pelecehan seksual sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung penerima.

Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada bayaran seksual bila ia menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual, semua dapat digolongkan menjadi pelecehan seksual.

Definisi seksualitas yang dihasilkan dari Konferensi APNET (Asia Pasific Network For Social Health) di Cebu, Fhilipina 1996 mengatakan seksualitas adalah sekpresi seksual seseorang yang secara social dianggap dapat diterima serta mengandung aspek – aspek kepribadian yang luas dan mendalam.

Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan

(12)

suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain.

Dalam pelecehan sekual terdapat unsur –unsur yang meliputi:

1. Suatu perbuatan yang berhubungan dengan seksual

2. Pada umumnya pelakunya laki – laki dan korbannya perempuan 3. Wujud perbuatan berupa fisik dan nonfisik.

4. Tidak ada kesukarelaan.

Tindakan pelecehan seksual, baik yang bersifat ringan (misalnya secara verbal) maupun yang berat (seperti perkosaan) merupakan tindakan menyerang dan merugikan individu, yang berupa hak – hak privasi dan berkaitan dengan seksualitas. Demikian juga, hal itu menyerang kepentingan umum berupa jaminan hak – hak asasi yang harus dihormati secara kolektif.

Oleh karena itu, pengertian pelecehan seksual adalah pelecehan yang berupa bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah dan mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, hak yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki – laki dan perempuan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal – hal yang berkenaan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan.

Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan bahwa pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diundang yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dalam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Pelecehan

Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

 Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.

 Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya.

 Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual.

 Keluarga dilihat dari faktor ekonomi

(13)

 Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.

C. Bentuk – bentuk pelecehan

Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu : 1. Pelecehan fisik, yaitu :

Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan seksual seperti mencium, menepuk, memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau sentuhan fisik lainnya.

2. Pelecehan lisan, yaitu :

Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan seksual.

3. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu :

Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat bibir, atau lainnya.

4. Pelecehan visual, yaitu :

Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster, gambar kartun, screensaver atau lainnya, atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan media lainnya.

5. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu :

Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Pelecehan seksual yang dihadapi laki-laki maupun perempuan dalam berbagai bentuknya, mulai dari komentar yang berkonotasi seksual dan kontak fisik secara tersembunyi (memegang, sentuhan ke bagian tubuh tertentu) hingga ajakan yang dilakukan secara terang-terangan dan serangan seksual (Santrock, 2007).

(14)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk pelecehan seksual adalah pelecehan fisik, pelecehan lisan, pelecehan non- verbal/isyarat, pelecehan visual, dan pelecehan psikologis/emosional.

D. Fenomena Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi belum memberikan perhatian besar terhadap kekerasan seksual, apalagi korban. Kekerasan seksual di perguruan tinggi seringkali dianggap tidak ada karena hanya akan mencoreng reputasi perguruan tinggi yang sudah dibangun dengan susah payah. Padahal, penting bagi perguruan tinggi untuk menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia para sivitas akademik, salah satunya dengan memberikan edukasi dan informasi tentang kekerasan seksual, keadilan hukum, dan memastikan proses untuk melapor mudah diakses.

Kerjasama Komnas Perempuan dengan Kementerian Agama RI yang terikat melalui nota kesepahaman tentang pengarusutamaan gender pada Perguruan Tinggi menghasilkan daya yang mengejutkan. Terungkap 1011 kasus kekerasan seksual yang terjadi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di seluruh Indonesia (Komnas Perempuan, 2018). Angka ini melengkapi data kekerasan seksual yang berhasil dihimpun oleh tiga media yaitu Tirto, Vice, dan Jakarta Post yang mengungkao data sebanyak 174 kasus kekerasan seksual di 79 kampus dan 29 kota di Indonesia berdasarkan pada testimoni para korban.

Adanya ketimpangan relasi kuasa adalah faktor yang mendorong tejadinya kekerasan seksual dan ters melanggengkannya di kampus. Pola relasi kuasa dapat terlihat dalam hubungan akademik dosen - mahasiswa, atasan - bawahan, dan lain sebagainya. Imbasnya, blaming victim justru akan terjadi ketika korban berani mengungkapkan apa yang terjadi. Lebih komplit lagi, biasanya atas alasan menjaga nama baik kampus kasusnya justru disembunyikan, dan pada akhirnya memberikan impunitas bagi pelaku (Nikmatullah, 2020).

Ketimpangan relasi kuasa di perguruan tinggi biasanya terjadi antara dosen dan mahasiswa. Dengan mudah dosen akan mengintimidasi mahasiswa lewat otoritasnya. Semisal menahann skripsi, menolak jadi pembimbing studi akhir dan sebagainya. Apalagi jika dosen tersebut punya prestasi dan ternama

(15)

di kampus. Banyak kekerasan seksual yang terjadi di Perguruan Tinggi pada akhirnya tidak dapat diselesaikan alih-alih memberikan keadilan bagi korban.

Berbagai macam faktor menjadikan kasus kekerasan seksual sangat sulit diselesaikan, selain karena adanya relasi kuasa, juga disebabkan karena ketiadaan regulasi yang dapat menjadi payung hukum guna penyelesaian kasus- kasus tersebut. Mengungkap data kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi bukanlah perkara mudah, apalagi yang menjadi data adalah angka statistik. PSGA sebagai lembaga yang concern pada perjuangan keadilan dan kesetaraan gender secara resmi belum pernah mendapatkan laporan dari korban kekerasan seksual di kampus.

Pengajuan kasus harus berdasarkan beberapa syarat, yaitu memberikan informasi tentang kronologi kejadian, menyertakan berkas-berkas data diri seperti KTP, KK, akte kelahiran, surat nikah/akte nikah, dan dokumen pendukung lainnya.

E. Dampak Pelecehan

Pelecehan seksual berdampak bagi psikis, fisik, psikologi korban bahkan dalam kehidupan sosialnya. Banyak dari korban pelecehan yang mengalami gangguan jiwa dikarenakan trauma yang begitu berat.

Dampak psikis bagi penyintas kekerasan seksual pasti merasakan dampak psikiatrik dari perlakuan yang diterimanya. Hal yang kerap dialami oleh korban kekerasan seksual ialah seperti mudah gelisah, mengalami gangguan jiwa, seperti depresi dan gangguan panik, muncul gejala gangguan stres paska trauma, mengalami gangguan tidur dan kerap mimpi buruk, menyakiti diri sendiri, muncul dorongan untuk mengakhiri hidup.

Selain itu, Dari dampak psikis yang ada, tak jarang terjadi serangkaian komplikasi yang memengaruhi kesehatan fisik. Beberapa di antaranya ialah muncul nyeri kronis, infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus, terkena penyakit menular seksual (PMS), seperti clamidia, herpes, hepatitis, dan HIV.

Dampak sosial Tak hanya memengaruhi kesehatan fisik dan mental, secara sosial korban kekerasan seksual juga akan merasa sulit memercayai orang lain, sering mengisolasi diri, enggan dan bahkan takut menjalin relasi dengan orang lain secara dekat.

(16)

F. Cara Penanganan Pelecehan

Setelah mengetahui berbagai faktor yang membuat seseorang berisiko menjadi pelaku kekerasan, hal itu dapat juga berguna untuk mengidentifikasi berbagai peluang untuk tindakan pencegahan. Meski mencegah kekerasan seksual adalah sesuatu yang kompleks karena melibatkan banyak sektor, tujuan pencegahan adalah agar tindakan ini tidak terjadi lagi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah mendukung norma sosial yang memberikan perlindungan terhadap korban, memberikan peluang untuk bisa berdaya secara ekonomi, menciptakan lingkungan yang aman dengan meningkatkan keamanan, memberikan perawatan untuk anak-anak dan keluarga yang berisiko untuk mencegah perilaku bermasalah termasuk kekerasan seksual.

Selain hal tersebut pencegahan seksual dapat dilakukan dengan mengajarkan perlindungan diri kepada anak, seperti bela diri, atau menerapkan tentang sex education. Misalnya mendidik anak sejak dini tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, berteriak jika ada orang yang tidak dikenal memegang, atau mencari tempat ramai ketika merasa ada yang mengikuti.

Beberapa peran yang bisa dimaksimalkan untuk mencegah dan menangani terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekolah dan perguruan Tinggi :

1. Membangun emosi yang positif dengan peserta didik untuk merubah image

“polisi sekolah” menjadi teman bercerita 2. Selalu ada ketika siswa ingin bercerita

3. Memberikan pendidikan seks sejak dini kepada peserta didik (disesuaikan dengan norma budaya di lingkungan tersebut)

4. Membangun komunikasi yang baik terhadap stakeholder yang ada

5. Melakukan konseling dan pendampingan apabila ditemukan ada peserta didik yang pernah mengalami kekerasan seksual

G. Layanan BK untuk Menangani Kasus Pelecehan Seksual

Di lingkungan sekolah sendiri, kekerasa dan pelecehan seksual tidak jarang terjadi sampai membuat korbannya mengalami trauma tersendiri.

(17)

Diperlukan komitmen dan kerjasama yang kuat dari semua pihak baik orang tua, guru maupun siswa itu sendiri. Cara membantu orang yang mengalami kekerasan seksual, terutama yang sudah berada pada level trauma. Korban hanya butuh seseorang yang selalu ada untuk mereka. Maka dari itu kita bisa meluangkan waktu kita untuk menemani mereka saat mereka membutuhkan kita, Lakukan pendekatan kepada korban tanpa harus memaksanya untuk bercerita karena tugas kita hanya mendampingi, Jika korban sudah bisa nyaman dan mau bercerita pada kita, maka jadilah pendengar yang baik dimana kita tidak terlalu banyak memberikan saran sebelum korban memintanya yang paling penting saat menjadi pendengar adalah jangan terkesan menggurui saat korban meminta nasihat kepada kita, Berikan rasa sayang yang tulus untuk korban dan jangan sampai terkesan terpaksa saat menemani mereka, Lakukan pendekatan yang bersifat agamis dengan cara mengajak mereka untuk lebih rajin beribadah dan mengajak mereka untuk bisa menjadi individu yang bisa memaafkan masa lalunya.

(18)

BAB III ANALISIS A. Analisis Teoritis

Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh seorang konselor secara garis besar untuk membantu klien mengenali potensi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya tersebut. Salah satu indikator kualitas suatu bangsa dapat dilihat dan ditentukan dari karakter setiap orang yang berada dalam bangsa itu sendiri.

Dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya sesuai dengan tujuan pembangunan bangsa Indonesia, maka pengembangan layanan bimbingan dan konseling bagi masyarakat merupakan sarana dan wahana yang sangat baik untuk pembinaan sumber daya manusia. Bimbingan dan konseling yang keberadaannya semakin dibutuhkan dalam masyarakat merupakan suatu badan yang mempunyai fungsi sangat penting. Dengan kata lain bimbingan dan konseling mempunyai peran dalam mencarikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam usaha mengembangkan potensinya.

(19)

Ketidaktahuan masyarakat tentang manfaat layanan bimbingan dan konseling yang akhirnya menimbulkan bermacam-macam kejadian, diantaranya fenome-fenomena yang telah terilihat oleh kita semua melalui media elektronik dan surat kabar, seperti tawuran antar pelajar, tawuran antar gank-gank pemuda, tawuran warga dan banyaknya masyarakat yang terkena gangguan kejiawaan (stress, frustasi, bunuh diri, dll), tindak kriminal seperti pembunuhan dikarenakan dendam bahkan pola pikir melanjutkan pendidikan yang masih menjadi permasalahan yang tinggi di masyarakat.

Jika dikaitkan bimbingan konseling dengan masalah diatas adalah bahwa bimbingan konseling bekerja umumnya untuk pasien yang mengalami pelecehan seksual dimana faktor utama nya adalah lingkungan dan pola asuh.

Karena dorongan dari lingkungan dan kurangnya iman yang dimiliki maka dapat menimbulkan kejadian tersebut.

(20)

B. Analisis Praktis

Bimbingan dan konseling mempunyai peran dalam mencarikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam usaha mengembangkan potensinya. Dengan adanya bimbingan konseling masyarakat menjadi paham dan tahu bahwa masalah yang timbul dalam dirinya bisa diselesaikan secara tuntas jika ada kemauan dalam dirinnya.

Pelecehan dapat dicegah melalui perlindungan diri seperti bela diri, mengetahui tentang sex education, menyesuaikan cara berpakaian, tidak mudah percaya dengan bujukan ataupun ajakan orang lain. Bagi pelaku diperlukan penanaman ilmu agama yang baik karena dampak dari pelecehan terhadap mental seseorang sangat berpengaruh penting terutama untuk korban. Bahkan banyak dari korban pelecehan yang mengakhiri hidupnya dikarenakan trauma mendalam yang dialami. Kita nantinya sebagai calon konselor jika menemukan pasien seperti itu harus ditangani dengan tepat dan sigap karena jika tidak dengan cepat ditanggapi akan membahayakan diri klien dan orang terdekat klien, karena yang kita ketahui bahwa pelecehan bukan lah hal yang wajar dan dapat diterima.

C. Analisis Kasus

Analisis dari kasus diatas menurut saya ada faktor yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi diantaranya :

a. Faktor sosio-kultural

Masalah pengaruh lingkungan, kurangnya pemahaman mengenai sex education, dendam, pengalaman buruk yang didapatkan pelaku, kurangnya ilmu agama, pengalaman seks yang biasa di dapatkan tidak terpenuhi, semua itu dapat menjadi alasan yang dapat menyebabkan pelecehan seksual.

b. Faktor psikologis

Keinginan, napsu yang tidak tercapai dan tidak didapatkan pelaku membuat pelaku melakukan pelecehan. Pelecehan seolah-olah dibuat untuk pelaku merasa puas akan nafsunya terutama bagi laki – laki.

Tidak memikirkan perasaan korban dan dampak bagi korbannya.

(21)

c. Faktor keluarga

Faktor lingkungan keluarga, dan pola asuh seperti tidak adanya penanaman ilmu keagamaan dalam diri pelaku membuat pelaku melakukan pelecehan seksual. Kurangnya perhatian dan pola asuh yang salah dari orang tua juga sangat berpengaruh. Bagi korban dukungan keluarga merupakan hal yang sangat penting, untuk keluar dari rasa trauma yang didapatkan.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam tindak pelecehan seksual, dimana kurangnya pemahaman mengenai sex education, pengaruh budaya barat, bahkan ajakan teman mengenai hal – hal tersebut. Ilmu agama yang tidak di dapatkan di lingkungan juga sangat berpengaruh dalam pelecehan.

e. Faktor biologis

Seks yang tidak terpuaskan menurut psikiater dapat menyebabkan banyak ngangguan-gangguan mental dan syaraf bermula dari problema seksual. Gangguan-gangguan seksual juga bisa menimbulkan berbagai macam penyakit psikosomatik, berujung pada gangguan kesehatan fisik.

Sehingga kesehatan emosional bergantung kepada suatu pengelolaan yang bijaksana dari aspek seksual.

(22)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelecehan seksual merupakan tindakan kejahatan kesusilaan dengan segala macam bentuk perilaku yang mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif. Tindakan tersebut bisa lewat sentuhan fisik ataupun nonfisik yang dilakukan secara sengaja atau berulang-ulang, perbuatan ini bersifat intimidasi, menghinakan atau tidak menghargai korban dengan membuat seorang sebagai objek pelampiasan seksual.

Kejahatan terhadap perempuan sering mengalami perlakuan tidak adil dan pelanggaran hak-haknya. Perkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan lain yang dimotivasi nafsu seks yang menjadi bahaya nyata yang mengancam pihak perempuan. Ada beberapa jenis-jenis yang termasuk dalam kekerasan seksual yaitu kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan ekonomi, kekerasan verbal dan kekerasan seksual siber. Sedangkan beberapa kategori tentang tindakan- tindakan pelecehan seksual yaitu melirik/menatap dengan terus menerus sehingga menimbulkan ketidaknyamanan, komunikasi seksual yang cabul di media social, mengikuti terus menerus atau menguntit, undangan, panggilan telepon, atau email dan kata-kata sugestif yang diucapkan secara verbal Perlindungan hukum korban tindakan pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi yaitu diatur dalam Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang menjelaskan tentang Perguruan Tinggi wajib melakukan Penanganan Kekerasan Seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif serta pemulihan korban.

Alasan diluncurkannya peraturan tersebut karena semakin hari kasus pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi makin meresahkan karena jumlahnya terus meningkat. Jika pelecehan seksual tidak dicegah maka bagaimana nasib peradaban kemanusiaan, karena sumber peradabannya sendiri tidak diberikan perlindungan dan penanganan, bagaimana keadilan bisa

(23)

ditegakkan sepenuhnya jika korban dari tindakan kejahatan tersebut malah disalahkan.

B. Saran

Agar berkembangnya pengetahuan kita mengenai kekerasan pelecehan Maka saya selaku penulis bersedia menerima masukan berupa saran maupun kritik membangun. Dengan harapan, ilmu yang kita dapatkan dari makalah ini dapat menjadi bermanfaat dan berguna untuk perkembangan Pendidikan di masa yang akan datang.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Sexual Harassment Support,” http://www.sexualharassmentsupport. org, diakses 1 Juni 2023.

Adam, A. (2019). Pelecehan Seksual di FISIP USU Disimpan Jadi Rahasia Jurusan. https://tirto.id/pelecehan-seksual-di-fisip-usu-disimpan-jadi-rahasia- jurusan-dKTZ

Artaria, Myrtati D. ”Efek Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus: Studi

Preliminer,” Jurnal Biokultur 1, no.1(2012),

https://scholar.unair.ac.id/en/publications/efek-pelecehan-seksual-di-lingkungan- kampus-studi-preliminer.

Inge, Lidwina, and LG Saraswati Putri. Buku Saku Standar Operasional Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, (Arsip, 2019).

Irawan, Anang Dony. "Status Hukum Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomoer 27/ PUU-IX/2011," Arena Hukum 12, no. 2 (2019).

Lestari, Ressa Ria, Maria Kristiana Olivia, Lasma Natalia H. Panjaitan, Hana Kurniasih, Hani Nur Syifa, and Rangga Rizki. “Buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan," (Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung and USAID and The Asia Foundation, 2021).

Binahayati, Antik Bintari, and Hery Wibowo. “Pengalaman Dan Pengetahuan Tentang Pelecehan Seksual: Studi Awal Di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi,”

Share: Social Work Jurnal 9, no. 1 (2019).

Internet :

https://www.bing.com/search?

q=cara+penanganan+pelecehan+seksual+&qs=n&form=QBRE&sp=- 1&lq=0&pq=cara+penanganan+pelecehan+seksual+&sc=10-

34&sk=&cvid=A2E8ED8F71F140F7BCC2A57BB5F14997&ghsh=0&ghacc=0&g hpl=&ntref=1

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Collier (1992) pelecehan seksual secara Etiologi dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak pelecehan seksual terhadap perempuan dalam penelitian ini adalah semua

Pelaku pelecehan seksual jika dilakukan penegakan hukum maka akan dikenakan atau dijerat dengan Pasal 281 KUHP, menyatakan: “Diancam dengan pidana penjara

Dalam penelitian mengenai pelaku tindak pidana Pelecehan seksual yang dilakukan wanita terhadap pria peneliti menggunakan teori dilihat dari perspektif biologi dan

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual secara sepihak atau tanpa izin pihak kedua yang dilakukan secara paksa baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun bentuk fisik yang

Beberapa jenis Kasus pelecehan seksual anak yaitu serangan persetubuhan yang dapat berupa sodomi, hubungan seks sedarah, dan lainnya.4 Perilaku pelecehan seksual anak merupakan bentuk

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wacana kasus perundungan dan pelecehan seksual yang dimuat pada portal berita online BBC News Indonesia tanggal 10 September 2021 dengan tajuk Korban Dugaan Pelecehan Seksual di KPI, Kasus yang Berulang di Lembaga Negara,’Kita Hanya Sibuk seperti Pemadam

Analisis minimnya internalisasi sila kedua Pancasila melalui studi kasus pelecehan seksual di Indonesia tahun 2025, meliputi aspek moral dan