Pangan Fermentasi Asam laktat (TEMPE)
Makanan yang diolah dengan fermentasi asam laktat biasanya terasa asam, tapi tidak dengan tempe. Makanan khas Indonesia ini memiliki rasa khas yang merupakan perpaduan antara kacang kedelai dengan jamur atau ragi yang digunakan dalam fermentasi. Tempe sangat populer sebagai pengganti daging oleh vegetarian. Pasalnya, makanan ini kaya akan vitamin B12 yang biasanya banyak ditemui pada daging hewan, ikan, dan produk turunannya, seperti susu dan telur.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia.
Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Pembuatan tempe diawali dengan pencucian kedelai hingga diperoleh kedelai yang bersih dari kotoran. Kemudian dilakukan perebusan kedelai yang bertujuan sebagai proses hidrasi yaitu penyerapan air sebanyak mungkin ke dalam biji kedelai sekaligus untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu pengupasan kulit kedelai.
Pengupasan ini bertujuan untuk memudahkan miselium jamur sebagai agen
fermentasi tempe agar dapat menembus ke dalam kedelai. Kemudian dilakukan pencucian dan perendaman dalam air pada suhu kamar selama 22-24 jam. Tahap perendaman ini bertujuan agar bakteri asam laktat dapat tumbuh secara alami sehingga diperoleh kondisi asam yang sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur tempe.
Selanjutnya dilakukan perebusan kembali menggunakan air rendamannya, lalu ditiriskan. Apabila kedelai sudah agak dingin (±40˚C), kemudian dilakukan inokulasi atau peragian dengan ragi/jamur tempe atau laru atau usar. Tahap peragian ini tentunya bertujuan agar proses fermentasi tempe dapat terjadi sesuai yang dikehendaki. Inokulum atau ragi yang ditambahkan pada kedelai dapat berupa ragi komersial berbentuk serbuk yang dapat dengan mudah dibeli di pasar atau dapat menggunakan usar. Usar merupakan ragi tradisional yang diperoleh dengan cara membiarkan spora kapang tumbuh di antara dua lapis daun yaitu daun waru dan jati.
Selain kedua jenis inokulum atau ragi tersebut, dapat juga digunakan kultur Rhizopus oligosporus murni yang biasanya digunakan oleh para pengrajin dengan teknik fermentasi moderen. Setelah dilakukan peragian, kedelai kemudian dibungkus dan ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi.
Berbagai bahan pembungkus dapat digunakan seperti daun pisang, waru, jati, plastik, dan lain-lain, asalkan bahan pembungkus yang digunakan dapat memungkinkan udara untuk masuk karena jamur tempe membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. Untuk memastikan hal tersebut, bahan pembungkus tempe biasanya diberi lubang dengan cara ditusuk dengan paku. Menurut penelitian, perbedaan bungkus tempe yang digunakan dapat mempengaruhi rasa atau sensoris dan kenampakan dari tempe. Tempe yang dikemas menggunakan daun jati memberikan kecerahan yang lebih rendah bila dibandingkan tempe yang dikemas dengan daun waru, pisang, dan plastik setelah difermentasi selama 72 jam (Agrippina dkk., 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Angrippina, F. D., Utama, Z., dan Ningrum, A. 2017. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap Karakteristik Sensoris dan Kenampakan Tempe Kedelai Impor [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada