• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Ibadah a. Mengajarkan Anak untuk Shalat

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. TEMUAN KHUSUS

3. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Ibadah a. Mengajarkan Anak untuk Shalat

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua mengenai tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah kepada anaknya, khususnya dalam ibadah shalat. Informan III dan IV, dalam hal ini memberikan contoh sholat yang benar kepada anak, lalu mengajarkan kepada anak hal-hal yang berkaitan dengan shalat. Kemudian memotivasi anak dengan mengajak anak pergi sholat bersama-sama ke masjid. Dapat diketahui bahwa kedua informan ini sudah mulai menanamkan pendidikan ibadah shalat kepada anak. Meskipun ada faktor yang menghambat dalam menjalankan ini semua yaitu anak mudah terpengaruh dengan media televisi yang ada di rumah sehingga orang tua menjadi kesulitan untuk mengajak anak melakukan ibadah (Yeniwita, Rahmah, Wawancara Pribadi: 6 Oktober 2018).

Pernyataan yang berbeda dilontarkan oleh Informan I dan V, bahwa dalam memotivasi anak untuk melakukan ibadah shalat yaitu dengan memberikan pujian atau hadiah kepada anak. Setiap anak melaksanakan shalat, pada malam hari menjelang tidur informan selalu tempel gambar bintang di dinding kamarnya, dengan cara itu anak lebih semangat lagi untuk mengerjakan shalat (Arini, Wahyuni, Wawancara

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Informan II, bahwa cara yang paling tepat dalam menanamkan pendidikan ibadah yaitu dengan memberikan contoh langsung kepada anak dan memberitahukan kepada anak nama dari gerakan shalat tersebut, sekaligus dengan mengajarkan kepada anak bentuk bacaan dari tiap-tiap gerakan dengan cara informan mencontohkan bacaan-bacaan dari tiap-tiap gerakan shalat kepada anak dan anak disuruh untuk mengikuti bacaan tersebut, karena menurut informan anak lebih cepat memahami dengan memberikan contoh langsung kepada anak (Masykur, Wawancara

Pribadi: 6 Oktober 2018).

Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh Informan VI dan IX bahwa dalam menanamkan pendidikan ibadah yaitu dengan mengajarkan wudhu dan bacaan niat shalat terhadap anak, usaha yang dilakukan informan adalah membacakan terlebih dahulu bentuk bacaan niat shalat kepada anak, kemudian anak disuruh untuk mendengarkan dan mengikuti bacaan yang anak dengar, kemudian anak disuruh mengulang-ulang bacaan niat tersebut sampai fasih dalam membacanya (Siska, Aida, Wawancara Pribadi: 7 Oktober 2018).

Informan I juga punya cara yang berbeda dari yang lainnya dalam memotivasi anak yaitu dengan menceritakan bahwa ibadah sholat sangat penting, dengan sholat kita akan masuk surga nantinya, anak ibuk mau kan masuk surga? Nah disini anak langsung respons “ mau buk mauu..”. Ketika anak sudah bilang begitu disini saya langsung mengajak anak untuk mengajaknya sholat bersama-sama (Arini,

Wawancara Pribadi: 5 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan VII VIII dan X untuk memberikan perhatian kepada anak terhadap ibadah shalat masih belum maksimal, hal ini disebabkan karena ketika anak masih bermain diluar rumah, maka tidak dipanggil untuk melaksanakan ibadah shalat. Untuk tanggung jawab dalam memberikan pendidikan agama informan

diatas sudah menyerahkan kepada guru agama ditempat anak mengaji (Wati, Desriani, Hidayati, Wawancara Pribadi: 16 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 10 Informan terkait tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah khususnya dalam ibadah shalat. Sebahagian orang tua telah memberikan contoh langsung kepada anak dan memberitahukan kepada anak nama dari gerakan shalat tersebut, sekaligus dengan mengajarkan kepada anak bentuk bacaan dari tiap-tiap gerakan dengan cara informan mencontohkan bacaan-bacaan dari tiap-tiap gerakan shalat kepada anak dan anak disuruh untuk mengikuti bacaan tersebut, karena menurut informan anak lebih cepat memahami dengan memberikan contoh kepada anak.

Adapun sebahagian orang tua yang tidak melakukan pembinaan terhadap anaknya dalam mengajarkan syarat-syarat sah dan rukun-rukun shalat dikarenakan kurangnya perhatian orang tua terhadap ibadah shalat anak dan ada juga orang tua yang sibuk dalam bekerja sehingga tidak mempunyai waktu dalam membina shalat fardhu anak.

Orang tua telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Erna Hidayati (2012: 5) yang mengatakan bahwa:

Ibadah shalat itu harus dikenalkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan masa peka bagi anak, karena masa ini merupakan masa terjadinya pematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi lingkungan dan menginternisasikan dalam pribadinya.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Abdillah (2009: 3) bahwa dalam membina ibadah shalat anak ada beberapa pokok-pokok yang harus diajarkan dalam melaksanakan shalat yaitu :

a) Ilmu tentang syarat sahnya shalat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.

b) Tata cara pelaksanaanya dari takbiratul ihram hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.

c) Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika takbiratul ihram atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah.

d) Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbiratul ihram apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu dan daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaan-bacaannya, misalnya apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang seperti “Allaaaaahuuuuu Akbaaaaar” ataukah tidak.

e) Mengajarkan yang shahih dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan meninggalkan yang tidak shahih.

f) Mengajarkan nama-nama shalat dan waktu-waktunya serta bilangan raka‟atnya.

g) Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam shalat.

b. Mengajarkan Anak untuk Berpuasa

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua mengenai tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah kepada anaknya, khususnya dalam mengerjakan puasa. Menurut Informan I, V, VIII, dan IX bahwa cara mereka mengajarkan anak untuk senantiasa mengerjakan puasa yaitu dengan cara mengajak anak puasa sampai setengah hari, dan sampai mana anak kuat untuk untuk menahan puasanya, disini orang tua tidak memaksa anak harus sempurna melakukan puasanya, karena sama-sama kita ketahui bahwa belum ada tuntutan wajib bagi anak usia dini untuk berpuasa. Meskipun begitu orang tua selalu melatih anak sejak dini, agar kelak ketika anak sudah dewasa, mereka akan terbiasa menjalankan ibadah sesuai ajaran agama Islam (Arini, Wahyuni, Desriani, Aida, Wawancara Pribadi: 5 Oktober 2018).

Pernyataan yang berbeda dilontarkan oleh Informan II, IV, VI, X bahwa dalam mendidik anak untuk mengerjakan puasa orang tua belum membebani atau belum melatih anak untuk berpuasa, dikarenakan dengan berbagai alasan yaitunya karena anak masih kecil, anak wajib makan pagi, jadi belum ada terlintas oleh orang tua untuk mengajarkan

anak berpuasa (Masykur, Rahmah, Siska, Hidayati, Wawancara

Pribadi: 6 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua yang mempunyai anak usia dini di jorong beringin indah nagari batuhampar, dapat dijelaskan bahwa sebahagian orang tua telah melatih dan mengajarkan anak untuk berpuasa sedari dini. Menurut orang tua hal ini akan bermanfaat bagi kesehatan spritual anak di masa mendatang, mereka akan terbiasa menjalankan ibadah puasa sebagai sebuah kebiasaan dan bukan lagi menjadi tekanan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Juwita (2017: 5) bahwa “menanamkan kesadaran anak berpuasa dalam bulan ramadhan dapat dimulai secara bertahap dan menyenangkan”. Mendisiplinkan anak puasa sejak dini bukanlah sebuah kekerasan, dalam melatih anak berpuasa, orang tua harus mempertimbangkan kondisi dan kemampuan mereka. Telah jelas bahwa Islam sendiri tidak mengehendaki adanya unsur paksaan dalam mendidik anak. Jadi orang tua akan memberikan motivasi kepada anak-anak dalam cara mendisiplinkan mereka seperti hal nya melatih anak puasa dalam bulan Ramadhan.

c. Mengajarkan Anak untuk Bersedekah

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua mengenai tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan ibadah kepada anaknya, yaitu dengan cara mengajarkan anak untuk bersedekah. Dalam hal ini, semua Informan (I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X) sudah memberikan pendidikan dan telah mengajarkan anak untuk gemar bersedekah, adapun diantaranya yaitu dengan melebihkan uang jajan ke sekolah tiap hari jumat, karena setiap hari jumat anak disuruh berinfak oleh gurunya. Kemudian dengan mengajarkan anak untuk mengasihi orang yang minta-minta, menyuruh anak memasukkan infak ke kotak infak setiap pergi ke masjid, dan masih banyak lagi

ajaran-ajaran yang bersifat mendidik yang diberikan orang tua kepada anaknya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua yang mempunyai anak usia dini di jorong beringin indah nagari batuhampar, diperoleh bahwa orang tua sudah mulai membiasakan semua amalan yang berhubungan dengan sedekah, seperti orang tua mengajarkan kepada anak untuk mengasihi orang yang meminta-minta. Kemudian membiasakan anak untuk selalu menyisihkan uang untuk berinfaq di sekolah.

Hal ini didukung dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Zain dalam Mahmud (2013:124) bahwa “menanamkan sedekah sejak dini, mengajarkan bersedekah atau berinfaq pada anak memang tak semudah yang dikira karena memang harus ditanamkan sedini mungkin dalam jiwa anak karena tindakan ini sangat dicintai oleh Allah SWT”.

Berikut adalah beberapa dari banyak hal yang dapat dilakukan supaya anak dapat menyukai amalan bersedekah menurut Mahmud (2013:124):

1. Ajarkan bersedekah sejak dini dengan cara yang disukai anak. Seperti menyediakan kotak infaq di rumah apalagi disediakan dalam bentuk yang lucu dan biarkan ia merasa tertantang memasukkan koin-koin uang logam yang bunyinya menyentuh dasar kotak yang akan membuat anak menjadi ketagihan untuk memasukkan koin tersebut.

2. Tanamkanlah pada anak bahwa bersedekah adalah hal yang menyenangkan dan diperlukan.

3. Sentuhlah hati anak yang lembut untuk merasakan penderitaan orang lain.

4. Berikan informasi yang lengkap kepada anak tentang apa saja yang dapat diinfaqkan atau disedekahkan.

Berdasarkan kegiatan ibadah yang telah ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya dengan cara mengajarkan anak sholat, mengajarkan anak berpuasa, dan mengajarkan anak bersedekah. Hal tersebut telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh M. Fauzil

Adhim dalam Mahmud (2013: 78) mengklasifikasikan pendidikan ibadah bagi anak sesuai umur dan perkembangan jiwa anak sebagai berikut:

e. Sejak dalam kandungan selama kurang lebih 9 bulan. Kebutuhan yang paling penting dalam masa ini adalah kerahiman (kasih sayang tulus) dari ibunya.

f. Selanjutnya adalah masa lahir sampai usia dua tahun, masa ini umum disebut masa bayi. Pada masa ini, anak memerlukan kasih sayang dan perhatian yang melibatkan langsung dirinya untuk menuju kehidupan berikutnya. Ibu diharapkan membimbingnya untuk mengenalkan lingkungan sosialnya. g. Berikutnya adalah masa thufulah atau masa kanak-kanak, yang

berlangsung antara usia dua sampai tujuh tahun. Pada masa ini, anak butuh dikembangkan potensinya seoptimal mungkin, karena sedang aktif-aktifnya, cerdas-cerdasnya, peka-pekanya, gemes-gemesnya bahkan cerewet-cerewetnya. Inilah masa yang tepat untuk memberikan dasar-dasar tauhid anak melalui sentuhan dzauq (rasa), sehingga nantinya akan lebih merangsang anak untuk memiliki tauhid yang aktif, kedalaman tauhid yang nantinya akan mendorongnya untuk bergerak melakukan sesuatu yang baik.

h. Kemudian usia tujuh tahun, dimana anak memasuki tahap perkembangan tamyiz atau kemampuan awal membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta benar dan salah melalui penalarannya. Pada tahap ini anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syariat (ibadah) yang sifatnya mahdhah maupun ghairu mahdhah, disamping tentunya pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan lain sebagainya secara simultan yang berlangsung hingga usia 12 tahun.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil deskripsi data dan analisis penelitian yang telah penulis lakukan mengenai tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak usia dini di Jorong Beringin Indah Nagari Batuhampar Kecamatan Akabiluru Kabupaten 50 Kota dapat disimpulkan yaitu:

1. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan