• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab XI - 1 REKAYASA HIDROLOGI MODUL 11 Perhitungan Debit Banjir Rencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab XI - 1 REKAYASA HIDROLOGI MODUL 11 Perhitungan Debit Banjir Rencana"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA

Mata Kuliah : Rekayasa Hidrologi

Modul No. 11 : Perhitungan Debit Banjir Rencana Berdasarkan Curah Hujan

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Mahasiswa mengetahui maksud dan tujuan perhitungan debit banjir rencana berdasarkan curah hujan, mempelajari parameter-parameter yang mempengaruhi, pengaruh pemilihan probabilitas banjir rencana terhadap stabilitas bangunan sipil/bangunan air dan kegunaan hasil perhitungan debit banjir rencana.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Mahasiswa mampu menjelaskan dan mampu memberikan contoh-contoh arti dari debit banjir rencana, mampu mengolah data hujan sebagai bahan masukan perhitungan banjir rencana, mampu memberikan pilihan periode ulang banjir rencana dengan dasar pertimbangan yang diperlukan dan dapat menerapkan hasil perhitungan untuk bahan masukan kebutuhan perhitungan selanjutnya, seperti perhitungan stabilitas konstraksi, bangunan pengelah banjir dan bangunan pelimpah.

11. Perhitungan Debit Banjir Rencana Berdasarkan Curah Hujan

Perhitungan Debit Sungai

Banyak cara untuk memperoleh besaran aliran air sungai atau debit sungai diantaranya adalah besaran debit sungai berdasarkan pengukuran di lapangan, perhitungan rumus impiris dan perhitungan debit sungai berdasarkan besaran curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai atau daerah aliran sungai (Catchment Area). Di dalam bab ini akan diuraikan perhitungan debit aliran air sungai berdasarkan tinggi curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air sungai dengan berbagai parameter yang mempengaruhi.

Perhitungan besaran debit sungai pada suatu tempat secara umum bisa dirumuskan sebagai berikut :

∂t

Q = αβ R f

t

Dimana : Q = debit

α = koefisien pengaliran (run of coefisien)

β = koefisien reduksi

∂t = intensitas relatif hujan untuk jangka waktu t t = jangka waktu t yang dipandang

(3)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Kalau dipakai satuan-satuan, untuk : f ialah km2

R ialah mm/24 jam

Perumusan berubah menjadi :

∂t

Q = αβ x 106 x f

t

∂t

= αβ R 1000 f m3 / d

t

Kalau untuk R diambil Rmaksimum, maka : ∂t

R maks . 1000 f

t

Tidak lain daripada banyaknya hujan maksimum yang jatuh dalam m3 tiap detik-tiap km2, jadi bisa dinyatakan :

Dengan ini rumus berubah menjadi :

Q = αβ q f m3 / d

rumus yang dipakai sebagai dasar perhitungan debit sungai berdasar atas curah hujan antara lain Melchior, der Weduwen dan Haspers.

t

β R 103 adalah tidak lain daripada intensitas hujan r selama-lamanya hujan t

(duration) t dan dengan memakai harga t = 1 jam atau 3600 detik perumusan debit berubah menjadi :

α r

Q = f .

3,6

Ialah perumusan rasional Jepang.

(4)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Koefisien Pengaliran

Besarnya koefisien pengaliran α dipengaruhi antara lain oleh : a. Bentuk dan luas daerah pematusan

b. Miring daerah pematusan dan miring palung sungai

c. Keadaan daerah pematusan yang terpenting ialah besarnya kemampuan mengisap/menyerap dan daya menahan air

d. Keadaan flora daerah pematusan e. Daya tampung penampang sungai

f. Tinggi suhu, besarnya angin disertai tingkat penguapannya

g. Jatuhnya hujan yang mendahului hujan maksimum dalam persoalan

Mengingat sukarnya unsur-unsur yang mempengaruhi ini dirumuskan dengan terperinci, maka oleh beberapa penyelidik dikemukakan :

Melchior – besarnya ditetapkan secara global berdasar atas penyelidikan/pengalaman.

α = 0,42 – 0,62, angka ini adalah berdasarkan atas keadaan sebelum perang dunia kedua, harga-harga ini untuk keadaan yang telah diubah harus diperbesar.

4,1

Der Weduwen - α = 1 – , menurut perumusan ini α adalah tergantung

β q + 7

daripada koefisien reduksi β dan q m3/km2/d 1 + 0,012 . f . 0,7

Haspers - α =

1 + 0,075 . f . 0,7

Perumusan ini didasarkan atas data-data debit sungai Kumisik, Waluh, Pekalen, Cianten, Cimanuk, Citarum, Cibuni, Citatik.

Rational Jepang – harga α didasarkan atas penyelidikan mengenai keadaan daerah pematusannya sebagai berikut :

Tabel No. 11.1 Koefisien Limpasan (Dr. Mononobe) / Koeff. Pengaliran

Keadaan daerah pematusan α

Bergunung dan curam Pegunungan

Tanah datar yang ditanami

Sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan bawahnya

Sawah waktu diairi Sungai bergunung Sungai dataran

(5)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Contoh :

Tabel No. 11.2

Keadaan daerah Luas km2 Luas relatif % α

Pegunungan Tanah ditanami Sawah diairi

20 30 50

20 30 50

0,15 0,165 0,325

100 100% 0,640

Koefisien Reduksi

1970

Melchior : F = – 3960 + 1720 β

β – 0,12

Der Weduwen :

t + 1

120 + f

t + 9

β =

120 + f

Perumusan ini didasarkan atas pengamatan di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 1 Maret sampai 1 Januari 1925.

Haspers mengajukan :

1 1 + 3,7 x 10-4t F 3/4 = 1 + x

β t2 + 15 12

Hujan rata-rata maksimum ∂t R1000

q = m3 / km2 / d

t

Dan kalau t dinyatakan dalam jam perumusan menjadi : ∂t Rt

(6)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Hujan Rencana

∂t

Besarnya q tergantung pada R dan , untuk R ini bisa dipakai R maksimum selama

t

waktu pengamatan atau R rencana; misalnya R25 ialah tinggi hujan rencana dengan tahun ulang 25 tahun atau bisa pula dikatakan tinggi hujan yang mungkin bisa terjadi sekali dalam 25 tahun.

Dari pengamatan tinggi hujan di Jakarta telah pernah dihasilkan angka-angka perbandingan besarnya hujan dengan besarnya hujan sekali dalam satu tahun, sebagai berikut : 5 kali per-tahun

4 kali per-tahun 3 kali per-tahun 2 kali per-tahun 1 kali per-tahun

R0,2 Sekali dalam 2 tahun

Sekali dalam 3 tahun Sekali dalam 4 tahun Sekali dalam 5 tahun Sekali dalam 10 tahun Sekali dalam 15 tahun Sekali dalam 20 tahun Sekali dalam 25 tahun Sekali dalam 30 tahun Sekali dalam 40 tahun Sekali dalam 50 tahun Sekali dalam 60 tahun Sekali dalam 70 tahun Sekali dalam 80 tahun Sekali dalam 90 tahun Sekali dalam 100 tahun Sekali dalam 125 tahun

(7)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Intensitas Relatif Berjangka Waktu

Untuk mengintensikan besarnya hujan berjangka waktu kurang dari t < 24 jam, dipakai pengamatan yang dikerjakan di Jakarta (dari tahun 1866 – 1894) yang hasilnya adalah :

Tabel No. 11.4 T

Jam

Rt mm

Intensitas relatif % R1/R 24 jam

t Jam

R1 Jam

(8)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Contoh :

F = km2 R24 = 240 mm Ditanyakan :

R30 menit

Untuk F = 50 km2 dan t = 30 menit ∂ = 18% Hingga :

18

R30 = menit = x 240 = 43,2 mm

100

Atau kalau dihitung lebih lanjut q, maka dengan memakai perumusan :

∂t Rt

q =

3,6 t

43,2

q = = 24 m3 / km2 / d

3,6 x 1 / 2

Haspers membagi intensitas menjadi tiga : a. Untuk t < 2 jam

t R24 Rt =

t + 1 – 0,0008 (260 – R24) (2 – t)2 t = waktu dalam jam

Rt dan R24 dalam mm

b. Untuk : 2 jam < t < 19 jam

t R24 Rt =

t + 1

(9)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Dengan memakai pernyataan intensitas relatif, harga dari Harpers :

t

a. ∂ t =

t + 1 – 0,0008 (260 – R24) (2 – t)2 t

b. ∂ t =

t = 1 c. ∂ t = 0,707 √ 1 + t

Penentuan Waktu t

Dikemukakan disini adanya dua waktu : t = ialah lamanya hujan (duration)

T = ialah lamanya hujan memusat (time of concentration), ialah waktu yang diperlukan air, hujan, yang terjauh bisa mencapai sungai

Mengenai harga t dan T ini dapat dikemukakan :

a. Buat t kecil berlaku, hujan rata-rata yang besar, hingga q m3/km+2/d adalah besar, contoh:

t = 30 menit – R24 = 240 mm – q = 24 m 3

/km2/d t = 1 jam – Rjam = 0,28 x 240 = 66,2 mm

66,2

q = = 18 m3/km2/d q < q1/2 3,6 x 1

b. Tiap bagian dari daerah pematusan akan turut serta dalam menentukan besarnya debit pada ujung daerah pematusan, kalau lamanya hujan t sama atau lebih besar daripada lamanya hujan memusat (duration sama atau lebih bear dari time or concentration).

c. Kalau t < T, maka ini berarti bahwa hujan telah berhenti sebelum air hujan yang terjauh mencapai ujung daerah pematusan.

d. Debit yang maksimum dicapai kalau t > T. Mechior :

Dalam perhitungannya Melchior memakai T dan olehnya dipergunakan perumusan 1000 L

T =

(10)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

T = lamanya hujan memusat dalam jam L = panjang palung sungai dalam km V = kecepatan rata-rata air dalam m/d Untuk V dipakai rumus :

V = 1,31 5√βq f I2

H

Untuk I diambil : I =

0,9 L

Jadi tidak diambil panjang palung sungai seluruhnya, tetapi bagian paling atas sepanjang 0,1 L diabaikan (miring tidak seimbang), H adalah perbedaan tinggi mulut daerah pengaliran sampai titik 0,1 L dari permukaan sungai.

Dengan Q = αβ q t Rumus berubah menjadi :

Q

βq f =

α Dengan α = 0,52

5 2

52 , 0 31 ,

1 Q xI

V =

V =1,4935 QI2

1/5 2/5

493 , 1 3600

1000

I Q x

L

T =

T = 0,186 Q-0,2 I10,40 Der Weduwen, memakai t = 2 T

Haspers, memakai rumus : T = 0,1 x 0,8 I-0,3

L

Rational Jepang, memakai : T = T = 0,0138 L I-0,6

72 I0,6

Menentukan q m3 / km2 /d

(11)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Sebagai contoh diulangi lagi :

F = 50 km2

R24 = 240 mm/24 jam

t = 1 jam

Dari kurva Gambar No. 11.1 terdapat :

∂ t = 28%

Der Wedumen berdasar atas t = 2 T, untuk t < 24 jam dengan mempergunakan hasil pengamatan di observatorium Jakarta dari tahun 1866 – 1985, seperti daftar di Tabel No. 11.5 sebagai berikut :

Tabel No. 11.5 Dari adanya data-data ini Der Weduwen menentukan rumus :

67,65 q =

(12)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Perhitungan :

Perhitungan banjir maksimum/banjir rencana, yang sampai sekarang belum ditinggalkan oleh dinas pengairan, ialah dengan memakai cara Melchior untuk luas pematusan sampai tak terhingga luasnya dan cara Der Weduwen untuk daerah pematusan paling besar 100 km2.

Cara Melchior :

Dasar perhitungan menurut cara Melchior ialah perumusan : a. Q = αβ q f

b. (F + 3960 – 1720 β) (β - 0,12) = 1970

F adalah luas bidang elips yang mengelilingi daerah pematusan dengan sumbu pendek

α > 2/3 b sumbu panjang elips. c. Kurva intensitas hujan relatip

1000 L d. T =

V

e. V = 1,31 5√β q f I2 H

f. I = 0,9 L

Dalam perhitungan yang diketahui dan bisa dihitung ialah : 1. f = luas daerah pematusan, diukur dari peta topografi

2. F = luas elips (1/4 π ab), diukur untuk daerah pematusan yang panjang dipakai dua elips yang mengelilingi daerah pematusan yang panjang dipakai dua elips yang mengelilingi daerah pematusan.

3. R hujan maksimum 4. L panjang sungai

5. H perbedaan tinggi permukaan dasar sungai hulu sampai titik bersangkutan. Dari ketentuan-ketentuan ini bisa ditentukan : I, β

Perhitungan dijalankan dengan cara pendekatan dan untuk ini dimisalkan harga q adalah q0, pendekatan dijalankan sebagai berikut :

1. Dengan q0, I yang telah dihitung f yang telah diukur dan β yang telah dihitung-hitung V dengan rumus :

(13)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

2. Dengan pendapatan V, ditentukan harga T dengan rumus : 1000 L

T =

V

3. Dengan harga T ini dengan memakai kurva intensitas hujan relatif ditentukan harga ∂t, hingga dengan harga ini bisa ditentukan harga :

∂t

Q = β Rmak 103 m3 / d / km2 t

Kalau q ≅ q0 , maka anggapan q0 adalah tepat, tetapi kalau : qi ≠ q0

Maka perhitungan harus diulangi hingga akhirnya : q1 = qi-1

4. Dengan maksud korelasi α, maka debit menjadi : Q = αqi-1 f (1 + α) m3 / d

Untuk korelasi ini Melchior memberikan angka-angkanya seperti pada Tabel No. 11.6 dan untuk keperluan penafsiran harga q pertama bisa dipakai Tabel No. 11.7. Catatan :

Sebaiknya untuk pendekatan pertama dipakai angka bulat, setidak-tidaknya hanya satu angka dibelakang koma.

(14)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Tabel No. 11.7.

Cara Melchior dengan memakai nomogram

Untuk keperluan ini diambil harga 200 mm/24 jam. Penyusunannya dikerjakan sebagai berikut :

1. Untuk luas elips tertentu dengan harga R = 200 mm/24 jam dan harga T tertentu dihitung harga q, cara perhitungan ini diulangi untuk berbagai harga T dan terdapat pula berbagai harga T dan terdapat pula berbagai harga q untuk luas elips sama, kalau harga T dan q ini dalam salib sumbu, mendatar harga T dan tegak harga q dan kemudian titik-titik ini dihubungkan maka terdapat lengkung hubungan antara T dan q buat F tertentu.

Perhitungan ini diulangi buat berbagai harga F dan terdapat nomogram A.

Gambar No. 11.2

Nomogram B

Nomogram B ini memberikan hubungan antara f q dengan I buat berbagai harga dari V, dengan memakai perumusan :

(15)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Misalkan diambil harga V = V0, maka :

V0 = 1,31 5√β q0 f I02 V0 = 1,31 5√β q1 f I12 V0 = 1,31 5√β q2 f I22

Kalau harga-harga q dan I disusun dalam salib sumbu tegak lurus, I sumbu tegak dan f q sumbu mendatar dan kalau titik-titik ini dihubungkan maka terdapat (kalau V – juga untuk berbagai harga) nomogram B.

Cara Der Weduwen

Dengan memakai cara ini hanya bisa dihitung besarnya debit dari daerah pematusan tidak lebih dari 100 km2 dan dengan cara ini tidaklah dihitung Q yang tertinggi, tetapi Q maksimum yang secara ekonomis masih bisa dipertanggungjawabkan.

Dasar dari perhitungan ialah : Q = α β q f

67,65

q =

(16)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

(harga ini berlaku untuk Jakarta dimana R = 240 mm/d tinggi hujan yang sekali dalam 70 tahun dilampaui R70 = 240 mm/d).

t + 1

120 + f

t + 9

β =

120 + f

4,1

α = 1 –

β q + 7

0,476 f3/8

t =

( α β q )1/8 I1/4

Perhitungan dari Q maksimum ini diselesaikan dengan cara mencoba dan yang sederhana ialah dengan memisalkan harga t untuk menghitung harga q, β dan α dan harga-harga ini dimasukkan dalam rumus :

0,476 f3/8

t = dan

( α β q ) 1/8I1/4

dari sini misalnya terdapat t1, maka seharusnya t = t1; kalau ini belum tercapai maka diusahakan dengan t1, harga q, β dan α dan dihitung, t2 dan hitungan ini berlangsung terus hingga akhirnya : ti = ti – 1.

Perhitungan dijalankan untuk I yang sama, tetapi F berlainan dan kemudian perhitungan dijalankan pula untuk I yang lain dengan berbagai harga F. Untuk I der Weduwen mengambil 14 buah harga antara I = 0,1 dan I = 0,0001.

Hasil dilukiskan menjadi nomogram der Weduwen, mendatar harga F dalam km2 dan tegak harga q β α.

Nomogram didasarkan atas R70 = 240 mm/24 jam.

Kalau misalnya jangka waktu pengamatan jangka waktu pengamatan 20 tahun dan harga maksimum adalah 250 mm/24 jam, maka menurut Tabel No. 11.8 :

250

R20 = = 308 mm / 24 jam

(17)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Sebagai contoh diambil : R25 = 212 mm/24 jam F = 61,2 km2 I = 0,1

Dinyatakan Qmaksimum yang sekali dalam 20 tahun tercapai/dilampaui. Penyelesaian :

Dari nomogram dengan I = 0,1 dan F = 61,2 km2 terdapat

Tabel No. 11.8. Hasil pencatatan hujan di Jakarta Untuk R70 = 240 mm/24 jam

Sekali dalam 2 tahun Sekali dalam 3 tahun Sekali dalam 4 tahun Sekali dalam 5 tahun Sekali dalam 10 tahun Sekali dalam 15 tahun Sekali dalam 20 tahun Sekali dalam 25 tahun Sekali dalam 30 tahun Sekali dalam 40 tahun Sekali dalam 50 tahun Sekali dalam 60 tahun

1,20

Sekali dalam 80 tahun Sekali dalam 90 tahun Sekali dalam 100 tahun Sekali dalam 125 tahun

(18)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Catatan :

Kalau R70 adalah 140 mm/24 jam, maka :

140

5 x tiap tahun – m = x 0,238 = 0,139

240

140

1 x tiap tahun – m = x 0,40 = 0,239

240

140

1 x tiap tahun – m = x 0,602 = 0,351

240

Kalau R70 adalah 140 mm/24 jam, maka :

140

1 x dalam 20 tahun – m = x 0,811 = 0,608 240

Disamping cara Melchior dan der Weduwen, perhitungan dapat pula dengan memakai perumusan-perumusan :

α r f

a. Q = (m3 / dt) 3,6

b. α dihitung menurut daftar c. Rt dihitung menurut Iwai Kadoya

R

d. r = rumus Dr. Monobe (mm/jam) 24

L

e. t = (jam) V

f. V = 72 rumus Dr. Rzikan (km/jam)

f = luas daerah pengaliran Dimana :

r = intensitas hujan selama waktu pemusatan (time of concentration, dalam mm/jam) R = hujan per etmal dalam mm

T = lamanya hujan / waktu pemusatan dalam jam L = panjang sungai dalam km

V = kecepatan perambatan banjir dalam km/jam

(19)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Sebagai contoh diambil kutipan data-data hujan seperti termuat dalam majalah Pekerjaan Umum no. 3 tahun XIII April 1976.

Tabel No. 11.9.

Tabun Hujan maks. (R;) Tabun Hujan maks. (R;)

1951 20 1956 46

1952 32 1957 70

1953 60 1958 92

1954 25 1959 48

1955 52 1960 24

Penyelesaian : I. Menghitung hujan rencana max : cara Gumbel / Iwai Kadeya 1. Data-data diurutkan menurut besarnya :

Tabel No. 11.10. Urutan

terbesar

Hujan maksimum

Urutan terkecil

1 92 10

2 70 9

2 60 8 Jadi untuk :

4 52 7 =90—=20

5 48 6 Rb=70—Rc=24

6 46 5 Rb=70—R,=20

7 32 4

8 25 3

9 24 2

10 20 1

1 n = 10

(20)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

(21)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Tabel No. 11.13 Perhitungan Q100 ; kalau :

(22)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

H = 10 m = 0,010 km

Koefisien pengaliran Koefisien reduksi

Time duration Time concentration

Debit banjir rencana 100 tahun Kecepatan rata-rata aliran sungai

Soal Latihan

1. Jelaskan pengertian dan kegunaan dari hasil perhitungan banjir rencana

2. Jelaskan parameter yang mempengaruhi perhitungan debit banjir rencana berdasarkan tinggi cerah hujan.

3. Diketahui data hujan maksimum seperti pada Tabel No. 11.14, luas catchment area 120 km2, panjang sungai 10 km, beda tinggi sungai dari mata air sampai bangunan yang ditinjau adalah 10 m.

(23)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM

REKAYASA HIDROLOGI

Tabel No. 11.14

Tahun Hujan maks (Ri) Tahun Hujan maks (Ri)

1981 1982 1983 1984 1985

20 32 60 25 52

1986 1987 1988 1989 1990

46 70 92 48 24

Referensi

1. Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.

2. Hydrologi for Engineers, Ray K. Linsley Ir. Max. A. Kohler, Joseph L.H. Apaulhus. Mc. Grawhill, 1986.

3. Mengenal dasar-dasar hidrologi, Ir. Joice Martha, Ir. Wanny Adidarma Dipl. H. Nova, Bandung.

Gambar

Tabel No. 11.1 Koefisien Limpasan (Dr. Mononobe) / Koeff. Pengaliran
Tabel No. 11.3.
Tabel No. 11.4
Tabel No. 11.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laju aliran atau debit aliran sungai dipengaruhi oleh karakteristik hujan yang jatuh dan karakteristik DAS.Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas, dan

Hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan debit aliran sungai diakukan secara deskriptif yaitu dengan melihat pola debit aliran sungai terhadap curah hujan dan perubahan

Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tang -rata untuk suatu daerah tangkapan air kapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS)   merupakan

Studi ini bertujuan untuk mengetahui besar curah hujan dan debit yang ada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) hilir Kali Angke sesuai dengan periode ulang, debit banjir existing

Sutapa, 2005 Kajian Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Untuk Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Daerah Aliran Sungai Kodina. “MEKTEK” Tahun VII

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan melakukan analisis terhadap data curah hujan untuk mendapatkan debit banjir pada daerah aliran Sungai Negara dengan

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan melakukan analisis terhadap data curah hujan untuk mendapatkan debit banjir pada daerah aliran Sungai Negara dengan

Fungsi hidrologi daerah aliran sungai (DAS) adalah peranan daerah tersebut dalam merespons curah hujan yang jatuh yang kemudian mengalir menjadi air permukaan. Suatu DAS