• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Akhlak a. Menanamkan Sikap Jujur

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. TEMUAN KHUSUS

2. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Akhlak a. Menanamkan Sikap Jujur

Berdasarkan wawancara dengan Informan penelitian mengenai kejujuran, maka diketahui bahwa Informan I sudah menanamkan sikap jujur kepada anak, disini orang tua mengajak anak untuk berbuat baik dan bertindak dalam segala hal dengan jujur, dan berlaku jujur terhadap sesama orang tua, teman sebayanya, masyarakat umum disekitarnya. Penanaman ini dilakukan dengan cara melalui pendidikan dan pengajaran dari orang tua, mencontohkan perilaku jujur sebagai cerminan bagi anak serta menggunakan metode teladan dan bimbingan dari orang tua dalam bentuk akhlak, amal ibadah dan sebagainya, adapun hambatan dalam menanamkan sikap jujur ini yaitu keadaan lingkungan bermain anak yang tidak bisa dikontrol setiap saat setiap harinya sehingga untuk mendidiknya orang tua harus mendidik anak di rumah dengan memberikan penjelasan agar berperilaku baik (Arini, Wawancara Pribadi: 5 Oktober 2018).

Selanjutnya Informan III, mengatakan dalam hal menanamkan pendidikan akhlak kepada anak, dengan penanaman yang dimulai sejak dini terutama perkataan tidak boleh bohong, tidak boleh mengambil milik orang lain, jika menemukan milik orang lain harus

dikembalikan kepada pemiliknya, agar anak menjadi orang yang beriman, bertaqwa dan mengetahui bahwa sikap yang tidak jujur sangat dibenci oleh Allah dan manusia, apabila berbohong kepada Allah mendapat dosa, dan kepada manusia tidak akan mendapat kepercayaan dari orang lain (Yeniwita, Wawancara Pribadi: 6 Oktober 2018).

Selanjutnya Informan VII mengatakan dalam menanamkan pendidikan akhlak khususnya menanamkan sikap jujur, orang tua mengajarkan bahwa sesuatu apapun yang dikerjakan harus bertanggung jawab, selalu menekankan kepada anak bahwa jangan membawa sesuatu barang apapun tanpa jelas siapa pemiliknya, hal ini dilakukan agar anak bisa bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak terlalu bebas dalam melakukan sesuatu. Hambatan dalam menanamkan sikap jujur terkadang anak mendongkol, dan membantah nasihat orang tua, hal ini dikarenakan pengaruh lingkungan dan teman sebayanya, oleh karena itu orang tua membatasi pergaulan anaknya dan mengawasi anak kemana dia pergi (Wati, Wawancara Pribadi: 16 Oktober 2018).

Kemudian Informan V dan X dalam menanamkan sikap jujur kepada anak dengan mengajarkan kepada anak agar selalu bersikap jujur dimanapun ia berada, dan diajarkan bahaya kalau bersikap tidak jujur, dikarenakan dengan bersikap jujur anak akan mendapat kepercayaan dari orang lain, penanaman yang dilakukan dengan lemah lembut dan penuh penekanan, melalui metode pembiasaan, agar anak terbiasa melakukan sikap jujur dimanapun ia berada. Hambatannya pada usia dini anak sangat rentan pengaruhnya yang datang dari luar, oleh karena itu saya secara perlahan terus menanamkan ajaran agama untuk mengisi rohani si anak (Wahyuni, Hidayati, Wawancara Pribadi: 9 Oktober 2018).

Pernyataan dari Informan VI dan VIII mengenai penanaman sikap jujur yang dilakukan kepada anak dengan mengajarkan agar

selalu mematuhi perintah orang tua, selalu bersikap jujur agar berguna bagi si anak dimasa depannya, anak diajarkan juga agar tidak panjang tangan dan jujur akan kekurangan dirinya, dengan menggunakan metode pembiasaan agar anak terbiasa bersikap jujur sampai dia dewasa nanti. Hambatan disini terkadang anak datang sifat malasnya, sehingga apabila saya suruh ia tidak mengindahkannya, oleh karena itu saya harus tegas dan jika perlu memarahi anak untuk melatih kejujurannya (Siska, Desriani, Wawancara Pribadi: 14 Oktober 2018).

Dalam menanamkan pendidikan akhlak kepada anak, Informan II, IV dan IX belum menggunakan metode dalam mengajarkan anak untuk selalu bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang kita ketahui bahwa metode yang kita terapkan kepada anak akan lebih berpengaruh terhadap sifat murni seorang anak (Masykur, Rahmah, Aida, Wawancara Pribadi: 7 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan ke semua Informan, orang tua sudah menanamkan pendidikan akhlak kepada anak. Dalam menanamkan sikap jujur kepada anak, orang tua telah berperan sesuai dengan didikan yang seharusnya diberikan kepada anak, seperti orang tua telah mengajarkan hal yang berkaitan dengan kejujuran yaitunya dengan memberikan contoh atau ajaran, mendidik anak di rumah sejak dini dengan menggunakan metode yang sesuai, mengajarkan kepada anak untuk selalu jujur dalam perbuatan, jujur kepada manusia, jujur kepada Allah, dan jujur kepada diri sendiri.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang penulis temui yaitu ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menanamkan nilai kejujuran pada anak menurut Kurniawan (2013: 86) diantaranya sebagai berikut:

1) Hargai Kejujuran Anak

Sedikit sekali orang tua yang mau menghargai anaknya sehingga keika si anak berusaha jujur tidak diberikan ganjaran atas kejujurannya. Jika demikian maka kejujuran dianggap hal yang tidak penting sehingga akan mengabaikan kejujuran tesebut.

2) Tanamkan Kejujuran sejak Dini

Ketika si anak sudah terbiasa jujur sejak kecil maka nilai-nilai kejujuran tersebut akan terpola secara otomatis dalam pribadi anak. Dengan demikian, anak akan terbiasa jujur hingga ia dewasa nanti. 3) Selalu Motivasi Anak Berlaku Jujur

Seorang anak memerlukan bimbingan dan motivasi secara bersinergi agar kejujuran yang ditanamkan pada anak tetap berada dalam diri anak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bahwa untuk memulai menanamkan sikap jujur kepada anak, harus diawali dari jujur pada diri kita sendiri, pada orang lain, dan pada Allah Swt.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Imam (2011: 108-111) bahwa macam-macam sikap kejujuran adalah sebagai berikut:

1) Jujur kepada Allah

Sebagaimana kita ketahui, Allah SWT tidak bisa dibohongi makhluk apapun. Dia melihat segala perbuaatan kita dan tak ada satupun yang dilewatkan dalam catatan-Nya. Dalam konteks ini berbuat jujur adalah mengikhlaskan ibadah hanya karena-Nya, tanpa adanya sifat riya (ingin dipuji oleh orang lain) atau sunnah (menceritakan kebaikan dirinya). Maka, siapa yang melakukan amalan tanpa membenarkan niatnya kepada Allah maka amalannya tidak akan diterima. Jadi jujur kepada Allah dengan mengharap ridha-Nya, sabar dan taat dalam menjalankan perintahnya merupakan bukti kejujuran kita kepada Allah.

2) Jujur kepada Manusia

Jujur kepada manusia inilah yang sangat luar biasa sekali dampaknya, seperti jujur kepada orang tua, keluarga, tetangga, teman dan lain sebagainya. Sebuah contoh misalnya kejujuran kepada orang tua. Mereka merupakan orang paling dekat dengan kita sekaligus orang yang selalu memberi kepercayaan kepada kita. Mereka juga tidak pernah membebani sesuatu yang sulit kita kerjakan. Andaipun mereka memberi tugas, hal itu semata untuk bekal kita di masa depan. Nah, perbuatan bolos, malas dan sering

membuat keonaran disekolah merupakan salah satu bentuk kebohongan kita pada orang tua.

3) Jujur kepada Diri Sendiri

Seorang muslim harus mengakui kesalahan dan kekurangan yang ada pada dirinya, kemudian berupaya memperbaikinya. Ia harus sadar bahwa kejujuran adalah jalan keselamatan jika kita tidak jujur kepada diri sendiri maka tidak mungkin kita akan bisa jujur kepada Allah dan orang lain.

b. Menanamkan Sikap Disiplin

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akhlak kepada anaknya, maka diketahui bahwa pada umumnya orang tua telah menanamkan pendidikan akhlak, khususnya dalam sikap kedisiplinan.

Untuk pertanyaan mengenai disiplin, Informan I mengatakan bahwa penanaman sikap disiplin yang diberikan yaitu dengan cara mendisiplinkan anak dalam mengikuti pendidikan dan pendisiplin waktu di rumah, hal tersebut dilakukan agar anak tidak terlalu banyak membuang waktu di luar rumah. Untuk menerapkan disiplin pada anak yaitu mengajak anak untuk shalat berjamaah di masjid dan mengajarkan anak untuk mengaji di rumah (Arini, Wawancara

Pribadi : 5 Oktober 2018).

Senada dengan Informan I, Informan II menjawab dengan pertanyaan yang sama, penanaman sikap disiplin dilakukan dengan melatih anak dalam kehidupan sehari-hari, dari hal-hal yang kecil sampai kepada hal yang besar, membiasakan agar anak shalat tepat waktu, dan membuat agenda harian anak, penanaman dilakukan dengan menggunakan metode pembiasaan, karena dengan metode tersebut anak akan terbiasa melakukan sesuatu tepat pada waktunya (Masykur, Wawancara Pribadi: 6 Oktober 2018).

Selanjutnya Informan V dan VII mengatakan bahwa penanaman sikap disiplin dilakukan dengan membuat jadwal harian

anak, seperti jadwal pergi dan pulang sekolah, istirahat, shalat, membantu orang tua belajar dan lain-lain, hal tersebut dilakukan agar anak bisa menghargai dan memanfaatkan waktu (Wahyuni, Wati,Wawancara Pribadi: 9 Oktober 2018).

Pernyataan berbeda dilontarkan oleh Informan VIII bahwa dalam menanamkan sikap disiplin pada anak, dilakukan dengan mengingatkan anak untuk shalat, dengan dimulai dari orang tua terlebih dahulu, menjalankan hadist Nabi tentang memerintahkan untuk shalat, dan mengarahkan anak untuk belajar (Desriani,

Wawancara Pribadi: 16 Oktober 2018).

Pernyataan berbeda dilontarkan oleh Informan X bahwa dalam menanamkan pendidikan akhlak dimulai dari orang tua terlebih dahulu, jika akhlak orang tua sudah baik maka anaknya akan terdidik dengan baik pula, anak harus diajarkan bersikap disiplin dalam bermain, seperti melihat waktu bermain, pulang bermain dan selanjutnya memberikan ajaran agama atau menguatkan agama anak yang telah didapatkan dalam pendidikan luar dengan mendidik kembali dirumah oleh orang tua, karena anak merupakan amanah bagi orang tua yang harus di pertanggung jawabkan (Hidayati, Wawancara

Pribadi: 14 Oktober 2018).

Sedangkan Informan III, IV, VI, dan IX dalam menanamkan sikap disiplin orang tua belum memberikan pendidikan lebih, dikarenakan dalam hal ini faktor lingkungan disekitar rumah sangat besar mempengaruhi aktivitas anak (Yeniwita, Rahmah, Siska, Aida,

Wawancara Pribadi: 6 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis temui dari aspek disiplin, orang tua telah melaksanakan tanggung jawab dalam menanamkan disiplin, yaitu dengan mengatur jam kegiatan anak sehari-hari dan mendidik anak melalui kegiatan shalat berjama‟ah di masjid, dan meluangkan waktu untuk anak belajar mengaji.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kurniawan (2013: 87-88) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak:

1) Orang tua harus konsisten (tidak berubah), yaitu ada kesepakatan antara kedua orang tua sehingga setiap tindakan dalam menanamkan kedisiplinan tidak berubah-ubah.

2) Berikan aturan yang sederhana dan jelas sehingga anak mudah melakukannya.

3) Jangan menegur anak di hadapan orang lain karena hal itu akan membuat anak merasa malu sehingga tetap mempertahankan tingkah laku tersebut.

4) Alasan dan tata tertib yang dilakukan itu perlu dijelaskan pada anak sehingga anak melakukannya dengan penuh kesadaran.

5) Hadiah berupa pujian, penghargaan, barang/kegiatan (misalnya memperbolehkan bermain, nonton TV, dan lain-lain) diberikan apabila anak melakukan perilaku positif. Hal tersebut akan menumbuhkan rasa percaya diri.

6) Orang tua harus berhati-hati dalam memberikan hukuman, jangan sampai menyakiti fisik/jiwa anak.

7) Jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, sesuaikan dengan keadaan situasi anak.

8) Sebaiknya anak dilibatkan dalam setiap membuat tata tertib sehingga anak merasa dihargai dan diakui dalam keluarga.

9) Bersikap tegas bukan berarti kasar baik dalam tindakan fisik atau perbuatan.

c. Menanamkan Sikap Rendah Hati

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua tentang tanggung jawab orang tua dalam menanamkan pendidikan akhlak kepada anaknya, maka diketahui bahwa pada umumnya orang tua telah menanamkan pendidikan akhlak, khususnya dalam sikap rendah hati.

Informan I mengatakan bahwa dengan menyampaikan kepada anak untuk selalu ikhlas dalam melakukan sesuatu apapun, menolong sesama, dan supaya anak berlaku sabar terhadap semua masalah yang dihadapi dengan melalui motivasi terhadap diri anak untuk selalu melakukan hal yang baik (Arini, Wawancara Pribadi: 5 Oktober 2018).

Kemudian Informan II dan III mengatakan dalam menanamkan sikap rendah hati untuk membentuk akhlak mulia, orang tua menyuruh anak untuk tidak suka membenci orang lain, dan tidak berkata kasar sesama teman (Masykur, Yeniwita, Wawancara

Pribadi: 6 Oktober 2018).

Sedangkan menurut Informan IV dalam menanamkan sikap rendah hati, saya menyuruh anak selalu menyapa orang, dan tidak boleh memilih-milih teman (Rahmah, Wawancara Pribadi: 16 Oktober 2018).).

Pernyataan berbeda dilontarkan oleh Informan V, dalam menanamkan sikap rendah hati kepada anak dalam kehidupan, hal yang dilakukan adalah mengatur belanja anak agar anak tidak terlalu manja dalam keadaan apapun dan mengajarkan anak untuk tidak boleh boros (Wahyuni, Wawancara Pribadi: 9 Oktober 2018).

Informan VI dan VII mengatakan bahwa dalam menanamkan sikap rendah hati dilakukan dengan mengajarkan kepada anak menghormati orang yang lebih tua, rajin bertegur sapa, tidak boleh sombong, bersikap rendah hati kepada siapa saja dan dimanapun berada (Siska, Wati). Sedangkan Informan VIII belum memberikan arahan kepada anak dalam hal menanamkan sikap rendah hati (Desriani, Wawancara Pribadi: 14 Oktober 2018).

Informan IX dan X mengatakan bahwa dalam penanaman sikap rendah hati, caranya yaitu dengan mengajarkan kepada anak agar tidak merasa lebih dari orang lain, tidak merasa berkuasa terhadap sesuatu, jika menolong orang lain jangan mengharapkan imbalan dan mengajarkan anak tentang keikhlasan agar anak terhindar dari sifat sombong (Aida, Hidayati, Wawancara Pribadi: 7 Oktober 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis temukan, bahwa orang tua sudah menanamkan sikap rendah hati dengan menyampaikan kepada anak agar selalu membantu orang yang

kesusahan, tidak menyombongkan diri dengan alasan apapun kepada orang lain, dan selalu menghargai orang lain meskipun jauh berbeda dengan kita.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fauzi (2008: 23), bahwa “rendah hati adalah sikap atau perbuatan yang tidak menyombongkan diri”. Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah diri berarti minder atau tidak memiliki rasa percaya diri karena merasa mempunyai kekurangan. Sikap rendah diri harus di hindari. Sedangkan sikap rendah hati harus kita biasakan.

3. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Menanamkan Pendidikan Ibadah