• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI KORUPSI YANG TERJADI DI MASYARAKAT KSB

N/A
N/A
Ebby Abadhii

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI KORUPSI YANG TERJADI DI MASYARAKAT KSB "

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

KORUPSI YANG TERJADI DI MASYARAKAT KSB

DOSEN PEMBIMBING Dr. Ahmad Irfan Sani, S.H., M.H

DISUSUSN OLEH : KELOMPOK 3

1. Sayyied Umar Syihab 2. Afdin Alfarabi

3. Ebby Abadi 4. Leni Febriani 5. Muslimah 6. Juriati

FAKULTAS TEKNIK

(2)

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS CORDOVA

2022

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa berguna untuk para pembaca.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Taliwang, 27 Oktober 2022

Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

BAB I ……….

Pendahuluan………

A. Latar Belakang………...

B. Rumus Masalah………..

C.

Tujuan……….

(5)

BAB II………

Pembahasan………

.

A. Regulasi Korupsi………

B. Implementasi dari Regulasi Korupsi………..

C. Solusi untuk mengatasi Korupsi di kalangan masyarakat………..

BAB III………...

Penutup………..

Kesimpulan………

Saran………..

(6)
(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan virus yang menyebar dimana-mana bahkan di belahan penjuru dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang serius dibandingkan masalah lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya korupsi memiliki dampak negatif yang sangat signifikan dalam negara maupun dalam masyarakat, karena korupsi dapat menghilangkan/menghanguskan uang negara mulai jutaan rupiah hingga triliunan. Hal ini merupakan masalah yang sangat ditakuti khususnya di Indonesia yang sekarang ini menjadi sorotan dunia karena peringkatnya adalah nomor tiga negara terkorupsi didunia.

Banyak faktor pendorong terjadinya korupsi di Indonesia, yakni diantaranya : Konsentrasi kekuasan dipengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis; Gaji yang masih rendah; kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban; Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan 6 yang dilakukan oleh pejabat pemerintah; Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah; Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal; Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.; Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”; Lemahnya ketertiban hukum; Lemahnya profesi hukum; Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil; Rakyat yang apatis, masa bodoh, tidak tertarik, atau mudah dibohongi; Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan.

Indonesia, sebagai salah satu Negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan –

(9)

peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU Nomor 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan Nasional.

Seharusnya dengan sederet peraturan dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap dan pikiran kita dari tindak korupsi. Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan memberantas korupsi.

Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Berbagai upaya pemberantasan korupsi, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum menggambarkan upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia.

Masyarakat menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kasus korupsi yang terjadi di kalangan masyarakat KSB?

2. Apa saja uu yang terkait dengan korupsi tersebut?

3. Bagaimana cara mengatasi korupsi yang ada didalam masyarakat?

C. Tujuan

1. Mengetahui kasus korupsi yang terjadi dikalangan masyarakat KSB 2. Untuk mengetahui uu yang terkaut dengan korupsi tersbut

3. Untuk mengetahui solusi dari kasus korupsi tersebut

(10)

BAB II PEMBAHASAN

A. Regulasi Korupsi

Berikut adalah dasar-dasar hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

1. UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang ini dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepemimpinan Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun 1971 mengatur pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta bagi semua delik yang dikategorikan korupsi.

Walau UU telah menjabarkan dengan jelas tentang definisi korupsi, yaitu perbuatan merugikan keuangan negara dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, namun kenyataannya korupsi, kolusi, dan nepotisme masih marak terjadi di masa itu. Sehingga pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya, undang- undang antikorupsi bermunculan dengan berbagai macam perbaikan di sana-sini.

UU No. 3 tahun 1971 ini dinyatakan tidak berlaku lagi setelah digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN

Usai rezim Orde Baru tumbang diganti masa Reformasi, muncul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Sejalan dengan TAP MPR tersebut, pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya.

(11)

Dalam TAP MPR itu ditekankan soal tuntutan hati nurani rakyat agar reformasi pembangunan dapat berhasil, salah satunya dengan menjalankan fungsi dan tugas penyelenggara negara dengan baik dan penuh tanggung jawab, tanpa korupsi. TAP MPR itu juga memerintahkan pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara, untuk menciptakan kepercayaan publik.

3. UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN

Undang-undang ini dibentuk di era Presiden BJ Habibie pada tahun 1999 sebagai komitmen pemberantasan korupsi pasca tergulingnya rezim Orde Baru. Dalam UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN ini dijelaskan definisi soal korupsi, kolusi dan nepotisme, yang kesemuanya adalah tindakan tercela bagi penyelenggara negara.

Dalam UU juga diatur pembentukan Komisi Pemeriksa, lembaga independen yang bertugas memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan mantan penyelenggara negara untuk mencegah praktik korupsi. Bersamaan pula ketika itu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman.

4. UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara

(12)

Definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU ini. Berdasarkan pasal- pasal tersebut, korupsi dipetakan ke dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan lagi menjadi 7 jenis, yaitu penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, suap menyuap, benturan kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian keuangan negara.

5. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Melalui peraturan ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat turut membantu pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang diatur dalam peraturan ini adalah mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi. Masyarakat juga didorong untuk menyampaikan saran dan pendapat untuk mencegah dan memberantas korupsi.

Hak-hak masyarakat tersebut dilindungi dan ditindaklanjuti dalam penyelidikan perkara oleh penegak hukum. Atas peran sertanya, masyarakat juga akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah yang juga diatur dalam PP ini.

6. UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Kepresidenan Megawati Soekarno Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak efektif memberantas tindak pidana korupsi sehingga dianggap pelu adanya lembaga khusus untuk melakukannya.

Sesuai amanat UU tersebut, KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. UU ini kemudian disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019 dgn terbitnya Undang-Undang No 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019

(13)

diatur soal peningkatan sinergitas antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi.

7. UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Pencucian uang menjadi salah satu cara koruptor menyembunyikan atau menghilangkan bukti tindak pidana korupsi. Dalam UU ini diatur soal penanganan perkara dan pelaporan pencucian uang dan transaksi keuangan yang mencurigakan sebagai salah satu bentuk upaya pemberantasan korupsi. Dalam UU ini juga pertama kali diperkenalkan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

8. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK)

Perpres ini merupakan pengganti dari Perpres No 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012- 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan korupsi.

Stranas PK yang tercantum dalam Perpres ini adalah arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan aksi pencegahan korupsi di Indonesia. Sementara itu, Aksi Pencegahan Korupsi (Aksi PK) adalah penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK dalam bentuk program dan kegiatan.

(14)

Stranas PK, yaitu Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan Negara, dan Penegakan Hukum dan Demokrasi Birokrasi.

9. Peraturan Presiden No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Diterbitkan Presiden Joko Widodo, Perpres ini mengatur supervisi KPK terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia.

Perpres ini juga mengatur wewenang KPK untuk mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Perpres ini disebut sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

10. Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi

Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun juga pendidikan dan pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan peraturan untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi (PAK) di perguruan tinggi.

Melalui Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi, perguruan tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah pendidikan antikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana. Selain dalam bentuk mata kuliah, PAK juga bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan Kemahasiswaan atau pengkajian, seperti kokurikuler, ekstrakurikuler, atau di unit kemahasiswaan.

Adapun untuk Kegiatan Pengkajian, bisa dalam bentuk Pusat Kajian dan Pusat Studi. Kegiatan pengajaran PAK ini harus dilaporkan secara berkala ke Kementerian melalui Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

(15)

B. Implementasi Dari Regulasi Korupsi

Contoh korupsi di kalangan masyarakat yang terjadi di kabupaten Sumbawa barat :

1. Misalnya kasus korupsi proyek jamban yang dilakukan oleh dua aparatur desa yakni, ketua tim pelaksana berinisial ( RW ) dan kaur keungan desa yang berperan sebagai bendahara yang berinisial (RK)

Proyek jambanisasi ini masuk dalam program sanitasi desa yang telah terdaftar dalam APBDes tahun 2016 . Untuk pengerjaannya pemerintah Desa menarik angaran dana desa dan alokasi dana Desa senilai Rp.855 juta . Dengan nominal tersebut digunakan untuk pembuatan jamban umum dan prbadi warga desa . Menurut hasil pemeriksaan jaksa ada 545 orang dari 13 Dusun di desa ..

Bahkan 2/3 dari jumlah warga yang menerima bantuan telah diperiksa oleh jaksa . Jumlah yang di periksa perkirakan mencapai 300 orang. Tidak hanya pemeriksaan warga penerima bantuan ,aparat desa dengan tim pelaksaanaan kegiatan juga masuk dalam rangkaian pemeriksaan.

Dari hasil pemeriksaan ,ditemukan perbedaan volume pengerjaan dengan anggaran perencanaannya yang tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan . Tindak lanjut dari temuan tersebut pihak kejaaksaan melakukan perhitungan mandiri dan menemukan indikasikerugian Negara yang nilainnya mencapai Rp 600 juta . Sebagai komparasi perhitungannya , pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan inspektorat .

Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa “Kejaksaan RI. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”.

Selanjutnya Pasal 30 ayat (1) dinyatakan bahwa di bidang pidana,

(16)

Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

1. Melakukan penuntutan;

2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;

4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Selanjutnya mengenai Dana Desa dalam pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 jo. Permendagri 20 Tahun 2018 tentang pengelolaan Keuangan Desa, Dana Desa didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran.

Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Penggunaan dana desa dijelaskan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 sebagai berikut:

1. Ayat (1) menyatakan bahwa Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

2. Ayat (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Atas penggunaan Dana Desa tersebut Pemerintah melakukan pemantauan

(17)

dan evaluasi atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaannya sebagaimana dinyatakan pada Pasal 26 Ayat (1).

(18)

2. Kades Pasir Putih, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Lalu Sujarwadi ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan APBDes tahun 2019-2020. Dia pun terancam diberhentikan sementara.

Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) KSB Rizki Saputra membenarkan adanya usulan pemberhentian sementara terhadap kades tersebut. Karena kades sedang dihadapkan dengan persoalan hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Barat. “Kita sudah bersurat ke kejaksaan sebagai dasar kami melakukan pemberhentian sementara,” katanya.

Mengacu pada aturan, jika diberhentikan sementara maka pemerintah akan menunjuk pelaksana tugas (Plt) kepala desa.

Penunjukkan ini agar proses pemerintahan di Desa Pasir Putih tidak terhambat dan bisa berjalan seperti biasanya. “Nanti sekdesnya yang ditunjuk sebagi Plt. Aturannya demikian,” jelasnya.

Terkait kasus hukum yang saat ini sedang menjerat kades, dia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. “Itu ranah kejaksaan,” tegas dia. Sebelumnya, Kejari KSB menetapkan Lalu Sujarwadi sebagai tersangka. LS diduga menyalahgunakan kewenangannya terkait pengelolaan APBDes Pasir Putih tahun 2019- 2020. Kasi Pidsus Kejari KSB Lalu Irwan Suyadi menjelaskan, LS (Lalu Sujarwadi, red) ditetapkan sebagai tersangka setelah melalui sejumlah proses penyidikan. Jaksa menemukan dugaan penyimpangan pada pengadaan stand UMKM/MTQ tahun 2019 lalu.

Termasuk sejumlah penyelewengan lain terkait pengelolaan APBDes tahun 2020.

Berdasarkan hasil perhitungan inspektorat, kerugian negara mencapai Rp 500 juta lebih. “Ada kelebihan bayar atau selisih pembayaran pada pengadaan stand UMKM/MTQ tahun 2019. Selain itu terkait penggunaan Dana Desa terdapat kekurangan volume

(19)

belanja barang dan jasa lain selain pekerjaan fisik bangunan. Ada juga penyertaan modal BUMDes yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

3. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menuntut Kades Benete Kecamatan Maluk, Sirajudin lima tahun penjara atas kasus dugaan korupsi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) tahun anggaran 2019-2020. JPU menyampaikan tuntutan tersebut dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram, Senin, 24 Januari 2022. Tim JPU Kejari KSB, Rizki Taufani, SH., dalam amar tuntutanya meminta Majelis Hakim menyatakan terdakwa Sirajudin bersalah, kerena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer.

Karenanya, sesuai ketentuan yang mengatur terdakwa harus dijatuhi pidana penjara selama lima tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar tetap ditahan.

Kemudian atas perbuatan terdakwa yang telah merugikan keuangan negara ratusan juta dalam pengelolaan DD/ADD tahun 2019-2020, Taufani menuntut terdakwa mengganti kerugian sebesar Rp200 juta dengan pidana subsider 6 bulan.

“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Sirajudin atas kesalahannya itu dengan kewajiban membayar uang pengganti Rp194.524.633,” tuntutnya

Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta terdakwa harus disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Kalaupun tidak ada maka terdakwa Sirajudin mesti menggantinya dengan pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan.

(20)

Atas tuntutan JPU tersebut, Majelis Hakim kemudian meminta terdakwa untuk menanggapi. Sirajudin melalui tim penasehat hukum yakni Wahidza dan Amri meminta waktu untuk mengajukan pembelaan. Harapan tersebut disetujui, dan nota pembelaan akan disampaikan pada sidang lanjutan pada Tanggal 31 Januari 2022 di PN Tipikor Mataram.

C. Solusi untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat

Solusi untuk mengatasi mewabahnya korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan melaporkannya kepada pihak-pihak yang berwenang. Upaya untuk penanggulangan (hukum pidana) korupsi yang ada didalam masyarakat yaitu lewat perundang- undangan yang pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebajikan (policy). Istilah kebijakan diambil dari istilah policy (inggris) atau politiek (Belanda), maka istilah kebijakan hukum pidana disebut dengan istilah politik hukum pidana.

Dimana istilah politik hukum pidana sering dikenal dengan penal policy, criminal law policy atau stfrechtspolitiek. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupaun dari politik kriminal. Jadi usaha penanggulangan itu dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan cara melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Tomita Juniarta Sitompul et.al. 2008:113-114). Dan juga selain solusi yang telah dipaparkan oleh Tomita Juniarta Sitompul bahwasanya masih ada solusi yang paling ampuh untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan penanaman karakter, yang mana penanaman karakter tersebut dilakukan dengan pendidikan karena pendidikan bisa memberikan arahan dan tujuan yang baik untuk tidak melakukan korupsi.

(21)

Seperti perkataan Uhar Suharsapura yang menyatakan bahwa: pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.’ (2005:35). Jadi kebanyakan orang yang melakukan korupsi karena karakternya masih lemah dan imannya masih rendah dan juga orang orang yang konformis (ikut-ikutan) dalam berkorupsi sama saja karakternya masih minim, sehingaa mereka tidak tahu apakah yang dilakukannya itu termasuk pekerjaan yang baik atau buruk.

Pendidikan merupakan upaya normative yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik dari aspek kognitif, sikap maupun keterampilan.

Pendidikan juga membing-bing manusia manusiawi yang semakin dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Dengan demikian bahwa pendidikan merupakan upaya yang paling markatable (simpel) untuk menanggulangi/mengatasi korupsi dikalangan masyarakat.

(22)
(23)

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

B.Saran

Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan makalah deangan judul “ MEMBAHAS TERKAIT KORUPSI YANG TERKAIT DALAM MASYARAKAT DI KSB “ maka dari itu penyusun mengharapkan kriktik dan saran dari bapak/ibu dosen yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Islam dan Peraturan Perundang- Undangan Republik Indonesia (Studi Kritis Hukum Islam terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999 UU Nomor 20 Tahun 2001)..

31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada beberapa kategori suap menyuap

Menimbang bahwa UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur perbuatan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang

MAKALAH ANTI KORUPSI MAKALAH ANTI