• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH DAN DASAR NEGARA Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi

N/A
N/A
KIKI MELINDA

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH DAN DASAR NEGARA Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH DAN DASAR NEGARA Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi

Dosen Pengampu: Syamsul Umam, S.HI., M.H.

Disusun Oleh:

1. Khurotul Ayun (1860401222048)

2. Irma Aulya Pratiwi (1860401222049)

3. Kiki Melinda (1860401222072)

PS2B

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

MARET 2023

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pancasila sebagai Falsafah dan Dasar Negara” dengan baik dan tepat waktu.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Syamsul Umam, S.HI., M.H. selaku dosen mata kuliah Pancasila yang telah banyak memberi bantuan dengan arahan dan petunjuk yang jelas sehingga mempermudah kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah berjudul “Pancasila sebagai Falsafah dan Dasar Negara” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan baru tentang hal yang berkaitan dengan islam nusantara.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat terbuka dengan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga makalah ini dapat tersusun lebih baik lagi.

Tulungagung, 16 Maret 2023

Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara oindonesia, sehingga dapat diartikan kesimpulan bahwa pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa indonesia, sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan, serta bagian pertahanan bangsa dan negara.

Pancasila sebagai satu-satunya ideologi yang dianut bangsa indonesia takk ada yang mampu menandinginya. Indonesia yang terdiri atas berbagai dan suku bangsa dapat dipersatukan oleh pancasil. Itu sebabnya sering kali pancasila dianggap sebagai ideologi yang sakti. Siapa pun coba menggulingkannya,akan berhadapan langsung dengan seluruh komponen-komponen kekuatan bangsa dan negara indonesia.

Sebagai dasar negara republi indonesia (way of life), pancasila nilai- nilainya telah dimiliki oleh bangsa indonesia sejak zaman dulu.

Nilai-nilai tersebut meliputi nilai budaya, adat istiadat dan religiusitas yang diimplimentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jati diri bangsa indonesia melekat kuat melalui nilai-nilai tersebut yang dijadikan pandangan hidup. Tindak tanduk serta perilaku masyarakat nusantara sejak dahulu kala telah tercermin dalam nilai- nilai pancasila. Untuk itu, pendiri republik indonesia berusaha merumuskan nilai-nilai luhur itu kedalam sebuah ideologi bernama pancasila.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Sosialisme/Kapitalisme?

2. Bagaimana konsep Sosialisme Utopis?

3. Bagaimana konsep Sosialisme Komunitas Bersama?

(7)

C. Tujuan

1. Untuk memahami definisi Sosialisme/Kapitalisme 2. Untuk memahami konsep Sosialisme Komunis Utopis 3. Untuk memahami konsep Sosialisme Komunis Bersama

(8)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila & Negara

Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar, sendi, asas, atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.1

Pancasila dapat kita artikan sebagai lima dasar yang dijadikan dasar negara serta pandangan hidup bangsa. Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri dengan dengan kokoh tanpa dasar negara yang kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan yang akan dicapai tanpa pandangan hidup. Dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan terombang-ambing dalam menghadapi permasalahan baik yang dari dalam maupun dari luar.

Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima ideologi utama penyusun Pancasila merupakan lima sila Pancasila. Ideologi utama tersebut tercantum pada alinea keempat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang berbunyi :

1. Ketuhanan yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada

1 A. Muchtar Ghazali dan Abdul Majid, PPKn Materi Kuliah di Perguruan Tinggi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016) hlm. 12

(9)

tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

Secara literal, istilah "negara" merupakan terjemahan dari kata state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Prancis). Kata staat, state, dan etat diambil dari bahasa Latin: status dan statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), wilayah (daerah), dan pemerintah yang berdaulat.

Munculnya sebuah negara, menurut Plato, karena adanya hubungan.

timbal balik (interdependency) dan rasa saling membutuhkan antara sesama manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Dalam konteks ini, muncul prinsip pokok kenegaraan lain, yakni pembagian kerja secara sosial (social division of labour).2

B. Aspek Ontologis Pancasila

Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramida adalah sebagai berikut:

Bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai Causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila Pertama). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila Kedua). Maka negara adalah adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila Ketiga). Sehingga terbentuklah persekutuan

2 A. Muchtar Ghazali dan Abdul Majid, PPKn Materi..., hlm. 50

(10)

hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintahan. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (Sila Keempat). Keadilan merupakan keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan keadilan sosial pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara (Sila Kelima).3

Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat, yaitu negara sebagai pendukung hubungan, dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila, yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, adapun negara adalah sebagai akibat.4

C. Aspek Epistemologi Pancasila

Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:

Pertama, tentang sumber pengetahuan manusia; kedua, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; ketiga tentang watak pengetahuan

3 Notonagoro, Pancasila Dasar Filsafah Negara, (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, 1974), hlm.

61

4 Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Paradigma, 2007), hlm. 14

(11)

manusia.5 Persoalan epistemologi dalam hubungan- nya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:

Pertama, tentang sumber pengetahuan Pancasila sebagaimana dipahami bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Jadi bangsa Indonesia adalah sebagai causa materialis Pancasila.

Kedua, tentang teori kebenaran pengetahuan Pancasila. Pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia. Selain itu Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif. Kemudian Pancasila juga mengakui kebenaran yang bersumber dari intuisi dan Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak sebagai tingkatan kebenaran tertinggi. Kebenaran dalam pengetahuan Pancasila adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran mutlak. Selain itu dalam sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Ketiga, tentang watak pengetahuan Pancasila terkandung pada wataknya yang hierarkis dan berbentuk piramida, maka kebenaran konsensus didasari oleh kebenaran wahyu serta kebenaran kodrat manusia yang bersumber pada kehendak. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pada hakikatnya

5 Titus, Harold, Marilyn S. Smith dan Richard T., Noland, Living Issues Philosophy diterjemahkan oleh Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang ,1984), hlm. 32

(12)

tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.6

D. Aspek Aksiologi Pancasila

Manusia itu adalah makhluk yang dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai. Nilai sama dengan harga. Hidup itu mempunyai harga atau nilai. Apa yang menyebabkan hidup itu mempunyai nilai? Menurut Aristoteles, nilai itu tidak hanya kenikmatan (kesenangan dalam lingkungan pancaindra), nilai yang tertinggi bagi manusia ialah nilai dalam taraf kepribadian.

Aristoteles mulai dengan mengatakan bahwa dalam semua perbuatannya senantiasa ada kehendak mengejar sesuatu yang baik. Oleh sebab itu, baik merupakan sesuatu yang dikejar atau dituju. Jika kita meninjau segala sesuatu yang dituju manusia dalam perbuatannya, maka nilai itu ada dua macam, yakni nilai yang dikejar karena nilai itu sendiri, misalnya orang tidak mengejar uang untuk uang, melainkan uang untuk gunanya dalam jual beli. Orang tidak mengejar hiburan untuk hiburan, melainkan agar sesudah hiburan dapat bekerja lagi. Dan nilai Nilai yang kedua adalah nilai yang dikejar sebagai tujuan. Nilai yang satu ini

6 Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan..., hlm. 15–18

(13)

merupakan dorongan yang khusus bagi manusia sebagai makhluk yang berbudi. Jadi nilai tujuan ini ialah kesempurnaan pribadi manusia.

Standar umum yang dapat dikatakan tentang arti nilai, bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi positif. Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang membuat kita melarikan diri, seperti penderitaan, penyakit atau kematian adalah lawan dari nilai, adalah non nilai.7

Dengan demikian nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun bathin. Notonagoro, mengelompokkan nilai menjadi tiga macam, yaitu:

Pertama, nilai material sebagai nilai berguna bagi jasmani manusia seperti kenikmatan, kesehatan. Kedua, nilai vital yakni sebagai nilai yang berguna bagi kegiatan manusia seperti motor, handphone, laptop. Ketiga, nilai kerohanian yakni sebagai nilai yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohaniaan dikelompokkan lagi menjadi tiga nilai, yakni: Nilai kebenaran yang bersumber pada, akal, nilai keindahan yang bersumber pada perasaan, nilai kebaikan yang bersumber pada kehendak, dan nilai religius yang merupakan nilai kerohaniaan yang tertinggi.8 Bertolak dari pandangan tersebut, dapat dirumuskan bahwa nilai erat kaitannya dengan kegiatan menimbang, yakni menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan, yang mana orientasi dari keputusan tersebut dapat diarahkan pada nilai material atau nilai kerohaniaan.

Nilai pada tiap sila Pancasila tergolong sebagai nilai kerohaniaan, tetapi nilai vital yang mengakui adanya nilai material, nilai vital. Maka dalam Pancasila terkandung nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan maupun nilai kesucian. Jadi pada Pancasila

7 K. Bartens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm. 139

8 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Fisafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995) hlm. 211

(14)

terkandung nilai-nilai secara harmonis dan sistematis, yang dimulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai "dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai "tujuan'.9

Kodrat terutama manusia itu terletak pada kerohaniaan yang tertuju terhadap nilai kebaikan yang berupa nilai kemanusiaan. Setiap orang membutuhkan kemanusiaan, termasuk orang Indonesia. Hakikat terhadap nilai kemanusiaan bagi orang Indonesia itu terkandung pada Pancasila.

Memang Pancasila mengandung lima nilai fundamental (ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan keadilan), namun kelima nilai itu semuanya akan mengarah pada keadaban orang Indonesia. Sementara keadaban merupakan lingkaran terhakikat bagi nilai kemanusiaan.

Dengan hakikat kemanusiaan, Pancasila yang pada hakikatnya memberikan ajaran kepada manusia Indonesia untuk memanusiakan interaksi sosial dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Dengan kedua ajaran itu, Pancasila bercita-cita untuk menjadikan manusia Indonesia sebagai makhluk bermoral. Sifat-sifat hakiki dari Pancasila yang secara kodrat menempatkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang satu, yang bercita-cita untuk keberadaan manusia sebagai makhluk makhluk yang yang bersatu dengan lingkungannya berdasarkan rasa persaudaraan, sebagai harus hidup bersama dan berkehendak untuk menciptakan keadilan yang bersifat sosial bagi masyarakat indonesia.

9 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok..., hlm. 213

(15)

E. Nilai-Nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat

Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuaan yang mendalam tentang Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut. Dari setiap sila-sila kita cari pula intinya. Setelah kita ketahui hakikat dan inti tersebut di atas, maka selanjutnya kita cari hakikat dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut:

1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.

2) Pancasila sebagai dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan-kepentingan kegiatan praktis

(16)

operasional diatur dalam Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar 1945 b) Ketetapan MPR

c) Undang-undang

d) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) e) Peraturan pemerintah

f) Keputusan presiden g) Peraturan daerah

3) Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.

4) Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh. Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasal-pasalnya. Hal ini berarti pasal- pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila.

Berhubung dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila

(17)

yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Nilai-nilai yang menunjang dan memperkuat kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat kita terima asal tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya referendum atau pemilihan presiden secara langsung.

b) Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tidak dimasukkan sebagai nilai-nilai Pancasila, Bahkan harus diusahakan tidak hidup dan berkembang lagi dalam masyarakat Indonesia, misalnya demonstrasi dengan merusak bangunan/kantor, penjahat dihakimi massa, atau penjarahan.

c) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat diterima sebagai nilai-nilai Pancasila.

Oleh sebab itu, secara filosfis dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai Pancasila adalah pandangan hidup.

Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang ekonomim, politik, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan dasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta. Dasar normatif yang dapat kita sebut filsafat negara diperlukan sebagai kerangka untuk menyelenggarakan negara.

Falsafah negara merupakan norma yang paling mendasar untuk

(18)

mencek apakah kebijakan legislatif dan eksekutif sesuai dengan persetujuan dasar masyarakat.10

F. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistomologis, serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkis dan digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain kesatuan sila-sila Pancasila itu hierarkhis dalam kuantitas juga dalam hal isi sifatnya, yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Kesatuan yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar epistomologis, serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistomologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain paham filsafat di dunia.11

Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum atau kolektif serta aktualisasi Pancasila yang bersifat khusus dan konkret dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila Pancasila (substansi Pancasila)

10 Syahrial Syarbani, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 20–22

11 Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKN), (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 13–14

(19)

merupakan nilai- nilai, sebagai pedoman negara adalah norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi konkret Pancasila.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila V Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Sejak dahulu kala nilai-nilai itu selalu didambakan, dicita-cita bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia. Namun seperti yang telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya, Pancasila yang pada tahun 1945 secara formal diangkat menjadi das Sollen bangsa Indonesia, sebenarnya dianggap dari kenyataan real yang berupa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan kehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia. Driyakara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan Sein im Sollen. Ia merupakan harapan, cita-cita, tetapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.12

12 Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila..., hlm. 22–24

(20)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar, sendi asas, ata peraturan tingkah laku yang penting dan baik.

dengan demikian pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik. Pancasila dapat kita artikan sebagai Ima dasar yang dijadikan dasar negara serta pandangan hidup bangsa. Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri dengan kokoh tampa dasar negara yang kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan yang akan dicapai tampa pandangan hidup. Dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi permasalahan baik yang dari dalam maupun dari luar.

Aspek ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramida yang dimana hubungan sebab- akibat, yaitu negara sebagai pendukung hubungan, dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.

Aspek epistemologi memiliki persoalan- persoalan yang mendasar yaitu tentang sumber pengetahuan manusia, kebenaran pengetahuan manusia, dan watak pengetahuan manusia

Aspek aksiologi Pancasila yang dimana semua perbuatan manusia memiliki nilai. Menurut Aristoteles, nilai itu tidak hanya kenikmatan

(21)

(kesenangan dalam lingkungan pancaindra), nilai yang tertinggi bagi manusia ialah nilai dalam taraf kepribadian. oleh karena itu nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin.

B. Saran

Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis sadar bahwasannya kepenulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi lebih baik lagi.

(22)

DAFTAR RUJUKAN

Bartens, K. 2001. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. 1995. Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Ghazali, A. Muchtar. 2016. PPKn Materi Kuliah di Perguruan Tinggi Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.

Notonegoro. 1974. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.

Rahayu, Ani Sri. 2013. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKN). Jakarta: Bumi Aksara.

Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.

Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Titus, Harold, Marilyn S. Smith dan Richard T. 1984. Noland Living Issues Philosophy. Terjemahan oleh Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks pembaruan hukum yang dilakukan Imam Syafi‟i dengan istilah yang masyhur disebut dengan qaul qadim dan qaul jadid, penulis melihat beliau melakukan

Sekitar tahun 3500 SM mereka telah menghasilkan peradaban yang maju, dengan perkembangan kota-kota, sistem organisasi politik, etika religius dan pemerintahan