Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, kami panjatkan atas limpahan rahmat-Nya, Hidayah dan Inayah, kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam bentuk makalah yang pendek dan sederhana. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Ibu Sita Shopiyah, M.A. Dokumen ini masih belum lengkap dan memerlukan masukan dari semua pihak khususnya Ibu Siti Shopiyah, M.Si.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya penulis sendiri, umumnya para pembaca makalah ini, jika ada kekurangan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Masalah
Konsep pertanggungan dalam islam
- Pengertian Kafalah
- Dasar Hukum Kafalah
- Rukun dan Syarat Kafalah
- Macam-macam Kafalah
- Ketentuan-ketentuan terkait Kafalah
- Aplikasi Kafalah dalam Lembaga Keuangan saat ini
Dan yang dimaksud dengan makful bihi adalah orang, atau benda, atau tugas, yang wajib dilakukan oleh orang tersebut. Rukun kafalah terdiri dari Sighat Kafalah (kewajiban), Makful bih (objek tanggungan), Kafil (penjamin), Makful’anhu (tertanggung), Makful lahu (penerima hak tanggungan). Para ulama fiqih mensyaratkan bahwa seorang kafil haruslah orang yang berjiwa filantropis, yaitu orang yang terbiasa berbuat baik demi kepentingan orang lain.
Kontrak Kafalah tidak boleh dibuat oleh anak kecil, orang yang tidak bersalah atau orang yang dihalang daripada melakukan transaksi. Syarat utama yang mesti dipenuhi oleh insured (makful'anhu) ialah kebolehannya menerima objek insurans, sama ada dia melakukannya sendiri atau orang lain yang mewakilinya. Ini adalah orang yang matang dan munasabah, bukan bodoh atau kanak-kanak yang belum membuat keputusan.
Ad-Dhamin atau al-kafil: orang yang memberikan jaminan atau keamanan harus memenuhi syarat pubertas, rasional, mandiri atau bebas dalam pengelolaan hartanya. Al-Madhmun lahu atau al-makful lahu: orang yang diberi agunan atau debitur harus diketahui orang yang memberi jaminan. Al-Madhmun 'anhu atau al-makful 'Anhu : atau orang yang dijaminkan biasanya tidak diharuskan bersedia sependapat dengan penjamin, namun jika ia bersedia maka akan lebih baik.
Syarat-syarat barang atau orang yang dijadikan jaminan adalah dapat diketahui dan telah ditentukan. Penjamin jiwa atau dikenal dengan penjamin muka merupakan komitmen penjamin untuk menghadirkan sosok tertanggung kepada orang yang dilindungi haknya. 10. Barang itu telah diserahkan kepada pemilik yang sah atau dalam arti penyerahan, baik penyerahan itu oleh penjamin atau kafiil atau oleh ashili atau makful anhu.
Apabila pemegang hak melepaskan makful anhu, maka penjamin atau kafiil menjadi bebas karena utangnya ada pada ashiil atau makful anhu.Kafiil di sini hanya membantu makful anhu. Namun jika kafiil harus diserahkan makful anhu di kota A, namun diserahkan di kota B, maka Imam Abu Hanifah menganggap kafiil itu bebas karena makful anhu. Namun Abu Hanifah berpendapat bahwa kafiil tersebut belumlah bebas kecuali makful anhu diantar ke tempat yang telah ditentukan sebagaimana dijelaskan di atas.
Kafiil boleh saja terbebas dari kewajiban Kafalah bi an-nafs, namun makful atau belum bebas karena hanya kafil yang lepas, bukan makful anhu, namun bila pemilik yang sah sudah melepaskan makful anhu, maka keduanya dinyatakan bebas. Kafalah dapat gagal atau berakhir karena ashiil atau makful anhu terbebas dari kewajiban menyerahkan barang miliknya, dan kafiil dapat terbebas dari kewajiban kafalah, misalnya dalam perkataan pemilik hak yang menyatakan bahwa : “Aku membebaskanmu dari tugas kafala”13 7.
Konsep Pengalihan Tanggungan Menurut Syariat Islam
- Pengertian Hiwalah
- Dasar Hukum
- Rukun dan Syarat
- Macam-macam Hiwalah
- Ketentuan yang terkait
“Jika salah satu di antara kalian dialihkan kepada orang yang mudah membayar utangnya, hendaklah dia beralih (menerima transfer).” (HR Jama'ah) Ijma'. Perjanjian hawalah/pengalihan utang yang bersyarat menjadi batal dan utang kembali kepada peminjam jika syarat-syaratnya tidak dipenuhi. Peminjam wajib menjual hartanya jika pembayaran utang yang dialihkan itu ditentukan dalam akad, bahwa utang itu dibayar dengan hasil penjual. kekayaannya.
Pembayaran atas piutang yang dialihkan dapat ditentukan dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, namun dapat juga tanpa jangka waktu pembayaran tertentu. Kemudian yang menerima pengalihan utang tersebut meninggal dunia, sehingga pengalihan utang yang terjadi tidak dapat diwariskan. Hal ini terjadi jika seseorang mengalihkan hutangnya kepada beban muhal alayh, padahal dia tidak mengaitkannya dengan hutang dan tagihannya, sedangkan muhal alayh menerima hawalah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pengalihan utang secara muthlaq ini termasuk kafaah madhdah (jaminan), oleh karena itu harus didasarkan pada tiga pihak, yaitu pihak yang mempunyai piutang, pihak yang berhutang, dan pihak yang menanggung utang. . . Terjadi jika orang yang berhutang mengalihkan beban utangnya kepada muhal alaih dengan cara melekatkannya pada utang muhal alaih kepadanya. Ini adalah hawalah yang dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Pemilik hak tagih dalam hal ini tidak mungkin karena dialah yang telah mengalihkannya kepada orang lain untuk mengalihkan haknya d.
Muhil dalam hawalah adalah orang yang berhutang, karena ia memindahtangankannya kepada orang lain untuk membayar utangnya. Dalam proses hutang dan debitur disepakati oleh pihak-pihak yang saling terkait yaitu muhil, muhal dan muhal alaih. Kedudukan dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dalam hiwalah tercantum dalam akad hiwalah di awal perjanjian.
Peruntukan khusus dalam kontrak Hiwalah: Jika semasa proses pelaksanaan kontrak Hiwalah timbul sebarang salah faham antara pihak berkaitan, percubaan boleh dibuat untuk menyelesaikan isu tersebut melalui Badan Timbang Tara. Hilangnya hak muhal alaih kerana kematian atau muflis, atau dia menafikan kewujudan akad hawalah sedangkan muhal tidak boleh memberikan keterangan atau saksi. Jika muhal alaih telah menunaikan kewajipannya terhadap muhal, bermakna akad hawalah telah ditunaikan oleh semua pihak.
Jika muhal memberikan atau mewakafkan hartanya kepada muhal alaih dan dia menerima pemberian tersebut. Akad hiwalah dalam perbankan syariah biasanya diterapkan dalam hal-hal sebagai berikut: Anjak Piutang, dimana nasabah yang mempunyai piutang dari pihak ketiga mengalihkannya ke bank, setelah itu bank membayarkan piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
Kesimpulan
Implementasi Aplikasi al-Kafâlah pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, Jurnal - Implementasi Aplikasi Al-Kafâlah pada Lembaga Keuangan Syariah, Vol.