MAKALAH INSTRUMENTASI KEBENCANAAN
“TSUNAMI”
DOSEN PENGAMPU : Dr. Hamdi, M.Si.
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2
1. AFRA HAYYUNNISA 22034079
2. AURA PUJA KESUMA ANDILY 22034084
3. AURA SAFIRA 22034085
4. RIZKY MAHMUDHA 22034070
PROGRAM STUDI S1 FISIKA (NK)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahan rahmat dan karunianya ssehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Hamdi, M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah instrumentasi kebencanaan, yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Padang, 14 September 2023
Kelompok Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER...
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Masalah ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
2.1 Definisi dan Penyebab Tsunami ... 3
2.2Karakteristik Fisika Tsunami ... 8
2.3Hukum – Hukum Fisika Pada Proses Tsunami... 12
2.4 Prediksi Dan Mitigasi Tsunami ... 14
2.5 Alat Pendeteksi Tsunami ... 27
BAB III PENUTUP ... 33
3.1 Kesimpulan ... 33
3.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tsunami adalah salah satu fenomena alam paling merusak dan mematikan di dunia.
Kata "tsunami" sendiri berasal dari bahasa Jepang, yang berarti "gelombang besar di pelabuhan." Tsunami terjadi ketika terjadi perubahan tiba-tiba dalam volume air di laut atau samudra, yang dapat disebabkan oleh sejumlah faktor seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, longsor bawah laut, atau bahkan dampak meteorit. Akibatnya, gelombang besar dengan energi yang luar biasa dilepaskan ke arah pantai, yang sering kali mengakibatkan kerusakan yang dahsyat. Sebuah perubahan permukaan laut dapat diakibatkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Dan gelombang tsunami dapat menjalar ke segala arah yang mana dengan kecepatan 500– 1000 km per jam.
Selama berabad-abad, tsunami telah menyebabkan bencana alam yang mematikan dan menghancurkan, merenggut ribuan nyawa, merusak infrastruktur, dan mengubah geografi pesisir. Fenomena ini sering kali tak terduga dan mendadak, meninggalkan sedikit waktu bagi masyarakat yang terkena dampak untuk berlindung atau mengambil tindakan pencegahan.
Sebagai hasilnya, pemahaman yang mendalam tentang tsunami, termasuk penyebab, mekanisme, dan dampaknya, sangat penting dalam upaya mitigasi dan perlindungan masyarakat di wilayah-wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana ini. Dalam makalah ini, kami akan menjelajahi aspek-aspek kunci dari tsunami, mulai dari penyebab dan jenisnya, hingga dampaknya pada manusia dan lingkungan. Kami juga akan melihat upaya-upaya mitigasi yang telah diambil dan perlu diambil untuk mengurangi risiko tsunami di masa depan.
Dengan memahami dan menghormati kekuatan alam yang tak terhindarkan ini, kita dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik, melindungi komunitas pesisir, dan merespons bencana tersebut dengan lebih efektif. Makalah ini akan membantu menyampaikan pemahaman yang lebih dalam tentang tsunami dan menggali berbagai upaya yang dilakukan dalam menghadapinya.
2 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tsunami dan apa penyebab terjadinya tsunami?
2. Apa saja karakteristik fisika yang ada pada tsunami?
3. Apa saja hukum-hukum fisika yang ada dalam proses terjadinya tsunami?
4. Bagaimana cara memprediksi dan mitigasi tsunami?
5. Apa saja alat pendeteksi tsunami?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan dari makalah tentang struktur dan organisasi tubuh tumbuhan tingkat tinggi adalah:
1. Menjelaskan tentang tsunami dan penyebab terjadinya tsunami.
2. Menjelaskan karakteristik fisika yang ada pada tsunami.
3. Menjelaskan hukum-hukum yang ada dalam proses terjadinya tsunami.
4. Mengetahui cara memprediksi dan mitigasi tsunami.
5. Mengetahui apa saja alat pendeteksi tsunami.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Penyebab Tsunami
• Definisi Tsunami
Secara garis besar, di dalam UU No 24 Tahun 2007 tercantum bahwasanya suatu bencana merupakan sebuah peristiwa yang bersifat ancaman, merusak dan merugikan lingkungan, mengganggu keberlangsungan kehidupan manusia, serta berdampak pada psikologis manusia. Dari pengertian tersebut UU No 24 Tahun 2007 menggolongkan bencana menjadi tiga macam yakni, bencana alam, bencana non alam serta bencana sosial. Dan negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki rawan terhadap bencana alam karena berada pada pertemuan tiga lempeng (Eurasia, Samudera Hindia dan Pasifik). Pertemuan ketiga lempeng itu mengakibatkan sebuah gempa yang tidak menutup kemungkinan menghadirkan sebuah tsunami.
Tsunami diambil dari bahasa Jepang yaitu tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang artinya gelombang, sejalan dengan itu berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006), gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi dan mampu merambat dengan kecepatan tinggi hingga lebih dari 900 km/jam disebut tsunami.
Sekitar 85 persen tsunami diproduksi di Samudra Pasifik. Sebagian besar dihasilkan di pinggiran Samudra Pasifik karena lebih banyak gempa bumi bawah laut terjadi di sana daripada di tempat lain. Lebih dari 800 tsunami telah dihasilkan di Samudra Pasifik dalam satu abad terakhir. Sekitar 22 persen dari tsunami tersebut dihasilkan di sekitar Jepang. Antara tahun 1992 dan akhir 2004, terdapat 17 tsunami besar, dengan 11 di antaranya terjadi di Samudra Pasifik. Mereka menyebabkan total kematian sebanyak 4.000 orang. Tsunami terjadi jauh lebih jarang di Samudra Atlantik dan Samudra Hindia. Tetapi mereka tetap terjadi di sana.
Salah satu tsunami pada tahun 1945 menewaskan beberapa ratus orang di Bombay. Tsunami lain pada tahun 1762 melanda sebagian besar wilayah yang sekarang menjadi Bangladesh dan wilayah lain di Teluk Benggala. Tsunami tahun 2004 yang menewaskan 225.000 orang terjadi di Samudra Hindia.
4
Sebagian besar tsunami terdiri dari serangkaian puncak dan palung yang disebut sebagai "kereta gelombang" — dan memiliki gelombang pemimpin yang diikuti oleh puncak- puncak yang mendorongnya dari belakang. Kerusakan tidak begitu disebabkan oleh dinding besar air yang jatuh seperti gelombang pantai besar, tetapi lebih disebabkan oleh gelombang pasang air yang mendorong jauh ke dalam daratan. Gelombang tersebut datang dalam seri, kadang-kadang dengan selang waktu yang cukup lama dari satu gelombang ke gelombang berikutnya. Gelombang setinggi satu meter bisa merusak rumah-rumah secara serius. Tsunami setinggi dua meter bisa menghancurkan bangunan kayu. Seringkali, kerusakan yang disebabkan oleh gelombang mundur yang terseret kembali ke laut lebih parah daripada yang disebabkan oleh gelombang maju. Gelombang mundur juga bisa menyeret orang-orang jauh ke laut.
Tinggi gelombang tsunami dapat berbeda secara signifikan tergantung pada kontur area daratan yang terkena dampak. Sebuah sungai kecil yang sempit dapat mengarahkan gelombang tersebut, menyebabkan mereka meninggi hingga mencapai ketinggian 10 meter. Jika gempa bumi yang menghasilkan gelombang tersebut berada dekat, gelombang tsunami datang dalam suksesi cepat. Jika gempa bumi berada lebih jauh, gelombang tsunami dapat tiba dalam rentang waktu beberapa jam.
• Penyebab Tsunami
Dilihat dari beberapa penyebabnya tsunami dapat diklasifikasi menjadi tsunami vulkanik dan tsunami tektonik. Tsunami vulkanik merupakan jenis tsunami yang disebabkan gempa yang berasal dari kegiatan vulkanik bumi, sedangkan tsunami tektonik disebabkan karena adanya gempa yang terjadi akibat aktivitas tektonik bumi. Sejalan dengan itu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2009, berdasarkan karakteristiknya tsunami dibedakan menjadi tsunami lokal dan tsunami berjarak. Tsunami lokal berhubungan dengan
5
episentrum gempa di sekitar pantai yang berdampak cukup besar. Tsunami berjarak merupakan jenis tsunami yang paling umum terjadi di pantai-pantai yang bertemu langsung dengan Samudera Pasifik.
Sebuah perubahan permukaan laut dapat diakibatkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Dan gelombang tsunami dapat menjalar ke segala arah yang mana dengan kecepatan 500–
1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter.
Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Robert Stewart dalam "Pengantar Oseanografi Fisik" menyatakan: Pergerakan tiba-tiba dari dasar laut sejauh seratus kilometer atau lebih menghasilkan gelombang dengan periode 15–40 menit. Perhitungan cepat menunjukkan bahwa gelombang seperti ini harus menjadi gelombang air dangkal, yang merambat dengan kecepatan 650 kilometer per jam (400 mph, 180 meter per detik) dan memiliki panjang gelombang 130 kilometer di dalam air dengan kedalaman 3.6 kilometer. Gelombang-gelombang tersebut tidak terlihat di laut, tetapi setelah melambat mendekati pantai, dan setelah mengalami refraksi oleh fitur bawah laut, mereka dapat mencapai pantai dan mencapai ketinggian sepuluh meter atau lebih di atas permukaan laut. Dalam contoh ekstrem, tsunami Samudra Hindia tahun 2004 yang dahsyat menghancurkan ratusan desa dan menewaskan setidaknya 200.000 orang.
Pada awal tahun 1960-an, Shepard merangkum pengaruh tsunami berdasarkan penelitiannya di Pasifik. Berikut adalah temuan-temuan utamanya:
1) Tsunami tampaknya dihasilkan oleh pergerakan (gempa bumi) sepanjang sesar linear.
2) Tsunami dapat berperjalanan ribuan kilometer dan masih menyebabkan kerusakan serius.
3) Gelombang pertama dari tsunami tidak kemungkinan besar menjadi yang terbesar.
4) Amplitudo gelombang relatif besar di dekat garis pantai yang berdekatan dengan punggungan bawah laut. Namun, mereka relatif rendah di dekat lembah bawah laut, asalkan
6 fitur-fitur tersebut memanjang ke perairan dalam.
5) Amplitudo gelombang berkurang oleh keberadaan terumbu karang di sepanjang pantai.
6) Beberapa teluk memiliki efek perkecualian, tetapi estuari panjang dapat meredam gelombang.
7) Gelombang dapat membengkok di sekitar pulau-pulau berbentuk lingkaran tanpa kehilangan energi yang besar, tetapi mereka jauh lebih kecil di sisi belakang pulau -pulau berbentuk panjang dan bersegi.
Tsunami terjadi ketika terjadi pergerakan lahan di dasar laut yang menggeser air, menyebabkan satu area air menjadi lebih tinggi daripada yang lain. Air di permukaan mulai bergeser ke bawah bukit dan itulah yang memicu tsunami. Tsunami cenderung mempertahankan kekuatannya saat bergerak melalui laut dalam dengan kecepatan seperti pesawat jet. Sementara gelombang biasa adalah pergerakan air di sepanjang permukaan laut, tsunami adalah kekuatan yang bergerak melalui laut, mirip dengan rangkaian domino yang menjatuhkan domino di depannya. Ketika tsunami menghantam dasar laut yang dangkal, sebagian energinya hilang akibat gesekan. Di laut terbuka, tidak ada yang dapat memperlambatnya.
7
Gelombang tsunami biasanya datang dalam rangkaian gelombang sebanyak belasan atau lebih, bukan hanya satu gelombang tunggal, dan setiap gelombangnya sedikit lebih lemah dari yang ada di depannya. Jarak antara gelombang-gelombang ini bisa mencapai satu kilometer atau lebih. Gelombang tsunami memang merambat keluar dari sumber gangguan seismik. Mereka berbeda dari gelombang pantai biasa dalam hal panjang dan kecepatannya.
Satu gelombang tsunami tunggal bisa sangat panjang, mencapai hingga 160 kilometer, dan bisa bergerak melintasi samudra dengan kecepatan yang luar biasa, mencapai hingga 965 kilometer per jam
Tsunami menyebar melalui air seperti gelombang suara, dan perilakunya berbeda ketika mereka berpindah dari perairan dalam ke perairan dangkal. Ketika mendekati pantai, tsunami melambat secara signifikan karena panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Hal ini menyebabkan gelombang-gelombang tersebut naik secara dramatis karena volume air yang besar menumpuk di perairan pantai yang lebih dangkal. Bagian atas gelombang tetap bergerak dengan kecepatan tinggi, yang meningkatkan ketinggiannya.
Pada kasus tsunami yang sangat kuat, mereka dapat bergerak dengan kecepatan 900 kilometer per jam di perairan dalam, terlihat sebagai riak-riak kecil di permukaan laut, seringkali tidak terdeteksi oleh kapal-kapal di perairan terbuka. Ketika mencapai landas kontinen, mereka melambat menjadi sekitar 300 kilometer per jam dan kemudian tiba-tiba naik hingga ketinggian 20 meter ketika mencapai pantai dengan kecepatan sekitar 35 kilometer per jam, menghadirkan ancaman besar dan potensi untuk menyebabkan kerusakan luas dan hilangnya nyawa. Ketika gelombang tsunami melambat, energinya tidak hilang tetapi terdistribusi ulang. Dalam banyak kasus, seluruh energi tsunami tidak dilepaskan sampai ia bertemu dengan sebuah rintangan, seperti garis pantai.
Tsunami dapat disebabkan oleh gempa bumi, longsor akibat gempa bumi, longsor non- gempa bumi yang disebabkan oleh air dari akuifer, letusan gunung berapi, runtuhnya tebing - tebing laut, dan ledakan di pulau-pulau vulkanik, letusan gunung berapi, atau dampak meteor atau asteroid. Tsunami paling umum dan merusak disebabkan oleh gempa bumi.
Longsor yang disebabkan oleh gempa bumi, jatuhnya batu atau es dapat menghasilkan tsunami lokal yang sangat besar. Tempat-tempat yang rentan terhadap peristiwa-peristiwa ini termasuk lereng-lereng yang tidak stabil dari gunung berapi dan rak benua dengan deposit
8
sedimen yang besar. Beberapa tsunami terbesar dihasilkan oleh longsor akibat gempa bumi.
Ini dapat terjadi setelah gempa bumi besar, misalnya dengan magnitudo 6.5 atau lebih pada skala Richter. Gempa bumi di Teluk Lituya, Alaska pada tahun 1958 menyebabkan longsor batu besar yang menghasilkan tsunami setinggi 524 meter, atau 81 meter lebih tinggi dari Gedung Empire State. Untungnya, tsunami ini hanya melanda wilayah liar dan tidak mencapai Jepang atau Hawaii melintasi laut.
Letusan gunung berapi, runtuhnya fitur-fitur vulkanik, dan hujan abu yang besar semuanya memiliki potensi untuk menghasilkan tsunami. Letusan gunung berapi Krakatau di Indonesia dan runtuhnya kaldera Krakatau menghasilkan gelombang setinggi 130 kaki dan menewaskan 36.000 orang. Ada kekhawatiran tentang gunung berapi tertentu yang bisa memicu longsoran besar yang dapat menghasilkan tsunami setinggi lebih dari 1000 kaki.
Runtuhnya gunung berapi Mauna Loa di Hawaii menghasilkan tsunami dengan ketinggian antara 335 dan 490 meter (1.100 hingga 1.600 kaki). Ukuran tsunami diukur sebagian berdasarkan potongan-potongan karang yang ditemukan di puncak gunung di Hawaii.
Tabrakan sebuah asteroid berdiameter tiga hingga empat mil dengan Samudra Atlantik dapat menghasilkan tsunami yang cukup besar untuk mencapai New York City dan naik hingga pegunungan Appalachian. Asteroid berdiameter 53 mil yang mendarat di Chesapeake sekitar 35 juta tahun yang lalu diyakini telah menghasilkan gelombang dengan ketinggian ribuan kaki. Satu yang mendarat di daratan sekitar 65 juta tahun yang lalu diyakini telah menghasilkan cukup banyak debris untuk menyebabkan perubahan iklim dan kepunahan dinosaurus.
2.2 Karakteristik Fisika Tsunami
Pada gelombang tsunami akan terjadi perubahan dari ombak laut biasa menjadi bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat menjalar lintas samudra. Tsunami dapat mendepak wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari asal tsunaminya, sehingga memungkin ada selisih waktu antara terciptanya gelombang dengan bencana yang timbul di pantai. Waktu perambatan gelobang tsunami > dari waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk menempuh tempat yang sama. Periode tsunami cukup bermacam, mulai dari dua menit - satu jam. Panjang gelombangnya sekitar antara 100 - 200 km. Karena hal tersebut gelombang tsunami hampir tidak terlihat dan hanya berasa seperti sebuah ayunan.
Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman air. Di laut dalam dan terbuka,
9
kecepatannya mencapai 800-1000km/jam. Ketinggian tsunami dilautan dalam hanya mencapai 30-60cm, dengan panjang gelombang mencapai ratusan kilometer, sehingga keberadaan tsunami dilaut dalam susah dibedakan dengan gelombang biasa, bahkan tidak dirasakan oleh kapal-kapal yang sedang berlabuh ditengah samudra
Pada suatu gelombang, ketika rasio antara kedalaman air dan panjang gelombang menjadi sangat kecil, gelombang tersebut dinamakan gelombang air dangkal. Gelombang air dangkal bergerak dengan kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara percepatan grafitasi (9,8m/𝑠 2 ) dan kedalam air laut.
Keterangan:
V = velocity (kecepatan) G = Gravitasi (9,8 m/𝑠^2) D = Deph (kedalaman)
Menurut New York Times, "Kekuatan tsunami berasal dari fisika yang sederhana.
Gempa bumi tiba-tiba mendorong sebagian dasar laut naik atau turun. Itu mengubah tinggi air di atasnya — yang fisikawan sebut sebagai energi potensial — dan energi potensial dengan cepat berubah menjadi energi kinetik dari gelombang tsunami."
"Selain kerusakan yang dapat disebabkan oleh tsunami di sepanjang garis pantai negara-negara tertentu, tsunami juga dapat mempengaruhi seluruh bumi. Samudra-samudra di planet ini sangat berat, memberikan tekanan besar pada kerak samudra. Ketika distribusi tekanan itu bergeser, seperti yang terjadi selama gempa bumi, itu dapat menyebabkan getaran dalam rotasi bumi."
"Dibutuhkan banyak kekuatan hanya untuk menjaga air tetap di tempatnya. Lebih dari tiga juta yard kubik beton memegang air di belakang Bendungan Hoover di perbatasan Nevada-Arizona. Di dasarnya, tekanan air mencapai 45.000 pound per kaki persegi. Dalam kasus tersebut, bagaimanapun, kekuatan besar air digunakan dengan baik: untuk menghasilkan listrik."
10
Tentang kekuatan air yang dihasilkan oleh tsunami, New York Times melaporkan:
"Sebuah bak mandi tipikal berisi sekitar 40 galon air atau sekitar 330 pound. Satu yard kubiknya, mengisi volume yang pada pandangan pertama tampaknya cukup modest dengan ukuran 3 kaki x 3 kaki x 3 kaki, memiliki berat hampir 1.700 pound, seberat mobil mikro Smart. Dan ketika air bergerak pada kecepatan 30 atau 40 mil per jam, seperti tsunami yang melanda utara Jepang pada hari Jumat, keberatan air menjadi mematikan. Bayangkan 1.700 pound yang menghantam Anda dengan kecepatan itu, dan setiap yard kubik air lainnya sebagai tambahan 1.700 pound yang menghampiri Anda. Keganasan tsunami bukan hanya satu mobil yang melaju liar, tetapi sebuah armada." [Sumber: New York Times]
"Itu adalah analogi yang tepat untuk digunakan," kata Philip N. Froelich, seorang profesor oseanografi di Universitas Florida State, kepada New York Times. "Dan pada saat Anda berbicara tentang dinding air setinggi 10 meter, jika gelombang itu dua mil panjangnya ke samudra, itu pada dasarnya seperti seratus tank yang datang menghampiri Anda. Meskipun itu adalah cairan, itu beroperasi seperti palu padat."
"Air tidak berperilaku sama persis dengan mobil berkecepatan tinggi," melaporkan New York Times. "Sebagai fluida, ia dapat meluncur di sekitar beberapa objek seperti tiang bulat, sementara menabrak dengan penuh kekuatan ketika dinding besar berada di depannya.
Ini juga mengumpulkan puing-puing — kotoran, mobil, pohon — saat mengalir. Proyektil tambahan tersebut dapat menciptakan lebih banyak kerusakan saat mereka bertabrakan dengan objek lain. Bahkan jika gelombang hanya sampai ke lutut, kekuatannya sudah cukup untuk menjatuhkan seseorang."
Secara umum, gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 8,5 pada skala Richter diperlukan untuk menghasilkan tsunami yang memengaruhi area yang jauh dari pusat gempa bumi. Gempa bumi yang lebih kecil dapat menghasilkan tsunami lokal yang kuat. Namun, bahkan gempa bumi besar tidak selalu menghasilkan tsunami besar. Tsunami terburuk sering terjadi ketika terjadi pergerakan vertikal besar di dasar laut, menyebabkan pergeseran air yang besar dengan tiba-tiba. Hal ini berbeda dengan gempa bumi di daratan yang berbahaya, yang sering memiliki pergerakan horizontal yang keras dan menyebabkan getaran keras di area yang luas.
Tentu saja, tsunami paling berbahaya adalah ketika mereka menghantam tempat-
11
tempat dengan banyak penduduk. Hotel dan rumah dibangun di sepanjang pantai dan pelabuhan sangat rentan. Terumbu karang, rawa, hutan, dan hutan bakau berfungsi sebagai pelindung alami. Ketika mereka dihilangkan atau diganggu, mereka menghilangkan hambatan yang dapat memperlambat laju tsunami.
Siklus Hidup Tsunami
Pembentukan Tsunami: Gempa bumi biasanya terkait dengan getaran tanah yang merupakan hasil gelombang elastis yang bergerak melalui bumi padat. Namun, dekat sumber gempa bumi bawah laut, dasar laut "permanen" terangkat dan terdepresi, mendorong seluruh kolom air naik dan turun. Energi potensial yang dihasilkan dari mendorong air di atas permukaan laut rata-rata kemudian diubah menjadi perambatan horizontal gelombang tsunami (energi kinetik). Dalam kasus yang ditunjukkan di atas, retakan gempa bumi terjadi di dasar lereng benua di perairan yang relatif dalam. Situasi juga dapat terjadi di mana retakan gempa bumi terjadi di bawah rak benua di perairan yang jauh lebih dangkal.
Pemisahan Gelombang Tsunami: Dalam beberapa menit setelah gempa bumi, tsunami awal terbagi menjadi tsunami yang merambat ke laut dalam (tsunami jauh) dan tsunami lainnya yang merambat ke pantai terdekat (tsunami lokal). Ketinggian di atas permukaan laut rata-rata dari kedua tsunami yang bergerak berlawanan arah ini sekitar separuh dari tsunami asli. (Ini dimodifikasi sedikit dalam tiga dimensi, tetapi gagasan yang sama tetap berlaku.) Kecepatan perjalanan kedua tsunami berubah sesuai akar kuadrat kedalaman air. Oleh karena itu, tsunami laut dalam bergerak lebih cepat daripada tsunami lokal di dekat pantai.
Pengamplifikasian: Beberapa hal terjadi saat tsunami lokal merambat melewati lereng benua. Yang paling nyata adalah bahwa amplitudo meningkat. Selain itu, panjang gelombang berkurang. Ini menghasilkan peningkatan curamnya gelombang terdepan—kendali penting dari pasang gelombang di pantai (panel berikutnya). Perhatikan bahwa bagian pertama gelombang yang mencapai pantai lokal adalah palung, yang akan tampak sebagai air yang surut jauh dari pantai. Ini adalah tanda peringatan alami yang umum untuk tsunami. Perhatikan juga bahwa tsunami laut dalam telah merambat jauh lebih jauh daripada tsunami lokal karena kecepatan perambatannya yang lebih tinggi. Saat tsunami laut dalam mendekati pantai yang jauh, amplifikasi dan pemendekan gelombang akan terjadi, sama seperti pada tsunami lokal yang ditunjukkan di atas.
12 2.3 Hukum – Hukum Fisika Pada Proses Tsunami
Panjang gelombang (λ) tsunami sangat panjang dan mempunyai perode. Karena dasar laut >11 km, berarti di daerah laut gelombang tsunami berlaku sebagai gelombang air dangkal yang mana :
Karakter gelombang tsunami bukan lagi gelombang air dangkal ketika gelombang mencapai daerah pesisir, namun merupakan gelombang air yang besar. Rata-rata posisi partikel (x,y), pergeseran 𝛿𝑥 dan 𝛿𝑦 dengan kesesuaian posisi rata-rata dan pergerakan amplitudo 𝛿𝑥0 𝛿𝑦𝑜 . H adalah ketinggian air yang tak terganggu.
Gerakan pada gelombang air tersebut sesuai dengan pers berikut:
𝛿𝑥 = 𝛿𝑥0 sin (± ωt),…(1) 𝛿𝑦 = −𝛿𝑦0 cos(± ωt),…(2)
13
Dimana 𝛿𝑥 dan 𝛿𝑦 adalah pergeseran yang sesuai dengan posisi rata-rata pada bidang x-y vertikal dan 𝛿𝑥0 −𝛿𝑦0 adalah konstanta. Ketika pergerakan di aktifkan dengan gelombang yang sedang merambat sepanjang sumbu horizontal x, pers (1),(2) menjadi :
𝛿𝑥 = 𝛿𝑥0 sin (kx ± ωt),…(3) 𝛿𝑦 = −𝛿𝑦0 cos(kx ± ωt),…(4)
Berikutnya pada gelombang tsunami ada hubungan dispersi, yaitu hubungan antara ω dan k. Ini didasarkan pada konservasi energi dengan memperlakukan kombinasi linear yang menghasilkan pers gelombang stasioner berikut :
𝛿𝑥 = 𝛿𝑥0 [sin (kx ± ωt) – sin (kx - ωt) ] = 28𝑥0 cos (kx) sin(ωt) (5) 𝛿𝑦 = −𝛿𝑦0 [cos(kx ± ωt), – cos (kx - ωt) ] =28𝑦0 ky sin (kx) sin(ωt) (6)
Hubungan dispersi ini berisi semua elemen dangkal untuk memahami sifat-sifat dasar gelombang air dangkal dan khususnya tsunami. Gelombang tsunami memiliki kecepatan fase dan kecepatan grup yang dapat di rumuskan berdasarkan pers berikut :
Tsunami dapat disimulasikan dalam simulasi numerik, Metode ini menggunakan teknik untuk menemukan perbedaan bergantung waktu pada persamaan Navier-Stokes.
Persamaan untuk aliran dua dimensi adalah :
14 2.4 Prediksi Dan Mitigasi Tsunami
A. Prediksi Tsunami
Deteksi tsunami sangat sulit. Para ilmuwan menggunakan seismometer, alat sensitif yang digunakan untuk mendeteksi pergerakan bumi dan mengukur gempa bumi; pengukur pasang surut, yang mengukur perubahan tingkat permukaan air; dan pelampung yang mendeteksi gelombang. Pengukur tingkat air memiliki harga antara $5.000 hingga $20.000 tergantung pada sensitivitas instrumen dan kemampuan komunikasi mereka yang cepat.
Teknologi paling efektif adalah instrumen samudra dalam yang disebut tsunameter yang mendeteksi gelombang yang lewat dan mengirimkan informasi ke satelit melalui pelampung di permukaan. Mereka memiliki biaya sekitar $250.000 per unit dan memerlukan biaya pemeliharaan sekitar $50.000 per tahun. Pada tahun 2005, hanya ada tujuh dari mereka yang beroperasi. Dalam upaya menciptakan sistem peringatan tsunami global, perangkat deteksi tsunami telah ditempatkan di seluruh dunia di dasar laut dengan kedalaman hingga 5.400 meter. Para ilmuwan telah melakukan pemetaan ekstensif dasar laut dengan tujuan untuk menemukan daerah yang berpotensi menyebabkan tsunami. Menghubungkan sistem ini adalah jaringan komunikasi yang dapat mengirimkan data ke basis data pusat dan kemudian menyebarkan informasi dengan cepat ke tempat-tempat di mana tsunami mungkin melanda.
Pusat penelitian tsunami terbesar di dunia dioperasikan oleh Universitas Oregon State.
Terdiri dari bangunan berukuran hanggar dengan kolam gelombang sepanjang 111 meter dan kedalaman 90 sentimeter, itu digunakan terutama untuk mempelajari efek tsunami besar pada bangunan dan infrastruktur di daerah pesisir. Uji coba melibatkan gelombang yang menghantam model dalam berbagai lanskap dengan tujuan membantu perencana menentukan tempat untuk membangun bangunan, merancang rute evakuasi, dan merancang bangunan d an infrastruktur.
Menurut "Pengantar Oseanografi Fisik": Model numerik digunakan untuk memperkirakan tinggi tsunami di seluruh cekungan samudra dan pendudukan pantai. Sebagai contoh, Pusat Penelitian Tsunami NOAA telah menggunakan model Metode Pemisahan Tsunami (Method of Splitting Tsunami, MOST). Model ini menggunakan grid bertingkat untuk memecahkan panjang gelombang tsunami, menghantarkan gelombang melintasi cekungan samudra, dan kemudian menghitung run-up saat gelombang mencapai pantai. Model ini diinisialisasi dari model deformasi tanah yang menggunakan magnitudo dan lokasi gempa
15
bumi yang diukur untuk menghitung pergeseran vertikal dasar laut. Paksaannya dimodifikasi setelah gelombang diukur dekat gempa bumi oleh stasiun pengamatan dasar laut.
Peringatan Tsunami
Kematian akibat tsunami Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa saat gempa bumi terjadi, kadang-kadang terjadi pasang surut yang sangat rendah, yang berarti tsunami mendekat dengan cepat. Selama tsunami, gelombang bisa terus datang. Jika Anda berhasil mencapai dataran tinggi, tinggal di sana setidaknya selama enam jam.
Apakah Anda dapat melarikan diri dari tsunami yang mengikuti guncangan gempa bumi adalah perbedaan antara hidup dan mati. Shigeo Takahashi, direktur Asia-Pacific Center for Coastal Disaster Research di Institut Penelitian Pelabuhan dan Bandara, mengatakan kepada Yomiuri Shimbun, "Anda harus 'melarikan diri secara vertikal' dan, setelah mengungsikan diri, jangan pergi sampai keselamatan Anda dikonfirmasi."
"Meskipun Anda lari, gelombang pasang berkecepatan tinggi akan mengejar Anda di permukaan tanah," kata Shigeo Takahashi, direktur Asia-Pacific Center for Coastal Disaster Research di Institut Penelitian Pelabuhan dan Bandara. "Anda harus menggunakan mobil atau apa pun yang tersedia untuk melarikan diri [secepat mungkin] ke dataran tinggi. Jika tidak ada dataran tinggi di dekatnya, Anda harus pergi ke bangunan yang terlihat kuat atau jembatan pejalan kaki." Menurutnya, bangunan semacam itu setidaknya harus lebih dari tiga lantai.
Sistem peringatan tsunami untuk Samudera Pasifik telah ada selama beberapa dekade.
Berbasis di Hawaii, sistem ini mengeluarkan peringatan kepada 26 negara dan dibentuk pada tahun 1965 setelah tsunami dahsyat di Chili dan Alaska pada awal tahun 1960-an. Sistem ini menganalisis data gempa bumi dari beberapa jaringan seismik. Informasi tersebut dimasukkan ke dalam komputer, dan model memprediksi di mana tsunami mungkin terbentuk dan melanda, serta prediksi dan peringatan dikirimkan ke daerah yang terpengaruh. Saat data baru masuk, informasi tersebut diperbarui. Hawaii dilengkapi dengan sirene untuk memperingatkan penduduk tentang tsunami yang mendekat.
Peringatan Tsunami Tradisional
Di beberapa bagian dunia, peringatan tsunami telah disampaikan melalui tradisi lisan.
Hal ini terjadi di Pulau Simeulue di Indonesia, yang dilanda tsunami Samudera Hindia yang besar pada tanggal 26 Desember 2004. Analis gempa bumi menyimpulkan bahwa peringatan yang telah berlangsung lama tentang pentingnya lari ke dataran tinggi saat guncangan pertama
16
gempa bumi, yang berasal dari abad ke-19, memainkan peran penting dalam membatasi jumlah korban tewas menjadi tujuh dari 80.000 penduduk.
Di Jepang, terdapat batu-batu tsunami yang dipasang ratusan tahun yang lalu. Setelah tsunami tahun 2011, Evan Osnos menulis di The New Yorker: Di sepanjang pantai yang hancur, [penduduk] menemukan kembali prasasti batu-batu yang telah ditinggalkan oleh leluhur kuno di titik-titik tertentu di pantai untuk menunjukkan tanda-tanda air pasang tinggi dari tsunami sebelumnya. Prasasti tersebut memohon kepada generasi mendatang agar tidak membangun lebih dekat dengan air lagi. Salah satu prasasti menyatakan, "Tak peduli berapa lama waktu yang berlalu," yang lainnya berbunyi, "jangan lupakan peringatan ini."
200 suku Moken yang tinggal di Pulau South Surin, 65 kilometer di lepas pantai barat Thailand, semuanya selamat dari Tsunami Besar tahun 2004, kecuali satu, meskipun pulau tersebut sangat terkena dampak oleh gelombang tsunami dan gubuk-gubuk yang mereka tinggali beratap jerami terletak di sebelah laut. Mereka secara tradisional menyebut tsunami sebagai "ombak yang memakan manusia." Mereka yang sangat mengenal laut tahu bahwa gempa bumi yang diikuti oleh surutnya air laut hanya memiliki satu arti. Salama, seorang kepala suku Moken berusia 60-an, mengatakan kepada New York Times, "Saya belum pernah melihat pasang surut sebegitu rendah. Saya mulai memberi tahu orang bahwa gelombang akan datang." Kepala suku tersebut mengatakan bahwa ia telah diberitahu tentang hal seperti itu oleh para sesepuh. Ketika gelombang tiba, semua suku Moken di pulau tersebut telah sampai di dataran tinggi dengan selamat. Satu-satunya orang yang tewas adalah seorang lansia yang cacat dan secara tidak sengaja ditinggalkan.
Sistem Peringatan Tsunami Sering Tidak Membantu Korban
Dalam laporan dari Kepulauan Mentawai di Indonesia, Kristen Gelineau dan Tim Sullivan dari Associated Press menulis: "Sistem peringatan mahal yang dipasang di seluruh Asia sejak tsunami mematikan tahun 2004 tidak ada gunanya untuk menyelamatkan warga desa di pulau- pulau terpencil Indonesia ini yang melihat rumah dan orang-orang yang dicintai mereka terbawa oleh gelombang raksasa minggu ini. Sistem seperti itu dapat efektif bagi orang yang tinggal berjam-jam dari tempat tsunami terjadi tetapi seringkali tidak dapat membantu mereka yang paling berisiko. [Sumber: Kristen Gelineau dan Tim Sullivan, Associated Press, 29 Oktober 2010]
Para pejabat mengatakan gelombang setinggi 10 kaki (3 meter) melanda Kepulauan
17
Mentawai hanya beberapa menit setelah gempa bumi besar di lepas pantai, menewaskan lebih dari 400 orang dan menghancurkan ratusan rumah di 20 desa. Ada pertanyaan apakah sistem Indonesia berfungsi dengan baik, tetapi bahkan jika berfungsi, tsunami yang dihasilkan oleh gempa bumi begitu dekat dengan pantai bisa mencapai daratan jauh sebelum ada kesempatan untuk memberikan peringatan yang efektif, kata para ahli. Piatoro, seorang petani kelapa di pulau Pagai Selatan yang dilanda gelombang, mengatakan bahwa dia dan keluarganya melarikan diri dari rumah mereka saat gempa terjadi, tetapi tidak ada peringatan bahwa tsunami akan datang. Mereka menunggu sebentar, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Ketika air melanda rumah mereka, mereka mencoba melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi tetapi sudah terlambat. Kakinya terseret, dan dia terhisap oleh gelombang, terjatuh berkali-kali.
Istrinya terpisah darinya. "Saya merasa seperti tidak ada tulang," kata Piatoro, 49 tahun, saat duduk sendirian di atas matras rumah sakit, kulit tergores dari betisnya dan jahitan di luka kaki.
Seperti banyak orang Indonesia, ia hanya memiliki satu nama. Tidak jelas apakah istrinya selamat.
Peringatan tsunami telah diberikan oleh para ilmuwan dalam hitungan menit setelah gempa bumi, tetapi beberapa desa tidak memiliki saluran telepon, sehingga sangat sulit bagi peringatan tersebut untuk sampai tepat waktu. Renato Solidum, direktur Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina yang dikelola negara, mengatakan bahwa komunitas pantai perlu belajar membaca tanda-tanda alam — seperti gempa bumi dan surut laut yang tidak wajar — dan segera menjauhi pantai bahkan sebelum alarm berbunyi. Namun, membaca tanda-tanda tersebut bisa sulit. Misalnya, Piatoro dan istrinya sebenarnya lari dari rumah mereka dua kali pada hari Senin, sekali setelah gempa awal dan kemudian lagi setelah gempa susulan pertama.
Tetapi getarannya tidak terasa cukup kuat untuk memicu tsunami.
Pihak berwenang Indonesia telah menciptakan sistem yang dirancang untuk memberikan peringatan dalam waktu lima menit setelah gempa bumi, dan telah berusaha mengajarkan orang untuk bergerak cepat ke dataran tinggi. "Tetapi jelas itu adalah tugas yang sulit — itu tidak banyak waktu untuk bereaksi dan itu tidak banyak waktu bagi sistem untuk mengetahui apa yang terjadi," kata Chris Ryan, co-direktur Joint Australian Tsunami Warning Center.
Para ilmuwan tetap bersikeras bahwa sistem peringatan tersebut sangat diperlukan.
Bencana tsunami Sumatera tahun 2004 mendorong banyak negara untuk memesan sistem peringatan canggih, yang sebagian besar mengandalkan pelampung elektronik untuk
18
mendeteksi perubahan tiba-tiba dalam tinggi permukaan air. Jaringan sistem tersebut telah menghabiskan jutaan dolar — dengan pelampung yang paling kompleks dijual seharga 1 juta dolar per unit. Lebih jauh dari Indonesia, negara-negara lain mengatakan bahwa sistem peringatan baru tersebut berfungsi dengan baik, dan bahwa respons mereka terhadap gempa bumi dan tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai membuktikan hal tersebut.
"Sistem yang sekarang ada untuk seluruh Samudra Hindia memang berfungsi, dan akan mencegah wilayah-wilayah luas terkejut jika tsunami lebih meluas," kata Ryan, dari pusat peringatan Australia. "Dalam waktu 10 menit setelah gempa bumi, kami telah mengeluarkan buletin yang memberi peringatan bahwa ada potensi tsunami lokal," kata Satheesh C. Shenoi, direktur Pusat Informasi Samudra Nasional India. Sistem tersebut, bagaimanapun, didasarkan pada ilmu yang sering tidak akurat. Awal tahun ini, gempa bumi dengan magnitudo 8,8 melanda Chili, memicu peringatan tentang gelombang mematikan yang menuju ke seluruh Samudra Pasifik. Para ilmuwan, bekerja dari berbagai data dan model komputer yang kompleks, memperingatkan bahwa "tindakan mendesak harus diambil untuk melindungi nyawa dan properti," yang membuat ratusan ribu orang melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi di Hawaii, Jepang, dan tempat lain. Namun, sebagian besar gelombang hanya beberapa kaki (sekitar satu meter) tingginya dan — kecuali di lepas pantai Chili — tidak ada kerusakan yang signifikan yang dilaporkan.
Gejala yang mungkin terjadi jika akan datang gelombang tsunami adalah sebagai berikut :
• Biasanya diawali dengan gempa bumi yang sangat kuat.
• Permukaan air laut turun secara tiba-tiba.
• Tsunami adalah rangkaian gelombang. Bukan gelombang pertama yang besar dan membahayakan. Beberapa saat setelah gelombang pertama akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar.
Tanda-tanda terjadinya tsunami juga dapat dilihat dari beberapa hal berikut, yaitu :
• Air laut yang surut secara tiba-tiba.
• Bau asin yang sangat menyengat.
• Dari kejauhan tampak gelombnag putih dan suara gemuruh yang sangat keras.
• Batas horizon antara lautan dan langit tidak terlihat jelas (seperti terlihat mendung).
• Merasakan terjadinya gempa.
• Biasanya akan muncul gelembung-gelembung gas pada permukaan air dan membuat
19 pantai seperti mendidih
Gambar berikut juga dapat menjelaskan prediksi akan timbulnya bencana tsunami yang terlihat dari patahan yang terdapat dalam lapisan bumi.
Variasi gelombang tsunami yang terjadi antara rentang 0,5 meter sampai dengan 30 meter dan dari periode beberapa menit sampai sekitar satu jam. Berbeda dengan gelombang (angin) atau gelombang yang disebabkan karena angin, gelombang angin biasanya hanya menggerakkan air laut bagian atas. Sedangkan gelombang tsunami akan menggerakkan seluruh kolom air dari permukaan sampai dasar dan pergerakkannya merambat kesegala arah.
Cepat rambat pada gelombang tsunami tergantung pada kedalam laut. Semakin besar kedalam laut maka semakin besar pula kecepatan rambat gelombangnya. Sebagai contoh pada kedalaman 5000 meter dari dasar laut, cepat rambat gelombang tsunami mencapai 230 meter per detik atau sekitar 830 kilometer per jam, sedangkan pada kedalaman 4000 meter dari dasar laut maka cepat rambat gelombang tsunami mencapai 200 meter per detik dan pada kedalaman 40 meter dari dasar laut cepat rambat gelombang mencapai 20 meter per detik. Panjang gelombang tsunami yaitu jarak antara 2 puncak gelombang secara berurutan bisa mencapai 200 km.
Sementara itu pada lokasi pembentukan tsunami atau daerah episentrum gempa tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1 meter dan 2 meter. Oleh karena itu peristiwa tsunami biasanya tidak dapat dirasakan ketika berada di tengah lautan. Ketika berada di tengah laut gelombang tsunami hanya dirasakan seperti gelombang besar pada umumnya, namun selama penjalaran dari tengah laut atau dari pusat terbentuknya tsunami menuju pantai, tinggi gelombang menjadi semakin besar karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Setelah gelombang mencapai pantai, gelombang naik (run up) ke daratan dengan kecepatan tinggi yang
20 bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai.
Tsunami di dasar laut biasanya ditentukan oleh beberapa faktor penentu antara lain : 1. Kedalaman pusat gempa (episentrum) di bawah dasar laut h (Km).
2. Kekuatan gempa M yang biasanya dinyatakan dalam bentuk skala Richter.
3. Kedalam air diatas episentrum d (m).
Besarnya gelombang tsunami biasanya berkaitan erat dengan kekuatan gempa dan kedalaman pusat gempa. Sementara untuk besaran tsunami (m) berkaitan erat dengan kekuatan gempa (M) dan juga bergantung pada kedalaman laut (d) di lokasi terbentuknya gempa.
Untuk memprediksi tinggi gelombang tsunami yang dihasilkan biasanya dapat dihitung dengan menggunakan parameter-parameter yang berkaitan erat dengan besaran tsunami.
Parameter yang digunakan antara lain :
1. Hubungan antara besaran tsunami dengan kekuatan gempa (M)
Besaran tsunami berdasarkan faktor kekuatan gempa dapat dihitung dengan dua model yaitu berdasarkan perumusan Negara Jepang yang memang notabennya telah banyak mengalami tsunami sehingga negara Jepang lebih banyak mengalami riset terhadap bencana tsunami maupun besaran tsunami dan gelombang yang akan dihasilkannya. Yang kedua yaitu dengan menggunakan perumusan berdasarkan negara Indonesia sendiri.
Perumusan perhitungan besaran tsunami berdarkan negara Jepang : m = 2,8 M – 19.4
Perumusan perhitungan besaran tsunami berdasarkan negara Indonesia : m = 2,26 M – 14.18
2. Hubungan antara besaran tsunami dengan kedalaman laut (d) m = 1,7 log (d) – 1,7
Keterangan :
m = Besaran tsunami M = Kekuatan Gempa (sR)
d = Kedalaman laut dihitung dari dasar laut (m)
21
Setelah didapatkan hasil perhitungan m (besaran tsunami) barulah di lakukan prediksi dengan besarnya gelombang tsunami dengan menggunakan tabel sebagai berikut :
3. Hubungan antara Besaran Gempa dengan Tinggi Tsunami yang terjadi di Pantai
Berdasarkan pada perhitungan untuk memprediksikan terjadi tsunami tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa hampir semua gelombang tsunami mempunyai tinggi gelombang yang sangat tinggi ketika menncapai pantai tidak mengherankan jika banyak korban yang berjatuhan ketika tsunami menerjang.
Alternatif lain untuk memprediksi datangnya tsunami adalah ethologi, yakni ilmu yang mempelajari gerak-gerik atau tingkah laku hewan di lingkungan alam dan di lingkungan lain dimana hewan tersebut bisa hidup. Penggunaan ethologi untuk memprediksi gempa dan tsunami belum diterima secara luas oleh para peneliti. Sebagian menganggap tingkah laku hewan tidak memiliki hubungan dengan datangnya gempa dan tsunami, bahkan ada yang menganggap tingkah laku abnormal hewan sebelum tsunami hanyalah anekdot. Meski demikian, setiap kejadian tsunami dan gempa dilaporkan selalu didahului atau diiringi oleh perilaku abnormal hewan. Situs berita Kompas.com pada Sabtu (12/3) memberitakan, bencana tsunami yang melanda Jepang dan perairan Samudera Pasifik ditengarai telah menyebabkan ikan bermigrasi sampai di Samudera Indonesia atau dikenal dengan Samudra Hindia. Sehari pascatsunami di Jepang, para nelayan pantai selatan Kulon Progo justru panen ikan. Beberapa nelayan yang melaut mendapatkan tangkapan yang cukup banyak. Sekitar 80 persen gempa di Jepang memang terjadi di tengah lautan. Hal ini menyebabkan terjadinya perilaku abnormal
22
pada ikan. Spesies ikan yang biasa hidup di lautan dingin yang dalam dapat tertangkap oleh nelayan di perairan yang dangkal dan hangat beberapa saat sebelum terjadinya gempa. Ikan memiliki sensitivitas tinggi terhadap variasi medan elektrik yang terjadi sebelum gempa.
Sensitivitas seperti ini memungkinkan beberapa hewan untuk dapat mendeteksi gas radon yang dikeluarkan dari tanah sebelum gempa. Tingkah laku hewan sebelum terjadi gempa dan tsunami juga tercatat dalam beberapa bencana besar. Salah satunya ketika tsunami yang menghantam Aceh, Thailand, dan Srilangka pada 2004 silam. Kantor berita Reuters melaporkan, Taman Nasional Yala di Srilangka telah dipenuhi oleh mayat manusia, namun tidak satu pun ditemukan bangkai-bangkai hewan.
Etologi dapat dibedakan dengan psikologi komparatif yang juga mempelajari perilaku hewan, namun menguraikan studinya sebagai cabang psikologi. Hewan memiliki tingkah laku yang terlihat dan saling berkaitan secara individual maupun kolektif. Berbagai macam tingkah laku hewan merupakan cara bagi hewan tersebut untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dimiliki oleh berbagai macam hewan telah melahirkan bidang Para ethologis mempelajari fisiologi perilaku dengan metode analisa dan morfologi perilaku dengan metode komparatif. Konrad Z. Lorenz dianggap sebagai Bapak Ethologi Modern. Lorenz merumuskan bahwa perilaku hewan, adaptasi fisiknya, merupakan bagian dari usahanya untuk hidup.
Dalam ethologi diakui bahwa perilaku hewan timbul berdasarkan motivasi, hal ini menunjukan bahwa hewan mempunyai emosi. Ethologi erat kaitannya dengan bidang ilmu lain seperti geologi karena ada beberapa perilaku hewan yang dapat menunjukan akan terjadinya suatu gempa atau tsunami. Meskipun demikian, beberapa ahli geologi di Amerika masih bersikap skeptis dalam melihat fenomena tingkah laku hewan sebelum terjadinya tsunami.
Andi Michael, seorang ahli dari United States Geological Survey (USGS) menganggap bahwa tingkah laku abnormal hewan yang terlihat sebelum terjadinya tsunami ini hanyalah sebuah anekdot. USGS menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku hewan dengan terjadinya gempa. Pada tahun 1970-an, USGS pernah melakukan penelitian tentang prediksi gempa melalui pengamatan perilaku hewan, namun tidak ada hasil nyata dari penelitian. Beberapa peneliti memperkirakan hewan-hewan dapat merespon gas radon atau gas lain yang dikeluarkan dari dalam bumi sebelum gempa. Diketahui pula bahwa dalam kondisi geologi tertentu, konsentrasi gas seperti metana di dalam tanah dapat berubah sedikit. Gas juga kadang-kadang dilepaskan dari tanah selama gempa bumi. Sebagian besar hewan memiliki
23
indera penciuman yang tajam dibanding manusia terhadap beberapa jenis gas. Hewan-hewan sering dilaporkan bertingkah ketakutan sebelum letusan gunung berapi. Hidung anjing sekitar satu juta kali lebih sensitif daripada manusia, dan beberapa serangga, seperti ngengat (silk moth) memiliki kemampuan luar biasa penginderaan luar biasa. Sebagai contoh, pada saat kawin, ngengat betina menghasilkan kurang dari sepersejuta gram molekul sex attractant yang disebarkan oleh angin, lalu sinyal ajakan kawin (mating signal) itu bisa ditangkap dengan antena sensitif ngegat jantan tujuh mil jauhnya. Sebuah molekul saja sudah cukup menarik ngengat jantan untuk mengejar betina. Fluktuasi medan magnet bumi dapat menyebabkan perilaku abnormal pada hewan. Beberapa hewan memiliki sensitivitas terhadap variasi medan magnet bumi yang terjadi di dekat pusat gempa (epicenter). Perubahan medan magnet bumi dapat mempengaruhi proses migrasi burung-burung dan menganggu kemampuan navigasi ikan. Selain itu, ion-ion yang bermuatan dapat keluar sebelum terjadinya gempa, hal ini menyebabkan partikel ion yang bermuatan listrik dapat merubah pemancar gelombang syaraf (neurotransmitter) dalam otak hewan.
B. Mitigasi Tsunami
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam mitigasi dari tsunami sebagai berikut :
1. Sebelum Terjadi Tsunami
Seharusnya masyarakat dapat melakukan beberapa tindakan dalam rangka pengurangan risiko bencana tsunami yaitu:
a) Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian, daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.
b) Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.
c) Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.
d) Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.
e) Bagian dinding yang lebar usahakan tidak sejajar dengan garis pantai.
24
Selain itu, bencana dapat direduksi apabila masyarakat sadar dan siapsiaga menghadapi bencana, caranya dengan mempersiapkan diri dengan cara :
a) Mempromosikan budaya pencegahan dan keselamatan menghuni di kawasan ini.
b) Mempersiapkan rencana manajemen menghadapi bencana.
c) Mendorong terbentuknya kepanitiaan dan gugus tugas di wilayah ini.
d) Mempersiapkan peralatan tepat guna untuk pelatihan bagi generasi muda atau siswa dalam mereduksi terjadinya bencana.
e) Mereduksi risiko melalui organisasi formil maupun non formil (pemerintah dan swasta).
2. Saat Terjadi Bencana Tsunami
a.) Tindakan Untuk Mengurangi Kemungkinan Resiko
• Mewujudkan keberdayaan individu, keluarga, komunitas, masyarakat, dan negara;
serta mengatasi ketidakberlanjutan pembangunan.
• Membangun pondasi rasa aman yang segala kegiatannya mendorong untuk ketercukupan kebutuhan dasar.
• Membangun berbagai perangkat pengurangan risiko bencana (PRB) dan kegiatan- kegiatan yang dapat mengurangi risiko bencana melalui mencegah dan memitigasi bahaya, serta meredam kerentanan dari ancaman.
• Seluruh kemampuan komunitas digunakan untuk menangani ancaman. Sehingga tidak diperlukan bantuan eksternal karena kemampuan yang ada dapat menanganinya.
• Mengidentifikasi, mengevaluasi, & memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini.
• Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan.
b.) Penyelamatan Diri Dalam Ruangan :
• Jangan panik,
• Segera berlari mencari tempat yang lebih tinggi Tidak perlu menunggu peringatan tsunami Selamatkan diri anda, bukan barang anda,
• Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah mencari tempat yang aman.
Diluar Ruangan :
25
• Bila sedang berada di pantai atau dekat laut dan merasakan bumi bergetar, segera berlari ketempat yang tinggi dan jauh dari pantai.
• Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah atau memanjat pohon.
• Tsunami dapat muncul melalui sungai dekat laut, jadi jangan berada di sekitarnya.
• Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.
• Selamatkan diri melalui jalur evakuasi tsunami ke tempat evakuasi yang sudah disepakati bersama.
• Jika anda berpegangan pada pohon saat gelombang tsunami berlangsung jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
Dalam Gedung Bertingkat :
• Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.
• Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah menuju lantai yang tertinggi.
• Jika anda berpegangan pada sesuatu balok atau kayu di lantai gedung tersebut saat gelombang tsunami berlangsung, jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
• Anda dapat membalikan badan saat gelombang berbalik arah kembali ke laut.
• Tetap berpegangan kuat hingga gelombang benar-benar reda.
3. Pasca Terjadi Tsunami
a) Hindari instalasi listrik bertegangan tinggi dan laporkan jika menemukan kerusakan kepada PLN.
b) Hindari memasuki wilayah kerusakan kecuali setelah dinyatakan aman.
c) Jauhi reruntuhan bangunan.
d) Upayakan penampungan sendiri kalau memungkinkan. Ajaklah sesama warga untuk melakukan kegiatan yang positif. Misalnya mengubur jenazah, mengumpulkan benda-benda yang dapat digunakan kembali, sembahyang bersama, dan lain sebagainya. Tindakan ini akan dapat menolong kita untuk segera bangkit, dan membangun kembali kehidupan.
e) Bila diperlukan, carilah bantuan dan bekerja sama dengan sesama serta lembaga pemerintah, adat, keagamaan atau lembaga swadaya masyarakat seperti Dinas Sosial, BMKG, SAR, UGD, PKM, Polda, Hansip/Linmas, LSM, PMI, Media Massa, BPBD, KMPB, dll.
26
f) Ceritakan tentang bencana ini kepada keluarga, anak, dan teman anda untuk memberikan pengetahuan yang jelas dan tepat. Ceritakan juga apa yang harus dilakukan bila ada tanda-tanda tsunami akan datang.
g) Tenang dan sabar. Tetap tenang dan berpikir rasional akan membantu menyelamatkan kita dan terhindar dari tindakan yang tidak masuk akal. Biasanya banyak orang yang akan mencari pemenuhan kebutuhan untuk keselamatan keluarganya sendiri.
Kesabaran akan membantu semua orang terbebas dari situasi sulit dengan mudah.
Apa Cara Terbaik untuk Menghindari Bencana Tsunami
Andrew Baird menulis di New York Times: Sejak tsunami Samudra Hindia tahun 2004
"yang menewaskan lebih dari 200.000 orang, pemerintah, donor, dan para ahli telah merangkul gagasan bahwa hutan bakau dan terumbu karang yang sehat dapat mengurangi jumlah kematian akibat gelombang raksasa." Namun, "penelitian menunjukkan bahwa tingkat perlindungan yang ditawarkan oleh sabuk hijau tersebut telah dibesar-besarkan. Dan dengan mengalihkan sumber daya dari tindakan yang lebih efektif seperti kampanye pendidikan dan rencana evakuasi ke usaha reboisasi yang baik tetapi salah arah, kita bahkan dapat menyumbang pada jumlah korban jiwa yang lebih besar dalam tsunami masa depan.
[Sumber: Andrew Baird, New York Times, 26 Desember 2006. Andrew Baird adalah seorang peneliti pasca doktoral di Pusat Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang di James Cook University]
“Tidak ada banyak penelitian ilmiah tentang peran pelindung vegetasi pantai. Dan meskipun satu penelitian menyarankan bahwa hutan bakau berhasil mengurangi kerusakan tsunami di tiga desa di negara bagian Tamil Nadu di India, hutan bukan satu-satunya perbedaan antara desa pesisir ini dan yang berdekatan yang menderita kerusakan besar.
Sebenarnya, ketika saya dan rekan-rekan saya menganalisis ulang data tersebut, kami tidak menemukan hubungan antara jumlah korban tewas di setiap desa dan luas hutan di depan masing-masing desa.
“Yang sebenarnya menyelamatkan desa-desa ini adalah jaraknya yang lebih jauh dari pantai atau dibangun di tanah yang relatif tinggi. Ini hanya kebetulan bahwa mereka juga memiliki lebih banyak hutan di antara mereka dan lautan (tentu saja, semakin jauh seb uah desa dari pantai, semakin besar area hutan potensial). Bahkan, sebuah makalah terbaru dalam jurnal Natural Hazards yang meneliti lebih dari 50 lokasi di wilayah yang terkena dampak menemukan bahwa vegetasi pantai tidak mengurangi kerusakan tsunami, dan kerusakan
27
sebenarnya lebih besar di daerah yang dihadap oleh terumbu karang.
“Demikian pula, saya dan rekan-rekan saya, yang bekerja di Aceh, Indonesia, menemukan bahwa baik terumbu karang maupun hutan pantai tidak mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh tsunami. Jarak yang ditempuh tsunami ke daratan sebagian besar ditentukan oleh tinggi tsunami dan kemiringan tanah. Dengan kata lain, di mana tsunami setinggi 30 kaki, itu akan membanjiri semua tanah yang lebih rendah dari 30 kaki di atas permukaan laut, baik itu mencapai 200 yard ke daratan atau dua mil.
Hutan bakau, untuk adilnya, sangat efektif dalam meredam energi gelombang badai, tetapi tsunami adalah sesuatu yang sangat berbeda. Tsunami, yang dihasilkan oleh gempa bumi, memiliki panjang gelombang yang mencapai mil, dibandingkan dengan gelombang yang dihasilkan oleh angin biasa yang hanya memiliki panjang gelombang sekitar beberapa yard. Tsunami, misalnya, yang melanda pantai Aceh memiliki ketebalan delapan mil; dinding air ini bergulir selama hampir satu jam. Tentu saja, hutan pantai pada suatu titik memang mulai mengurangi kerusakan tsunami, tetapi kita tidak dapat mengharapkan mereka untuk memberikan perlindungan yang berarti terhadap jumlah energi yang terlibat dalam tsunami.
Keprihatinan lain yang signifikan adalah pelaksanaan zona penyangga dalam rangka perlindungan tsunami. Zona penyangga, untuk memiliki efek nyata, harus memiliki lebar berbagai mil dan dengan demikian tidak mungkin untuk diimplementasikan tanpa biaya sosial dan ekonomi yang sangat tinggi. Mungkin tidak mengherankan, pemerintah setempat telah mulai mengatur hambatan-hambatan ini dengan cara yang tidak hanya tidak memadai, tetapi juga sangat tidak adil: hotel-hotel mewah lolos dari penegakan aturan sementara puluhan ribu keluarga nelayan miskin di India, Sri Lanka, dan Thailand dilarang, dengan alasan perlindungan tsunami, untuk membangun kembali rumah mereka di daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai zona penyangga. Tsunami pada 17 Juli 2006 menunjukkan konsekuensi tragis dari perencanaan yang tidak memadai. Lebih dari 18 bulan setelah bencana tahun 2004, pemerintah Indonesia belum menerap
2.5 Alat Pendeteksi Tsunami
Dikelilingi tiga lempeng tektonik dan berada di jalur cincin api membuat Indonesia memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana tsunami. Mengantisipasi hadirnya tsunami, sejumlah lembaga negara menyiapkan dan mengoperasikan berbagai alat deteksi dini tsunami. Mengoptimalkan kinerja alat itu dibarengi dengan peningkatan kesadaran
28
masyarakat akan kebencanaan menjadi kunci mengurangi risiko tsunami di kemudian hari.
Kerentanan Indonesia terhadap tsunami juga ditegaskan dengan data. Lembaga administrasi kelautan dan atmosfer Amerika Serikat atau National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) mencatat ada 246 kejadian tsunami sejak tahun 416 hingga 2018 di Indonesia. Puncaknya, kedahsyatan sekaligus kengerian tsunami tak lain adalah tsunami Aceh di pengujung 2004 yang merenggut lebih dari 200.000 korban jiwa tak hanya di Indonesia, tetapi juga di 13 negara lainnya. Tahun 2018, Indonesia bahkan dihajar tiga tsunami besar, yakni di Pulau Lombok (NTB), Kota Palu serta sekitarnya (Sulawesi Tengah), dan Selat Sunda. Bencana itu menewaskan 564 orang di Lombok. Gempa, likuefaksi, dan tsunami di Sulawesi Tengah menyebabkan 3.475 orang tewas dan hilang. Tsunami di Selat Sunda menewaskan 437 orang.
Alat-alat deteksi dini tsunami yang dimiliki Indonesia
Pemantauan tsunami di Ina-TOC dilakukan lewat pengumpulan data yang dikirim alat pendeteksi tsunami di tengah laut yakni alat apung (Ina-Buoy), kabel optik (Ina-CBT), dan rambatan gelombang suara (Ina-Cat).
a. Agung Ina Buoy
29
Agung Ina Buoy adalah alat yang digunakan untuk mengukur gelombang laut dan parameternya di perairan dalam. Hukum fisika yang berperan dalam operasi alat ini melibatkan prinsip-prinsip berikut:
• Hukum Archimedes: Prinsip Archimedes menyatakan bahwa benda yang tenggelam dalam cairan akan mengalami gaya apung yang sama dengan berat cairan yang dipindahkan oleh benda tersebut. Agung Ina Buoy biasanya menggunakan struktur apung yang dirancang agar tetap mengambang di permukaan laut. Prinsip Archimedes membantu menjaga buoy agar tetap mengapung.
• Hukum Gerak Newton: Saat gelombang laut mendorong buoy naik dan turun, hukum gerak Newton digunakan untuk mengukur perubahan posisi buoy dan gerakan gelombang. Ini melibatkan prinsip bahwa gaya yang diberikan kepada benda akan menghasilkan percepatan pada benda tersebut.
• Hukum Hooke: Agung Ina Buoy biasanya dilengkapi dengan sensor-sensor untuk mengukur perubahan tekanan dan pergerakan. Prinsip Hooke berperan dalam mengukur deformasi elastis dalam sensor-sensor ini sebagai respons terhadap tekanan dan pergerakan gelombang.
• Hukum Snell: Ketika gelombang laut melewati perbatasan antara air laut dan udara (atau sensor), hukum Snell digunakan untuk menghitung sudut datang dan sudut pantul gelombang. Ini membantu dalam memahami karakteristik gelombang laut.
• Hukum Boyle-Charles: Agung Ina Buoy juga mungkin memiliki sistem pneumatik atau sensor tekanan untuk mengukur perubahan volume udara dalam buoy. Hukum Boyle-Charles dapat digunakan untuk menghitung perubahan tekanan dan volume ini dengan perubahan suhu dan tekanan.
b. Kabel optik Ina CBT
30
Kabel optik Ina CBT adalah kabel serat optik yang digunakan untuk mentransmisikan data dalam bentuk sinyal cahaya melalui serat optik. Prinsip-prinsip fisika yang berperan dalam operasi kabel optik ini termasuk:
• Hukum Pemantulan Cahaya: Cahaya yang masuk ke dalam serat optik akan mengalami pemantulan internal total pada batas antara inti serat dan lapisan penutupnya. Hukum pemantulan cahaya ini memastikan bahwa cahaya tetap terperangkap di dalam serat optik dan tidak bocor ke luar.
• Hukum Brek Refraksi: Hukum ini digunakan untuk menghitung sudut pemantulan internal total yang diperlukan agar cahaya tetap terperangkap di dalam serat optik. Ini berhubungan dengan perbedaan indeks bias antara inti serat dan lapisan penutupnya.
• Hukum Snell: Hukum Snell berperan dalam menghitung sudut pemantulan dan pembiasan cahaya ketika cahaya memasuki atau meninggalkan serat optik. Ini memengaruhi bagaimana sinyal cahaya melewati serat optik.
• Difraksi Cahaya : Difraksi adalah fenomena di mana cahaya melengkung saat melewati celah atau batasan. Dalam serat optik, difraksi bisa mempengaruhi seberapa baik sinyal cahaya tetap terfokus saat bergerak melalui serat, dan desain serat harus meminimalkan efek ini.
• Hukum Dispersi: Hukum fisika ini mencakup cara cahaya berbeda frekuensi merambat dengan kecepatan yang berbeda dalam medium yang berbeda. Dalam serat optik, efek dispersi dapat memengaruhi kualitas sinyal dan jarak yang dapat dicapai sebelum dispersi menyebabkan degradasi sinyal.
• Hukum Hamburan: Hukum ini berhubungan dengan cara cahaya dapat tersebar ketika bertemu dengan partikel atau ketidaksempurnaan dalam serat optik.
Pengelolaan hamburan adalah penting untuk menjaga kualitas sinyal dalam serat optik.
Kabel optik Ina CBT dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ini untuk mengoptimalkan transmisi data dalam bentuk cahaya melalui serat optik dengan efisiensi tinggi dan minimnya gangguan. Hal ini memungkinkan transmisi data yang cepat dan andal melalui jarak yang jauh.
31
c. Coastal Acoustic Tomography (CAT)
Adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memonitor kondisi oseanografi di perairan pesisir dengan mengukur kecepatan suara dalam air. Prinsip-prinsip fisika yang mendasari operasi CAT meliputi:
• Hukum Snell: Ketika gelombang suara merambat antara dua media dengan kecepatan suara yang berbeda, hukum Snell digunakan untuk menghitung sudut kemiringan gelombang. Dalam CAT, ini penting karena gelombang suara merambat melalui lapisan air dengan kecepatan yang berbeda.
• Hukum Fermat: Prinsip Fermat menyatakan bahwa cahaya atau suara akan mengikuti jalur terpendek antara dua titik. Dalam CAT, perangkat akan mengukur waktu tempuh gelombang suara yang dipancarkan dari satu titik ke titik lain. Dengan data ini, informasi tentang perubahan kecepatan suara dalam air dapat diekstraksi.
• Hukum Doppler: Gelombang suara yang dipancarkan dari sumber yang bergerak atau diterima dari objek yang bergerak akan mengalami pergeseran frekuensi Doppler.
Dalam CAT, ini digunakan untuk mengukur kecepatan aliran air laut dengan mengukur pergeseran frekuensi gelombang suara yang dipancarkan.
• Hukum Propagasi Gelombang: Propagasi gelombang suara dalam air dipengaruhi oleh suhu, salinitas, tekanan, dan kedalaman air. Prinsip-prinsip fisika ini digunakan untuk mengkoreksi data CAT agar memberikan informasi yang akurat tentang kondisi oseanografi.
• Hukum Hamburan Suara: Ketika gelombang suara bertemu dengan objek atau perubahan dalam sifat fisik air, seperti garaman atau suhu yang berubah, hamburan suara terjadi. CAT dapat memanfaatkan hamburan suara untuk mengumpulkan data tambahan tentang lingkungan laut.
32
Dengan menggunakan prinsip-prinsip ini, CAT memungkinkan pengukuran yang akurat tentang kecepatan arus laut, suhu, salinitas, dan struktur akustik lainnya di perairan pesisir.
Ini sangat berguna dalam pemantauan dan pemahaman lingkungan laut dan perubahan iklim
33
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berasaskan pengkajian dapat ditarik kesimpulannya :
1. Negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki rawan terhadap bencana alam karena berada pada pertemuan tiga lempeng (Eurasia, Samudera Hindia dan Pasifik). Pertemuan ketiga lempeng itu mengakibatkan sebuah gempa yang tidak menutup kemungkinan menghadirkan sebuah tsunami.
2. Tsunami diambil dari bahasa Jepang yaitu tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang artinya gelombang, sejalan dengan itu berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006), gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi dan mampu merambat dengan kecepatan tinggi hingga lebih dari 900 km/jam disebut tsunami.
3. Pada suatu gelombang, ketika rasio antara kedalaman air dan panjang gelombang menjadi sangat kecil, gelombang tersebut dinamakan gelombang air dangkal.
Gelombang air dangkal bergerak dengan kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara percepatan grafitasi (9,8m/𝑠 2 ) dan kedalam air laut.
4. Karakter gelombang tsunami bukan lagi gelombang air dangkal ketika gelombang mencapai daerah pesisir, namun merupakan gelombang air yang besar.
3.2 Saran
Makalah ini semata – mata resume materi dari apa yang sudah kami pelajari perihal bencana alam terkhusus tsunami. Kami menyadari jika makalah yang disusun mempunyai minus dan jauh dari kata sempurna, namun kami mengharapkan mudah - mudahan makalah ini dapat bermanfaat seperti mana semestinya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Danis Agoes Wiloso, S. V. (2018). MITIGASI BENCANA TSUNAMI DI SDN TIRTOHARGO DUSUN BAROS, DESA TIRTOHARGO, KECAMATAN KRETEK, KABUPATEN BANTUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Jurnal Gaung Informatika Vol 11 No 1 Januari.
Musa Al 'ala, S. T. (2015). Numerical Simulation of Ujong Seudun Land Separation Caused by the 2004 Indian Ocean Tsunami, Aceh-Indonesia. Journal of Science of Tsunami Hazards, Volume 34 (3), 159-172.
Nur, A. M. (2010). GEMPA BUMI, TSUNAMI DAN MITIGASINYA. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung – LIPI, Kebumen Volume 7 No. 1
.
Stewart, Robert. (2008) “Introduction to Physical Oceanography”, Texas A&M University.