Diserahkan ke Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk memenuhi beberapa syarat memperoleh gelar. S1 Jurusan/Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tugas Akhir berjudul: MAKNA KHITBAH DALAM HADITS DAN HUBUNGANNYA DENGAN TRADISI DI MINANGKABAU (Kajian Ma'anil Hadits).
Vokal-vokal yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan apostrof (‘)
Huruf besar
Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat 1. Dapat ditulis menurut penulisannya
H}>>a>sbunallah wani'ma> al waki>l ni'ma> al maula> wa ni'ma> al nas}i>r, al- h}amdulilla>h} penyusunan skripsi ini yang berjudul “Hadits- Hadits tentang makna Khit}bah (kajian Ma'a>nil H}adi>s|)” dapat terpecahkan dengan baik. Bapak/Ibu dosen Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushululuddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang ikhlas dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada para penulis. Secara umum pengertian lamaran atau khitbah selalu ditujukan kepada pihak laki-laki dan yang dilamar adalah pihak perempuan.
Walau bagaimanapun, terdapat beberapa tradisi di Indonesia, salah satunya adalah adat Minangkabau, khit}bah atau Bengal-menangan, biasanya dimulakan oleh kerabat perempuan. Apabila kita merujuk kepada pelbagai hadis yang membicarakan tentang pengertian khutbah atau perlantikan, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kefahaman pelbagai hadis tersebut, kerana jika ianya hanya difahami secara sekilas dan secara teks, sudah tentu dapat memastikan bahawa konsep difahami. jauh dari apa yang dimaksudkan dengan hadis-hadis dan apakah tujuan tersirat Rasulullah SAW ketika melafazkan sabdanya. Begitu juga, jika dikaitkan dengan tema beberapa lafaz lain daripada teks hadis di atas, dibolehkan menjadi orang yang didakwah tidak hanya berlaku kepada wanita melainkan wanita yang berdakwah dan lelaki yang berdakwah. . , maka wanita juga boleh melihat lelaki itu dikhabarkan.
Jika dikaitkan dan relevan dengan adat khutbah yang diamalkan di Minangkabau Sumatera Barat, sebenarnya tidak ada percanggahan antara makna kontekstual yang terkandung dalam hadis dan tradisi di Minangkabau. Kerana tradisi dakwah wanita yang diamalkan di beberapa kawasan di Sumatera Barat masih sesuai dengan ajaran Islam dan masih mengandungi falsafah yang kuat yang telah lama wujud di Minangkabau iaitu adaik basandi syarak, syarak basandi kitabulloh (adat yang dikaitkan dengan Syariat Islam dan Syariat, yang menggabungkan Al-Quran dan Hadis). Kerana dalam ajaran Islam itu sendiri, bukanlah ketentuan mutlak dan wajib bahawa pendakwah adalah dari pihak lelaki dan pendakwah adalah dari pihak perempuan.
Sebaliknya yang berdakwah boleh lelaki atau perempuan kerana melihat realiti yang berlaku dari kisah Nabi Musa a.s. hingga ke zaman Rasulullah.
Latar Belakang Masalah
Secara umum makna lamaran selalu ditujukan kepada pihak laki-laki dan yang dilamar adalah pihak perempuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ketentuan hukum di Indonesia pada tahun 1991, yaitu Pasal 12 tentang tata cara melamar perkawinan.4 Namun terdapat beberapa tradisi yang ada di Indonesia, salah satunya adalah adat Minangkabau, yaitu perkawinan khitbah atau sirih pinang. Biasanya diprakarsai oleh Kalaupun laki-laki yang menghendaki atau sebagai pihak yang hendak memperistri perempuan terlebih dahulu, pihaknya dapat mengirimkan delegasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap sanak saudara perempuan tersebut. Tradisi lamaran yang dilakukan oleh perempuan, seperti yang terdapat pada adat istiadat Minangkabau, sepanjang penelitian penulis belum pernah tergambar pada zaman Nabi Muhammad SAW, maupun para sahabat terdahulu.
Jika kita merujuk pada berbagai hadis yang berbicara tentang khutbah atau sugesti, maka sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam memahami berbagai hadis tersebut, karena jika dipahami hanya secara singkat dan tekstual tentu saja akan menghasilkan pemahaman yang jauh tentang apa yang dimaksud. yang dimaksud dengan hadis dan apa maksud tersirat yang dimaksudkan Rasulullah SAW ketika beliau mengeluarkan sabdanya? Artinya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita, jika dia melihat sesuatu yang mendorongnya untuk mengawininya, hendaknya dia melakukannya.” Kata Jabir; lalu aku merayu seorang gadis, dan aku menyembunyikan diriku untuk memandangnya sampai aku melihat darinya apa yang membuatku menikahinya, lalu aku menikahinya.” 12 Jika kita mengacu pada hadis di atas, maka akan sangat sulit untuk menentukan apa sebenarnya maksud dari khotbah atau lamaran tersebut, jika sudah dapat dipastikan secara mutlak bahwa yang melamar adalah laki-laki, sedangkan yang melamar adalah perempuan, ataukah ketentuan ini hanya sekedar pilihan? Jika aturannya mutlak, lalu bagaimana dengan tradisi lamaran atau khitbah yang dilakukan oleh perempuan?
Selain itu, tradisi meminang atau khit}bah yang dilakukan oleh wanita ini merupakan salah satu daripadanya yang berlaku pada masyarakat Minangkabau yang terkenal dengan adatnya yang sentiasa berlandaskan ajaran Islam dengan falsafahnya iaitu adaik basandi syarak. syarak basandi kitabullah (adat dengan Syariah, Syariah dengan Quran dan Sunnah). Justeru, di sini penulis tertarik untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang hadith-hadith khutbah yang secara khusus tertumpu kepada mengetahui maksud khutbah yang sebenarnya terdapat dalam hadith-hadith Rasulullah.
Rumusan Masalah
Meskipun para ahli di bidangnya terus berupaya untuk memahami hadis Nabi, namun nampaknya masih banyak hal yang perlu dikaji, mengingat ada faktor-faktor yang belum diperhatikan dan perlu dipertimbangkan kembali seputar pemahaman tersebut. dari teks hadis Nabi.13.
Tujuan dan Kegunaan
Tinjauan Pustaka
Husain Muhammad Yusuf, dalam bukunya Memilih Rakan Kongsi dan Cara Memohon Dalam Islam, menjelaskan proses permohonan dalam Islam, aspek makruh dan haram pacaran dan pandangan Islam mengenainya, serta larangan melihat aurat. seorang wanita yang dijodohkan.14 Buku ini tidak membincangkan kesahihan hadis-hadis tentang maksud khutbah, sebagaimana yang akan penulis teliti nanti. Yahya Abdurrahman dalam bukunya Risalah khit}bah juga menjelaskan pelbagai perkara berkaitan khit}bah. Abdurrahman, dalam karyanya yang berjudul Koleksi Hukum Islam di Indonesia, menjelaskan dalam Bab 12 III. masih jauh sekali dari apa yang akan penulis kaji nanti.
Zahri Hamid dalam buku Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Perkawinan di Indonesia juga mengatakan bahwa khitbah atau lamaran artinya suatu permintaan yang harus disampaikan oleh calon suami kepada calon istri untuk menikahkan calon istri tersebut dengan cara yang diketahui masyarakat. Apa yang disampaikan dalam buku ini berkaitan dengan makna khotbah tanpa mengemukakan dalil-dalilnya dan berbeda dengan apa yang akan penulis selidiki nanti. Thalib yang berjudul 15 Pedoman Dakwah Islam yang membahas tentang makna khutbah sejenis serta etika lamaran secara lebih ringkas. Dalam Ensiklopedia Islam Indonesia dijelaskan bahwa khitbah tidak selalu dilakukan oleh calon suami kepada calon istri, namun sering terjadi sebaliknya sesuai adat istiadat masing-masing golongan.
Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan penulis, terdapat banyak karya yang membahas tentang khit}bah, namun belum ada penelitian khusus terkait kajian kritik sanad dan pemahaman matan hadis yang dapat dijadikan referensi untuk menemukan makna khit} bah yang dikehendaki hadis Rasulullah SAW. Dengan demikian, rencana penelitian ini memenuhi syarat karena secara khusus akan membahas hadis-hadis tentang makna kitbah yang belum ada.
Kerangka Teoritik 26
Oleh karena itu perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut setelah mengetahui keabsahan atau kesahihan hadis tersebut atau dengan istilah ba'da shahih, yaitu suatu metode yang disebut dengan “Ilmu Ma'anil Hadits”. Hadits ma'anil merupakan upaya memahami matan atau tema hadis secara akurat dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan atau indikasi-indikasi yang melingkupinya. Hadits ma'anil penting untuk dilakukan karena fokus perhatian dalam kajian hadis selama ini masih terfokus pada kritik sanad dan matan.
Ketika suatu hadis kemudian dinyatakan sebagai hadis shahih, maka tidak selalu atau serta merta dapat dipahami untuk segera diamalkan, dan tidak selalu dipahami dengan pemahaman yang sama, karena tidak semua hadis nabi mengacu pada pemahaman yang jelas dan definitif.
Metode Penelitian
Keempat teknik pengolahan data tersebut akan penulis gunakan untuk mengkaji hadis dari sanad, matan dan pemahaman kontekstual.
Sistematika Pembahasan
Hal ini penting dilakukan agar diketahui bahwa hadis yang akan diteliti layak untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan. Setelah diketahui kualitas hadis dari segi sanadnya, proses selanjutnya pada bab ketiga membahas tentang makna tekstual hadis dalam konteks diturunkannya hadis tersebut dan kemudian menentukan makna universal hadis tersebut. Baru pada bab keempat kita membicarakan kesahihan hadis secara keseluruhan, baik dari segi sanad maupun matan, serta membicarakan permasalahan realita yang sedang dihadapi saat ini, yang dalam hal ini hanya sebatas menghubungkannya dengan yang dibawanya. Ini adalah tradisi lamaran pada masyarakat Minangkabau.
Di sini Anda akan mempelajari apa yang penulis temukan berdasarkan penelitian ini dan apa saja hal baru yang ditawarkan yang membuat penulis merasa perlu menyoroti topik ini untuk penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan hak kepada khit}bah untuk menentukan dan mengambil keputusan untuk menerima atau menolak usul khit}bah. Pernikahan tanpa terlebih dahulu pacaran atau khotbah justru menjadi bentuk ketidakpastian, karena tidak ada indikasi ingin menikah dan menikah. Namun khitbah tidak hanya diartikan seperti itu saja, melainkan juga dapat diartikan sebagai wujud keikhlasan untuk menikah dan menikah atau bisa juga disarankan untuk menikah dengan seseorang jika sesuai dengan kenyataan yang ada saat ini.
Jika dikaitkan dan relevan dengan adat khitbah yang dilaksanakan dan diamalkan di Minangkabau, Sumatera Barat, sebenarnya tidak ada pertentangan antara makna kontekstual yang terkandung dalam hadis dengan tradisi di Minangkabau.
Saran
Kata Penutup
Keterbatasan Melihat Perempuan dalam Perspektif Fiqh Ibnu Hazm,” Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012. Kajian Kritis Ayat Gender (Pendekatan Hermeneutik)” dalam Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam.