• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ALIRAN INSTITUSIONAL Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi

N/A
N/A
KIKI MELINDA

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH ALIRAN INSTITUSIONAL Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi "

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ALIRAN INSTITUSIONAL

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dosen Pengampu: Cepy Nurmalia Wahyuningtias, M.Pd

Anggota kelompok 7:

1. Eirine Dyah Ayu Safira (1860401222054)

2. Syahrul Irawan (1860401222095)

3. Silvia Mei Trivani (1860401222096) 4. Zumrotul Khusnia (1860401222098)

PS2B

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

2022/2023

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kelompok kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Perkembangan Pemikiran Ekonomi ini yang berjudul “Aliran Institusional”. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi.

Dalam pembuatan makalah ini kami tidak akan dapat menyelesaikan dengan baik dan benar tanpa adanya bantuan dari ibu dosen Cepy Nurmalia Wahyuningtias, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, serta pengarahannya. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur kami menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah berkenan memberi bantuan yang tulus selama penyusunan makalah ini.

Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Kami selaku penyusun makalah ini menyadari makalah ini sangat jauh dari kata sempurna oleh sebab itu kami selalu terbuka untuk menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Sehingga kami harapkan dari bapak-ibu dosen yang kami hormati beserta teman-teman ataupun bagi siapapun yang akan membaca makalah ini dapat memberikan saran yang membangun supaya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Tulunganggung, 17 April 2023

Penyusun

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

A. Thornstein Bunde Veblen ... 3

B. Motivasi Konsumen ... 6

C. Perilaku Pengusaha ... 9

D. Tokoh-tokoh Institusional Lainnya ... 12

BAB III PENUTUP ... 16

A. Kesimpulan ... 16

B. Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring berita tentang kebangkrutan beberapa perusahaan raksasa di Amerika Serikat akibat krisis keuangan di akhir tahun 2008 lalu, beberapa media menulis gaya hidup mewah CEO sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan finansial dan menuju kebangkrutan. Di tengah usaha pemerintah USA melakukan tindakan penyelamatan ekonomi negara adidaya,ternyata manejer-manejer perusahaan justru sedang asyik dengan kebiasaan hidup “menghambur-hamburkan uang” yang telah menjadi bagian dari gaya hidup para jet set. Berita tersebut di atas menguak ketika ekonomi kapitalis (klasik) telah dipertanyakan ketangguhannya menghadapi guncangan krisis. Salah urus perusahaan dari para manejer keuangan di perusahaan-perusahaan raksasa USA juga dituding sebagai biang dari permasalahan tersebut. Namun dibalik berita-berita tersebut, mengingatkan kita pada aliran pemikiran ekonomiinstitusional yang dirintis oleh Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Inti pemikiran Veblen dapat dinyatakan dalam beberapa kenyataan ekonomi yangterlihat dalam perilaku individu dan masyarakat tidak hanya disebabkan oleh motivasi ekonomi tetapi juga karena motivasi lain (seperti motivasi sosial dan kejiwaan), maka Veblen tidak puas terhadap gambaran teoritis tentang perilaku individu dan masyarakat dalam pemikiran ekonomi ortodoks. Dengan demikian, ilmu ekonomi menurut Veblen jauh lebih luas dari pada yang ditemukan dalam pandangan ahli-ahli ekonomi ortodoks. Veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neo-klasik yang model-model teoritis dan matematisnya dinilai bias dan cenderung terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran-pemikiran ekonomi klasik dan neo klasik juga dikritiknya karena dianggap

(5)

2

mengabaikan aspek-aspek non ekonomi seperti kelembagaandan lingkungan. Padahal Veblen menilai pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat. Struktur politik dan sosial yang tidak mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi. Ekonomi institusional merupakan sebuah pemikiran dalam ilmu ekonomi yang bermakna pandangan bahwa sebuah perilaku ekonomi (economic behavior ) suatu pihak atau seseorang yang sangat dipengaruhi tehadap institusi tertentu. Institusi dalam hal ini mempunyai arti yang luas serta secara singkat bisa diartikan sebagai “aturan main” dalam sebuah kelompok masyarakat yang ada di dalam sebuah kelompok itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat Thornstein Bunde Veblen mengenai aliran institusional?

2. Bagaimana pendapat Thornstein Bunde Veblen mengenai motivasi ekonomi?

3. Bagaimana pendapat Thornstein Bunde Veblen mengenai perilaku usaha?

4. Siapa tokoh-tokoh aliran institusional lainnya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui aliran institusional menurut Veblen.

2. Untuk mengetahui motivasi ekonomi.

3. Untuk mengetahui perilaku usaha.

4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran institusional.

(6)

3

BAB II PEMBAHASAN A. Thornstein Bunde Veblen (1857-1929)

Veblen adalah anak seorang petani miskin yang melakukan imigrasi dari Norwegia ke Amerika. Dalam keluarga petani miskin ini, termasuk di dalamnya Veblen, ada sembilan orang bersaudara. Latar belakang kehidupan yang serba kekurangan ini menjadi pangkal tolak mengapa dalam kehidupannya ia sering bersikap getir, skeptis, bahkan ada yang menilainya sebagai seorang fasis.

Jika ada orang yang paling berpengaruh dan mempunyai peran dominan terhadap keberadaan aliran institusional ini maka tidak ragu lagi orang akan menunjuk Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neo-klasik yang model-model teoretis dan matematisnya dinilai bias dan cenderung terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran- pemikiran ekonomi klasik dan neo-klasik juga dikritiknya karena dianggap mengabaikan aspek-aspek non-ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan.

Pola pemikiran Veblen sangat berbeda dari pola pemikiran pakar- pakar ekonomi lain (kecuali Spencer, tokoh idolanya). Bagi Veblen masyarakat adalah suatu kompleksitas tempat setiap orang hidup Setiap orang pun dipengaruhi serta ikut mempengaruhi pandangan serta perilaku orang lain. Dari penelitian dan pengamatannya, ia menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat berubah dari tahun ke tahun. Penelitian tentang perubahan perilaku dilakukannya dengan pendekatan metode induksi.

Dengan metode induksi ia dapat menjelaskan perilaku masa lalu dan sekarang. Di samping itu, ia bisa pula meramal atau memperkirakan perilaku masa yang akan datang.

Bagi Veblen, masyarakat merupakan suatu fenomena evolusi, segala sesuatunya terus-menerus mengalami perubahan. Pola perilaku seseorang

(7)

4

dalam masyarakat disesuaikan dengan kondisi sosial seka- rang. Jika perilaku tersebut cocok dan diterima, perilaku diteruskan. Sebaliknya, jika suatu perilaku dianggap tidak cocok, perilaku akan disesuaikan dengan lingkungan. Keadaan dan lingkungan inilah yang disebut Veblen "institusi".

Dalam hal ini hendaknya dijelaskan bahwa yang dimaksudkan Veblen dengan"institusi" bukan institusi atau kelembagaan dalam artian fisik, melainkan dalam artian dengan nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan serta budaya. Selanjutnya, yang semuanya terefleksikan dalam kegiatan ekonomi, baik dalam berproduksi terkait maupun mengkonsumsi. Dalam berproduksi akan terlihat bagaimana nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan yang dianut dalam me ngejar tujuan akhir dari kegiatan produksi, yaitu keuntungan. Ada keun- tungan yang diperoleh melalui kerja keras dan ada juga yang diperoleh dengan "trik-trik" licik dengan menggunakan segala macam cara tanpa memperdulikan orang lain. Begitu juga dalam perilaku konsumsi ada perilaku konsumsi yang wajar, yaitu ingin memperoleh manfaat atau utilitas yang sebesar-besarnya dari tiap barang yang dikonsumsinya. Ada pula yang tidak wajar kalau konsumsi ditujukan hanya untuk pamer, yang oleh Veblen disebut conspicuous consumption.

Landasan pemikiran seperti dijelaskan di atas jelas bukan pemi- kiran ekonomi, melainkan lebih mengarah ke sosiologi. Tetapi kalau digabung, ia akan menjadi pemikiran ekonomi aliran institusional atau aliran kelembagaan (institutional economics).1

Gelar yang diberikan pada Veblen sangat banyak. Ia digelari sebagai seorang maverick, yang kira-kira bisa diartikan dengan orang yang suka

“lain dari yang lain”. Gelar ini biasa diberikan pada orang yang selalu berpijak pada pemikiran sendiri tanpa peduli dengan pemikiran-pemikiran umum yang dianggap lumrah (maverick = person who dissents from the ideas of an organized group). Ia tidak pernah menghargai pendapat orang lain. Selalu teguh pada pendapat sendiri walaupun pendapat tersebut

1 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 141-143

(8)

5

mungkin bertentangan dengan pendapat yang dianggap “lumrah” atau

“benar” waktu itu.

Gelar lain yang diberikan pada Veblen adalah iconoclast, yaitu orang yang suka menyerang dan ingin menjatuhkan ide-ide atau gagasan- gagasan orang-orang atau institusi tradisional yang diterima secara umum ( iconoclast = one who attacks and seeks to overthrow tradisional or popular ideas or institutions). Sebagai seorang iconoclast, ia tidak segan dan tidak pernah ragu menentang pendapat para establishment.

Gelar “radikal” juga cocok untuk Veblen, sebab ia sering atau bahkan terus-menerus mempermasalahkan inti kebenaran dari tata susunan masyarakat. Sebagaimana yang dijelaskan, hal yang sering dipermasalahkan ialah kebenaran tesis neo-klasik tentang konsep utilitas marjinal (marginal utility) dan asumsi tingkah laku konsumen rasional.

Pendidikan awal yang ditempuh Veblen adalah bidang filsafat, yang diambilnya di Johns Hopkins University dan Yale University. Kemudian ia memperdalam ekonomi di Cornel University. Walaupun ia seorang yang brilian, anehnya jabatannya sebagai dosen tidak pernah lebih tinggi dari pembantu profesor, baik waktu ia mengajar di Chicago, Stanford, maupun Missouri.2

Dari buku-buku yang dituliskan telah membuat Veblen menjadi sangat terkenal kecuali mungkin di Indonesia, sebab jarang sekali ditemukan mahasiswa yang tahu siapa Veblen, apalagi pemikiran- pemikirannya. Karya tulisannya yang tajam, dengan analisis yang langsung menukik pada persoalan, membuat ia dihargai oleh rekan-rekan seprofesi.

Beberapa buku yang ditulisnya antara lain: The Theory of Leisure Class (1899), The Theory of Business Enterprise (1904); The Instrict of Workmanship and the State of the Industrial Art (terbit tahun 1914, dan tahun 1920 dipublikasikan kembali dengan judul: The Vested Interests and the Common Man); The Engineer and The Price System (1921); Absentee

2 Ibid., hlm. 144-145

(9)

6

Ownership and Business Enterprise in Recent Times The Case of America (1923). 3 Selain buku-buku yang disebutkan diatas, masih banyak buku- buku lain yang ditulisnya menyangkut masalah sosial, politik, bahkan juga tentang pertahanan keamanan, dunia pendidikan, dan sebagainya.

B. Motivasi Konsumen

Dalam The Theory of the Leisure Class Veblen menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan dorongan dan pola perilaku konsumsi masyarakat. Sebagai layaknya pemikir yang tidak puas dengan kondisi masyarakat yang ada di sekitarnya, Veblen sering melihat situasi-situasi masa lalu yang dinilainya lebih baik dari situasi-situasi dan keadaan sekarang, terutama dalam masyarakat Amerika yang diamatinya. Menurut Veblen, dulu perilaku orang terikat dengan masyarakat sekeliling. Orang dalam tingkah lakunya pun berusaha ikut menyumbang terhadap perkembangan masyarakat. Orang berusaha menghindari perbuatan yang akan merugikan orang banyak. Namun masyarakat kapitalis finansil di Amerika ialah orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri saja, dan tidak terlalu tertarik dengan kepentingan masyarakat banyak. Orang dalam tingkah lakunya pun berusaha ikut menyumbang terhadap perkembangan masyarakat. Orang berusaha menghindari perbuatan yang akan merugikan orang banyak. Namun, apa yang dilihatnya seka rang dalam masyarakat kapitalis finansil di Amerika ialah orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri saja, dan tidak terlalu tertarik dengan kepentingan masyarakat banyak.

Yang diperhatikan oleh masyarakat sekarang hanya uang. Segala sesuatu juga dinilai dengan uang. Sekarang orang tidak peduli apakah perilaku ekonominya merugikan orang lain atau tidak. Orang berlomba- lomba mencari dan memperebutkan harta tanpa peduli akan cara. Mengapa orang sangat doyan dengan harta? Hal ini tidak lain karena adanya anggapan

3 Chat Noir, “Bab 10 Aliran Institusional” dalam https://speunand.blogspot.co.id/2011/01/aliran - institusional.html, diakses tanggal 24 Februari 2018

(10)

7

bahwa hanya harta yang mampu menaikkan status, harga diri atau gengsi seseorang dalam masyarakat.

Jika harta telah terkumpul, orang punya banyak waktu untuk bersenang-senang (leisure). Dengan demikian, pada masa sekarang kemampuan untuk hidup bersenang-senang juga dijadikan sebagai alat untuk memperlihatkan derajat atau status seseorang. Makin mampu ia tidak bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan produktif (leisure), makin tinggi derajatnya dalam masyarakat. Penyakit seperti ini banyak menghinggapi kaum wanita. Mereka memakai gaun mode mutakhir hanya sekadar mengumumkan pada orang-orang bahwa ia absen dari pekerjaan produktif.

Memakai Corset, misalnya, jelas ingin menunjukkan bahwa si pemakai tidak cocok untuk bekerja.

Penyakit suka pamer ini, demikian Veblen, cepat berjangkit da- lam masyarakat. Dalam hal ini ia memberi contoh, kalau seorang boss berlibur selama sebulan menggunakan yacht pribadi ke Bermuda, sekretarisnya dengan segala upaya (mungkin dengan menghabiskan seluruh tabungannya selama setahun) berusaha agar dapat berlayar selama seminggu ke Karibia.

Karena aktivitas leisure juga dijadikan sebagai indikasi kesuksesan, orang kaya yang ingin dianggap "hebat" tidak pernah mengizinkan istri dan anak-anaknya mengerjakan pekerjaan rumah. Semua pekerjaan rumah diserahkan pada pembantu. Sementara pembantu bekerja, istri dan anak- anak sibuk mencari kesenangan pribadi masing-masing.

Dengan harta melimpah orang berlomba-lomba membeli barang- barang yang digunakan untuk pamer. Kecenderungan perilaku konsumsi seperti ini disebut Veblen dengan istilah conspicuous consumption, yaitu konsumsi barang-barang dan jasa yang bersifat ostentatious (pamer, melagak). Hal itu dimaksudkan untuk membuat orang kagum. Seba- gaimana diungkapkan oleh Veblen: "Conspicious consumption of valuable goods is a means of reputability to the gentlemen of leisure".

Yang menjadi incaran konsumsi bagi masyarakat leisure ini terutama barang-barang sangat mahal. Tidak perduli apakah barang itu

(11)

8

berguna dalam kehidupan sehari-hari atau tidak. Manfaat yang diperoleh dari pengkonsumsian barang-barang mahal tersebut memang tidak di- peroleh dari barang itu sendiri, tetapi lewat dampaknya terhadap dan melalui orang lain. Makin mahal barang yang dibeli, si pembeli makin yakin bahwa barang tersebut "indah", "hebat". Kepuasan dari barang-barang yang ditujukan untuk pamer tidak diterima dari pengkonsumsian barang itu sendiri, melainkan melalui dampaknya terhadap orang lain. Makin kagum orang pada yang dibelinya, makin tinggi kepuasannya. Akan tetapi, jika orang tidak memberi perhatian pada apa yang dibelinya, ia mungkin bisa pusing tujuh keliling

Apa yang dikatakan Veblen tentang perilaku konsumsi bermewah mewah di atas adalah faidahnya tidak diperoleh langsung dari kon sumsi barang itu sendiri, melainkan dari dampaknya terhadap orang lain. Oleh Duesenberry kemudian dikembangkan lebih lanjut dan lebih dikenal dengan istilah demostration effects. Bagi Veblen gambaran di atas sungguh terbalik dengan tesis kaum klasik dan neo-klasik. Kedua kaum itu mengatakan bahwa orang akan selalu memilih alternatif konsumsi terbaik untuk memperoleh kepuasan sebesar-besarnya. Perilaku tersebut juga bertentangan dengan anggapan kaum klasik bahwa setiap keputusan konsumen didasarkan pada rasio bukan emosi.

Menurut pandangan Veblen, orang yang membeli sesuatu barang yang melebihi proporsi yang wajar, jelas tidak rasional. Namun, lebih bersifat emosional. Dan yang lebih parah lagi, kadang-kadang tingkah laku konsumsi mereka seperti orang "norak". Hal seperti ini sering terjadi pada golongan nouve riche, atau di Indonesia dikenal dengan istilah orang kaya baru (OKB). Golongan ini umumnya berasal dari orang miskin yang kemudian berhasil meningkatkan status finansilnya. Karena kurang terbiasa dengan pola hidup orang-orang kaya, perilaku konsumsinya menjadi seperti tidak wajar.

Veblen melihat bahwa perilaku conspicuous consumption, dan pecuniary emulation semakin menggejala dalam masyarakat kapitalis

(12)

9

finansil liberal Amerika. Perilaku seperti ini sangat dibenci dan diten- tangnya karena dari hasil pengamatannya ia menyaksikan bahwa orang Amerika cenderung semakin manja. Banyak di antara mereka yang ker janya hanya menghambur-hamburkan waktu, tenaga, dan sumber daya Jika kecenderungan seperti ini tidak dicegah, demikian peringa Veblen, bangsa Amerika suatu saat akan tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang lebih berperhitungan dalam membelanjakan pendapatan mereka.4

C. Perilaku Pengusaha

Dalam bukunya yang lain: The Theory of Business Enterprise Veblen lebih jauh menjelaskan kemiripan perilaku pengusaha Amerika dengan perilaku konsumsi yang diceritakan di atas. Veblen dalam hal ini juga melihat bahwa perilaku para pengusaha Amerika di masanya telah banyak mengalami perubahan. Dahulu para pengusaha pada umumnya menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan melalui kerja keras. Investasi masuk ke dalam apa yang disebutnya production for use. Akan tetapi, pada masa sekarang laba dan keuntungan sebagian tidak lagi diperoleh melalui kerja keras dengan menciptakan barang-barang yang disukai konsumen, tetapi lewat "trik-trik bisnis".

Produksi seperti ini disebutnya production for profit.

Lebih jauh dari itu, Veblen melihat bahwa pada masa sekarang semakin banyak dijumpai jenis pengusaha pemangsa (predator). Pengusaha ini adalah para pengusaha yang memperoleh keuntungan melalui berbagai cara tanpa mempedulikan nasib orang lain, termasuk para pegawai dan karyawan yang bekerja di perusahaan yang dimilikinya. Apalagi terhadap nasib para konsumen yang membeli produk-produknya, tidak ada perhatian mereka sama sekali.

Veblen melihat dalam masyarakat Amerika yang tumbuh begitu pesat telah melahirkan suatu golongan yang disebutnya absentee ownership.

4 Ibid., hlm. 145-148

(13)

10

Yang dimaksudkannya dengan golongan absentee ownership tersebut adalah para pengusaha yang memiliki modal besar dan menguasai sejumlah perusahaan, tetapi tidak ikut terjun langsung dalam kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan operasional cukup diserah- kan pada para professional dan karyawan kepercayaannya. Walaupun golongan ini tidak ikut dalam kegiatan operasional, dalam kenyataan ia memperoleh keuntungan paling besar.

Untuk lebih jelas, Veblen memberikan contoh tentang pengusaha yang bergerak dalam bidang perkereta apian. Pengusahalah yang mendapat keuntungan sangat besar waktu Amerika melaksanakan pembukaan kawasan dari pantai Timur hingga pantai Barat. Yang merancang dan melaksanakan pembuatan jaringan kereta api adalah tenaga-tenaga pelaksana profesional yang diupah. Sementara itu, sang pengusaha sebagai pemilik modal hanya "ongkang-ongkang kaki" saja. Walaupun demikian, pengusahalah yang memetik keuntungan paling besar. Para pengusaha kereta api yang seperti ini oleh Veblen diberi gelar bangsawan kereta api (railroad barons). Hal itu karena perilaku mereka agak mirip dengan kaum bangsawan pemilik daerah-daerah pertanian di Eropa abad pertengahan.

Mereka sama-sama tidak mengerahkan pikiran dan energi dalam kegiatan operasional, tetapi memperoleh bagian keun tungan paling besar.

Veblen lebih jauh melihat bahwa para pengusaha yang hanya mementingkan laba tanpa memperhatikan cara ini biasanya melakukan kongkalingkong dengan penguasa. Dengan begitu, mereka mendapat berbagai kemudahan dan hak-hak istimewa, misalnya dalam menguasai bahan-bahan mentah dan menguasai daerah-daerah pemasaran. la biasanya juga mampu mengatur pejabat kehakiman untuk tidak mempersoalkan kedudukan monopolinya atau agar tidak menggubris manipulasi pajak dan keuangan yang dilakukannya. Di beberapa negara berkembang yang masih belum mempunyai aturan permainan atau rule of law yang jelas, sering dijumpai adanya kerja sama antara pengusaha dengan militer demi mengamankan bisnis monopolinya. Artinya, kalau ada pengusaha lain yang

(14)

11

ikut dalam bisnis yang di- monopolinya, ia akan berurusan dengan militer.

Si penangkap biasanya diberi hadiah atau promosi naik pangkat. Hal ini mudah diatur, sebab sang pengusaha biasanya dekat atau memang anak atau famili dari si pengusaha itu sendiri.

Untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, ada pengusaha absentee ownership tidak segan-segan mematikan usaha pengusaha sungguhan yang memperoleh keuntungan dengan kerja keras. Salah satu cara untuk itu ialah dengan melakukan akuisasi. Cara lain untuk mematikan pesaing lain ialah dengan membanting harga, sehingga produk-produk dari perusahaan-perusahaan pesaing tersebut tidak laku. Setelah pesaing mati dan keluar dari pasar, biasanya mereka kembali menaikkan harga dan memperoleh laba sangat besar (excessive profit).

Dengan monopoly power yang ada di tangan, mereka juga sering mengurangi pasok (supply) barang-barang, sehingga harga melambung.

Lagi-lagi, pengusaha menerima keuntungan melebihi kewajaran. Dari uraian di atas, tidak mengherankan Veblen menolak keras tesis kaum klasik.

Tesis yang ditentangnya menganggap bahwa usaha setiap orang yang mengejar kepentingannya masing-masing pada akhirnya akan melahirkan suatu harmoni dan keseimbangan dalam masyarakat secara keseluruhan.

Hal itu karena dari gejala-gejala yang diamatinya, ia melihat bahwa perilaku pengusaha yang hanya mengejar kepentingan pribadi sangat bertolak belakang dengan tujuan masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya, demi mengejar kepentingan pribadi. ada pengusaha yang tidak segan-segan menghambat dan mematikan kepentingan orang banyak.5

Veblen menilai bahwa para pengusaha absentee ownership yang biasa memperoleh keuntungan besar dengan cara kangkalingkong tersebut sangat berpotensi melahirkan golongan leisure class. Secara psikologis orang yang bisa memperoleh sesuatu tanpa keringat tidak begitu menghargai sesuatu yang diperolehnya. Oleh karena itu, tidak

5 Ibid., hlm 148-151

(15)

12

mengherankan kalau perilaku konsumsinya akan bersifat conspicuous consumption. Perilaku mereka yang suka pamer tersebut kadangkala sangat norak, sebab suka membeli sesuatu yang tidak dimanfaatkan dengan sewajarnya. Hal ini berbeda dengan perilaku konsumsi pe ngusaha "murni"

yang serius dan mati-matian dalam berusaha. Karena keberhasilan dicapai melalui kerja keras, mereka akan lebih berperhitungan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.6

D. Tokoh-Tokoh Institusionalis Lainnya.

Veblen sebagai tokoh utama aliran institusional mempunyai cukup banyak pengikut. Beberapa diantaranya yang dapat disebutkan adalah:

a) Wesley Clair Mitchel (1874-1948) adalah murid, teman dan pengagum Veblen. Ia berjasa dalam mengembangkan metode- metode kuantitatif dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa ekonomi.

Salah satu karyanya yang sudah menjadi klasik adalah: Business Cycles and Their Causes (1913). Dengan menggunakan bermacam data statistik ia kemudian menjelaskan masalah fluktuasi ekonomi.

Sesudah perang dunia kedua, Mitchell mengorganisasi sebuah badan penelitian “National Bureau of Economic Research”. Dari penelitian ini memungkinkan lebih dikembangkannya penelitian-penelitian tentang pendapatan nasional, fluktuasi ekonomi atau business cycles, perubahan produktivitas, analisis harga, dan sebagainya.

b) Gunnar Karl Myrdal (1898-19..) dari Swedia juga digolongkan se- bagai pendukung aliran institusional. Setelah menyelesaikan pendidikan dalam bidang hukum, Myrdal melanjutkan pendidikan dalam bidang ekonomi, dan selesai tahun 1927. Ia banyak menulis buku, antara lain: An American Dilemna (1944); Value in Social Theory (1958); Challenge to Affluence (1963); dan Asian Drama:

6 Riza Firman, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Aliran Institusional” dalam

https://rizafirman.wordpress.com/2016/04/23/sejarah-pemikiran-ekonomi-aliran-institusional/ , diakses tanggal 24 Februari 2018.

(16)

13

An Inquiry into The Poverty of Nations (1968). Salah satu pesan Myrdal pada ahli-ahli ekonomi ialah agar ikut membuat value judgement. Jika itu tidak dilakukan struktur-struktur teoretis ilmu ekonomi akan menjadi tidak realistis. Sebagai penganjur aliran institusional, ia percaya bahwa pemikiran institusional sangat diperlukan dalam melaksanakan pembangunan di negara-negara berkembang. Atas jasa-jasanya dalam menyumbangkan pemikiran- pemikiran ekonomi, terutama bagi pembangunan negara-negara berkembang, tahun 1974 bersama-sama dengan F.A Hayek ia memperoleh hadiah Nobel dalam bidang ekonomi.

c) Joseph A. Schumpeter (1883-1950) oleh beberapa penulis dima- sukkan sebagai pendukung aliran institusional. Hal itu karena pen- dapatnya yang mengatakan bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam domain ekonomi itu sendiri, melainkan berada di luarnya, yaitu dalam lingkungan dan institusi masyarakat. Lebih jelas lagi, sumber kemakmuran terletak dalam jiwa kewiraswastaan (entrepreneurship) para pelaku ekonomi yang mengarsiteki pembangunan.

Schumpeter membedakan pengertian invensi dengan inovasi. Invensi adalah hal penemuan teknik-teknik produksi baru.

Sementara itu, inovasi mempunyai makna lebih luas, yang tidak hanya menyangkut penemuan teknik-teknik berproduksi baru. Akan tetapi, juga penemuan komoditi baru, jenis material baru untuk produksi, cara-cara usaha baru, cara-cara pemasaran baru, dan sebagainya. Oleh Schumpeter inovasi dianggap sebagai sesuatu loncatan dalam fungsi produksi.

Inovasi ditemukan oleh inovator, tetapi entrepreneurlah yang mempraktikkan hasil temuan tersebut pertama kali. Tanpa entrepre- neur yang berani mengadopsi temuan-temuan baru, orang akan tetap menggunakan cara-cara lama yang telah usang dan tidak efisien.

Lebih jauh, menurut Schumpeter, entrepreneur tidak sama dengan

(17)

14

pengusaha biasa. Entrepreneur lebih jeli mencari peluang, mampu merintis dan mengatur inovasi, mau mengadopsi teknik, cara dan pola baru; dan yang paling penting, berani mengambil risiko.

d) Douglas North dari University of Washington, Missouri, Amerika Serika Penghargaan terhadap aliran institusional mencapai puncaknya tahun 1993 pada waktu Douglas North menerima hadiah nobel dalam bidang ekonomi. North menerima hadiah yang sangat membanggakan tersebut karena jasanya yang sangat besar dalam memperbarui riset dalam penelitian sejarah ekonomi dan metode- metode kuantitatif.

Selama ini kebanyakan pakar-pakar ekonomi menganggap hanya mekanisme pasar sebagai satu-satunya penggerak roda ekonomi, dan mengabaikan peran institusi. Hal ini dinilai North keliru, sebab peran institusi, baik institusi politik maupun institusi ekonomi, tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.

Lebih jauh, ia menyimpulkan bahwa negara-negara komunis hancur karena tidak mempunyai institusi yang mendukung mekanisme pasar. Terhadap perubahan-perubahan yang radikal di Eropa Timur dan eks Soviet, North mengatakan bahwa reformasi yang dilakukan tidak akan memberikan hasil nyata hanya dengan memperbaiki kebijaksanaan ekonomi makro belaka. Agar reformasi berhasil, dibutuhkan dukungan seperangkat institusi yang mampu memberikan insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi.

Beberapa contoh institusi yang mampu memberikan insentif tersebut adalah hukum paten dan hak cipta, hukum kontrak dan pemilikan tanah.

Dari uraian di atas jelas bahwa apa yang dimaksudkan North dengan institusi sedikit berbeda dengan yang dikemukakan Veblen sebagai pendiri aliran institusional itu sendiri. Bagi Veblen institusi diartikan sebagai norma-norma, nilai-nilai, tradisi dan budaya.

Namun, bagi North institusi adalah peraturan perundang-undangan

(18)

15

berikut sifat- sifat pemaksaan dari peraturan-peraturan tersebut serta norma-norma perilaku yang membentuk interaksi antara manusia secara berulang- ulang. Dalam hal ini, North tidak melihat institusi sebagai institusi, tetapi terutama pada konsekuensi institusi tersebut atas pilihan-pilihan yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Bagi negara-negara yang ingin maju, demikian North memberi resep, harus dikembangkan sistem kontrak, hak cipta, merek dagang, dan sebagainya secara resmi. Selain itu, perlu dilengkapi dengan sistem pemantauan dan mekanisme penindakan bagi para pelanggar peraturan-peraturan yang telah dibuat. Tanpa kehadiran institusi maka biaya transaksi dalam berdagang dan berusaha menjadi tinggi.

Para pedagang akan menghadapi risiko penipuan, pemasaran, ancaman fisik, dan bentuk-bentuk ketidakpastian lainnya. Kehadiran institusi sangat penting sebagai alat untuk mengatur dan mengendalikan para pelaku ekonomi di pasar.7

7 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran..., hlm. 152-155

(19)

16

BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dalam pemikiran ekonomi Institusional, Veblen mengatakan bahwa pola perilaku masyarakat mengalami perubahan baik itu dalam berproduksi maupun mengkonsumsi, di mana dalam mengkonsumsi mereka memprioritaskan kesenangan dan voya-voya dalam konsumsi sehingga menyebabkan munculnya kelompok leisure class.

Kemudian dalam berproduksi menurut Veblen pengusaha cenderung bersifat absentee ownership, di mana dalam mengembangkan usahanya mereka hanya berdiam diri sedangkan yang menjalankan usahanya tenaga professional yang digaji.

Pola perilaku seperti di atas terjadi pada masyarakat Amerika, tetapi tidak menutup kemungkinan pola perilaku seperti itu juga terjadi pada masyarakat Indonesia sekarang ini. Dengan adanya teori dari Veblen itu.

sehingga kita tahu bahwa sebenarnya pola perilaku masyarakat juga perlu diatur baik itu dalam berproduksi maupun dalam mengkonsumsi.

B. Saran

Semoga makalah yang kami buat ini selalu bermanfaat untuk semuanya dan selalu membimbing para pembaca khususnya kaum remaja sekarang ini untuk lebih mendalami tentang Aliran Institusional . Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyampaian maupun penulisan kalimat Oleh karena itu kami sebagai penulis makalah ini meminta kritik dan saran sehingga kedepannya kami dapat menulis makalah ini dengan baik.

(20)

17

DAFTAR PUSTAKA

Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers.

Firman, Riza. 2016. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Aliran Institusional” dalam https://rizafirman.wordpress.com/2016/04/23/sejarah-pemikiran-ekonomi- aliran-institusional/, diakses tanggal 24 Februari 2018.

Noir, Chat. 2011. “Bab 10 Aliran Institusional” dalam

https://speunad.blogspot.co.id/2011/01/aliran-institusional.html, diakses tanggal 24 Februari 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi praktikal yang paling penting dari pencarian terhadap kepribadian sebagai sesuatu yang tetap atau mengalami perubahan adalah kebutuhan untuk dapat memprediksi

Arbitrase adalah cara penyelasaian sengketa perdata yang bersifat diluar pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh

kata prinsip sendiri secara etimologi adalah dasar, permulaan atau aturan pokok, menurut Ahmad Jauhar Tauhid, prinsip adalah pandangan atau pendapat yang menjadi panduan perilaku

Sedangkan ciri studi agama teologi itu adalah dari orang yang mengimani serta mentakwainya sebagaimana dikatakan oleh Steenbrink, seorang muslim yang meneliti dan mempelajari

Hasil penelitian ini adalah (1) mayoritas mahasiswa PGMI yang mengikuti mata kuliah akhlak tasawuf mengalami perubahan pola pikir ketuhanan, mereka merasa semakin yakin

Dalam konteks pembaruan hukum yang dilakukan Imam Syafi‟i dengan istilah yang masyhur disebut dengan qaul qadim dan qaul jadid, penulis melihat beliau melakukan

Sekitar tahun 3500 SM mereka telah menghasilkan peradaban yang maju, dengan perkembangan kota-kota, sistem organisasi politik, etika religius dan pemerintahan

Adalah penyebab perubahan yang berasal dari luar, atau sering disebut lingkungan. Organisasi bersifat responsive terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Oleh