MAKALAH
EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN
“KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)”
Disusun Oleh : KELOMPOK 6
NISMAWATI (C20042)
MUHAMMAD SUKRAN (C20056)
MUHAMMAD IKRAM (C20061)
JAMIDA AZIZ (C20071)
ASDINA AULIA (C20082)
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BINA BANGSA MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Karena atas hidayah dan rahmat- Nya, kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Lingkungan mengenai Kejadian Luar Biasa.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, terkhusus dosen pengampu mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (Femy Febrianti, S.KM., M.Kes).
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari sisi penulisan maupun isi, oleh karena itu kami terbuka untuk menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Majene, 20 Mei 2023
Kelompok 6
DAFTAR ISI
SAMPUL...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan...2
BAB II PEMBAHASAN...3
A. Definisi Kejadian Luar Biasa...3
B. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)...3
C. Penyakit-Penyakit Yang Berpotensi Menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). 4 D. Penanggulangan KLB/Wabah...5
BAB III PENUTUP...10
A. Kesimpulan...10
B. Saran...10
DAFTAR PUSTAKA...11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara- negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan
keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
2. Apa kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
3. Apa saja penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
4. Bagaimana penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) ? C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
4. Untuk mengetahui penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB).
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Kejadian Luar Biasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa pernyakit yang merebak dan
dapat berkembang menjadi wabah penyakit. Istilah "KLB" dengan "wabah"
sering tertukar dipakai oleh masyarakat, tetapi istilah "wabah" digunakan untuk kondisi yang lebih parah dan luas.[1] Istilah KLB dapat dikatakan sebagai peringatan sebelum terjadinya wabah.
B. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
C. Penyakit-Penyakit Yang Berpotensi Menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1. Kholera
2. Pes
3. Demam berdarah
4. Campak
5. Polio
6. Difteri
7. Pertusis
8. Rabies
9. Malaria
10. Avian Influenza H5N1
11. Antraks
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza H1N1
15. Meningitis
16. Yellow Fever
17. Chikungunya
18. Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah ditetapkan oleh menteri
D. Penanggulangan KLB/Wabah
Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi dan surveilans; penatalaksanaan penderita; pencegahan dan pengebalan;
pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat wabah;
penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya.
1. Penyelidikan epidemiologi dan surveilans.
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan perkembangan penyakit dan kebutuhan upaya penanggulangan wabah. Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi setidaknya-tidaknya untuk :
a. Mengetahui gambaran epidemiologi wabah;
b. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit wabah;
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit wabah termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya; dan
d. Menentukan cara penanggulangan wabah.
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara penyelidikan epidemiologi untuk mendukung upaya penanggulangan wabah, termasuk tata cara bagi petugas penyelidikan epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit wabah.
Surveilans di daerah wabah dan daerah-daerah yang berisiko terjadi wabah dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui perkembangan penyakit menurut waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompokkelompok masyarakat tertentu lainnya.
b. Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa, kader dan masyarakat untuk membahas perkembangan penyakit dan hasil upaya penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.
c. Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah. Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala
dinas kesehatan provinsi dan Menteri up. Direktur Jenderal sebagai laporan perkembangan penanggulangan wabah.
2. Penatalaksanaan penderita (pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita, dan tindakan karantina).
Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita, pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan serta upaya pencegahan penularan penyakit. Upaya pencegahan penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan isolasi, evakuasi dan karantina sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk kebutuhan pelayanan kesehatan penyakit menular tertentu.
Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, pos pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk penatalaksanaan penderita.
Secara umum, penatalaksanaan penderita setidak-tidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga penderita dapat berobat setiap saat.
b. Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan, pengambilan spesimen dan sarana pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita.
c. Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan agar tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan langsung maupun penularan tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat terjadi karena adanya pencemaran lingkungan oleh bibit/kuman penyakit atau
penularan melalui hewan penular penyakit.
d. Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan berperan aktif dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita di masyarakat.
e. Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat.
Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina.
a. Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama penderita atau tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah atau tempat lain yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar dari penularan penyakit.
Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.
c. Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah rawan wabah untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit. Karantina ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.
3. Pencegahan dan pengebalan.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap orang, masyarakat dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah agar jangan sampai terjangkit penyakit. Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi.
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan jenis penyakit wabah serta hasil penyelidikan epidemiologi, antara lain:
a. Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.
b. Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi.
c. Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.
d. Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
a. Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan terhadap bibit penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan, tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab penyakit tersebut.
b. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan pada permukaan tubuh manusia atau hewan atau pada benda mati lainnya, termasuk alat angkut, yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut jenis bibit penyakit/kuman.
Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan tanpa merusak lingkungan hidup.
c. Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan dengan cara yang tidak menyebabkan tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar atau dikubur sesuai jenis hewan/tumbuhan. Pemusnahan hewan dan tumbuhan merupakan upaya terakhir dan dikoordinasikan dengan sektor terkait dibidang peternakan dan tanaman.
5. Penanganan jenazah
Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.
6. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan mengikutsertakan instansi terkait lain, pemuka agama, pemuka masyarakat, lembaga swadaya masyarakat menggunakan berbagai media
komunikasi massa agar terjadi peningkatan kewaspadaan dan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah
B. Saran
KLB merupakan suatu kejadian yang sangat berbahaya oleh karena itu semua lapisan masyarakat harus ikut serta dalam upaya pengendalian KLB, bukan hanya pemerintah atau petugas kesehatan tetapi diharapkan semua ikut serta dalam upaya penanggulangan KLB.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pickett, George., dan John J Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik, Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya (Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang)”. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.