LAPORAN PRATIKUM PENYALIRAN PENGOLAHAN DATA EXCEL
“Desain Catchment Area dan Perhitungan Debit Air Limpasan”
Dosen Pengampu:
Dian Eka Aryanti, S.T., M.T.
Danang Wibowo, S.T
Oleh:
Maria Fennylia Methe (22132010)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERTAMBANGAN POLITEKNIK ENERGI DAN PERTAMBANGAN BANDUNG
2023
ii
DAFTAR ISI
COVER ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 1
BAB II LANDASAN TEORI ... 2
2.1 Drainase ... 2
2.2 Catchment Area ... 3
2.3 Debit Rencana ... 3
2.4 Koefisien Aliran Permukaan (c) ... 3
BAB III PEMBAHASAN ... 6
3.1 Catchment Area Pit B ... 6
3.2 Data Curah Hujan Rencana ... 7
3.3 Perhitungan Debit Air Limpasan ... 8
BAB IV PENUTUP ... 9
4.1 Kesimpulan ... 9
DAFTAR PUSTAKA ... 10
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Tampilan layer dan topo contur pit b ... 5 Gambar 3.2 Tampilan visual override setelah diaktifkan ... 6 Gambar 3.3 Tampilan catchment area pit b ... 6
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Koefisien limpasan ... 4 Tabel 3.1 Data intensitas curah hujan per jam selama 24 jam ... 7 Tabel 3.2 Debit air limpasan periode 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun ... 8
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan penambangan berhubungan dengan aspek
ekonomi, lingkungan, dan keamanan di wilayah tambang. Selain tiga faktor tersebut, terdapat aspek lain yang mempengaruhi, seperti air di dalam wilayah penambangan, yang dapat berasal dari permukaan atau tanah. Air permukaan merupakan air hujan yang terkumpul di dalam sistem aliran sungai (DAS) tambang, sedangkan air tanah berasal dari rembesan batuan. Kedua jenis air ini memiliki dampak negatif jika tidak dikelola dengan cermat, khususnya terhadap kestabilan lereng tambang. Pada tambang mineral, kurangnya pengolahan air dapat menghasilkan air asam tambang yang mencemari lingkungan sekitar wilayah penambangan.
Drainase tidak hanya terkait dengan pengeluaran air permukaan, tetapi juga berkaitan dengan pengendalian kualitas air tanah, terutama dalam mengatur salinitas. Drainase melibatkan pengeluaran air permukaan dan air tanah. Selain itu, ada upaya khusus yang disebut mine dewatering yang bertujuan untuk mengeluarkan air dari daerah penambangan, terutama yang berasal dari air hujan.
Tujuan utama dari mine dewatering adalah mengatasi masalah air hujan yang masuk ke dalam tambang (Putra dan Ariyanto, 2016).
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya laporan pratikum penyaliran ini sebagai berikut:
1. Mengenal yang dimaksud dari catchment area.
2. Menganalisis perhitungan debit air limpasan yang masuk ke dalam pit B
3. Melakukan pengolahan data debit air limpasan menggunakan ms.excel.
2 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Drainase
Drainase adalah sistem yang digunakan untuk mengatasi masalah kelebihan air baik di atas maupun di bawah permukaan tanah, yang dapat disebabkan oleh curah hujan tinggi atau hujan yang berlangsung dalam waktu lama (Hendy Apriyanza, 2018). Terdapat dua jenis saluran drainase, yaitu drainase alamiah yang terbentuk secara alami dan drainase buatan yang dirancang berdasarkan analisis ilmu drainase untuk menangani air hujan. Saluran drainase dapat terbagi menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu saluran permukaan tanah yang mengalirkan air limpasan permukaan dan saluran di bawah permukaan tanah yang mengalirkan air melalui pipa- pipa. Konstruksi saluran drainase dapat terbuka atau tertutup, dan terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier. Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan pola jaringan drainase yang sesuai dengan topografi dan penggunaan lahan di kawasan tersebut.
Saluran pembuangan drainase juga harus sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan setempat.
2.2 Catchment Area
Catchment area adalah wilayah yang luasnya permukaan tempat di mana air hujan akan mengalir menuju area yang lebih rendah sampai mencapai titik pengaliran. Daerah tangkapan hujan merupakan kawasan di mana air permukaan yang mengalir bisa menuju ke area yang lebih rendah, seperti wilayah penambangan.
Penentuan luas daerah tangkapan hujan bergantung pada analisis peta topografi wilayah yang sedang diteliti. Sebagian dari air hujan akan meresap ke dalam tanah, beberapa akan diserap oleh vegetasi, sementara sisanya akan mengalir ke wilayah yang lebih rendah. Tidak semua air yang mengalir di permukaan akan menjadi bagian dari
3
sistem penyaliran air; hal ini tergantung pada wilayah tangkapan hujan serta dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti topografi, vegetasi, dan geologi. (Sosrodarsono, 1993).
2.3 Debit Rencana
Debit air hujan atau debit limpasan terjadi ketika jumlah hujan yang turun di suatu Daerah Aliran Sungai melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga menyebabkan genangan air di permukaan tanah. Setelah genangan tersebut mencapai kapasitas maksimalnya, air akan mengalir di permukaan tanah. Perhitungan debit air hujan bisa dilakukan dengan menggunakan formula khusus.
Rumus Debit Limpasan :
Q = 0,0278 .C. I. A (2.36) Dimana :
Q = Debit aliran air limpasan (m³/s)
C = 0,278 (m³/s) = Koefisen run off (berdasarkan standar baku) I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km²)
2.4 Koefisien Aliran Permukaan (C)
Koefisien C merupakan perbandingan antara jumlah puncak aliran permukaan dengan intensitas hujan. Hal ini memiliki signifikansi besar dalam perhitungan debit banjir. Koefisien ini juga dipengaruhi oleh sifat-sifat dan kondisi tanah yang bersangkutan. Laju infiltrasi tanah akan mengalami penurunan selama periode hujan yang berlangsung lama dan dipengaruhi oleh tingkat kelembaban tanah pada masa sebelumnya. (Suripin, 2004)
4
Tabel 2.1 Koefisien Limpasan
Sumber : Rudi Sayogya Gautama (1994)
5 BAB III PEMBAHASAN
3.1 Catchment Area Pit B
Adapun tahap yang perlu diketahui dalam pembuatan desain catchment area di Pit B sebagai berikut:
1. Mengaktfikan terlebih dahulu layer PIT_B dan layer TOPO_CONTUR.
Gambar 3.1 Tampilan layer dan topo contur pit b
6
2. Kemudian mengaktifkan tanda visual override dan klik dgn_latihan_pit_b.
Gambar 3.2 Tampilan visual override setelah diaktifkan
3. Setelah semuanya aktif, buat layer baru untuk mengeplot polygon catchment area pada PIT B.
Gambar 3.3 Tampilan catchment area pit b
7 3.2 Data Curah Hujan Rencana
Setelah luas catchment area Pit B diketahui, perhitungan debit air limpasan bisa dilakukan dengan menggunakan data intensitas hujan selama 24 jam, diukur dalam satuan mm/jam pada beberapa periode ulang per jam.
Tabel 3.1 Data intensitas hujan per jam selama 24 jam
8 3.3 Perhitungan Debit Air Limpasan
Hasil dari perhitungan debit air limpasan di Pit B dapat
disajikan sebagai berikut, dengan koefisien limpasan (C) yang ditetapkan sebesar 0,9, luas area 2,01 km², dan nilai k yang digunakan sebesar 0,278 m³/s. Dengan menggunakan Microsoft Excel, diperoleh hasil perhitungan debit air limpasan yang masuk ke Pit B untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun.
Tabel 3.2 Debit air limpasan periode 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun
9 BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Catchment area, atau daerah tangkapan hujan, adalah wilayah di mana air hujan mengalir menuju area yang lebih rendah hingga mencapai titik pengaliran. Penentuan luas daerah tangkapan hujan didasarkan pada analisis peta topografi. Air hujan bisa meresap ke tanah, diserap oleh vegetasi, atau mengalir ke wilayah yang lebih rendah. Tidak semua air yang mengalir di permukaan menjadi bagian dari sistem penyaliran air, tergantung pada faktor-faktor seperti topografi, vegetasi, dan geologi.
Dengan menggunakan Microsoft Excel, hasil perhitungan debit air limpasan yang masuk ke Pit B untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun yaitu koefisien limpasan (C) 0,9, luas area 2,01 km², dan nilai k 0,278 m³/s.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dharma Prayuda, D. (n.d.). ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN DI WILAYAH LERENG GUNUNG MERAPI. In Juni (Vol. 1, Issue 1).
Hadi, A. I., & Dan Herliana, S. (n.d.). Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu.
Widiyanto, D. (n.d.). PRAKTIKUM PENYALIRAN Catchment Area Debit Limpasan.