MAKALAH
HADITS MARFU MAUQUF DAN MAQTU
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dalam mata kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu: Dr. Dadah M.Ag
Oleh:
Achmad Ridho Saputra (1237050103) Agung Permana (1237050093)
Daffa Najmudin Hanif (1237050114)
JURUSAN INFORMATIKA
FAKULLTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... 2
BAB I PENDAHULUAN...3
A. Latar Belakang...3
B. Rumusan Masalah...3
BAB II PEMBAHASAN...4
A. Marfu... 4
a. Pengertian Marfu... 4
b. Macam macam Hadits Marfu...4
c. Kehujjahan Hadits Marfu...6
d. Contoh Hadits Marfu... 7
B. Mauquf... 7
a. Pengertian mauquf...7
b. Macam-macam Hadits Mauquf...8
c. Contoh Hadits Mauquf...9
C. Maqtu... 9
a. Pengertian Hadits Maqtu...9
b. Macam-macam Hadits Maqtu...10
c. Kehujjahan Hadits Maqtu... 11
d. Kitab yang mengandung banyak maqtu...12
e. Contoh Hadits Maqtu... 12
BAB III PENUTUP... 13
A. Kesimpulan... 13
DAFTAR PUSTAKA... 13
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu sumber penting dalam ajaran Islam, meliputi tidak hanya perkataan dan tindakan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga yang disampaikan oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Dalam konteks ini, definisi hadits mencakup berita atau informasi yang bersumber dari Nabi dan mereka yang berinteraksi langsung dengan beliau.
Menurut Al-Imam al-Baiquni, hadits dapat dikategorikan berdasarkan sumbernya menjadi tiga jenis: Marfu’, yaitu yang dinisbatkan langsung kepada Nabi; Mauquf, yang dinisbatkan kepada para sahabat; dan Maqthu’, yang merujuk kepada generasi setelah sahabat. Pembagian ini penting untuk memahami otoritas dan konteks dari setiap hadits, serta dalam menilai kualitas dan keabsahan informasi yang disampaikan.
Sahabat Nabi didefinisikan sebagai individu yang beriman dan bertemu langsung dengan Nabi, sedangkan Tabi’in adalah mereka yang belajar dari sahabat. Oleh karena itu, memahami jenis-jenis hadits ini tidak hanya memberikan wawasan tentang sumber ajaran Islam, tetapi juga membantu kita dalam menilai validitas dan relevansi informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pembagian hadits ini tidak hanya mencakup aspek keabsahan, tetapi juga relevansi dari segi penerapan nilai-nilai dalam kehidupan. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa dan pengkaji ilmu hadits untuk memahami dan mendalami jenis-jenis hadits ini, agar dapat menerapkan ajaran Islam secara benar dan sesuai dengan sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan cakupan hadits dalam konteks ajaran Islam?
2. Bagaimana pembagian hadits menjadi Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’ berkontribusi terhadap pemahaman dan penerapan ajaran Islam?
3. Apa perbedaan otoritas antara hadits Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’ dalam menilai keabsahan sebuah Riwayat?
4. Siapa yang termasuk dalam kategori sahabat dan Tabi’in, dan bagaimana pengaruh mereka terhadap penyebaran ilmu hadits?
5. Mengapa pemahaman tentang jenis-jenis hadits ini penting bagi mahasiswa dalam kajian ulumul hadits dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II PEMBAHASAN
A. Marfu
a. Pengertian Marfu
Marfu’ secara etimologis berarti yang diangkat, yang dimajukan, yang di ambil, yang dirangkaikan, dan yang disampaikan. Sebagian ulama mendefinisikan hadits marfu ialah: “Sesuatu yang disandarkan kepada nabi secara khusus, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu muttashil (bersambungsambung tiada putus-putus), maupun munqathi’ ataupun mu’dhal.”Hadits marfu’ adalah hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir atau sifat Nabi Muhammad SAW.
Definisi ini mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi misalnya yang disandarkan kepada 56 para sahabat yang nantinya disebut hadits mawquf atau disandarkan kepada tabi’in yang disebut dengan ha 57 dits maqthu. Dengan demikian, dapat diambil ketetapan bahwa tiap-tiap hadits marfu’ tidak selamanya bernilai shahih atau hasan, tetapi setiap hadits shahih atau hasan, tentu marfu’ atau dihukumkan marfu’.
Dapat di simpulkan bahwa Marfu’ secara etimologis berarti "diangkat" atau
"diajukan". Dalam ilmu hadits, hadits marfu’ didefinisikan sebagai sesuatu yang secara khusus disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu berupa ucapan, tindakan, maupun persetujuan. Hadits ini dapat memiliki sanad yang bersambung (muttashil) atau terputus (munqathi’ dan mu’dhal). Berita yang tidak secara langsung disandarkan kepada Nabi, seperti yang berasal dari para sahabat atau tabi’in, dikenal sebagai hadits mawquf atau maqthu. Dengan demikian, meskipun tidak semua hadits marfu’ memiliki derajat keabsahan yang tinggi (shahih atau hasan), setiap hadits yang tergolong shahih atau hasan pasti dianggap marfu’.
b. Macam macam Hadits Marfu 1. Hadits Marfu Sharih
Hadits marfu sharih (tegas) adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan oleh serang sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari Rasulullah SAW. Hadits marfu’sharih dibagi kedalam 3 bagian. Yakni :
1) Hadits Marfu Qauli Haqiqy
Yakni hadits yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi tentang sabdanya, tetapi kerafha’annya dapat diketahui karena adanya qarinah (hubunganketerangan) yang lain, bahwa berita itu berasal dari nabi SAW.
Contoh: ر تويو ناذلأا عفشي نأ للاب ر مأ هنع للاه يضر سنا نع : هيلع قف تم ةماقلإا “Dari Anas ra. : Bilal telah diperintahkan untuk. mengucapkan lafadz-lafadz pada axan secara genap dan pada iqamah secara ganjil.”
2) Hadits Marfu Fi’li Haqiqy
Yang dimaksud dengan hadits marfu’ fi’il haqiqi adalah perbuatan Rasulullah SAW seperti hadits di bawah ini, ىلص بنلا ناك تلاق ةشئاع نع موصيو هنءارق عس0أَف ةلاصلا لىإ ودغي ثم لستغي لم ابنج حبصي ملسو هيلع لاله Dari Aisyah ra berkata, Nabi SAW pada waktu subuh dalam keadaan junub, kemudian beliau mandi dan pergi sholat subuh. Saya mendengar bacaan beliau pada waktu itu dan beliau juga berpuasa.(HR. Ahmad)
3) Hadits Marfu Taqriry Haqiqy
Yakni hadits marfu’ yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat yang dilakukan di hadapan Rasulullah SAW dengan tidak memperoleh reaksi dari beliau, baik dengan menyetujuinya ataupun mencegahnya. 66 “Ibnu Abbas ra. Berkata : “kami shalat 2 rakaat setelah terbenam matahari, sedang Rasulullah SAW melihat kami dan beliau tidak memerintahkan kepada kami atau mencegahnya”
2. Hadits Marfu Hukmy
Hadits marfu sharih (tegas) adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan oleh serang sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari Rasulullah SAW. Hadits marfu’sharih dibagi kedalam 3 bagian. Yakni :
1) Hadits Marfu Qauli Hukmy
Yakni hadits yang tidak secara tegas disandarkan kepada Nabi tentang sabdanya, tetapi kerafha’annya dapat diketahui karena adanya qarinah (hubunganketerangan) yang lain, bahwa berita itu berasal dari nabi SAW.
Contoh : ر تويو ناذلأا عفشي نأ للاب ر مأ هنع للاه يضر سنا نع : هيلع قف تم ةماقلإا “Dari Anas ra. : Bilal telah diperintahkan untuk. mengucapkan lafadz-lafadz pada axan secara genap dan pada iqamah secara ganjil.”
2) Hadits Marfu Fi’li Hukmy
Hadits Marfu; fi’il hhukmi adalah hadits yang menjelaskan tentang perbuatan sahabat, yang dilakukan di hadapan Rasulullah SAW atau di zamannya. Seandainya dalam hadits tersebut tidak ada penjelasan bahwa perbuatan sahabat itu dilakukan di hadapan atau di zaman Rasulullah, maka hadits yang bersangkutan bukan hadits marfu’, tetapi hadits mauquf, demikian pendapat Jumhur ulama. Sedangkan pendapat sebagian ulama, walaupun tidak dijelaskan di hadapan atau di zaman Rasulullah SAW, tetapi hadits tersebut sifatnya umum (tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi), maka hadits itu tetap hadits marfu’. Seperti hadits di bawah ini: رمع نبا نع ءن0إ نم ملسو هيلع لاله ىلص لاله لوسر دهع ىلع ءاسنلاو ننح أَضوتن انك لاق دواد وبأ هاور انيديأ هيف لىدن دحاو( Dari Ibn Umar berkata “pada zaman( Rasulullah SAW kami berwudhu’ bersama kaum wanita di dalam satu bejana. Kami menjulurkan tangantangan kami pada bejana tersebut. (HR.
Abu Daud)
3) Hadits Marfu Taqriry Hukmy
Hadits Marfu’ Taqriri Hukmi adalah hadits yang berisi suatu berita yang berasal dari sahabat, kemudian diikuti dengan kata-kata :sunnah Abi Qasim atau sunnah Nabiyyin, min as-Sunnah atau kata-kata yang semacamnya.
Seperti hadit di bawah ini ; نب رمع ىلع مدق هنأ نىهلجا رماع نب ةبقع نع لاق ةعملجا لىإ ةعملجا نم لاق كيفخ عزنت لم مك ذنم لاقف رصم نم باطلخا
هجام نبإ ةنسلا تبصا( ( “Dari Uqbah bin Amir al-Juhani ra, bahwasanya dia
menghadap kepada Umar bin Khattab, setelah dia bepergian dari Mesir, maka Umar bertanya kepadanya, sejak kapan kamu tidak melepaskan sepatu khufmu. Uqbah menjawab : sejak hari jum’at sampai jum’at. Umar berkata kamu sesuai dengan sunnah. (HR. Ibn Majah).
c. Kehujjahan Hadits Marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.
Dengan kata lain Hadits marfu’ yang memiliki derajat shahih dan hasan dapat digunakan sebagai hujjah (argumen) yang kuat. Sementara itu, hadits marfu’ yang
tergolong dha’if hanya dapat dijadikan hujjah untuk menjelaskan keutamaan suatu amalan (fadhail al-‘amal).
d. Contoh Hadits Marfu 1. Hadits Marfu Shahih
JنKب JهLللا JدKب0ع Kن0ع 0سَوNبا0ق يJب0أ Kن0ع Oرا0نيJد JنKب وJرKم0ع Kن0ع Nنا0يKفNس ا0ن0ثَLد0ح 0ر0مNع يJب0أ NنKبا ا0ن0ثَLد0ح اوNم0حKرا Nن0مKحLرلا KمNهNم0حKر0ي 0نوNمJحاLرلا 0مLل0س0و JهKي0ل0ع NهLللا ىLل0ص JهLللا NلوNس0ر 0لا0ق 0لا0ق وOرKم0ع
Jءا0مLسلا يJف Kن0م KمNكُKم0حKر0ي JضِKر0 Kلْأَا يJف Kن0م
At-Tirmidzi menyatakan: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amr bin Dinar dari Abu Qobuus dari Abdullah bin ‘Amr semoga Allah meridhainya- ia berkata:
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang yang memiliki kasih sayang akan disayangi oleh ar Rahmaan (Allah). Berkasih sayanglah terhadap yang ada di bumi, niscaya Yang di atas langit akan menyayangimu.” (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
2. Hadits Marfu Tidak Shahih
JنKب JهLللا JدKب0ع Kن0ع 0سَوNبا0ق يJب0أ Kن0ع Oرا0نيJد JنKب وJرKم0ع Kن0ع Nنا0يKفNس ا0ن0ثَLد0ح 0ر0مNع يJب0أ NنKبا ا0ن0ثَLد0ح اوNم0حKرا Nن0مKحLرلا KمNهNم0حKر0ي 0نوNمJحاLرلا 0مLل0س0و JهKي0ل0ع NهLللا ىLل0ص JهLللا NلوNس0ر 0لا0ق 0لا0ق وOرKم0ع
Jءا0مLسلا يJف Kن0م KمNكُKم0حKر0ي JضِKر0 Kلْأَا يJف Kن0م
(atTirmidzi menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amr bin Dinar dari Abu Qobuus dari Abdullah bin ‘Amr –semoga Allah meridhainya- ia berkata:
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang yang memiliki kasih sayang akan disayangi oleh arRahmaan (Allah). Berkasih sayanglah terhadap yang ada di bumi, niscaya Yang di atas langit akan menyayangimu.” (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
B. Mauquf
a. Pengertian mauquf
Hadits Mauquf adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada Sahabat, baik sanadnya bersambung maupun tidak, Hadits mauquf bisa naik statusnya menjadi hadits marfu’ apabila memenuhi salah satu kreteria sebagai berikut:
1. Apabila pada hadits tersebut tercantum kata-kata yang menunjuka n – ةياور – -
هرثيا هب غلبي هعفر
2. Apabila isi hadits tersebut berkenaan dengan penafsiran Sahabat terhadap seba- sebab turunnya ayat al-Qur’an.
3. Isi hadits merupakan suatau keterangan dari sahabat, tetapi keterangan tersebut bukanlah merupakan ijtihad atau pendapat pribadi.
Hadist mauquf, baik pada lafadh maupunbentuknya akan tetapi penelitian cermat dilakukan terhadap hakikat nya (olehpara ulama hadist) menunjukan bahwa hadist mauquf tersebut mempunyai makna hadist marfu’. Oleh karena itu, para ulama memutlakkan hadist semacam itu dengan nama marfu’, hukuman (marfu’secara hukum); yaitu bahwasannya hadist tersebut secara lafadh memang mauquf, namun secara hukum adalah marfu’.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidak nya berhujjah dengan hadis mauquf, yang di pastikan keberadaannya dari sahabat dalam menetapkan hukum- hukum syara’. Al-Razi, Fakhrul islam al-sarkhasi dan ulama muta’akhirin riwayatnya dari kalangan hanafiyah, Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya berpendapat bahwa hadis yang demikian dapat dipakai hujjah, karena tindakan para sahabat merupakan pengalaman terhadap sunnah dan penyampaian syariat. Sebagaian Ulama hanafiah dan al syafi;I berpendapat bahwa hadist yg demikian tidak dapat dipakai hujjah karena boleh jadi memang didengar dari nabi Saw. Apabila suatu hadist mauquf disertai beberapa qarinah, baik lafalnya maupun maknanya yang menunjukkan bahwa hadis tersebut marfu kepada Nabi Saw Maka ia dihukumi marfu dan dipakai hujjah.
b. Macam-macam Hadits Mauquf
Macam-macam hadist mauquf ada 3 yaitu:
1. Mauquf pada perkataan Contoh: perkataan rawi : Telah berkata ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 70 ‘anhu :“Sampaikanlah kepada manusia menurut apa yang mereka ketahui. Apakah engkau menginginkan Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR. Al-Bukhari no. 127)
2. Mauquf pada perbuatan Contoh: perkataan Al-Bukhari: “Ibnu ‘Abbas mengimami (shalat), sedangkan ia dalam keadaan bertayamum.” (HR.
AlBukhari, kitab At-Tayammum juz 1 hal. 82.)
3. Mauquf pada taqrir Contoh: perkataan sebagian tabi’in:”Aku telah melakukan demikian di depan salah seorang shahabat, dan beliau tidak mengingkariku sedikitpun”
c. Contoh Hadits Mauquf 1. Hadits Mauquf Sahih
Jة0عKدJبKلا ىJف Jدا0هJتKجJلاِا 0نJم Nن0سKح0أ JةLن[سلا ىJف Nدا0صJتKقJلاِا 0لا0ق JهLللا JدKب0ع Kن0ع :
Dari Abdullah (bin Mas’ud) –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Sederhana dalam Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan (riwayat al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak, dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy).
2. Hadits Mauquf Tidak Sahih
Jة0عKدJبKلا ىJف Jدا0هJتKجJلاِا 0نJم Nن0سKح0أ JةLن[سلا ىJف Nدا0صJتKقJلاِا 0لا0ق JهLللا JدKب0ع Kن0ع :
Dari Abdullah (bin Mas’ud) –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Sederhana dalam Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan (riwayat al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak, dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy).
C. Maqtu
a. Pengertian Hadits Maqtu
Secara etimologi, kata maqthu' (عوطقملا) berasal dari akar kata Arab عطق yang berarti "terputus" atau "terpotong." Sebagai istilah dalam ilmu hadis, hadis maqthu' adalah segala bentuk riwayat yang disandarkan kepada tabi’in, yaitu generasi yang bertemu dengan sahabat Nabi Muhammad SAW dan mempelajari Islam dari mereka.
Hadis maqthu’ mencakup perkataan, perbuatan, atau persetujuan dari tabi’in, tanpa menyebutkan keterkaitan langsung dengan Rasulullah SAW.
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, istilah hadis maqthu’ mengacu pada riwayat yang berasal dari tabi’in, baik berupa perkataan maupun perbuatan mereka. Karena sumbernya hanya sampai pada tabi’in, hadis maqthu’ dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang setara dengan hadis marfu’, yang bersumber langsung dari Rasulullah SAW, atau hadis mauquf, yang berhenti pada sahabat. Dengan demikian,
riwayat maqthu’ sering kali dilihat sebagai bagian dari sejarah Islam dan refleksi pemahaman tabi’in terhadap ajaran Islam.
Tabi’in adalah generasi yang menerima ajaran Islam dari sahabat Nabi SAW.
Meskipun mereka tidak bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, kedekatan mereka dengan sahabat membuat pemahaman dan tindakan mereka tetap dipandang penting.
Hadis maqthu’ sering kali digunakan dalam kajian-kajian tafsir dan sejarah Islam, terutama dalam memahami perkembangan ajaran Islam di era tabi’in.
b. Macam-macam Hadits Maqtu
Hadis maqthu' dapat dikategorikan berdasarkan jenis riwayatnya, yakni:
1. Maqthu’ Qauli (perkataan)
Hadis maqthu' qauli berisi perkataan seorang tabi’in. Salah satu contohnya adalah riwayat dari Sa'id bin Musayyib tentang seorang yang bersin saat khutbah Jumat. Ketika ditanya apakah orang lain boleh mengucapkan yarhamukallah, Sa'id menjawab agar tidak mengulanginya berkali-kali. Hadis ini adalah hadis maqthu’ karena berhenti pada Sa'id bin Musayyib, yang merupakan seorang tabi’in, dan tidak sampai kepada Rasulullah SAW.
Ini menunjukkan bahwa riwayat maqthu’ qauli adalah pendapat tabi’in tentang suatu peristiwa atau masalah. Dalam kasus ini, meskipun riwayat tersebut berasal dari seorang tabi’in, ia tidak dapat dijadikan dasar hukum, tetapi dapat memberikan gambaran tentang bagaimana seorang tabi’in memahami suatu situasi.
2. Maqthu’ Fi’li (perbuatan)
Hadis maqthu' fi'li mencatat tindakan atau perbuatan seorang tabi’in.
Misalnya, riwayat bahwa Sa'id bin Musayyib pernah shalat dua rakaat setelah shalat ashar. Tindakan ini menunjukkan bahwa seorang tabi’in melakukan amalan tertentu, tetapi tidak secara otomatis mengindikasikan bahwa tindakan tersebut adalah sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat semacam ini memberikan wawasan tentang kebiasaan atau tradisi yang
dilakukan oleh para tabi’in, meskipun tidak dapat dijadikan hukum syariat secara langsung.
3. Maqthu’ Taqriri (persetujuan)
Maqthu’ taqriri mencakup riwayat di mana seorang tabi’in menerima suatu tindakan tanpa menolaknya, yang berarti ia menyetujui atau mengakui tindakan tersebut. Contoh dari maqthu’ taqriri adalah kisah tentang Syuraih, seorang tabi’in, yang membiarkan seorang hamba menjadi imam shalat. Persetujuan ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Syuraih, tidak ada masalah dengan seorang hamba menjadi imam, meskipun hal ini tidak bersumber dari Nabi SAW. Riwayat ini mencerminkan pandangan tabi’in tentang isu-isu sosial dan keagamaan pada masanya.
c. Kehujjahan Hadits Maqtu
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, hadis maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan hukum syariat. Ini karena hadis maqthu’ tidak bersumber langsung dari Nabi SAW. Perkataan dan perbuatan tabi’in dianggap setara dengan pendapat ulama lainnya. Namun, dalam beberapa situasi, hadis maqthu’ dapat menjadi hujjah jika ada qarinah (indikasi) yang kuat bahwa riwayat tersebut sebenarnya berasal dari Nabi SAW.
Menurut Imam Zarkasyi, hadis maqthu' dapat digunakan dalam situasi di mana tidak ada riwayat lain yang lebih kuat dan terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pendapat tabi’in didasarkan pada ajaran Nabi SAW. Dalam kasus seperti ini, riwayat maqthu' dapat dianggap sebagai marfu' mursal, yaitu hadis yang seolah-olah sampai kepada Rasulullah SAW meskipun sanadnya terputus.
Abdul Majid Khon dalam bukunya Ulumul Hadis juga menyatakan bahwa dalam situasi tertentu, hadis maqthu' dapat dianggap memiliki nilai yang lebih tinggi jika ada indikasi kuat bahwa perkataan tabi’in tersebut didasarkan pada apa yang mereka terima dari sahabat Nabi atau Rasulullah SAW sendiri.
Selain itu, beberapa ulama seperti Imam Nawawi dan Imam Syakhawi berpendapat bahwa jika tabi’in menggunakan istilah seperti "sunnah" atau "dari sunnah," hal ini bisa menjadi indikator bahwa riwayat tersebut sebenarnya merujuk kepada sunnah Rasulullah SAW. Dalam kasus seperti ini, hadis maqthu' dapat
dihukumi sebagai marfu' mursal dan dapat diterima sebagai dalil oleh ulama yang menerima hadis mursal sebagai hujjah.
d. Kitab yang mengandung banyak maqtu e. Contoh Hadits Maqtu
1. Hadits Maqtu Sahih
او[م0س اوNلا0ق Nة0نKتJفKلا Jت0ع0ق0و اLم0ل0ف Jدا0نKسJلإِا Jن0ع 0نوNل0أَKس0ي اوNنوNكُ0ي Kم0ل 0لا0ق 0نيJريJس JنKبا Jن0ع Nذ0خKؤْNي0 لا0ف Jع0دJبKلا JلKه0أ ى0لJإ Nر0ظَKنNي0و KمNهNثيJد0ح Nذ0خKؤْNي0ف JةLن[سلا JلKه0أ ى0لJإ Nر0ظَKنNي0ف KمNكُ0لا0جJر ا0ن0ل .KمNهNثيJد0ح dari (Muhammad) Ibnu Sirin ia berkata: Dulu mereka tidaklah bertanya tentang isnad. Ketika terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkanlah nama para perawi (hadits) kalian. Untuk dilihat (apakah berasal dari) Ahlussunnah, sehingga diambil (diterima) haditsnya. Dan dilihat (apakah berasal dari) Ahlul Bid’ah sehingga tidak diambil hadits mereka (riwayat Muslim dalam Muqoddimah Shahih Muslim).
2. Hadits Maqtu Tidak Sahih
JنآKرNقKلا يJف Oةٍ0روNس aلNك ى0ل0ع Jن 0لاNضُKف0ت 0لا0ق OسَNوا0طَ Kن0ع OثKي0ل Kن0ع dلKي0ضُNف ا0ن0ثَLد0ح Oر0عKسJم NنKب NمKي0رNه ا0ن0ثَLد0ح eة0ن0س0ح 0نيJعKب0سJب (atTirmidzi menyatakan) telah menceritakan kepada kami Huraim bin Mis’ar (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Fudhail dari Laits dari Thowus ia berkata: Kedua surat ini (as-Sajdah dan al-Mulk) memiliki kelebihan dibandingkan semua surat lain dalam al-Quran dengan 70 kebaikan (H.R atTirmidzi).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits marfu’ adalah hadits yang secara khusus disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, mencakup ucapan, perbuatan, atau persetujuan beliau. Istilah "marfu" secara etimologis berarti "diangkat" dan dalam konteks hadits, ia merujuk pada sanad yang bisa bersambung (muttashil) atau terputus (munqathi’ dan mu’dhal). Berita yang tidak disandarkan langsung kepada Nabi, seperti yang berasal dari sahabat atau tabi’in, dikenal sebagai hadits mauquf dan maqthu.
Terdapat berbagai macam hadits marfu, di antaranya adalah hadits marfu sharih, yang jelas-jelas disandarkan kepada Nabi. Hadits ini dibagi menjadi tiga kategori: pertama, marfu qauli haqiqy, yang merupakan ucapan yang dapat dipastikan berasal dari Nabi;
kedua, marfu fi’li haqiqy, yaitu perbuatan Nabi yang dicontohkan; dan ketiga, marfu taqriri haqiqy, yang mencakup perbuatan sahabat yang tidak diingkari oleh Nabi. Selain itu, ada juga hadits marfu hukmy yang berkaitan dengan hukum, yang juga dibagi menjadi qauli, fi’li, dan taqriri. Hadits marfu yang memiliki derajat shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits dha’if hanya boleh digunakan untuk menjelaskan keutamaan suatu amalan.
Dalam kategori hadits mauquf, ia adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada sahabat. Status hadits mauquf bisa meningkat menjadi marfu jika memenuhi kriteria tertentu. Mauquf terbagi menjadi tiga jenis: mauquf pada perkataan, mauquf pada perbuatan, dan mauquf pada taqrir. Sebagai contoh, terdapat hadits mauquf sahih dari Abdullah bin Mas’ud yang menekankan pentingnya kesederhanaan dalam mengikuti sunnah.
Sementara itu, hadits maqtu adalah riwayat yang disandarkan kepada tabi’in, yang tidak langsung berasal dari Nabi. Hadits maqtu biasanya tidak memiliki kekuatan hukum yang setara dengan hadits marfu atau mauquf. Ia juga dibagi menjadi maqtu qauli, fi’li, dan taqriri. Secara umum, hadits maqtu tidak dijadikan hujjah kecuali ada qarinah yang menunjukkan bahwa ia sebenarnya berasal dari Nabi.
Secara keseluruhan, pemahaman yang tepat tentang hadits marfu, mauquf, dan maqtu sangat penting dalam menentukan validitas dan penggunaan riwayat dalam syariat Islam.
Keberadaan hadits-hadits ini memberikan landasan bagi praktik dan pemahaman umat Islam terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Zulkifl iM.Ag (2015),Studi Hadits “integrasi ilmu ke amal sesuai sunnah”, SUSKA PRESS.
Mazlina Fazira (2010) pengumpul-hadits-qudsi. http:// mazlinafazira .blogspot.com.
Nurdila nasution, dll (2023), Arabiyah Islamic jurnal, “Hadits ditinjau dari penisbatannya”, V ol. 1 (2).
Hudan Reva L., M.Ag (2019), Kehujjahan Hadits Mauquf, CV Pustaka Sedayu.
Dr. Wahidul Anam (2020), Metode mudah memahami ilmu hadits secara berjenjang, MSN Press.
Abu Utsman Kharisman, “Mudah memahami ilmu mustholah hadits”, https://salafy.or.id/12573/ .
Firdaus Faqih, Konsep imam muslim mengenai hadis marfu, mauquf, dan maqtu, https://www.academia.edu/103892347/Konsep_Imam_Muslim_Mengenai_Hadis_Marfu_Ma uquf_Dan_Maqthu .
Adnir Farid, M.Th , (2020), Ulumul Hadits, Jurusan ilmu hadits, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, http://repository.uinsu.ac.id/10152/1/DIKTAT%20ILMU
%20HADIS-converted.pdf .
Mohammad Anwar, Ilmu Musthalahul Hadis, hal. 34 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 233
Khusyu’i, Wajiz fi ulum hadis, universitas al azhar, cet II, 2008, hlm.278 Muqaddimah Sahih Muslim disyarah Nawawi, 1/ 30/31.
Ustman abu Kharisman, Kajian Ilmu Mushtholah Hadits “Hadits marfu, mauquf, maqtu, https://itishom.org/blog/artikel/mustholah-hadits/pengertian-hadits-marfu-mauquf-maqthu .