• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun aspek pendidikan yang harus diberikan kepada anak menurut Salim (2013: 205-253) yaitu “ajaran Islam yang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu: a) pendidikan akidah anak usia dini. b) pendidikan akhlak anak usia dini. c) pendidikan ibadah anak usia dini”.

a. Pendidikan Akidah Anak Usia Dini Menurut Nata(2000: 84-85) bahwa:

Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran, bimbingan dan latihan. Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah SWT sebagai tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat yaitu menyatakan tidak ada tuhan selain Allah SWT dan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya, perbuatan amal shaleh. Akidah yang demikian mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan dan menggambarkan iman kepada Allah SWT, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang beriman itu kecuali sejalan dengan kehendak Allah SWT.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Akidah pada kehidupan anak, dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak mengucapkan kata-kata yang mengagungkan Allah - kata-kata pendek tersebut seperti asma Allah, tasbih, tahmid, basmalah.

Menurut Nata (2000: 87) “proses pendidikan pada anak usia dini harus ditanamkan aqidah yang benar untuk menggabungkan tiga unsur kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,

dan kecerdasan spiritual”. Sehingga mampu menciptakan generasi intelektual yang beradab karena memiliki akhlaqul karimah, dan itu harus dimulai sedini mungkin, karena pada saat anak berumur 0-8 tahun, saat itulah landasan keberhasilan seorang anak dibangun. Aqidah tidak boleh hanya dipahami sebagai keyakinan pada Rukun Iman saja, yaitu iman pada Allah, malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, nabi, hari akhir, dan qadla-qadar saja, tetapi aqidah juga harus dipahami sebagai bagaimana kita menjalankan semua yang telah diperintahkan oleh Allah dan beribadah kepadanya, serta bagaimana menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam aqidah yang kita yakini. Karena aqidah akan menuntun kita untuk senantiasa taat pada Allah, dan yakin bahwa aturanNya adalah benar. Pendidikan bukan hanya bertujuan menciptakan manusia-manusia cerdas di bidang sains dan teknologi, cerdas disisi intelektualitasnya, tetapi juga harus mampu menumbuhkembangkan sikap dan semangat keagamaan yang terbuka (inklusif), karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya diharapkan dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama agar terjadi keseimbangan hidup dalam diri anak didik.

Menurut Abd. Muiz Kabry (2013: 91) bahwa:

Tujuan pendidikan akidah kepada anak adalah untuk: 1) memperkokoh keyakinan anak bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan pencipta alam, sehingga dia terhindar dari perbutan syirik, (2) agar anak mengetahui hakikat keberadaannya sebagai manusia makhluk Allah, dan (3) mencetak tingkah laku anak menjadi tingkah laku yang Islami yang berakhlaq mulia.

Oleh karena itu keimanan yang sesungguhnya pada diri seorang muslim kepercayaan yang meresap dalam hati, dengan penuh keyakinan tidak bercampur dengan ragu sehingga memberikan pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari sehingga semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia tersebut bernilai ibadah.

Menurut Nasih Ulwan dalam Mahmud(2013: 136) bahwa ”tanggung jawab orang tua adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, Ke-Islam-an, sejak anak mulai mengerti dan memahami sesuatu”. Dasar-dasar keimanan dalam pengertian ini adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan dengan jalan khabar secara benar berupa hakikat keimanan dan masalah gaib.

Al-Ghazali dalam Mahmud (2013: 128) mengemukakan bahwa: Langkah pertama yang bisa diberikan kepada anak dalam menanamkan keimanan adalah dengan memberikan hafalan. Sebab proses pemahaman harus diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika menghafal akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan akhirnya anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya. Inilah proses pembenaran dalam keimanan yang dialami anak pada umumnya. Sedangkan disisi lain ada pula yang telah Allah SWT lebihkan pada sebagian anak lainnya. Allah SWT telah menanamkan keimanan langsung dalam jiwa mereka, tanpa harus melewati pendidikan di atas.

Berdasarkan ungkapan Al-Ghazali di atas, Nur Al-Hafidz dalam Mahmud (2013: 136) merumuskan empat pola dasar dalam pembinaan keimanan pada anak, yaitu:

a. Senantiasa membacakan kalimat tauhid pada anak. b. Menanamkan kecintaan kepada Allah SWT. c. Mengajarkan membaca al-qur‟an.

d. Menanamkan Nilai-nilai pengorbanan dan perjuangannya.

b. Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini Menurut Thaha (1994: 109) bahwa:

Pengertian akhlak dapat ditinjau dari dua segi yaitu dari segi bahasa dan istilah. Menurut bahasa akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu jamak dari khilqun atau khuluqun yang artinya budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at. Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Jadi akhlak adalah sifat dan tingkah laku yang harus dimiliki oleh seseorang yang tertanam dalam jiwa.

Secara terminologi akhlak adalah perbuatan, tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan mudah tanpa pertimbangan dan tanpa merasa sulit untuk ia lakukan. Pendidikan Akhlak dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh akidah Islamiah anak, pendidikan anak harus dilengkapi dengan pendidikan akhlak yang memadai.

Pendidikan akhlak sangat penting diberikan kepada anak sejak usia dini dengan tujuan anak dapat mengetahui dan mengamalkan perbuatan yang baik yang harus dikerjakan baik itu perbuatan yang berhubungan dengan tuhan, sesama manusia dan lingkungannya. Pada masa anak usia dini atau masa keemasan sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan anak terutama mengenai akhlak dan moral anak, keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan pada masa ini. Pengalaman yang keliru yang didapat anak sejak kecil akan berkontribusi terhadap prilakunya dimasa yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak Islami wajib diberikan kepada anak sebagai modal menyongsong masa depan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Berdasarkan beberapa definisi akhlak, maka terdapat 5 (lima) ciri dalam perbuatan akhlak menurut Thaha (1994: 120) yaitu:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. 2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. 3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekatann dari luar. 4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. 5) Perbuatan akhlak (khusus akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.

Menurut Azis(1995: 74) “akhlak terbagi kepada akhlak terhadap Allah SWT atau khalik (pencipta) dan akhlak terhadap manusia terhadap lingkungan”. Masing-masing aspek ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Akhlak terhadap Allah SWT atau Khalik

Menurut Azis(1995: 74) akhlak kepada Allah yaitu “untuk beriman dan bertakwa kepadanya dengan melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya, serta memurnikan keimanan dengan tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun”. Dengan kata lain mentaati segala aturan yang telah disampaikanNya melalui Rasul yang diutusnya untuk menyampaikan risalah beriman dan bertakwa yaitu meyakini wujud dan ke-Esaan Allah serta meyakini apa yang diimankannya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, qadha dan qhadar.

Dapat kita hetahui bahwa beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak Islam, jika iman telah tertanam didada maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga membentuk kepribadian yang mencerminkan akhlak Islam.

Ali(2004: 352) mengemukakan bentuk akhlak kepada Allah adalah:

a) Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firmannya dalam alquran sebagai pedoman hidup dan kehidupan.

b) Melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Nya. c) Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhoan Allah. d) Mensyukuri nikmat dan karunia Allah.

e) Menerima dengan ikhlas semua qadha dan qhadar Illahi setelah berikhtiar semaksimal mungkin.

f) Memohon ampunan hanya kepada Allah. g) Bertaubat hanya kepada Allah.

h) Tawakkal berserah diri kepada Allah.

Dapat kita pahami bahwa akhlak manusia terhadap Allah SWT tidak hanya bertitik tolak pada pengakuan dan kesadarannya

bahwa tiada tuhan selain Allah SWT yang memiliki segala sifat terpuji dan sempurna. Dari pengakuan tersebut lahirlah bentuk-bentuk akhlak seperti yang telah dijelaskan diatas.

Seorang muslim harus menjaga akhlaknya terhadap Allah SWT, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik kepada-Nya. Akhlak yang baik kepada Allah, bersikap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap Allah SWT. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah seperti shalat, puasa dan sebagainya. Maupun tidak langsung yaitu melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah.

2) Akhlak terhadap Manusia

Menurut Azis(1995: 75) “akhlak terhadap manusia yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan) tanpa memiliki batasan dan merupakan nilai yang universal terhadap manusia, agama bahkan terhadap musuh sekalipun”. Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar.

Menurut Azis (1995: 75) “akhlak terhadap manusia dapat diperinci lagi menjadi: a) Akhlak terhadap Rasulullah b) Akhlak terhadap orang tua c)Akhlak terhadap diri sendiri d)Akhlak terhadap karib kerabat e)Akhlak terhadap tetangga”.

a) Akhlak terhadap Rasulullah

Menurut Azis(1995: 76) bentuk-bentuk akhlak terhadap Rasulullah yaitu:

1. Mencintai Rasul secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

2. Menjadikan Rasul sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.

3. Menjalankan apa yang disuruhnya dan tidak melakukan apa yang dilarangnya.

b) Akhlak terhadap Orang Tua

Menurut Azis(1995: 76) Bentuk-bentuk akhlak terhadap orang tua yaitu:

1. Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya. 2. Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih

sayang.

3. Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.

4. Berbuat baik kepada ibuk-bapak dengan sebaik-baiknya. 5. Mendoakan keselamatan dan kesempurnaan bagi mereka

maupun seseorang atau keluarga yang sudah meninggal dunia.

c) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Menurut Azis(1995: 80) Bentuk-bentuk akhlak terhadap diri sendiri yaitu:

1. Memelihara kesucian diri. 2. Menutup aurat.

3. Jujur dalam perkataan maupun perbuatan. 4. Ikhlas.

5. Sabar. 6. Rendah hati.

7. Malu melakukan perbuatan jahat. 8. Menjauhi dengki.

9. Menjauhi dendam.

10. Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. d) Akhlak terhadap Karib Kerabat

Menurut Azis(1995: 74) bentuk-bentuk akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, yaitu:

1. Saling membina kasih sayang dalam kehidupan keluarga. 2. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak. 3. Mendidik anak-anak dengan kasih sayang.

4. Memelihara hubungan silaturrahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal.

e) Akhlak terhadap Tetangga

Menurut Azis(1995: 74) Bentuk-bentuk akhlak terhadap tetangga yaitu:

1. Saling mengunjungi.

2. Saling membantu diwaktu senang lebih-lebih diwaktu susah.

3. Saling memberi.

4. Saling hormat menghormati.

5. Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.

Menurut Abrasyi (2003: 13) “tujuan pokok pendidikan agama Islam ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa”. Semua kegiatan haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lainnya, karenaakhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi. Secaragaris besar akhlak terbagi menjadi dua bagian yaitu pertama akhlak mahmudah yaitu segala tingkah laku yang terpuji. Kedua akhlak mazmumah yaitu segala tingkah laku yang tercela.