• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: Desi Rahayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: Desi Rahayu"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK USIA DINI DI JORONG BERINGIN INDAH NAGARI BATUHAMPAR KEC. AKABILURU

KABUPATEN 50 KOTA

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Oleh: Desi Rahayu

14 109 016

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

DESI RAHAYU. NIM. 14 109 016 judul SKRIPSI “Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Agama pada Anak Usia Dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec. Akabiluru Kab. 50 Kota”. Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum maksimalnya tanggung jawab orang tua kepada anaknya dalam hal menanamkan pendidikan agama, khususnya dalam pendidikan akidah, akhlak, dan ibadah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari orang tua sibuk untuk bekerja, sehingga kewajibannya dalam mendidik anak terabaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana sebenarnya Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Agama pada Anak Usia Dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec. Akabiluru Kab. 50 Kota.

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field

research), yaitu dalam bentuk kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif yaitu suatu fenomena penelitian yang bertujuan

menggambarkan keadaan-keadaan atau suatu fenomena yang terjadi, yang diketahui dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan data. Uji keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec. Akabiluru Kab. 50 Kota sudah dilaksanakan dengan baik, orang tua sudah menanamkan pendidikan agama khususnya dalam pendidikan akidah, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah. Namun, hasilnya masih belum maksimal. Disini masih ada juga sebahagian dari orang tua yang belum peduli dan belum paham dalam menanamkan pendidikan agama tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkannya yaitu kesibukan orang tua dalam bekerja dan pemahaman orang tua dalam pengetahuan agama yang masih dangkal, sehingga belum dapat memberikan pendidikan agama kepada anak sejak dini.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Orang Tua, Pendidikan Agama

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI HALAMAN BIODATA KATA PERSEMBAHAN ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv vii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Fokus Penelitian... C. Sub Fokus Penelitian... D. Pertanyaan Penelitian... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat dan Luaran Penelitian... G. Defenisi Operasional... 1 7 7 8 8 8 9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Agama ... 1. Pengertian Pendidikan Agama Anak Usia Dini... 2. Tujuan Pendidikan Agama Anak Usia Dni... 3. Metode Pendidikan Agama Anak Usia Dini...

11 11 12 14 iv

(7)

4. Aspek Pendidikan Agama Anak Usia Dini... 5. Pendidikan Akidah Anak Usia Dini... 6. Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini... 7. Pendidikan Ibadah Anak Usia Dini... B. B . Orang Tua... C. 1. Pengertian Orang Tua... D. 2. Peran Orang Tua dalam Keluarga... E. 3. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak... F. 4. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua... 4. C. Penelitian Relevan... 17 17 19 26 29 29 30 32 33 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... B. Latar dan Waktu Penelitian... C. Instrumen Penelitian... D. Sumber Data... E. Teknik Pengumpulan Data... F. Teknik Analisis Data... G. Teknik Penjamin Keabsahan Data...

44 44 44 45 45 47 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum... B. Temuan Khusus... 1. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan

Akidah Anak Usia Dini... 2. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan

Akhlak Anak Usia Dini... 3. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan

Ibadah Anak Usia Dini... 50 51 51 57 65 v

(8)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... B. Implikasi... C. Saran... 72 73 73 DAFTAR PUSTAKA... 75 vi

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01 Kisi-kisi Wawancara dan Pedoman Wawancara... ... 78

Lampiran 02. Transkrip Wawancara.. ... 84

Lampiran 03. Foto Wawancara ... 108

Lampiran 04. Surat Izin Penelitian... 112

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini Indonesia sedang dihadapkan pada persoalan dekadensi moral yang sangat serius. Pergeseran orientasi kepribadian yang mengarah pada berbagai perilaku amoral sudah demikian jelas dan tampak terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Rasa malu, berdosa, dan bersalah dari perbuatan buruk serta pelanggaran terhadap norma-norma, baik norma agama, norma hukum, dan norma susila tidak lagi menjadi tuntutan dalam menciptakan kehidupan yang bertanggung jawab dalam memelihara nilai-nilai kemanusiaan. Tantangan tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terutama bagi dunia pendidikan agar ujian berat ke depannya dapat dilalui dan dipersiapkan oleh seluruh generasi bangsa Indonesia.

Kata kunci dalam memecahkan persoalan tersebut diantaranya terletak pada upaya penanaman, pembinaan karakter dan kepribadian sejak dini pada anak melalui pendidikan agama. Hal ini sesuai dengan maksud pasal 1 ayat 1 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa:

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selain itu, pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan tegas menyebutkan:

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

(11)

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang digunakan untuk membina manusia dari lahir sampai mati, karena pendidikan Islam merupakan pendidikan seumur hidup, maka perlu dibedakan antara pendidikan orang dewasa dan pendidikan anak. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, pendidikan yang tidak berorientasi pada perkembangan kejiwaan akan mendapatkan hasil yang tidak maksimal, bahkan bisa membawa kepada kefatalan anak, karena anak tumbuh dan berkembang sesuai perkembangan kejiwaan anak.

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa sebenarnya orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap pendidikan anaknya. Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama yang wajib memberikan pendidikan agama Islam dan menjaga anaknya dari api neraka. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

(QS. At-Tahrim:6).

Keluarga adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, melindungi, merawat dan

(12)

sebagainya. Jadi intinya yang dimaksud dengan keluarga itu adalah ayah, ibu, dan anak (Fatah Yasin, 2008: 202).

Jadi dapat dipahami bahwa keluarga itu terdiri dari orang tua dan anak. Tumbuh kembang anak yang baik itu tergantung kepada kedua orang tuanya. Kalau orang tua tidak mendidik anak sebagaimana mestinya, lalu anak melakukan dosa, maka orang tuanya turut bertanggung jawab dihadapan Allah Swt terhadap kesalahan anaknya tersebut. Akan tetapi kalau orang tua telah melaksanakan pendidikan itu, anak tersebut tetap bandel dan berbuat dosa, maka orang tua telah terelepas dari tanggung jawabnya. Begitu juga sebaliknya, jika orang tua telah mendidik anaknya dengan baik, sehingga anak menjadi orang yang sholeh, maka orang tua akan mendapat pahala dari amalan anaknya, meskipun orangtua telah meninggal dunia.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam kehidupan anak, termasuk pendidikan agama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Untuk itu semua keluarga hendaknya bertanggung jawab dalam tumbuh kembang anak. Jangan sampai suatu keluarga meninggalkan generasi yang lemah, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah swt yang berbunyi:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan

(13)

hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS.

An-Nisa 4: 9).

Berdasarkan penjelasan ayat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa peranan keluarga paling utama dan pertama yaitu dalam penanaman nilai-nilai keagamaan, penanaman nilai-nilai agama yang dilakukan orang tua terhadap anaknya tidaklah mudah membutuhkan waktu dan kesabaran yang tinggi tidak hanya sesekali nilai agama ditanamkan pada anak tetapi seharusnya secara terus-menerus tidak terputus.

Rahman (2005: 23) menjelaskan bahwa:

Orang tua memiliki pengaruh yang sangat penting, serta orang tua merupakan guru pertama dan utama bagi pendidikan anak. Orang tualah sebagai kunci utama keberhasilan seorang anak. Langkah pertama merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan dijaga sebaik-baiknya, karena sesungguhnya seorang anak diciptakan dalam keadaan siap untuk menerima kebaikan dan keburukan. Tiada lain hanya kedua orang tuanyalah yang membuatnya cenderung pada salah satu diantara keduanya.

Kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan seorang anak, orang tua juga merupakan guru pertama dan utama bagi pendidikan anak.

Pembentukan moral yang mulia adalah tujuan utama dalam pendidikan agama Islam. Selain itu pendidikan agama Islam juga bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya (insan kamil). Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan manusia seutuhnya, karena kemampuan, kecerdasan, dan kepribadian suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan yang sekarang ini, bahkan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peranan sentral dalam pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, sebab manusia selain sebagai subjek pembangunan, manusia juga sebagai objek pembangunan serta manusia sendiri yang akan menikmatinya.

Menurut Dradjat (2003: 292) bahwa:

(14)

Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama. Orang tua dalam keluarga sangat berperan dalam hal ini, karena itu anak yang sering mendapatkan didikan agama dan mempunyai pengalaman keagamaan, maka setelah dewasa anak akan cenderung bersikap positif terhadap agama, demikian sebaliknya anak yang tidak pernah mendapat didikan agama dan tidak berpengalaman dalam keagamaan, maka setelah dewasa anak akan cenderung bersikap negatif terhadap agamanya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara orang tua dan anak tidaklah mungkin digantikan secara total oleh lembaga persekolahan, bahkan sekolah agama pun tidak mungkin menggantikan sepenuhnya peran dan tanggung jawab orang tua. Bila hubungan orang tua dan anak wajar, tidak ada masalah maka pendidikan akan berjalan normal. Tetapi bila hubungan orang tua dengan anak tidak wajar, maka pendidikan anak bermasalah.

Pendidikan agama dalam keluarga bertujuan untuk membina anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah, berbakti pada orang tua serta berguna bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, secara praktis pendidikan agama dalam keluarga bertujuan memberikan dasar-dasar pengetahuan agama, memantapkan keimanan/ akidah, melatih keterampilan ibadah, membina dan membiasakan anak untuk berakhlak terpuji.

Oleh karena itu orang tua sangat dituntut untuk memberikan pendidikan agama kepada anak sejak usia dini dengan tujuan untuk mempersiapkan muslim yang siap mempertahankan dan sekaligus menyiarkan agama, juga memiliki kesiapan yang mantap untuk membela tegaknya agama dari serangan musuh. Menanamkan rasa keagamaan terhadap anak dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada sang pemberi petunjuk yaitu Allah SWT. Agar apabila suatu saat seorang anak mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul

(15)

frustasi pada anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental dengan pengenalan agama lebih dekat.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nasih Ulwan dalam Mahmud (2013: 179) adapun cara orang tua dalam menanamkan pendidikan agama anaknya, yaitu:

1. Orang tua menanamkan pendidikan akidah, tanggung jawab orang tua disini adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan dan Ke-Islam-an.

2. Orang tua menanamkan pendidikan akhlak, tanggung jawab orang tua disini adalah membina moral, perangai, dan tabiat yang harus dimiliki anak sejak anak masih kecil.

3. Orang tua menanamkan pendidikan ibadah, tanggung jawab orang tua disini adalah untuk mengajari anak sejak kecil agar terbiasa melaksanakan ibadah dan menjalankan perintah-Nya.

Menurut Dradjat (1990: 3-4) kesadaran beragama merupakan bagian atau segi yang hadir terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui intropeksi atau dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental dan aktivitas. Kesadaran beragama seseorang juga menunjukkan adanya kontinuitas atau berlanjut dan tidak terputus. Walaupun perkembangan kesadaran itu berlanjut, namun setiap fase perkembangan menunjukkan adanya ciri-ciri tertentu.

Adapun ciri-ciri umum kesadaran beragama pada masa anak-anak menurut Dradjat (1990: 3-4) ialah:

1. Pengalaman ke-Tuhanan yang lebih bersifat efektif, emosional dan egosentris.

2. Keimanannya bersifat magis yang berkembang menuju fase realistik.

3. Peribadatan anak masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati.

Berdasarkan observasi awal, penulis menemukan bahwa dalam kenyataannya, kesadaran beragama pada anak di jorong beringin indah tidak begitu nampak atau belum berkembang sesuai yang diharapkan. Anak belum menunjukkan sikap keagamaannya, misalnya saja ketika seruan adzan sudah terdengar, anak masih saja sibuk dengan kegiatan bermainnya. Hal ini dilatar belakangi karena didikan yang diberikan oleh

(16)

orang tua khususnya yang mempunyai anak usia dini di jorong beringin indah belum maksimal. Orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga kewajibannya dalam mendidik anak terabaikan. Oleh karena itu peran dan tanggung jawab orang tua sangat diperlukan sekali demi terwujudnya sikap keberagamaan anak, baik itu dalam pendidikan akidah, pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang masalah yang penulis temukan di lapangan, yaitu tentang “Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Agama pada Anak Usia Dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan kepada “Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Agama pada Anak Usia Dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec.Akabiluru Kab. 50 Kota”.

C. Sub Fokus Penelitian

Agar masalah dalam penelitian tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti, maka sub fokus dalam penelitian ini yaitu:

1. Tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akidah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota.

2. Tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akhlak pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota.

3. Tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota.

(17)

D. Pertanyaan Penelitian

Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akidah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota?

2. Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akhlak pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota?

3. Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akidah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota. 2. Untuk mendeskripsikan tanggung jawab orang tua dalam

menanamkan pendidikan akhlak pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota. 3. Untuk mendeskripsikan tanggung jawab orang tua dalam

menanamkan pendidikan ibadah pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah, Nagari Batuhampar, Kec. Akabiluru, Kab. 50 Kota.

F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

(18)

Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang bagaimana tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini.

b. Bagi Lembaga IAIN Batusangkar

Dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk menambah referensi dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan IAIN Batusangkar.

2. Luaran Penelitian

Penelitian terkait dengan tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini diharapkan bisa menjadi artikel yang dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah.

G. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami istilah yang terdapat dalam tulisan ini, maka perlu penulis jelaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul sebagai berikut:

Tanggung Jawab Orang Tua, menurut Jamal Abdul Rahman dalam Raudah (2018: 25) bahwa “orang tua bertanggung jawab dihadapan Allah SWT tentang pendidikan dan pembinaan anak-anak”. Salah satu aspek penting dalam perkembangan anak adalah pembinaan moral mereka. Pembinaan akhlak anak-anak mesti dilakukan sejak usia dini supaya kecenderungannya dalam menyukai kebaikan tetap terjaga. Tanggung jawab yang penulis maksud disini adalah tanggung jawab dari orang tua bagaimana caranya orang tua menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec. Akabiluru Kab. 50 Kota.

Pendidikan Agama, menurut Salim (2013: 29) adalah “sebagai usaha sadar yang dilakukan secara terencana dan sistematik untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran, latihan keterampilan, bimbingan, dan keteladanan oleh diri sendiri dan orang

(19)

lain”. Pendidikan agama yang penulis maksud disini adalah pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak dalam hal penanaman pendidikan akidah, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah.

Anak Usia Dini, menurut Dradjat (1996: 101) adalah “keturunan kedua atau manusia yang masih kecil”. Anak yang penulis maksud disini adalah anak usia dini berumur 5-6 tahun yang berjumlah 10 orang, yang berada di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kec. Akabiluru Kab. 50 Kota.

(20)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan AgamaIslam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini

Menurut Depdiknas(2011: 326) bahwa “pendidikan agama terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan agama”. Secara etimologi, kata pendidikan berasal dari kata kerja dasar didik yang berarti pelihara dan latih, pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.

Pendidikan agama dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan secara terencana dan sistematik untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran, latihan keterampilan, bimbingan, dan keteladanan oleh diri sendiri dan orang lain agar memiliki keyakinan, pengetahuan, keterampilan, keteladanan dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam (Salim, 2013: 29).

Dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab 1 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta dapat aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang materi dan bimbingan arahannya adalah ajaran agama yang ditujukan agar manusia mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya tuhan, tunduk melaksanakan perintah-Nya dalam bentuk beribadah dan berakhlak mulia

(21)

serta keterampilan yang diperlukan oleh diri anak, masyarakat dan lingkungan sekitar.

Mansur (2005: 26) mengatakan bahwa:

Usia dini merupakan masa emas (golden age) bagi anak- anak, karena pada usia ini anak-anak pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang luar biasa. Pada masa ini juga merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter. Usia dini juga menjadi masa terpenting bagi anak, karena merupakan masa pembentukan kepribadian yang utama. Oleh karena itu penting diberikan pendidikan agama sejak dini.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama harus diberikan sejak dini kepada anak agar pembentukan watak, kepribadian dan karakter berkembang lebih baik. Disini orang tua harus berpartisipasi dalam menanamkan pendidikan agama tersebut pada usia emas (golden age).

Menurut Mansur (2005: 28) bahwa “perkembangan agama pada masa anak usia dini terjadi melalui pengalaman hidupnya yang didapat sejak kecil, baik dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat”. Semakin banyak pengalaman yang bernuansa keagamaan, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Dengan memperkenalkan pendidikan agama sejak dini berarti telah membuat pribadi yang kuat berlandaskan agama dalam hal mendidik anak,karena pada usia ini merupakan masa- masa terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga perlu ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini agar dapat terbentuk kepribadian anak yang Islami. Selain itu juga merupakan masa penentu keberhasilan anak di masa mendatang.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini

Menurut Dradjat(2014: 29-32) tujuan pendidikanagama Islam kedalam 4 bagian, yaitu “tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan operasional”.

(22)

Pertama, tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan

semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputiseluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi, dan kondisi dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan Kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.

Kedua, tujuan akhir ialah mati dalam keadaan berserah diri kepada

Allah SWT, sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan, inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya, insan kamil yang mati dan akan menghadap tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.

Ketiga, tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah

anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang akan direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

Keempat, tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan

dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan Islam tertentu.

Menurut Ahid(2010:54-55) tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim sejati, memiliki kedalaman keilmuan, ketajaman berfikir, keluasan pandangan, kekuatan iman yang sempurna dan takwa sampai pada derajat Ma‟rifatullah yang diberi gelar Khalifatullah Fil Ardi. b. Tujuan umum pendidikan Islam adalah menghindarkan diri dari

belenggu yang bisa menghambat pembentukan pribadi muslim dan berusaha membentuk pribadi dengan mengembangkan berbagai fitrah yang dimiliki manusia sehingga mencapai kedewasaan dalam ukuran fikriyah, dzikiriyah dan amaliyah.

c. Tujuan khususIslam adalah penjabaran dari sebagian aspek-aspek pribadi khalifatullah yang hendak diusahakan melalui pemberian berbagai kegiatan tertentu dalam setiap pentahapan proses pendidikan untuk mengembangkan aspek-aspek pribadi muslim.

(23)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat membentuk pribadi muslim sejati, menghindarkan diri dari belenggu yang bisa menghambat pembentukan pribadi muslim. Oleh karena itu orang tua bisa mengatasi ppermasalahan tersebut agar kepribadian anak bisa berkembang dengan baik.

3. Metodedalam Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini

Menurut Djamarah (2010: 97) dalam perspektif pendidikan Islam, “anak merupakan subjek dan objek dalam pendidikan”. Ada beberapa macam metode yang terdapat dalam pendidikan Islam yaitu:

a. Metode Cerita (Ceramah)

Menurut Djamarah(2010: 97) “dalam mendidik anak, ceramah bukanlah satu-satunya metode yang digunakan dalam upaya menanamkan sejumlah nilai kepada anak”. Orang yang baik adalah orang yang kebiasaannya pandai menghargai orang lain. Ketika orang lain berbicara sesuatu, ia menjadi pendengar yang baik dengan penuh perhatian terhadap apa yang seseorang sampaikan. Penggunaan metode cerita cukup banyak disebutkan dalam alquran, salah satunya terdapat dalam Q.SYusuf ayat 3 yang berbunyi:

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang

yang belum mengetahui”(Q.S Yusuf: 3).

Alquran telah menggunakan kisah (cerita) dengan sangat luas dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan menghujamkannya

(24)

dalam jiwa kaum muslimin. Kisah merupakan salah satu prinsip dalam pendidikan Islam. Ia dapat merangsang minat anak di usia dini. Anak akan lebih tertarik kisah dari cerita lainnya karena ia meninggalkan kesan yang jelas dalam jiwanya dan ini mempunyai peran besar dalam menarik perhatian dan merangsang kesadaran pemikiran dan akalnya.

b. Metode Pembiasaan

Menurut Moh. Rifa‟I (2016: 32-33) mengatakan bahwa “perintah shalat hendaklah ditanamkan kedalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil”, dari Abdullah bin „Amir Radhiyallahuanhu, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

اِب ْمُك َد َلَ ْو َاا ْو ُرُم

َلَّصل

ر ْض ا َو َنْيِنِس ِعْبَس ُء اَنْب َا ْمُه َو ِة

ِِ

. َنْيِنِس ِرْشَع اَنْبَا ْمُهَو اَهْيَلَع ا ْمُه ْىُب

“Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu

usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukullah (engkau enggan melakukan shalat) diwaktu mereka meningkat usia 10 tahun” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, no.495; Ahmad, II/180,187; Al-Hakim, I/197; dan Al-Baqhawi dalam syarhus sunnah, II/406, no.505 dengan sanad hasan, dari „Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Hadist ini dinyatakan sebagai hadis hasan oleh imam an-Nawawi dalam Al-Majmu‟ dan Riyadhush shalihin. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Sanadnya hasan shahih.”

Hadistdi atas memberikan petunjuk, bahwa ada tiga fase dalam pendidikan anak. Pertama, fase menyuruh atau membiasakan anak untuk mengerjakan shalat pada umur tujuh tahun. Kedua, fase memberi hukuman pada anak yang berumur

(25)

sepuluh tahun bila tidak mengerjakan shalat dan ketiga, fase pemisahan tempat tidur dari orang tuanya.

Berdasarkan ketiga fase tersebut, fase pertama yaitu pembiasaan adalah fase yang sangatstrategis dalam pendidikan anak. Sebab apapun hasil pendidikan yang diharapkan tumbuh dan berkembang di dalam jiwa anak pada akhirnya harus menjadi kebiasaan anak dalam kehidupan sehari-hari.

c. Metode Keteladanan

Menurut Muhammad Ibrahim dalam Djamarah (2014: 27) “keteladanan memegang peranan penting dalam pendidikan. Keteladanan menjadi titik sentral dalam pendidikan”. Kalau orang tua nya baik, ada kemungkinan anaknya juga baik, karena anak didik meniru orang tuanya. Sebaliknya, jika orang tua berperangai buruk, kemungkinan anaknya juga berperangai buruk. Jadi keteladanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap jiwa anak.

d. Metode Hiwar

Menurut Muhammad Rasyid Dimas (2001:101) bahwa “dialog (hiwar) yang tenang akan menumbuhkan kemampuan akal, memperluas wawasan, dan merangsang aktivitas akal anak untuk memahami realitas kehidupan”. Melatih anak untuk berdiskusi dan berdialog akan membawa orang tua pada hasil yang mencengangkan. Sebab dengan cara itu anak mampu mengutarakan pendapat-pendapat dan gagasannya serta berani menuntut hak-haknya dihadapan orang dewasa, karena orang tuanya di rumah telah melatihnya adab dan tata cara berdialog.

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode dalam pendidikan Islam merupakan komponen sangat penting untuk digunakan agar tujuan dari pendidikan Islam bisa tercapai sesuai dengan apa yang

(26)

kita harapkan.Metode ini berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.

4. Aspek-aspek Pendidikan AgamaIslam Anak Usia Dini

Adapun aspek pendidikan yang harus diberikan kepada anak menurut Salim (2013: 205-253) yaitu “ajaran Islam yang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu: a) pendidikan akidah anak usia dini. b) pendidikan akhlak anak usia dini. c) pendidikan ibadah anak usia dini”.

a. Pendidikan Akidah Anak Usia Dini Menurut Nata(2000: 84-85) bahwa:

Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran, bimbingan dan latihan. Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah SWT sebagai tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat yaitu menyatakan tidak ada tuhan selain Allah SWT dan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya, perbuatan amal shaleh. Akidah yang demikian mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan dan menggambarkan iman kepada Allah SWT, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang beriman itu kecuali sejalan dengan kehendak Allah SWT.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Akidah pada kehidupan anak, dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak mengucapkan kata-kata yang mengagungkan Allah - kata-kata pendek tersebut seperti asma Allah, tasbih, tahmid, basmalah.

Menurut Nata (2000: 87) “proses pendidikan pada anak usia dini harus ditanamkan aqidah yang benar untuk menggabungkan tiga unsur kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,

(27)

dan kecerdasan spiritual”. Sehingga mampu menciptakan generasi intelektual yang beradab karena memiliki akhlaqul karimah, dan itu harus dimulai sedini mungkin, karena pada saat anak berumur 0-8 tahun, saat itulah landasan keberhasilan seorang anak dibangun. Aqidah tidak boleh hanya dipahami sebagai keyakinan pada Rukun Iman saja, yaitu iman pada Allah, malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, nabi, hari akhir, dan qadla-qadar saja, tetapi aqidah juga harus dipahami sebagai bagaimana kita menjalankan semua yang telah diperintahkan oleh Allah dan beribadah kepadanya, serta bagaimana menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam aqidah yang kita yakini. Karena aqidah akan menuntun kita untuk senantiasa taat pada Allah, dan yakin bahwa aturanNya adalah benar. Pendidikan bukan hanya bertujuan menciptakan manusia-manusia cerdas di bidang sains dan teknologi, cerdas disisi intelektualitasnya, tetapi juga harus mampu menumbuhkembangkan sikap dan semangat keagamaan yang terbuka (inklusif), karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya diharapkan dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama agar terjadi keseimbangan hidup dalam diri anak didik.

Menurut Abd. Muiz Kabry (2013: 91) bahwa:

Tujuan pendidikan akidah kepada anak adalah untuk: 1) memperkokoh keyakinan anak bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan pencipta alam, sehingga dia terhindar dari perbutan syirik, (2) agar anak mengetahui hakikat keberadaannya sebagai manusia makhluk Allah, dan (3) mencetak tingkah laku anak menjadi tingkah laku yang Islami yang berakhlaq mulia.

Oleh karena itu keimanan yang sesungguhnya pada diri seorang muslim kepercayaan yang meresap dalam hati, dengan penuh keyakinan tidak bercampur dengan ragu sehingga memberikan pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari sehingga semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia tersebut bernilai ibadah.

(28)

Menurut Nasih Ulwan dalam Mahmud(2013: 136) bahwa ”tanggung jawab orang tua adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, Ke-Islam-an, sejak anak mulai mengerti dan memahami sesuatu”. Dasar-dasar keimanan dalam pengertian ini adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan dengan jalan khabar secara benar berupa hakikat keimanan dan masalah gaib.

Al-Ghazali dalam Mahmud (2013: 128) mengemukakan bahwa: Langkah pertama yang bisa diberikan kepada anak dalam menanamkan keimanan adalah dengan memberikan hafalan. Sebab proses pemahaman harus diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika menghafal akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan akhirnya anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya. Inilah proses pembenaran dalam keimanan yang dialami anak pada umumnya. Sedangkan disisi lain ada pula yang telah Allah SWT lebihkan pada sebagian anak lainnya. Allah SWT telah menanamkan keimanan langsung dalam jiwa mereka, tanpa harus melewati pendidikan di atas.

Berdasarkan ungkapan Al-Ghazali di atas, Nur Al-Hafidz dalam Mahmud (2013: 136) merumuskan empat pola dasar dalam pembinaan keimanan pada anak, yaitu:

a. Senantiasa membacakan kalimat tauhid pada anak. b. Menanamkan kecintaan kepada Allah SWT. c. Mengajarkan membaca al-qur‟an.

d. Menanamkan Nilai-nilai pengorbanan dan perjuangannya.

b. Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini Menurut Thaha (1994: 109) bahwa:

Pengertian akhlak dapat ditinjau dari dua segi yaitu dari segi bahasa dan istilah. Menurut bahasa akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu jamak dari khilqun atau khuluqun yang artinya budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at. Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Jadi akhlak adalah sifat dan tingkah laku yang harus dimiliki oleh seseorang yang tertanam dalam jiwa.

(29)

Secara terminologi akhlak adalah perbuatan, tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan mudah tanpa pertimbangan dan tanpa merasa sulit untuk ia lakukan. Pendidikan Akhlak dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh akidah Islamiah anak, pendidikan anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang memadai.

Pendidikan akhlak sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini dengan tujuan anak dapat mengetahui dan mengamalkan perbuatan yang baik yang harus dikerjakan baik itu perbuatan yang berhubungan dengan tuhan, sesama manusia dan lingkungannya. Pada masa anak usia dini atau masa keemasan sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan anak terutama mengenai akhlak dan moral anak, keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan pada masa ini. Pengalaman yang keliru yang didapat anak sejak kecil akan berkontribusi terhadap prilakunya dimasa yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak Islami wajib diberikan kepada anak sebagai modal menyongsong masa depan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Berdasarkan beberapa definisi akhlak, maka terdapat 5 (lima) ciri dalam perbuatan akhlak menurut Thaha (1994: 120) yaitu:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. 2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. 3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekatann dari luar. 4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. 5) Perbuatan akhlak (khusus akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.

(30)

Menurut Azis(1995: 74) “akhlak terbagi kepada akhlak terhadap Allah SWT atau khalik (pencipta) dan akhlak terhadap manusia terhadap lingkungan”. Masing-masing aspek ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Akhlak terhadap Allah SWT atau Khalik

Menurut Azis(1995: 74) akhlak kepada Allah yaitu “untuk beriman dan bertakwa kepadanya dengan melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya, serta memurnikan keimanan dengan tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun”. Dengan kata lain mentaati segala aturan yang telah disampaikanNya melalui Rasul yang diutusnya untuk menyampaikan risalah beriman dan bertakwa yaitu meyakini wujud dan ke-Esaan Allah serta meyakini apa yang diimankannya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, qadha dan qhadar.

Dapat kita hetahui bahwa beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak Islam, jika iman telah tertanam didada maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga membentuk kepribadian yang mencerminkan akhlak Islam.

Ali(2004: 352) mengemukakan bentuk akhlak kepada Allah adalah:

a) Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firmannya dalam alquran sebagai pedoman hidup dan kehidupan.

b) Melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Nya. c) Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhoan Allah. d) Mensyukuri nikmat dan karunia Allah.

e) Menerima dengan ikhlas semua qadha dan qhadar Illahi setelah berikhtiar semaksimal mungkin.

f) Memohon ampunan hanya kepada Allah. g) Bertaubat hanya kepada Allah.

h) Tawakkal berserah diri kepada Allah.

Dapat kita pahami bahwa akhlak manusia terhadap Allah SWT tidak hanya bertitik tolak pada pengakuan dan kesadarannya

(31)

bahwa tiada tuhan selain Allah SWT yang memiliki segala sifat terpuji dan sempurna. Dari pengakuan tersebut lahirlah bentuk-bentuk akhlak seperti yang telah dijelaskan diatas.

Seorang muslim harus menjaga akhlaknya terhadap Allah SWT, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik kepada-Nya. Akhlak yang baik kepada Allah, bersikap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap Allah SWT. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah seperti shalat, puasa dan sebagainya. Maupun tidak langsung yaitu melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah.

2) Akhlak terhadap Manusia

Menurut Azis(1995: 75) “akhlak terhadap manusia yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan) tanpa memiliki batasan dan merupakan nilai yang universal terhadap manusia, agama bahkan terhadap musuh sekalipun”. Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar.

Menurut Azis (1995: 75) “akhlak terhadap manusia dapat diperinci lagi menjadi: a) Akhlak terhadap Rasulullah b) Akhlak terhadap orang tua c)Akhlak terhadap diri sendiri d)Akhlak terhadap karib kerabat e)Akhlak terhadap tetangga”.

a) Akhlak terhadap Rasulullah

Menurut Azis(1995: 76) bentuk-bentuk akhlak terhadap Rasulullah yaitu:

1. Mencintai Rasul secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

2. Menjadikan Rasul sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.

3. Menjalankan apa yang disuruhnya dan tidak melakukan apa yang dilarangnya.

(32)

b) Akhlak terhadap Orang Tua

Menurut Azis(1995: 76) Bentuk-bentuk akhlak terhadap orang tua yaitu:

1. Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya. 2. Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih

sayang.

3. Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.

4. Berbuat baik kepada ibuk-bapak dengan sebaik-baiknya. 5. Mendoakan keselamatan dan kesempurnaan bagi mereka

maupun seseorang atau keluarga yang sudah meninggal dunia.

c) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Menurut Azis(1995: 80) Bentuk-bentuk akhlak terhadap diri sendiri yaitu:

1. Memelihara kesucian diri. 2. Menutup aurat.

3. Jujur dalam perkataan maupun perbuatan. 4. Ikhlas.

5. Sabar. 6. Rendah hati.

7. Malu melakukan perbuatan jahat. 8. Menjauhi dengki.

9. Menjauhi dendam.

10. Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. d) Akhlak terhadap Karib Kerabat

Menurut Azis(1995: 74) bentuk-bentuk akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, yaitu:

1. Saling membina kasih sayang dalam kehidupan keluarga. 2. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak. 3. Mendidik anak-anak dengan kasih sayang.

4. Memelihara hubungan silaturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal.

e) Akhlak terhadap Tetangga

Menurut Azis(1995: 74) Bentuk-bentuk akhlak terhadap tetangga yaitu:

(33)

1. Saling mengunjungi.

2. Saling membantu diwaktu senang lebih-lebih diwaktu susah.

3. Saling memberi.

4. Saling hormat menghormati.

5. Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.

Menurut Abrasyi (2003: 13) “tujuan pokok pendidikan agama Islam ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa”. Semua kegiatan haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lainnya, karenaakhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi. Secaragaris besar akhlak terbagi menjadi dua bagian yaitu pertama akhlak mahmudah yaitu segala tingkah laku yang terpuji. Kedua akhlak mazmumah yaitu segala tingkah laku yang tercela.

1) Akhlak Terpuji (Mahmudah)

Menurut Al Ghazali dalam Mahmud (2013: 125)“berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam ajaran Islam”. Serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya.

Menurut Al Ghazali dalam Mahmud (2013: 125) akhlak terpuji adalah suatu perbuatan yang mendekati atau mentaati perintah Allah SWT dan Rasulnya, yaitu:

1. Amanah adalah suatu pertanggung jawaban yang dapat dibebankan atas manusia, amanah terhadap terlaksananya suatu kewajiban.

2. Benar atau jujur artinya sesuai antara perkataan dan perbuatan. 3. Ikhlas artinya melakukan segala sesuatu kebaikan semata-mata

karena Allah Swt yaitu semata-mata karena keridhoan-Nya. 4. Malu adalah sifat perasaan yang menimbulkan keengganan

melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan.

(34)

5. Sabar adalah tahan atas apa yang tidak disenangi dengan ridho dan menyerahkan diri kepada Allah Swt.

Menurut Hamka dalam Deswita(2012: 35) ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantaranya:

1. Karena bujukan atau ancaman dari orang lain. 2. Mengharap pujian atau karena takut mendapat cela. 3. Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani). 4. Mengharap pahala dan surga.

5. Mengharap pujian dan takut azab Allah SWT.

Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa macam-macam akhlak terpuji yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anak adalah amanah, jujur, ikhlas, malu, dan sabar. sedangkan untuk mendorong anak dalam berbuat baik, maka diperlukan bujukan atau ancaman dari orang lain, pujian, kebaikan dirinya, mengharap pahala dan syurga.

2) Akhlak Tercela (Mazmumah)

Menurut Al Ghazali (2013: 130) “akhlak tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya yang selalu mengarah kepada kebaikan”.

Al-Ghazali (2013: 130) mengemukakan ada empat hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela, diantaranya: 1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material yang

ingin dimiliki manusia sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya agar bahagia.

2. Manusia selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan keburukan.

3. Syetan (iblis) adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia melalui bathinnya untuk berbuat jahat atau menjauhi tuhan.

4. Nafsu, adakalanya baik (mutmainah) dan adakalanya buruk (amarah), akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan.

(35)

Menurut Nasih Ulwan dalam Mahmud (2013: 147) akhlak tercela adalah akhlak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, diantara akhlak tercela tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sombong atau takabur adalah membesar-besarkan diri dengan anggapan serba sempurna dan tidak mau menerima kebenaran orang lain.

2) Bohong atau dusta adalah pernyataan tentang suatu hal yang tidak cocok dengan keadaan yang sesungguhnya dan tidak saja menyangkut perkataan tetapi juga perbuatan.

3) Dengki atau dendam adalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untutk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksudnya supaya kenikmatan itu berpindah ketangannya sendiri atau tidak.

4) Riya adalah mengharapkan tempat dihati manusia dengan memamerkan sifat-sifat yang baik menurut Islam.

Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa macam-macam akhlak tercela itu terdiri dari sombong atau takabur, bohong, dengki dan ria, untuk itu diperlukan tanggung jawab orang tua dalam memberikan didikan agama yang positif kepada anak sejak usia dini agar anak terhindar dari perbuatan tercela. Orang tua lebih menanamkan akhlak terpuji kepada anak sejak usia dini sehingga akhlak tersebut menjadi kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari

.

c. Pendidikan Ibadah Anak Usia Dini

Menurut Umar(2010: 30) “pendidikan ibadah adalah proses pengajaran, pelatihan dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus. Adapun materi pendidikan ibadah tersebut meliputi: sholat, puasa, zakat, dan haji”. Dengan penjelasan yang sangat sederhana tentang pentingnya berbagai bentuk ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti: shalat, zakat, puasa dan haji. Selain itu emosional anak harus disiapkan saat membicarakan berbagai bentuk ibadah, sehingga mereka merindukan ikatan dengan Allah SWT dan beribadah kepadanya dengan cara yang benar.

(36)

Menurut Erna Hidayati (2012: 5) mengatakan bahwa:

Ibadah shalat itu harus dikenalkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan masa peka bagi anak, karena masa ini merupakan masa terjadinya pematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi lingkungan dan menginternisasikan dalam pribadinya.

Dapat kita ketahui bahwa pendidikan ibadah hendaknya dikenalkan sedini mungkin dalam diri anak agar tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangan-Nya.

Berkenaan dengan hal ini, M. Fauzil Adhim dalam Abrasyi (2003: 109) mengklasifikasikan pendidikan ibadah bagi anak sesuai umur dan perkembangan jiwa anak sebagai berikut:

a. Sejak dalam kandungan selama kurang lebih 9 bulan. Kebutuhan yang paling penting dalam masa ini adalah kerahiman (kasih sayang tulus) dari ibunya.

b. Selanjutnya adalah masa lahir sampai usia dua tahun, masa ini umum disebut masa bayi. Pada masa ini, anak memerlukan kasih sayang dan perhatian yang melibatkan langsung dirinya untuk menuju kehidupan berikutnya. Ibu diharapkan membimbingnya untuk mengenalkan lingkungan sosialnya.

c. Berikutnya adalah masa thufulah atau masa kanak-kanak, yang berlangsung antara usia dua sampai tujuh tahun. Pada masa ini, anak butuh dikembangkan potensinya seoptimal mungkin, sehingga nantinya akan lebih merangsang anak untuk memiliki tauhid yang aktif, kedalaman tauhid yang nantinya akan mendorongnya untuk bergerak melakukan sesuatu yang baik.

d. Kemudian usia tujuh tahun, dimana anak memasuki tahap perkembangan tamyiz atau kemampuan awal membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta benar dan salah melalui penalarannya. Pada tahap ini anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syariat (ibadah) yang sifatnya mahdhah maupun ghairu mahdhah, disamping tentunya pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan lain sebagainya secara simultan yang berlangsung hingga usia 12 tahun.

Berdasarkan teori di atas dapat kita ketahui bahwa pendidikan ibadah harus diberikan oleh orang tua sejak sedini mungkin, apabila anak telah terbiasa melaksanakan ajaran agama

(37)

terutama beribadah seperti shalat, puasa, dan do‟a maka pada waktu dewasa nanti ia akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sehingga ia akan terdidik untuk mentaati Allah SWT dan bersyukur kepada Allah SWT sebagai pencipta manusia.

Sebagai wujud dari tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan menananmkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya, ada beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua. Dalam riwayat lain yang berkenaan dengan melatih puasa seorang anak yang masih belum baliqh, Imam al-Shadiq dalam Dradjat (1996: 58) bahwa:

Kami memerintahkan anak-anak kami berpuasa ketika mencapai usia tujuh tahun, berdasarkan kemampuan waktu mereka untuk berpuasa dalam sehari. Boleh setengah hari, atau lebih, atau kurang. Yang jelas, mereka boleh berbuka ketika rasa haus dan lapar menimpa mereka. Ini dilakukan agar mereka terbiasa berpuasa dan terasah kemampuannya. Ketika anak-anak anda mencapai umur sembilan tahun, desaklah mereka agar berpuasa. Namun mereka boleh berbuka bila rasa haus dan lapar menimpa mereka.

Menurut Zainuddin (2002: 9) bahwa:

Tujuan pokok ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah yang maha Esa dan mengkonsentrasikan niat kepadanya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi diakhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik, shalat umpamanya, disayariatkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada Allah Swt dengan ikhlas, meningkatkan diri dengan berzikir, sedangkan tujuan lain adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar.

Menurut Ali Rohman (2006: 9-10) “yang menjadi tuntutan dalam mengenalkan shalat khususnya shalat fardhu kepada anak adalah mengenalkan gerakan shalat fardhu”. Anak yang sehari-hari sejak usia dini disandingkan ketika orangtua mendirikan shalat fardhu secara berjama‟ah, maka jika kegiatan itu dilakukan secara terus-menerus maka anak akan

(38)

terbiasa dan fasih dalam melafalkan bacaan dari shalat fardhu. Dan dia juga antusias dalam menirukan gerakan dari shalat tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengenalan aneka bacaan dan gerakan shalat fardu dapat lebih meningkatkan motivasi anak untuk belajar mendirikan shalat fardu bilamana orang tua (ayah dan ibu) di rumah menyediakan peralatan shalat khusus untuk anak dan diupayakan dengan mutu barang yang terbaik karena peralatan itu dikenakan ketika akan menghadapkan diri pada Allah SWT. Untuk anak laki-laki disediakan sarung, baju taqwa, peci, sajadah. Untuk anak perempuan disediakan mukena dan sajadah. Sehari-hari seusai mendirikan shalat fardhu, ajak anak untuk menyimpan peralatan shalat ini pada tempat masing-masing secara rapi seperti mukena dan sarung harus dilipat, agar bila waktu shalat fardu berikutnya datang tanpa dicari sudah siap pakai.

B. Orang Tua

1) Pengertian Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 987) orang tua adalah “ayah atau ibu kandung dan orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya)”.

Ali (1999: 87) mengatakan bahwa “orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan. Sebab secara alami anak pada masa awal kehidupan berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya, serta dari merekalah anak mulai mengenal pendidikan”.Orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, pusat kehidupan rohani si anak dan penyebab perkenalan dengan alam luar, serta orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikan.

(39)

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud orang tua adalah ayah dan ibu kandung yang memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya, serta tanggung jawab untuk memelihara dan membina anak-anaknya ke arah yang lebih baik. Sebagai pendidik utama dan pertama bagi seorang anak, orang tua harus meletakkan dasar-dasar yang kokoh dalam diri anak melalui pendidikan, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Dengan kata lain orang tua juga bisa dikatakan sebagai orang yang mempunyai anak, orang yang dari mereka lahir atau orang yang lebih tua dari segi umur.

2) Peran Orang Tua dalam Keluarga

Menurut Purwanto (2007: 22)“orang tua mempunyai peran penting bagi kehidupan anak. Ia merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi pembinaan kepribadian anak”.Jikaorang tua mendidik dan mengarahkan anaknya secara positif maka anak tersebut mempunyai sifat yang positif pula, begitu juga sebaliknya jika orang tua mendidik secara negatif maka anak tersebut mempunyai sifat negatif, sehingga apapun yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya akan sangat berpengaruh terhadap sikap, perilaku, dan kehidupan anak kelak. Orang tua harus selalu mau belajar tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anak, agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai orang tua.

Adapun peran-peran orang tua dalam keluarga menurut Purwanto (2007: 22) yaitu:

a. Peran Ibu

Dalam keluarga, ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak lahir, ibulah yang selalu ada disamping anak, ibu yang memberikan makan dan minum, memelihara, dan selalu bergaul dengan anak, itulah sebabnya kebanyakan dari anak lebih menyayangi ibunya

(40)

daripada keluarga lainnya. Pendididkan yang diberikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu harusnya bijaksana dan padai mendidik anak-anaknya.

Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, bahwa peran ibu dalam pendidikan anak-anaknya menurut Purwanto (2007: 82) adalah sebagai berikut:

1) Sumber pemberi kasih sayang. 2) Pengasuh dan pemelihara.

3) Tempat anak mencurahkan isi hati. 4) Mengatur kehidupan rumah tangga. 5) Pembimbing hubungan pribadi.

6) Pendidik dalam segi-segi emosional anak.

Berdasarkan pernyataan diatas terlihat bahwa tugas ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga sangat berat. Baik buruknya pendidikan yang diberikan seorang ibu akan berpengaruh besar terhadap perkembangan watak anak dikemudian hari. Seorang ibu yang selalu menuruti keinginan anaknya, akan berakibat kurang baik. Asalkan segala pernyataan ibu disertai dengan rasa kasih sayang yang terkandung dalam hati ibunya, maka anak akan tunduk pada kepemimpinannya.

b. Peran Ayah

Ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah, Purwanto (2007: 83) mengemukakan bahwa peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya adalah sebagai berikut:

1) Sumber kekuasaan didalam keluarga.

2) Penghubung keluarga dengan masyarakat dan dunia luar. 3) Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarganya. 4) Pelindung terhadap ancaman dari luar.

5) Pengadil jika terjadi perselisihan. 6) Pendidik dalam segi-segi rasional.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat bahwa selain dari ibu seorang ayahpun memegang peranan yang penting. Kegiatan

(41)

seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari akan berpengaruh besar tehadap anak-anaknya.Perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar pengaruhnya terhadap anak itu sendiri. Oleh karena itu ajaran islam sendiri memberikan tuntutan yang baik kepada para pendidik pertama dan utama dalam mendidik anaknya agar mereka dapat berkembang secara maksimal.

Menurut Syahminan (1986: 115) Adapun tuntutan yang diberikan oleh orang tua tersebut diantaranya adalah:

1) Kasih sayang. 2) Lemah lembut.

3) Memberikan kemerdekaan. 4) Memberikan penghargaan.

5) Mendidik sesuai dengan perkembangan. 6) Mengarahkan kemasa depan.

7) Berbicara kepada mereka dengan benar, baik, lemah lembut, dan mudah dimengerti.

8) Disiplin.

Orang tua adalah yang mempunyai peran pertama dan utama dalam mendidik anak untuk mencapai akidah yang baik yang akhirnya bisa mencapai pada kedudukan sebagai manusia yang sempurna dan berguna di dunia dan di akhirat. Dalam pendididkan ini, segala model, macam dan cara yang ada dan diajurkan orang tua akan menjadi modal utama, baik dan buruknya anak kelak tergantung model pertama dan utama tersebut.

3) Kewajiban Orang Tua terhadap Anak

Orang tua mempunyai kewajiban terhadap anak-anaknya yang harus dipenuhi, karena itu merupakan hak seorang anak. Anak adalah titipan dari Allah yang harus dipelihara dan dijaga dengan baik, karna orang tua berperan besar dalam pembentukan keperibadian dan masa depan anak, merawat, menjaga, mendidik dan anak inilah yang merupakan kewajiban orang tua terhadap anak yang harus dilaksanakan

(42)

dengan baik. Menurut Ramayulis (2001: 60) diantara kewajiban orang tua terhadap anak adalah:

a. Memberi nama yang baik.

b. Membina aqidah dan agama anak. c. Berlaku adil kepada anak-anaknya.

d. Memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak. e. Memberi contoh teladan yang baik.

Selain beberapa hal di atas orang tua juga harus dapat memahami perasaan dan keinginan anak-anaknya, untuk itu orang tua diharapkan dpat mendorong anaknya untuk mengungkapkan peran. Menurut Daniel Golman“perasaan merupakan bagian dari diri yang tidak boleh ditekan, diabaikan atau dikesampingkan”. Jika orang tua sudah dapat mengetahui apa sebenarnya keinginan anak, maka orang tua akan dapat mengasuh dan mendidik anaknya dengan baik.

4) Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Agama Anak Usia Dini

Menurut Rahman (2005: 65) “keluarga merupakan intitusi sosial yang bersifat universal multi fungsional, yaitu fungsi pengawasan, sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan dan rekreasi”. Secara umum fungsi keluarga adalah bertanggung jawab menjaga dan menumbuhkan kembangkan anggota-anggotanya, pemenuhan kebutuhan keluarga sangat penting, agar mereka dapat mempertahankan kehidupannya, yang merupakan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial, dan kebutuhan akan pendidikan formal, dan non formal dalam rangka mengembangkan intelektual sosial, mental , emosional, dan spritual.

Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya untuk memelihara dan mendidik dengan sebaik-baiknya. Terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri.

(43)

Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan pertama yang pertama (masa anak) dari umur 0-6 tahun. Seorang anak yang pada masa ini tidak mendapatkan pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama (Dradjat, 1996: 68-69).

Pendidikan agama dan spritual bagi anak adalah termasuk bidang-bidang yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga. Pendidikan agama dan spritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran agama. Begitu juga membekali anak dengan pengetahuan agama dan kebudayaan islam yang sesuai umurnya dalam bidang-bidang akidah, muamalah, ibadah, dan sejarah. Begitu juga dengan mengajarkan kepadanya cara-cara yang betul, yang termasuk mula-mula sekali adalah iman yang kuat kepada allah, dan selalu mendapat pengawasan dari padanya dalam segala perbuatan dan perkataan.

Menurut Ahid (2010: 140-142). mengatakan cara-cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak sebagai berikut:

a. Memberitahukan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada allah dan berpegang kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu.

b. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil hinga penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya dengan kemauannya sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya.

c. Menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai dirumah dan dimana mereka berada.

d. Membimbing mereka membawa bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptan-ciptaan allah untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu di atas wujud dan keagungannya. e. Membawa mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan

lain-lain.

Dari penjelasan di atas memberikan petunjuk kepada orang tua agar melaksanakan pendidikan agama, mengharuskan orang tua

(44)

mendidik anak-anaknya akan iman dan akidah yang betul dan membiasakan mengerjakan syariat agama.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:

“Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”(QS. Al-Isra‟:85).

Kata anak dalam ungkapan al-quran disebutkan dengan istilahpengertian anak mulai lahir sampai usia baligh. Hal ini seperti tertera dalam ayat berikut:

“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka

hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”( QS. Al-Nur:59).

Menurut Tafsir (1984: 188) cara yang dapat membantu dalam mengembangkan jiwa keagamaan anak yaitu:

1. Kondisikan kehidupan di rumah tangga itu dengan kehidupan muslim, dalam segala hal, contohnya ialah kehidupan yang sederhana, tidak iri kepada orang lain, jujur dan lainnya. Lakukan semua perintah Allah SWT yang wajib dan sunnah, yakni shalat, puasa, zikir, doa akan makan, doa sesudah akan, akan tidur, berpakaian, akan pergi, akan masuk rumah dan sebagainya, ushakan agar anak-anak kita mengetahui hal itu dan usahakan agar anak-anak ita juga melakukannya sekalipun belum memahami mengapa begitu.

2. Sejak kecil anak sering diajak ikut ke masjid, ikut shalat, ikut mengaji, sekalipun ia belum menjalankannya dengan benar. Suasana ini akan memengaruhi jiwanya, masuk ke dalam jiwa tanpa melalui proses berpikir.

(45)

3. Adakan pepujian di dalam rumah, mushala atau masjid, pepujian atas berbagai jenis ucapan, ada shalawatan, doa dan ada yang berupa ayat al-quran.

4. Pada saat libur sekolah masukkan anak kita ke dalam pesantren kilat.

5. Libatkan anak-anak dalam setiap acara keagamaan di kampung, seperti ramadhan, panitia zakat fitrah, panitia idul fitri, dan idul qurban, dan lain sebagainya.

Jadi anak dimungkinkan dapat mengenal Islam pada mulanya melalui tanda/media Ke-Islaman seperti masjid dan lainnya. Terkadang anak juga mempertanyakan kepada orang tuanya tentang ketuhanan, sehingga anak berikutnya membiasakan diri untuk mengikuti orang tuanya dalam beribadah.

Menurut Zuhairini(1981: 33-46) bahwa “anak pada usia tiga tahun pertama sudah merasa akan adanya tuhan, sehingga dalam bentuk miniatur anak menganggap kedua orang tuanya sebagai tuhan”. Anak beranggapan kedua orang tua adalah sumber keadilan, kasih sayang, kekuasaan dan pertolongan, bahkan pemberi segala kebutuhan. Tetapi setelah ia dewasa, dengan sendirinya ia mengetahui kekurangan orang tuanya, sehingga berubahlah orientasi ketuhanan-Nya. Pada saat seperti itulah orang tua memiliki peran penting untuk membimbing dan memberikan pengetahuan tentang ketuhanan secara proporsional yakni memahamkan bahwa tuhan yang sebenarnya adalah Allah SWT yang telah menciptakan semua manusia dan bukan orang tuanya seperti yang ia rasakan sebelumnya.

Demikian juga pendapat Wilson (dalam Zuhairini, 1981: 40)bahwa “anak secara tabiat mengakui adanya tuhan, yaitu ketika ia bermain boneka, lalu ia rusak, maka ia akan berdoa pada tuhan”. Rumke menegaskan bahwa anak membenarkan adanya tuhan dan hal ini akan berkembang pesat ketika ia sampai usia akan baligh. Menurut Arifin (1981: 59) bahwa “perkembangan jiwa anak anak pada usia empat atau lima tahun ketika menginjak usia

Referensi

Dokumen terkait

signifikan 5%. Hasil analisis data penelitian diperoleh bahwa : 1) Ada sumbangan daya ledak otot tungkai dan memberikian sumbangan sebesar 30,1% terhadap hasil

Augmented Reality dibuat dengan menggunakan software Unity 3D dan Vuforia SDK. Vuforia SDK berisi Library yang berguna agar aplikasi dapat mengenal gambar sebagai

Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governace (keterbukaan, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, dan kesetaraan) yang baik, maka akan

Lingkungan keluarga merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS angkatan 2010, maka dari itu pihak program studi

Skripsi yang ditulis oleh Arini Safitri (IIC10822), jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran, Tahun 2013, yang berjudul "Hubungan Dukungan Orangtua dengan

Penelitian yang dilakukan Akhmar (2007) dengan tumbuhan yang sama dalam air limbah cair tahu dengan variasi kerapatan tanaman harus disesuaikan dengan luas permukaan dari media

Salah satu standar data center  yang telah diakui internasional adalah TIA – 942, standar ini dikeluarkan oleh Telecommunications Industry Association (TIA). Dari studi kasus ini

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan