• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Indonesia Emas 2045

N/A
N/A
Wara' Alfaruqy

Academic year: 2024

Membagikan "Menuju Indonesia Emas 2045"

Copied!
528
0
0

Teks penuh

(1)

MENUJU INDONESIA EMAS

REFLEKSI DAN VISI PEMBANGUNAN 2005-2045

LP3ES

2023

Kementerian PPN/

Bappenas

(2)
(3)

MENUJU INDONESIA EMAS

REFLEKSI DAN VISI PEMBANGUNAN 2005-2045

2023

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(4)

Penerbit: Kementerian PPN/Bappenas Alamat: Kantor Kementerian PPN/Bappenas Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat Telp. 021-3157239

Dikeluarkan oleh: Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Bekerjasama dengan LP3ES

Menuju Indonesia Emas: Refleksi dan Visi Pembangunan 2005-2045

Penanggung Jawab Kementerian PPN/Bappenas: Taufik Hanafi Penanggung Jawab LP3ES: Fahmi Wibawa

Koordinator Kementerian PPN/Bappenas: Taufiq Hidayat Putra Hanan Nugroho Koordinator LP3ES: Ashep Ramdhan Noer Erfan Maryono Sudar D. Atmanto Penyelia: Widjanarko S.

Penulis: Subandi Sardjoko Hadiat Fitri Amalia Mudaris Ali Masyhud

Eddy Satriya Randy Wrihatnolo Sidqy L.P. Suyitno Yahya Rachmana Hidayat

Fachru Nofrian Yuridistya Primadhita Wisnu Utomo Husni Rohman

Priyanto Rohmatullah Oswar Mungkasa Arief Fitrijanto Arif Christiono Soebroto

Rangga Jantan Wargadalam Karina Apriladatin Hanifa Eka Ramadhyani

Fajar Nur Sahid Hadi Rahmat Purnama Wahyuningsih Darajati Arifin Rudiyanto

Hanan Nugroho Zaenal Muttaqin Nadia Hadad

Pendukung Teknis Kementerian PPN/Bappenas: Maya Grandty Gusti Rosvia

Sheila J. Wardhana Dewi Anawati

Pendukung Teknis LP3ES: Teddy Triyadi Nugroho Anggi Rizki Amalia Editor: Malik Ruslan

Desain Sampul: Laode Alanbosa.

Cetakan Pertama: November 2023 ISBN: 978-602-1154-98-4

KREATOR

JUDUL DAN PENANGGUNG JAWAB

Subandi Sardjoko (penulis)

Menuju Indonesia emas : refleksi dan visi pembangunan 2005 - 2045 / penulis, Subandi Sardjoko, Hadiat, Fitri Amalia, Mudaris Ali Masyhud, Eddy Satriya [dan 21 lainnya] ; editor, Hanan Nugroho, Malik Ruslan

PUBLIKASI Jakarta Pusat : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2023

IDENTIFIKASI ISBN 978-602-1154-98-4

SUBJEK Pembangunan -- Indonesia

KLASIFIKASI 338.959 8 [DDC23]

PERPUSNAS ID https://isbn.perpusnas.go.id/kdt/viewkdt?id=1023009745

(5)

Daftar Grafik, Tabel, dan Gambar viii

Mukadimah xii

Sambutan: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ xix Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Suharso Monoarfa

Sambutan: Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa xxiv Pembangunan Berbasis Konstitusi-UUD 1945: xxviii Sebuah Pengantar

Didin S Damanhuri

Bagian I: Reformasi dan Transformasi Sosial 1 • Pembangunan Sumber Daya Manusia dalam 3 Mendukung Daya Saing Bangsa

Subandi Sardjoko dan Hadiat

• Sejenak Menengok Masa Lalu, Menyongsong 36 Generasi Emas Masa Depan

Fitri Amalia dan Mudaris Ali Masyhud

Bagian II: Reformasi dan Transformasi Ekonomi 73 • Capaian dan Tantangan Transformasi Ekonomi Indonesia 75 untuk Keluar dari Perangkap Pendapatan Menengah

Eddy Satriya, Randy Wrihatnolo, Sidqy LP Suyitno, Yahya Rachmana Hidayat

Daftar Isi

(6)

• Konvergensi Ekonomi Jangka Panjang dan 157 Industrialisasi yang Menyejahterakan Rakyat

Fachru Nofrian dan Yuridistya Primadhita

Bagian III: Reformasi dan Transformasi Tata Kelola, 189 Hukum, dan Aparatur

• Mewujudkan Transformasi Tata Kelola untuk 191 Membangun Regulasi dan Tata Kelola yang

Berintegritas dan Adaptif

Wisnu Utomo, Husni Rohman, Priyanto Rohmatullah

• Transformasi Tata Kelola Kolaborasi Pembangunan 212 Indonesia: Meninggalkan Kolaborasi Setengah Hati

Menuju Kolaborasi Hakiki Oswar Mungkasa

• Melangkah Bersama, Menguatkan Koordinasi 239 Antarlembaga

Arief Fitrijanto

Bagian IV: Politik, Hankam, Supremasi Hukum, dan 279 Diplomasi

• Supremasi Hukum, Stabilitas, dan Kepemimpinan 281 Indonesia

Arif Christiono Subroto, Wisnu Utomo, Rangga Jantan Wargadalam, Karina Apriladatin, Hanifa Eka Ramadhyani

• Jalan Terjal Demokrasi Substansial: Upaya Transformasi 334 Politik dan Hukum Menuju Indonesia Emas 2045

Fajar Nur Sahid dan Hadi Rahmat Purnama

Bagian V: Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan 381

Ekologi

• Kondisi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam: 383 Masih Stagnan, Harus Diperbaiki

Wahyuningsih Darajati, Arifin Rudiyanto, Hanan Nugroho

(7)

• Percepatan Transisi Social Mainstreaming dalam 419 Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air

Zaenal Muttaqin

• Membangun Indonesia yang Adil dan Tangguh 434 Menghadapi Perubahan Iklim

Nadia Hadad

Indeks 465

Tentang Penulis 475

(8)

Daftar Grafik

Grafik I-1 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun 9 ke Atas

Grafik I-2 Hasil PISATahun 2018 10

Grafik I-3 Kualifikasi Pendidikan dan Status Sertifikasi Guru 11 Tahun 2021

Grafik I-4 Perkembangan Kualifikasi Pendidikan Pekerja 12 Tahun 2010-2021

Grafik I-5 Tingkat Pengangguran Berdasarkan Kualifikasi 13 Pendidikan Tahun 2021

Grafik I-6 APK Pendidikan Tinggi 14

Grafik I-7 Partisipasi Pendidikan Tinggi Berdasarkan Kelompok 15 Pendapatan

Grafik I-8 Potret Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan 16 Terakhir

Grafik I-9 TPT Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir 17 (2015-2021) dan Lulusan Pendidikan Tinggi 25

Tahun ke Atas Menurut Kategori Pekerjaan, 2021 Grafik I-10 Potret Pertumbuhan Prodi di Indonesia Berdasarkan 19 Bidang (2012-2022) dan Potret Prodi di Indonesia

Berdasarkan Bidang Ilmu, 2022

Grafik I-11 Potret Pertumbuhan Mahasiswa Berdasarkan 20 Bidang dan Potret Mahasiswa Berdasarkan Bidang Ilmu, 2020

Grafik I-12 Posisi Indonesia untuk Komponen Pengeluaran 25 Pendidikan sebagai Persen GDP

Grafik I-13 Alokasi Program Pendidikan Tinggi terhadap Total 26 Kemendikbudristek (Kiri) dan Kemenag (Kanan), 2019-2023 (dalam miliar rupiah)

Grafik I-14 Tren Prevalensi Stunting Balita (persen), 2013-2022 29 Grafik I-15 Prevalensi Stunting Balita di Negara-negara ASEAN 53 Grafik I-16 Tren Balita Stunting Indonesia Tahun 2013-2020 60 Grafik II-1a Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (% yoy) 2004-2022 83 Grafik II-1b Defisit Neraca Berjalan - CAD (% PDB) 2204-2022 83 Grafik II-1c Defisit APBN (% PBD) 2004-2022 87 Grafik II-1d Tingkat Inflasi (% yoy) 2004-2022 87 Grafik II-2a Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs BRICS+1 93

(9)

Grafik II-2b Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs ASEAN6 93 Grafik II-3a PDB per Kapita (US$) 2004-2022 96

Grafik II-3b Rasio GINI 2004-2022 96

Grafik II-3c Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2004-2022 98 Grafik II-3d Tingkat Kemiskinan Indonesia (%) 2004-2022 98 Grafik II-4a Nilai Rupiah terhadap US$ 2004-2022 100 Grafik II-4b Perkembangan IHSG 2004-2022 100 Grafik II-5a Rasio Stok Utang Pemerintah (% PDB) 2004-2022 103 Grafik II-5b Keseimbangan Primer APBN (% PDB) 2004-2022 103 Grafik II-5c Rasio Pajak (% PDB) 2004-2022 106 Grafik II-5d Rasio Pajak Indonesia dan Asia Pasifik 2021 106 Grafik II-6a Peringkat & Nilai Daya Saing Indonesia (IMD) 109

2004-2023

Grafik II-6b Peringkat Daya Saing Global (IMD) Negara-negara 109 BRICS & ASEAN5

Grafik II-6c Kontribusi Industri Manufaktur dalam PDB 111 Nasional 2004-2022

Grafik II-6d TPF ASEAN4 dan Tiongkok 1963-2017 111 Grafik II-7 Perkembangan Ekspor Barang dan Jasa Indonesia 113

1990-2022

Grafik II-7a MIT dan PDB/Kapita (US$) Negara-negara 138 BRICS++ &ASEAN6 1960-2020

Grafik II-7b MIT dan GDB/Kapita (US$) Indonesia, Korsel, 138 Tiongkok, Thailand & India 1969-2021

Grafik II-8 Perbandingan Ekspor Barang dan Jasa terhadap 114 PDB Indonesia dengan Negara Lain

Grafik II-9 Realisasi Investasi Indonesia Tahun 2017-2021 124 (dalam Triliunan Rupiah)

Grafik II-10 Negara ASEAN Penerima PMA Terbesar Tahun 125 2021

Grafik II-11 Sektor Paling Diminati Investor PMDN di 126 Indonesia pada Tahun 2023

Grafik II-12 Daerah Investasi Terbesar Tahun 2022 127 Grafik II-13 Persentase Penduduk Miskin, 2019-2022 170 Grafik II-14 Ekonomi Makro Semakin Tergerus 172

Grafik II-15 Tingkat Kemiskinan Makro 173

Grafik II-16 Nilai Tambah Industri Pertanian, Kehutanan, dan 174 Perikanan

(10)

Grafik II-17 Nilai Tambah Industri Manufaktur 174 Grafik II-18 Nilai Tambah Sektor Perdagangan 175 Grafik II-19 Tingkat Mekanisasi di Indonesia 176 Grafik III-1 Jumlah dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia 248

(September 2012-September 2022)

Grafik III-2 Capaian Proporsi Penduduk yang Tercakup 251 Jaminan Sosial pada Beberapa Provinsi Tahun

2015–2019 (persen)

Grafik IV-1 Indeks Demokrasi Indonesia 2009-2022 298 Grafik IV-2 Tingkat Partisipasi-Aktif Indonesia di PBB 302 Grafik IV-3 Jumlah Perjanjian Internasional Indonesia 305 Grafik V-1 Alokasi Anggaran Irigasi (dalam triliun rupiah) 424

Daftar Tabel

Tabel I-1 Potret Daya Saing Perguruan Tinggi Indonesia di 21 Tingkat Nasional

Tabel I-2 Potret Daya Saing Perguruan Tinggi Indonesia di 21 Tingkat Global Tahun 2023

Tabel I-3 Capaian Indonesia dalam Penyelenggaraan Kelas 23 International dan Jumlah Mahasiswa yang Berkuliah di Perguruan Tinggi Indonesia

Tabel I-4 Perbandingan Pendanaan Pendidikan Tinggi di 24 Berbagai Negara (Rata-rata 2010-2020)

Tabel I-5 Target Penurunan Prevalensi Stunting Tahun 54 2020-2024

Tabel II-1 Beberapa Fitur VMTS sebagai Perencanaan 164 Tabel II-2 Pertumbuhan Ekonomi yang Melambat 168

Tabel II-3 Pertumbuhan Ekonomi Global 169

Tabel III-1 Evaluasi Bidang Hukum dan Aparatur 194 Tabel III-2 Tangga Partisipasi Arnstein 222 Tabel III-3 Kerangka Partisipasi Masyarakat Menurut Arnstein 223 Tabel IV-1 Jumlah Peraturan Perundang-undangan (per 19 Juni 286

2023)

Tabel IV-2 Delapan Misi Pembangunan Menuju Indonesia 356 Emas 2045

Tabel IV-3 Tahapan Roadmap Pembangunan Hukum Menuju 369 Indonesia Emas 2045

Tabel V-1 Kebijakan terkait Mitigasi dan Adaptasi Perubahan 447 Iklim, 2005-2023

(11)

Daftar Gambar

Gambar I-1 Relevansi Visi & Arah RPJPN dan Empat 44 Tahapan RPJMN

Gambar I-2 Gangguan Kesehatan Mental Selama Pandemi 58 Covid-19

Gambar II-1 Landskap Daya Saing (Competitiveness Landscape) 77 Gambar II-2 Revolusi Industri 4.0 Mempercepat Kemajuan 143

Iptekin

Gambar II-3 Proses Penyusunan RPJPN 161

Gambar II-4 RPJMN 2005-2025 166

Gambar II-5 Sektor Prioritas Indonesia, 2010-2015 178 Gambar II-6 Sektor Prioritas di Indonesia, 2015-2018 180 Gambar III-1 Jumlah Indikator Bidang Hukum dan Aparatur 195

Periode RPJPN 2005-2025 Berdasarkan Pencapaian Kinerja

Gambar III-2 Rangkaian Kerja Lintas Lembaga 218 Gambar III-3 Tangga Partisipasi Arnstein 221 Gambar III-4 Transformasi Tata Kelola RPJPN 2025-2045 233 Gambar IV-1 Prioritas Lima Tahunan Pembangunan Bidang 340

Politik dan Hukum RPJPN 2005-2025

Gambar IV-2 Tren Capaian Indeks Demokrasi Indonesia 342 2009-2020

Gambar IV-3 Tren Capaian Indeks Demokrasi Indonesia 343 2009-2020

Gambar V-1 Pembangunan Berkelanjutan 428

Gambar V-2 Distribusi Kekuasaan 430

Gambar V-3 Profil Emisi GRK Tahun 2000-2017 442

(12)

Mukadimah

Buku yang di bagian tangan pembaca ini merupakan karya intelektual birokrat cendekiawan Kementerian PPN/Bappenas dan Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang berkolaborasi menelaah perjalanan pembangunan 20 tahun yang lampau, dan mencoba memberi arah pembangunan 20 tahun mendatang menuju Indonesia 2045. Setelah diskusi intensif dengan penulis, baik Perencanaan Ahli Utama Kementerian PPN/

Bappenas maupun LP3ES, disepakati membentuk lima Kelompok Kerja (Pokja) dengan mempertimbangkan format RPJN. Para Perencana Ahli Utama Kementerian PPN/Bappenas dan peneliti/

associate peneliti LP3ES kemudian dibagi ke dalam lima Pokja yang telah dibentuk. Tugas mereka adalah mengupas secara mendalam berkaitan dengan refleksi pelaksanaan pembangunan RPJPN 2005- 2045 yang telah berjalan, dan merancang visi RPJPN 2025-2045 guna memandu Indonesia menuju “Indonesia Emas 2045” yakni 100 tahun kemerdekaan Indonesia.

Kelima Pokja tersebut menghasilkan 12 tulisan, yang dikelompok- kan dalam lima bagian, di mana tiap bagiannya membahas secara ringkas refleksi pelaksanaan RPJPN 2005-2025 dan visi ke depan dalam rancangan RPJPN 2025-2045.

(13)

Pada Bagian I yang bertajuk Reformasi dan Transformasi Sosial, para penulis bersepakat untuk mengatakan bahwa daya saing Indonesia di tingkat global masih rendah, yang ditandai oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif masih rendah, kualifikasi pendidikan angkatan kerja yang masih minim, dan status kesehatan dan gizi masyarakat yang belum memadai.

Padahal kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tercermin pada SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, agar dapat mencapai visi ke depan, disarankan melakukan peningkatan kualitas SDM untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), di tengah peluang adanya bonus demografi.

Misalnya, dalam hal pendidikan, meskipun 20 persen dari APBN sudah dialokasikan untuk pendidikan, namun kualifikasi pendidikan para pekerja di Indonesia masih tergolong rendah. Lebih lanjut, akses ke sekolah maupun ke perguruan tinggi yang berkualitas/

unggul masih terpusat di Pulau Jawa, yang juga menunjukkan pendidikan tinggi belum optimal dan merata dalam menciptakan SDM unggul dan berdaya saing. Selain itu, dalam hal kesehatan, Indonesia masih dihadapkan pada beban ganda penyakit seperti masalah gizi, Tuberkulosis (TB) dan Stunting. Padahal, kesehatan merupakan kebutuhan dasar (basic need) yang menjadi hak setiap masyarakat, dan merupakan modal manusia (human capital) dalam mendorong SDM unggul yang sehat jasmani dan rohani–sehat fisik dan psikis.

Selain itu, di balik peluang besar momentum bonus demografi, terdapat ancaman yang mengadang bernama stunting. Dalam konteks stunting dijelaskan, bahwa anak merupakan aset bangsa di masa depan. Maka, jika masih banyak anak Indonesia yang menderita stunting, dipastikan kita tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global.

Di bagian akhir transformasi sosial, penulis mengulas kondisi transformasi sosial Indonesia yang harus menempatkan kelompok- kelompok marginal sebagai subjek pembangunan yang mengedepankan

(14)

nilai-nilai inklusivitas. Isu-isu tersebut diulas secara mendalam pada bagian ini.

Selanjutnya, Bagian II yaitu Reformasi dan Transformasi Ekonomi.

Di sini, para penulis menjelaskan bahwa pada RPJPN 2005-2025, pembangunan ekonomi antara lain ditujukan untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan sasaran pendapatan per kapita setara dengan negara berpendapatan menengah, mengupayakan tingkat pengangguran dan jumlah rakyat miskin di bawah lima persen, kualitas SDM meningkat, struktur ekonomi kokoh dan tersusunnya jaringan infrastruktur yang andal dan terintegrasi satu sama lain. Sedangkan arah pembangunan yang ditempuh adalah terwujudnya SDM berkualitas, perekonomian berdaya saing global, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), sarana dan prasarana yang memadai dan maju, serta reformasi hukum dan birokrasi.

Fokus pembahasan pada Bagian II ini juga mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi (Iptekin) di bidang Information and Communication Technology (ICT) atau yang dikenal dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Pembahasan bidang TIK menjadi menarik karena perubahan penilaian pasar (market valuation) yang besar saat ini didominasi oleh industri TIK yang mengungguli sektor lain seperti kesehatan, perumahan (real estate/property), material, maupun energi. Selain itu, dibahas pula bagaimana Indonesia dapat terlepas dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap di tengah berbagai macam krisis yang terjadi. Apalagi dalam pembahasannya, penulis melihat masalah yang masih menjadi perhatian bersama yakni ketimpangan pendapatan, ketimpangan ekonomi antarwilayah serta isu ekonomi lingkungan, deforestasi, dan polusi. Masalah konektivitas fisik dan digital di Indonesia menurut penulis juga menjadi hambatan dalam upaya mengatasi kesenjangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata. Kesemua itu dibahas secara mendalam pada bagian kedua ini.

(15)

Bagian III menjelaskan mengenai Reformasi dan Transformasi Tata Kelola, Hukum, dan Aparatur. Dengan menjadikan tata kelola sebagai hal vital dalam prasyarat pembangunan, penulis menjelaskan tata kelola tidak hanya dipandang sebagai masukan (input) atau prasyarat dari pembangunan ekonomi. Tata kelola juga menjadi tujuan pembangunan di bidang pemerintahan sekaligus alat bahkan cara untuk melakukan pembangunan di sektor lainnya.

Dalam bagian ini dijelaskan pula secara memadai capaian-capaian RPJMN dari periode ke periode mengenai tata kelola.

Dalam konteks ini, antusiasme pemimpin politik dalam melaksanakan transformasi tata kelola dinilai masih rendah dibandingkan dengan reformasi politik yang telah berjalan terlebih dahulu. Transformasi tata kelola masih bergantung pada komitmen pimpinan, sehingga pada gilirannya menyebabkan ketimpangan capaian kinerja antara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Padahal, indikator pembangunan tata kelola tidak hanya sebatas penegakan hukum saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek harmonisasi regulasi di setiap level pemerintahan.

Para penulis juga menjelaskan mengenai pentingnya pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan kebijakan publik, satu hal yang seringkali terabaikan. Jikapun terlaksana, pelibatan masyarakat hanya sebatas pemberian informasi dan konsultasi (formalitas). Selain itu, dijelaskan pula lima isu strategis dalam upaya transformasi tata kelola, yaitu regulasi, birokrasi berintegritas, penegakan hukum, pencegahan dan penindakan korupsi, hingga relasi pemerintah dan aktor nonpemerintah. Dalam kaitan ini, koordinasi dan kolaborasi dari semua lembaga pemangku kepentingan pembangunan, mutlak diperlukan. Penulis menilai bahwa upaya menyempurnakan koordinasi antarlembaga harus dijalankan secara terintegrasi dan berkelanjutan. Beberapa hal tersebut dibahas secara lebih komprehensif dalam rangka melihat visi ke depan terkait pentingnya tata kelola pemerintahan yang efektif.

Pada Bagian IV para penulis membahas mengenai Politik, Hankam, Supremasi Hukum, dan Diplomasi. Para penulis mencoba

(16)

menggambarkan situasi dinamika geopolitik global, yang pada gilirannya akan memengaruhi Indonesia ke depan. Proyeksi krisis multisektoral juga dapat mengancam kestabilan geopolitik ke depan.

Misalnya, risiko lingkungan, risiko sosial serta ancaman siber berpotensi mendisrupsi stabilitas tatanan global baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, yang kemudian akan menimbulkan krisis ketahanan pangan dan menimbulkan ketidakpastian geo- ekonomi di tingkat global.

Pada dokumen RPJPN 2025-2045, diisyaratkan bahwa salah satu dari lima sasaran utama Visi Indonesia 2045 adalah “Kepemimpinan dan pengaruh internasional meningkat”. Secara lebih spesifik, isu ini diuraikan lebih detail dalam bagian ini. Selain itu, masalah regulasi juga menjadi hal yang dibahas dalam bagian ini khususnya terkait dengan terjadinya tumpang tindih peraturan, inkonsistensi bahkan bertentangan antara peraturan yang sederajat satu dengan lainnya, antara peraturan tingkat Pusat dan Daerah, serta antara peraturan yang lebih rendah dengan peraturan di atasnya. Hal ini tentunya menjadi hal yang serius untuk diatasi.

Dalam konteks ini, dijelaskan bahwa RPJPN 2005-2025 telah memberikan arah dan fokus yang penting bagi pembangunan Indonesia, termasuk dalam sektor pertahanan dan keamanan.

Selama periode ini, upaya untuk memperkuat sistem pertahanan negara dan memastikan keamanan nasional telah menjadi prioritas.

Banyak kemajuan telah dicapai dalam meningkatkan kapabilitas pertahanan dan memberikan perlindungan bagi seluruh elemen negara. Tetapi tantangan besar masih ada di hadapan kita.

Selain itu, dibahas pula mengenai kondisi demokrasi kita saat ini. Demokrasi relatif berjalan, meskipun yang lebih mengemuka barulah aspek-aspek proseduralnya dibanding substansialnya. Data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari waktu ke waktu menunjukkan gambaran ekspresi gairah kebebasan yang tinggi, namun tidak diimbangi dengan kapasitas lembaga-lembaga demokrasi yang memadai. Pelibatan masyarakat sipil dalam berdemokrasi dinilai masih minim, padahal Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) memiliki

(17)

peran penting dalam pembangunan. Dengan kapasitas yang dimiliki, OMS melakukan pengawasan atas berbagai isu seperti: tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas terkait dengan kinerja pemerintah.

Hal tersebut dibahas secara mendalam pada bagian ini.

Terakhir, Bagian V yaitu Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Ekologi. Dalam konteks ini, para penulis menilai bahwa selama periode RPJPN 2005-2025 lingkungan hidup dan sumber daya alam, termasuk perubahan iklim dan kewilayahan, telah menjadi prioritas dalam kebijakan dan program-program pembangunan.

Namun, capaian yang dihasilkan belum optimal. Degradasi dan kerusakan lingkungan masih banyak terjadi. Demikian pula, sumber daya alam banyak yang rusak, keanekaragaman hayati berkurang, bahkan beberapa spesies musnah. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup dan deplesi sumber daya alam tentunya akan menghambat keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, padahal kita masih bertumpu pada sumber daya alam. Penyebab-penyebabnya dibahas secara mendalam pada bagian ini.

Dalam RPJPN 2025-2045—dalam rangka pendayagunaan secara maksimal sumber daya laut dan pesisir bagi seluruh masyarakat—

adalah sangat penting melindungi kepentingan dan menyediakan alternatif sumber daya bagi generasi masa datang. Penulis juga melihat pentingnya konektivitas antara aspek sosial budaya, ekologi, sumber daya alam khususnya sumber daya air, dan nonalam yang ke depan akan dihadapi, yang juga secara lebih spesifik diuraikan dalam buku ini. Para penulis juga menggambarkan secara ringkas pentingnya regulasi terkait perubahan iklim. Keadilan iklim adalah hal yang amat penting untuk menghindari ketimpangan yang dapat menguat sebagai implikasi dari tindakan mitigasi dan adaptasi yang tidak tepat. Hal tersebut dibahas secara lebih mendalam dan dapat menjadi jawaban yang kita butuhkan ke depan.

Pengantar ini tentu tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh isi buku ini. Namun pesan yang dapat disampaikan adalah bahwa

(18)

perjalanan menuju Indonesia Emas dalam menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia tidak mudah. Dibutuhkan suatu kerja keras dan kolaborasi yang matang dalam bentuk strategi yang tepat, perencanaan yang baik, kemauan politik dan lain sebagainya. Kita semua tentu mengharapkan yang terbaik.

Selamat membaca.

(19)

Sambutan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Assalamualaikum warahmatullahi wabakarakatuh

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan kita rahmat, termasuk untuk dapat melakukan kerja-kerja pembangunan bangsa hingga ke tahap sekarang. Saya bahagia dapat mengantarkan buku “Menuju Indonesia Emas: Refleksi dan Visi Pembangunan 2005-2045”

ini untuk masyarakat Indonesia serta pihak-pihak lain yang ingin mempelajari pembangunan Indonesia. Semoga kita dapat memperoleh manfaat dari informasi yang diberikan buku baru kita ini.

Pembangunan bangsa adalah kegiatan sadar yang dilakukan secara terus-menerus dan direncanakan dengan rasional untuk setiap periode tertentu. Secara sistematis, kita telah memulainya dengan menyusun REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada awal pemerintahan Orde Baru lebih dari setengah abad yang lalu (tepatnya, REPELITA I: 1969-1974). Kita telah menyusun hingga dokumen REPELITA VI sebelum Krisis Moneter 1998 melanda diikuti dengan gerakan Reformasi yang

(20)

kemudian menghasilkan banyak perubahan dalam cara-cara kita bernegara, termasuk dalam melakukan perencanaan pembangunan nasional dan daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencana- an Pembangunan Nasional mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) untuk periode 20 tahun, yang di dalamnya terdiri dari empat kali Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang masing-masingnya untuk periode lima tahun. Ini berlaku baik untuk pemerintah pusat maupun daerah, dan terintegrasi dengan sistem pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung yang pertama kali kita lakukan pasca-Reformasi, tepatnya tahun 2004 untuk pemilihan Presiden.

Periode RPJPN 2005-2025 akan segera berakhir. Mengikutinya, RPJPN 2025-2045 akan segera tiba. Pemilihan Presiden baru akan dilakukan tahun depan. Dokumen RPJPN 2025-2045—bila telah disepakati dengan DPR untuk menjadi undang-undang—akan menjadi Pedoman bagi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam menjalankan tugas-tugas mereka ke depan. Melengkapinya, evaluasi terhadap RPJPN 2005-2025 juga telah dilakukan agar pembangunan kita mendatang lebih baik. Diharapkan RPJPN 2025-2045 akan memandu Indonesia menuju “Indonesia Emas”

(100 tahun Kemerdekaan Indonesia) berjalan lebih sempurna.

Buku “Menuju Indonesia Emas: Refleksi dan Visi Pembangunan 2005-2045” ini tentu saja bukan dokumen legal RPJPN 2005-2025 maupun Rancangan RPJPN 2025-2045. Namun buku ini mungkin dapat memberikan gambaran ringkas sekaligus pandangan bernas, mengenai bagaimana RPJPN 2005-2025 dilaksanakan, dan bagaimana gambaran atau rencana mengenai RPJPN 2025- 2045 ke depan dipikirkan.

Buku ini berisi refleksi, bisa berisi pujian, atau bahkan kritik terhadap bagaimana RPJPN 2005-2025 telah dilaksanakan.

Menunjukkan pada bagian mana realita RPJPN 2005-2025

(21)

sesuai dengan yang direncanakan, namun memperlihatkan pula ketidaksesuaian antara rencana dengan kenyataan di lapangan.

Ketidaksesuaian terjadi terutama karena perubahan lingkungan dan dinamika perkembangan dunia yang sangat cepat, yang memaksa kegiatan pembangunan untuk juga berubah. Bisa juga karena dalam perjalanannya pemimpin negara ingin merealisasikan pembangunan yang lebih sesuai dengan visi dan kepemimpinan beliau.

Meskipun setiap bagian dari buku ini mencoba merumuskan visi ke depan (RPJPN 2025-2045) dengan optimis, namun terlihat buku ini juga menyadari bahwa pembangunan menuju

“Indonesia Emas 2045” diadang oleh tantangan-tantangan yang akan semakin berat. Ibarat kita mendaki gunung, tidak mudah mencapainya namun tetap bertekad sampai ke puncaknya.

Pekerjaan itu yang akan kita lakukan ke depan.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tim Penulis Buku dan Tim Pendukung yang diketuai Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Sekretaris Utama Bappenas, yang telah berhasil menyusun buku “Menuju Indonesia Emas” ini. Buku ini hadir di saat yang tepat, ketika kita akan memilih Presiden dan pemimpin-pemimpin pemerintahan yang baru, ketika minat masyarakat sedang tinggi-tingginya untuk mengetahui bagaimana pembangunan telah dan akan dilaksanakan. Buku yang secara spesifik mengulas RPJPN 2005- 2025 dan menggambarkan atau merenungkan RPJPN 2025-2045 ini semoga dapat menjawab sebagian keingintahuan masyarakat kita tersebut, masyarakat Indonesia yang semakin modern dan mendambakan informasi yang lebih baik.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) adalah institusi pemerintah yang telah memiliki pengalaman panjang dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan perencanaan

(22)

pembangunan nasional, bahkan sebelum REPELITA I dahulu.

Saya paham bahwa penyusunan buku “Menuju Indonesia Emas”

oleh Tim Kementerian PPN/Bappenas dimotori oleh sejumlah Perencana Ahli Utama; artinya mereka yang pengalamannya sudah cukup panjang dan sebagian besar mengikuti pekerjaan penyusunan RPJPN 2005-2025 dua dekade lalu. Namun mereka juga ditemani oleh sejumlah perencana yang jauh lebih lebih muda serta sebagian yang masih aktif sebagai pejabat struk- tural. Kombinasi tersebut saya percaya telah ikut meningkatkan spektrum serta kualitas pemikiran dalam buku di hadapan pembaca ini.

Mitra Kementerian PPN/Bappenas dalam penulisan buku ini adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), sebuah LSM yang sudah dikenal lama (sejak REPELITA I) menaruh perhatian besar dalam bidang pembangunan nasional melalui analisis dan kontribusi pemikiran yang mereka sampaikan dalam jurnal pemikiran, buku-buku, pendidikan dan pelatihan maupun seminar yang rajin mereka lakukan. Kami bekerja sama dengan LP3ES untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran dalam bidang pembangunan, diawali melalui penyusunan buku ini. Ke depan kami harapkan kerja sama ini tidak terbatas hanya pada penulisan buku, dan tidak terbatas hanya dengan LP3ES saja. Kepada teman-teman di LP3ES kami sampaikan terima kasih atas kerja sama yang baik dan produktif dalam penulisan buku ini.

Kami ingin menekankan bahwa isi bab-bab dalam buku ini disusun bersesuaian dengan Rancangan RPJPN 2025-2045.

Maka dari itu, topik-topik pembangunan yang dibahas akan sangat luas, meliputi sosial, ekonomi, politik dan hukum, tata kelola, lingkungan, dan seterusnya.

Terakhir, kepada pembaca sekalian, semoga kita bersama dapat belajar dari informasi yang disampaikan dalam buku “Menuju

(23)

Indonesia Emas” dan mari terus berdoa agar pembangunan kita ke depan dapat mencapai “Indonesia Emas 2045” dengan masyarakat yang makin bahagia dan sejahtera.

Selamat membaca.

Wassalamualaikum warakhmatullahi wabakarakatuh.

Suharso Monoarfa

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(24)

Sambutan

Direktur Eksekutif LP3ES

Buku ini merupakan hasil ikhtiar bersama para penulis LP3ES dan Bappenas dalam merespons dinamika pembangunan Indonesia.

Pemikiran para intelektual dan cendekiawan birokrat tersebut sejalan dengan proses yang berjalan saat penyusunan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yang lazim disebut dengan Indonesia Emas 2045. Sasaran utama Indonesia Emas 2045 bertumpu pada empat pilar berdasarkan Pancasila dan UUD yaitu: (1) Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) Pembangunan ekonomi berkelanjutan, (3) Pemerataan pembangunan, dan (4) Pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.

Penulisan buku ini secara umum merupakan hasil ikhtiar dari refleksi perjalanan RPJPN tahun 2005-2025 dan teropong dari Visi RPJPN tahun 2025-2045. Penerapan RPJPN yang saat ini diterjemahkan dalam pembangunan jangka panjang 2005–2025, yang telah memasuki periode akhir, sehingga penting untuk menelaah apa yang telah dilakukan dan bagaimana kebijakan pembangunan itu berdampak.

Selanjutnya, di sisi lain, visi dari RPJPN ke depan juga menjadi hal yang penting bagaimana perencanaan pembangunan dapat menangkap tantangan dan mengatasi berbagai masalah mengadang dalam pencapaian tujuan bernegara yang telah diagendakan.

(25)

Selain itu, penulisan buku ini juga dimaksudkan sebagai upaya membangun fondasi yang kuat untuk menghasilkan RPJPN yang tidak hanya tajam secara teknokratis, namun juga memiliki kedalaman untuk menangkap kebutuhan dan aspirasi segenap anak bangsa menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka.

Buku ini terbagi dalam lima bagian. Masing-masing bagian dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja). Masing-masing Pokja, baik pada Refleksi maupun Visi, terdiri atas cluster RPJPN yang memiliki sudut pandang pemerintah (Bappenas) dan Masyarakat Sipil/NGO (LP3ES). Pada bagian refleksi terdiri atas Pokja, (1) Reformasi Sosial, (2) Reformasi Ekonomi, (3) Reformasi Tata Kelola, (4) Reformasi Politik, dan (5) Reformasi Lingkungan. Sedangkan pada bagian Visi, lima Pokja tersebut terdiri atas: (1) Transformasi Sosial, (2) Transformasi Ekonomi, (3) Transformasi Tata Kelola, (4) Supremasi Hukum, Stabilitas dan Ketangguhan Diplomasi, dan (5) Transformasi Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi. Pembagian- pembagian Pokja tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih sistematis tentang refleksi dan arah ke depan dalam mewujudkan sasaran Indonesia Emas 2045.

Kami sungguh berharap, melalui buku ini, kita sebagai bangsa, mampu melihat dan membangun rasa percaya diri bangsa dalam menghadapi tantangan ke depan. Secara lebih operasional, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merespons Rancangan Pembangunan ke depan, yaitu: Pertama, berkaitan dengan bidang sosial—pembangunan sosial budaya—dewasa ini memang tidak dipungkiri mengalami banyak perkembangan baik di tingkat daerah maupun nasional, dengan munculnya perkembangan teknologi yang pesat. Untuk itu, pembangunan sosial budaya mestinya diarahkan pada pembangunan karakter yaitu pembangunan yang bukan hanya menekankan pada modal emosional, namun lebih bersifat fungsional dengan peningkatan taraf kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi.

Kedua, di bidang ekonomi—saat ini kompleksitas ekonomi tidak saja berasal dari internasional tetapi juga dari ekonomi domestik itu sendiri. Karena itu, penting menyoroti keseimbangan antara

(26)

proses ekonomi politik dan proses teknokratik dalam pembuatan RPJP ke depan. Penekanan pada implementasi tujuan konstitusi dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat menjadi penting dalam memastikan legitimasi perencanaan ekonomi jangka panjang.

Terkait dengan itu, diperlukan data dan indikator yang bersifat rill.

Misalnya, Indeks Pembangunan Manusia, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, tingkat kemiskinan, dan seterusnya. Dengan begitu, keadaan yang sesungguhnya dapat menjadi patokan dalam pembuatan kebijakan, bersifat riil atau nyata dan relevan untuk digunakan sesuai kebutuhan perencanaan.

Ketiga, di bidang tata kelola, konsep kolaborasi menjadi penting di tengah perlunya intensitas tinggi koordinasi dalam setiap lembaga, baik pemerintah, pasar maupun masyarakat sipil itu sendiri. Dengan adanya keselarasan dalam regulasi, lembaga-lembaga dapat saling berkoordinasi, berbagi informasi, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sinergi ini memungkinkan peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijakan, serta mengurangi risiko terjadinya konflik kepentingan antarlembaga. Sinkronisasi regulasi juga memberikan kepastian konsistensi dan prediktabilitas dalam peraturan yang berlaku.

Keempat, di bidang politik, hukum dan keamanan, dalam negara demokrasi tentu faktor hukum yang dijadikan ukuran utama dalam praktik penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, selain kepatuhan hukum dijadikan lambang “kematangan” sebuah masyarakat yang menggambarkan keadaban masyarakat sipil (civic virtues). Dalam aspek politik, gambaran negara demokrasi yang ideal belum dapat dikatakan berhasil, yang tercermin dari dinamika naik turunnya Indeks Demokrasi Indonesia. Terlebih, maraknya teknologi informasi turut memicu kehidupan demokrasi yang konfrontatif dan terpolarisasi. Disinformasi menjadi masalah politik dan memengaruhi demokrasi karena dapat memengaruhi opini publik dan kebebasan berpikir; yang tidak selalu diimbangi dengan kedewasaan sikap untuk berbeda. Selain itu, dalam bidang hukum dan keamanan, pelaksanaan program pembangunan aparatur negara masih menghadapi tantangan. Beberapa permasalahan

(27)

yang dihadapi termasuk praktik penyalahgunaan kewenangan dan belum optimalnya pelayanan publik. Upaya memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta meningkatkan kualitas pelayanan telah dilakukan namun hasilnya belum memuaskan.

Dengan kondisi yang demikian tersebut tentu kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang belum selesai.

Kelima, di bidang lingkungan, wilayah dan tata ruang, perkembangan dan berbagai dinamika pembangunan juga turut berdampak pada aspek ekologis dan kewilayahan. Pengelolaan sumber daya air misalnya sebagai sesuatu hal yang penting dan vital di semua wilayah, masih memiliki problem yang cenderung belum memiliki koneksivitas pada bidang infrastruktur dan bidang sosial. Intervensi yang dilakukan masih sebatas pada penguatan bangunan fisik dibandingkan dengan kelembangaan dan SDM (Sumber Daya Manusia). Akibatnya, belum ada keberlanjutan dan keterhubungan dalam mengatasi pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa persoalan lingkungan menjadi hal yang penting dan urgen untuk diatasi.

Pada kelima bidang di atas tentunya diperlukan kolaborasi dan koneksivitas dalam menghasilkan RPJPN yang andal dan dapat menjawab kebutuhan yang diperlukan oleh bangsa ini khususnya 20 tahun ke depan. Visi Indonesia Emas 2045 sudah sepatutnya menjadi agenda kita bersama dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan berdaulat seperti yang tertuang di dalam UUD 1945. Hal tersebut dapat terwujud dengan pemahaman dan kesiapan kita bersama dalam menghadapi tantangan ke depan.

Akhirul kalam, selamat menikmati karya besar para intelektual dan para cendekiawan birokrat ini.

Fahmi Wibawa

(28)

Pembangunan Berbasis Konstitusi-UUD 1945:

Sebuah Pengantar

Dengan terbitnya buku Menuju Indonesia Emas: Refleksi & Visi Pembangunan 2005–2045 yang ditulis oleh tim penulis gabungan LP3ES dan Kementerian PNN/Bappenas ini, publik sangat diuntungkan, terutama karena kita dapat membaca ulasan yang ditulis oleh lebih dua puluh penulis dari dua lembaga yang berbeda: LP3ES yang dapat disebut mewakili cara berpikir dan sudut pandang masyarakat sipil (civil society) dan Kementerian PPN/Bappenas yang mewakili sudut pandang atau perspektif pemerintah. Meskipun, belasan tulisan yang ditampilkan di sini tentu merupakan pendapat pribadi penulisnya.

Secara umum, laporan perkembangan dan analisis dari keseluruhan konten buku ini cukup menarik. Bagaimana tidak, dalam sistem ketatanegaraan sekarang ini, publik tidak mendapat laporan perkembangan dan evaluasi RPJPN 2005–2025 dari presiden.

Publik juga tidak mendapatkan laporan tentang bagaimana respons lembaga legislatif (MPR, DPR, dan DPD) terhadap laporan

*Didin S Damanhuri adalah pengamat ekonomi dan Guru Besar Ekonomi-Politik FEM IPB dan Universitas Paramadina. Ia adalah salah seorang pendiri INDEF. Beberapa posisi penting pernah didudukinya, antara lain, Ketua LKEN, Ketua harian BS-Center, Tenaga Ahli Lemhannas 2007-2022, dan anggota Dewan Penasihat Satu Pena. Hingga tahun 2023 telah menerbitkan 67 judul buku.

Didin S Damanhuri*

(29)

pertanggungjawaban dari presiden tersebut. Dengan demikian, buku ini menjadi “oase” di tengah kegersangan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia di era Reformasi. Melalui Kata Pengantar ini, selanjutnya penulis ingin memberikan catatan bagaimana pembangunan ekonomi Indonesia dalam perspektif Konstitusi- UUD 1945.

Salah satu fakta yang tidak dapat dibantah adalah bahwa pada era Orde Baru, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi rerata di kisaran 7,5 persen, suatu pencapaian yang belum pernah dipersembahkan oleh pemerintah di era Reformasi. Di era Orde Baru pula, tingkat pemerataan relatif baik di mana rasio Gini rata- rata sekitar 0,32. Sedangkan sepanjang era Reformasi (2005–2024), angka-angka yang cukup mengesankan itu tidak kunjung tercapai.

Rata-rata pertumbuhan hanya sekitar 5 persen dengan tingkat pemerataan yang lebih buruk (pernah mencapai rasio Gini 0,413 pada tahun 2014 yang menunjukkan tingkat ketimpangan yang buruk). Apalagi dilihat dari rasio penguasaan aset, rasio Gini Lahan di era Reformasi antara 0,5 hingga 0,72 yang menunjukkan ketimpangan pemilikan lahan yang sangat buruk (Sensus Pertanian BPS). Kemudian, bicara soal aset simpanan di Bank, menurut LPS, 1,25 persen pemilik rekening menguasai 80,5 persen total simpanan di perbankan (LPS, 2019). Sementara, aset 48 grup konglomerasi menguasai sekitar 67 persen total aset Sistem Jasa Keuangan (OJK, 2017).

Manakala pendekatan komparasi tersebut mau dilanjutkan, dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi di era Orde Baru lebih bersifat state lead development, sedangkan di era Reformasi lebih bersifat market lead development, yang masing-masing berdampak pada konstruksi perundang-undangan. Jika yang pertama lebih dekat kepada tuntutan Pasal 33 UUD 1945, maka yang kedua lebih jauh dari tuntutan Pasal 33 UUD 1945 tersebut. Hal ini berdampak pada perundang-undangan di bawahnya. Menurut Eva Kusuma Sundari (anggota DPR dari fraksi PDIP), ada 76 undang-undang yang tidak comply kepada UUD 1945 dan diduga ada intervensi asing (https://nasional.tempo.co/read/272793/). Akibat lebih

(30)

jauh, di era Reformasi muncul kesulitan mencapai tuntutan format perekonomian nasional, yakni: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (people driven economics). Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan, bukan kemakmuran orang per orang (individual capitalist driven economics). Dampak empirisnya, antara lain, dapat diukur dengan menggunakan konsep Material Power Index (MPI) yang dikembangkan oleh Jeffrey Winters (2013). Yakni diukur oleh aset yang dikuasai 40 orang terkaya dibagi dengan pendapatan per kapita penduduk. Hasilnya adalah nilai MPI Indonesia terus memburuk, yakni dari 614.086 kali (2013), 678.000 kali (2014), 750.000 kali (2019), 822.000 kali (2020), dan 1.062.500 kali (2022).1 Hal itu menunjukkan bahwa MPI atau lebih populer juga disebut Indeks Oligarki makin buruk sejak tahun 2013 sampai tahun 2022.

Tidak hanya itu, perbandingan lainnya membantu kita untuk mengerti bahwa di era Reformasi yang menonjol adalah adanya political big-bang yang bersifat otoritarian regime yakni demokrasi politik dengan diselenggarakannya pemilu langsung secara reguler, kebebasan sipil, dan supremasi hukum.

Sekarang saya akan memberikan catatan pada tiap-tiap bagian.

Buku ini terdiri atas lima bagian. Di Bagian III dan IV, ada lima tulisan yang mengevaluasi perkembangan tata kelola, supremasi hukum, kebebasan sipil, dan demokrasi politik. Berbagai kemajuan dicapai, tetapi masih ada berbagai aspek yang masih harus dibenahi.

Sayangnya, tulisan-tulisan tersebut tidak menggunakan pendekatan

critical analysis”, misalnya terkait isu korupsi. Masalah korupsi hanya diungkapkan sepintas tanpa menyebut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang merosot dengan menganalisis penyebab-penyebabnya.

Sementara itu, terkait Indeks Demokrasi (IDI), yang dipakai hanya laporan BPS. Padahal, dalam laporan The Economic Intelligence Unit

1Maulin Kusuma, Didin S Damanhuri & Widyastutik, “Condition Total Factor Productivity (TFP): Competitiveness, Democracy and Oligarchy in ASEAN”, International Journal of Scientific Research & Engineering Trends., Vol. 8, Isu 6, November-December 2022, hlm.

2324-2332, ISSN (Online) 2395-566X.

(31)

disebutkan bahwa IPK Indonesia merosot sejak tahun 2016 dan hingga sekarang belum pulih ke tingkat tertinggi di tahun 2015.

Tetapi menurut BPS, antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 masih relatif baik seiring dengan laporan IEU. Namun, sejak tahun 2016 hingga tahun 2021 cenderung bertolak belakang. Dan, apalagi pada tahun 2022, menurut laporan BPS, Indeks Demokrasi Indonesia dinyatakan tertinggi sejak Reformasi dengan skor 80,41, menurut IEU justru masih rendah (belum pulih). Indonesia bahkan ditempatkan dalam kelompok negara flew democracy (demokrasi yang cacat) dengan skor 6,71.

Kelima, Bagian I, II, dan V buku ini memuat enam tulisan yang penting dan bersifat teknokratik: masalah pendidikan dan sumber daya manusia, industrialisasi, lingkungan dan sumber daya alam, serta infrastruktur sumber daya air dan krisis iklim. Secara umum, tulisan-tulisan tersebut mengevaluasi perkembangan RPJPN 2005–2025 dan memproyeksikan perbaikan RPJPN 2025–2045.

Seperti diketahui, tujuan bernegara bangsa Indonesia tercantum dalam Sila Kelima Pancasila: “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Dan, ini diperkokoh secara konstitusional dalam batang tubuh Konstitusi-UUD 1945 sebagai penjabarannya. Menurut banyak studi (Damanhuri, 1990; Mubyarto, 2001; Swasono, 2005 ), “ideologi ekonomi Indonesia” tertuang dalam pasal-pasal ekonomi UUD 1945, terutama Pasal 27 (ayat 2), Pasal 33 (ayat 1, 2 dan 3), dan Pasal 34 (ayat 1). Jika dirangkaikan secara bebas, maka ketentuan- ketentuan itu berbunyi:

Sistem ekonomi Indonesia (SEI) disusun sebagai usaha bersama berdasar asas “kekeluargaan”, di mana: (1) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup rakyat banyak dikuasai negara, (2) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (3) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan (4) Fakir, miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, yang dikembangkan sebagai Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat.

(32)

Dengan mazhab ekonomi berbasis Konstitusi, kita bisa mengevaluasi proses pembangunan yang berlangsung. Mengapa?

Karena, secara empiris, pembangunan ekonomi Indonesia hingga sekarang masih mengandung paradoks. Di satu sisi, pernah mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara konsisten dari tahun 1970 sampai tahun 1998 (masa Orde Baru) yakni sekitar 7,5 persen per tahun, seperti telah dikemukakan di atas. Tetapi di lain sisi, kita masih menghadapi permasalahan pengangguran terbuka sekitar 5 persen dan setengah pengangguran lebih dari 40 persen.

Kemudian, kemiskinan ekstrem pada tahun 1997 sekitar 13 persen (sementara penduduk yang berpenghasilan 2 USD per hari yang menurut World Bank termasuk kategori miskin, masih lebih dari 50 persen). Selain itu, kita juga menghadapi problem ketimpangan antargolongan pendapatan. Meski rasio Gini Konsumsi sekitar 0,32 (relatif dalam ketimpangan sedang), tapi ketimpangan antarwilayah (Jawa-Luar Jawa, juga Indonesia bagian Barat dibandingkan bagian Timur) masih sangat buruk.

Juga, dalam tiga dasawarsa terakhir ini pun keadaannya belum banyak berubah. Pertumbuhan ekonomi lebih rendah yakni sekitar rata-rata 5 persen per tahun; pengangguran terbuka sekitar 5-6 persen; setengah pengangguran lebih dari 30 persen;

dan kemiskinan ekstrem sekitar 10 persen (sementara, penduduk yang berpendapatan 2 USD per hari masih sekitar 51 persen). Tapi ketimpangan jauh lebih buruk, yakni dengan rasio Gini Konsumsi tahun 2014 angkanya 0,413 (ketimpangan buruk, sementara rasio Gini Pendapatan bisa di atas 0,5 atau ketimpangan sangat buruk).

Baru pada tahun 2018 dan tahun 2020, rasio Gini Konsumsi turun menjadi 0,39, sedangkan ketimpangan antarwilayah yang masih tetap ada juga sangat buruk.

Dengan rumusan yang merupakan mazhab pemikiran ekonomi berbasis Konstitusi seperti diungkapkan di atas, pemerintah seyogianya dapat mengoreksi dan menyelaraskan antara target pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi di satu pihak, dan saat yang sama, menyelesaikan problem kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang merupakan problem ketidakadilan sosial, di

(33)

lain pihak. Mengapa? Karena dengan ekonomi berbasis UUD 1945 tersebut, berarti arah pembangunan harus lebih berorientasi pada penciptaan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran terbuka maupun setengah pengangguran serta kemiskinan), pencapaian sebesar-besar kemakmuran rakyat (bukan kemakmuran orang per orang yang menimbulkan ketimpangan) seperti diperintahkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.Dari perspektif para pemikir pembangunan ekonomi, terdapat advokasi yang mendukung pentingnya negara-negara berkembang tidak hanya melulu meraih pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bahwa pembangunan ekonomi bagi negara-negara berkembang, menurut Michael P Todaro dalam bukunya yang telah menjadi klasik “Development Economic in Third Word” (1986), bukan sekadar mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tapi juga memecahkan problem kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang seringkali menjadi penghambat kemajuan dan “pertumbuhan berkelanjutan”. Dengan mengutip pendapat tokoh pemikir pembangunan ekonomi Dunia Ketiga tersebut, maka menjadi sangat penting bagi Indonesia mengevaluasi proses pembangunan yang lalu, kini maupun yang akan datang.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana merevitalisasi ekonomi berbasis Konstitusi tersebut dan memasukkannya ke dalam peraturan perundang-undangan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta melaksanakannya secara konsisten dan sistematis. Hingga terakhir ini, menurut hasil penelitian ada lebih 200 undang-undang yang kurang sesuai dengan UUD 1945. Juga ada Letter of Intent IMF yang kemudian menjadi White Paper yang masih dipakai dalam perencanaan pembangunan sehingga terus terjadi divestasi (baca:

menjual) BUMN-BUMN potensial seperti bank-bank BUMN, PT Garuda dan lain-lain. Yang mencolok adalah UU Bank Indonesia (BI) dan UU Perbankan. Keduanya absen dari klausul pertimbangan yang mencantumkan Pasal 27 UUD 1945. Akibatnya, tak ada keharusan bagi BI dan perbankan nasional mendorong penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya.

(34)

Di samping itu, juga absennya prinsip financial inclusion yang memungkinkan kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) mendapat akses memadai dari perbankan nasional. Tak kurang pentingnya adalah UU Lalu Lintas Devisa. UU ini membebaskan devisa hasil ekspor disimpan di luar negeri. Akibatnya, sekitar 150 miliar USD dana di luar negeri itu tidak bisa digunakan untuk memperkuat liquiditas perbankan nasional. Kondisi ini selain memperlemah posisi rupiah, juga makin memperkecil peluang UKM memperoleh akses perbankan.

Tidak hanya itu. UU Migas juga bermasalah, karena memberi peluang divestasi Pertamina hingga di atas 51 persen. Suatu saat, sebagai konsekuensinya, harga minyak dan gas (migas) bisa ditentukan oleh aktor-aktor pasar di luar negeri. Dan, masih banyak yang lain termasuk yang terjadi di daerah-daerah. Misalnya, APBD-APBD yang masih sebagian besar habis untuk anggaran rutin. Padahal, menurut Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, anggaran itu ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Yang mutakhir, menjadi kontroversi pula adalah beberapa undang-undang jika dikaitkan ketaatannya terhadap Konstitusi-UUD 1945, yakni UU Minerba, UU KPK, UU MK, UU Ciptaker, dan UU Kesehatan.

Jika upaya koreksi tidak segera dilakukan, maka akan memperlemah tingkat kemandirian dan keberdaulatan ekonomi nasional, sehingga menyulitkan pencapaian tujuan nasional untuk menciptakan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sebaliknya, jika model pembangunan yang diwujudkan ke dalam RPJPN, peraturan perundang-undangan, RPJMN, kebijakan pusat maupun daerah semuanya berbasis Konstitusi-UUD NRI Tahun 1945 dan dilaksanakan secara konsisten dan sistematis, maka akan tercipta “pertumbuhan berkelanjutan” yang pada gilirannya akan dapat memperkokoh ketahanan nasional. Cuma kelemahan sekarang ialah bahwa RPJMN hanya dikembangkan dari visi dan misi presiden terpilih, sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder, dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Dengan begitu, apabila presiden melakukan penyimpangan terhadap RPJMN, tidak jelas pertanggungjawabannya.•

(35)

Daftar Pustaka

Damanhuri, Didin S & Ahmad Erani Yustika. 2020. Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi, Buku 2. Bogor: IPB Press.

Damanhuri, Didin S. 2020. Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi, Buku 1. Bogor: IPB Press.

---. 2022. Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodox.

Bogor: IPB Press.

Kusuma, Maulin; Didin S Damanhuri & Widyastutik. 2022. “Condition Total Factor Productivity (TFP): Competitiveness, Democracy and Oligarchy in ASEAN”. International Journal of Scientific Research

& Engineering Trends, Vol. 8, Isu 6, November-December. ISSN (Online); 2395-566X.

(36)
(37)

Bagian I

Reformasi dan Transformasi Sosial

(38)
(39)

Pembangunan Sumber Daya Manusia dalam Mendukung

Daya Saing Bangsa

Subandi Sardjoko dan Hadiat*

I. Pendahuluan

Perjalanan pembangunan Indonesia dalam kurun waktu 2005- 2025 menunjukkan bahwa daya saing Indonesia di tingkat global masih rendah. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai capaian indeks daya saing seperti Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI), Global Innovation Index (GII) maupun Global Competitiveness Index (GCI).1 Untuk HDI, Indonesia menempati posisi ke-107 dari 189 negara. Sementara, GII Indonesia berada pada posisi 87 dari 132 negara, dan GCI menempati posisi 50 dari 141 negara. Aspek pendidikan dan kesehatan sangat memengaruhi capaian berbagai indeks tersebut.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menetapkan arah prioritas pembangunan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu membentuk SDM yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Untuk memiliki SDM yang berkualitas dan berdaya saing tersebut, setiap penduduk

*Subandi Sardjoko dan Hadiat adalah Perencana Ahli Utama (PAU) Bappenas.

1Human Developmen Report, 2022.

(40)

Indonesia harus terpenuhi kebutuhan dasarnya, yang meliputi akses dan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, dan mendapatkan perlindungan sosial yang memadai. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, setiap penduduk diharapkan menjadi produktif sehingga mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Di sisi lain, Indonesia memiliki peluang untuk mendapatkan bonus demografi. Kondisi demografi tersebut ditandai dengan tingginya proporsi penduduk usia produktif. Pada tahun 2022 usia produktif ini diproyeksikan mencapai 68,8 persen atau 187,2 juta jiwa, dengan ketergantungan usia muda dan tua yang rendah, yaitu 45,4 persen.2 Dalam jangka menengah dan panjang, kondisi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dapat menghantarkan Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas. Perlu dicatat, bonus demografi hanya akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan bangsa dengan prasyarat utama tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Makalah ini disusun dengan memanfaatkan berbagai studi, terutama yang dilakukan di Bappenas, mengenai pembangunan SDM secara luas. Makalah ini juga memanfaatkan banyak statistik internasioal mengenai pembangunan di bidang SDM. Namun, hanya beberapa aspek saja yang disorot, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan.

Pertama, bidang Pendidikan. Selama 20 tahun pelaksanaan RPJPN, sudah tampak peningkatan meskipun belum menggembirakan.

Ini ditunjukkan dengan masih tingginya disparitas partisipasi pendidikan, baik antarwilayah maupun antarkelompok pendapatan.

Selain itu, masih terdapat 302 kecamatan yang tidak tersedia SMP/

MTs dan sebanyak 727 kecamatan yang tidak tersedia SMA/

SMK/MA. Di samping itu, kualitas pendidikan Indonesia sampai tahun 2022 masih rendah. Skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia baru mencapai 382,00, tertinggal dari

2Badan Pusat Statistik, 2018.

(41)

rata-rata negara OECD yang sudah mencapai 488,33. Rendahnya kualitas pendidikan juga ditunjukkan oleh ketersediaan guru yang berkualitas, di mana guru yang memiliki sertifikat pendidik pada semua jenjang pendidikan belum mencapai 50 persen.

Rendahnya indeks daya saing Indonesia juga ditunjukkan dari kualifikasi pendidikan angkatan kerja yang masih rendah, di mana 55,43 persen angkatan kerja penduduk Indonesia masih didominasi lulusan SMP ke bawah. Sementara itu, daya saing perguruan tinggi di tingkat global juga masih rendah. Ini ditunjukkan dari peringkat kontribusi pendidikan tinggi dalam GII, pada pilar human capital and research yang masih berada pada peringkat 93 dari 132 negara.4 Kedua, bidang Kesehatan. Peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat seluruh penduduk Indonesia merupakan salah satu target penting dalam RPJPN 2005-2025. Dapat dikatakan bahwa program perbaikan gizi penduduk sudah memberikan kinerja yang membaik. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya angka stunting sebanyak 15,6 persen dalam kurun waktu 2013-2022.5 Meski demikian, sampai tahun 2022, Indonesia masih merupakan salah satu negara dengan beban ganda permasalahan gizi, yaitu masih tingginya undernutrition, overweight (obesitas), dan defisiensi mikronutrien. Di sisi lain, penyakit tidak menular (PTM) terus meningkat. Penyakit menular serta kematian ibu dan anak juga masih tinggi. Kekurangan gizi mikro dan makro serta kelebihan gizi ditunjukkan oleh masih tingginya angka stunting balita, yang masih di angka 21,6 persen pada tahun 2022, dan prevalensi obesitas sebanyak 21,8 persen. Sementara itu, tuberkulosis di Indonesia menempati peringkat ke-2 terbanyak di dunia, dan masih terdapat penyakit Kusta yang menempati peringkat ke-3 terbanyak di dunia. Dari sisi pelayanan, masih terdapat ketimpangan akses pada pelayanan kesehatan antarwilayah. Tercatat, baru 56,4 persen fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terakreditasi, dan masih terdapat 43,93 persen puskesmas yang tidak memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan secara lengkap yang sesuai standar.6

3OECD, 2018.

4Global Innovation Index, WIPO, 2022.

5Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

6Kementerian Kesehatan, 2022.

(42)

II. Refleksi RPJP 2005-2025: Pekerjaan Rumah Masih Banyak

Dalam dokumen RPJPN 2005-2025 disebutkan bahwa kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tercermin pada sumber daya manusia yang berkualitas. Suatu bangsa dikatakan semakin maju jika SDM- nya memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan tinggi. Tingginya kualitas pendidikan penduduk ditandai oleh makin menurunnya tingkat pendidikan terendah serta meningkatnya partisipasi pendidikan dan jumlah tenaga ahli serta profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Sementara itu, kemajuan suatu bangsa ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih kecil, derajat kesehatan dan angka harapan hidup yang lebih tinggi, dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan terlihat pada produktivitas yang makin tinggi.

Untuk mencapai Visi Indonesia 2025, peningkatan kualitas sumber daya manusia diarahkan untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dengan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM). Target-target besar untuk meningkatkan IPM melalui pendidikan dan kesehatan tidak tercantum secara spesifk dalam RPJPN. Namun penjabarannya terdapat dalam empat periode RPJMN, yang merupakan implementasi visi dan misi Presiden terpilih.

Misi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur” dengan pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu isu prioritas.

Pendidikan dan kesehatan menjadi bagian dari misi mewujudkan bangsa yang berdaya saing, mengedepankan pembangunan sumber daya manusia melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu pelayanan sosial dasar.

Dalam RPJMN 2005-2009, bidang pendidikan difokuskan pada upaya peningkatan taraf pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, peningkatan efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan. Sasaran utama RPJMN periode

(43)

ini adalah peningkatan angka partisipasi sekolah dan pendidikan tinggi. Guru dan dosen didorong untuk memiliki kualifikasi akademik minimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, pembangunan infrastruktur sekolah, termasuk pengadaan buku dan laboratorium cukup masif dilakukan pada periode pertama RPJPN ini. Pada jenjang pendidikan tinggi, pemerintah mendorong akreditasi perguruan tinggi dan mendorong lebih banyak produk penelitian yang menghasilkan paten dan teknologi tepat guna.

Sedangkan pada aspek peningkatan tata kelola pendidikan, pemerintah memberlakukan sertifikasi kualitas pendidikan dan penerapan ITE dalam pembelajaran.

Di bidang Kesehatan, kebijakan diarahkan untuk: (i) meningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat kesehatan masyarakat; (ii) meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan; (iii) mengembangkan sistem jaminan kesehatan, terutama bagi penduduk miskin; (iv) meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat; (v) meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak usia dini; dan (vi) meningkatkan pemerataan dan kualitas fasilitas kesehatan dasar. Kebijakan tersebut pada dasarnya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas.

Dalam RPJMN 2010-2014, bidang pendidikan diarahkan untuk melanjutkan kebijakan arah pendidikan yang telah dicanangkan pada periode sebelumnya. Dalam konteks ini, upaya peningkatan partisipasi pendidikan dilakukan dengan: (i) bantuan operasional sekolah (BOS), (ii) bantuan siswa miskin (BSM), (iii) pembaharuan infrastruktur sekolah untuk menambah daya tampung, serta (iv) kuota 20 persen untuk mahasiswa kurang mampu dan Program Bidik-Misi di level pendidikan tinggi.

Sementara itu, bidang kesehatan diarahkan dengan menitiberatkan pendekatan preventif, tidak hanya kuratif, melalui peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Di antaranya dengan perluasan penyediaan air bersih dan pengurangan wilayah kumuh, sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan angka harapan hidup,

(44)

dan pencapaian keseluruhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Dalam periode ini, mulai diterapkan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100 persen pada tahun 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012-2014.

Dalam RPJMN 2015-2019, di bidang pendidikan, program Wajib Belajar 9 Tahun ditingkatkan menjadi 12 tahun. Prioritas pembangunan pendidikan pada RPJMN 2015-2019 adalah peningkatan rata-rata lama sekolah dan rata-rata angka melek aksara penduduk di atas 15 tahun ke atas dengan: 1) memastikan keberhasilan pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun; 2) Pendidikan kesetaraan untuk kelompok usia dewasa; dan 3) memfokuskan intervensi pendidikan keaksaraan pada kelompok usia dan daerah yang paling bermasalah. Selain itu, untuk meningkatkan keselarasan pendidikan dan dunia kerja, pendidikan diarahkan pada pengembangan kemampuan vokasional.

Di bidang kesehatan, prioritas diarahkan pada peningkatan kesehatan ibu dan anak, percepatan perbaikan status gizi masyarakat, dan upaya penurunan stunting. Selain itu, kebijakan kesehatan juga diarahkan untuk, (i) meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (ii) peningkatan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas; (iii) pemenuhan ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan pengawasan obat dan makanan; (iv) pemenuhan sumber daya manusia kesehatan; dan (v) promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan dalam RPJMN 2020-2024, fokus pendidikan adalah peningkatan pemerataan layanan pendidikan berkualitas dan peningkatan produktivitas dan daya saing. Di bidang kesehatan, prioritasnya ialah percepatan penurunan stunting dan angka kematian ibu, dan mulai dilaksanakannya reformasi sistem kesehatan nasional.

Beberapa Kinerja Pembangunan Pendidikan Dasar dan Menengah selama RPJPN 2005-2025 dapat diringkaskan sebagai berikut.

(45)

Dalam periode 2005-2021, angka rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk di atas 15 tahun selalu meningkat setiap tahun dengan total peningkatan sebesar 1,78 poin atau menjadi 9,08 tahun.

Peningkatan setiap periode RPJMN cukup konstan namun masih jauh dari target Wajib Belajar 12 Tahun (BPS, 2021). Artinya, rata- rata penduduk usia 15 tahun ke atas sudah menempuh pendidikan selama 9,08 tahun atau setara dengan tahun pertama di SMA/

SMK/MA/Sederajat. Sedangkan angka Harapan Lama Sekolah tahun 2021 mencapai 13,08 tahun, yang menunjukkan bahwa anak usia 7 tahun ke atas berpeluang mengenyam pendidikan sampai Diploma I (D-I).7

Sementara itu, Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/

MA/Paket C menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, yaitu naik 28,77 poin menjadi 83,98 persen. Sedangkan APK Perguruan Tinggi (PT) di tahun 2021 memperlihatkan peningkatan signifikan, yaitu naik 15,28 poin atau menjadi 30,28 persen. Namun angka terakhir ini belum memenuhi target yang diharapkan.

Grafik I-1

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas

Sumber: BPS, 2021.

7Susenas, BPS 2022.

(46)

Pada RKP 2022, target APK PT ditetapkan sebesar 32,28 persen. Namun peningkatan akses pendidikan ini belum merata, baik antarwilayah maupun antarkelompok pendapatan. Secara umum, hanya satu dari tiga anak dari pendidikan menengah yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, sedangkan pada kelompok ekonomi termiskin hanya satu dari enam anak (Renstra Kemendikbudristek Tahun 2020-2024). Dengan kata lain, masih ada kesenjangan partisipasi sekolah penduduk dalam menempuh pendidikan antarwilayah terutama pada jenjang pendidikan menengah. Variasi RLS SMA/SMK/MA/Sederajat pada setiap wilayah cukup lebar.

Kesenjangan tertinggi terjadi di Provinsi Papua. Kondisi ini dapat menjadi gambaran bagi pemerintah untuk memprioritaskan intervensi pembangunan pendidikan di Provinsi Papua dan wilayah- wilayah yang masih tertinggal.8

Adapun dari sisi kualitas pendidikan, capaian yang dilihat berdasarkan hasil PISA tahun 2018 masih lebih rendah dibandingkan

Grafik I-2 Hasil PISA Tahun 2018

Sumber: OECD, 2018.

8Susenas, BPS 2022.

(47)

rata-rata negara OECD. Selain itu, dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya yang berpartisipasi dalam PISA, Indonesia menempati posisi ke-5 dari 6 negara, dengan urutan yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Indonesia, dan Filipina.9 Nilai terendah PISA Indonesia terletak dalam kemampuan literasi, yaitu kemampuan dalam memahami bahan-bahan bacaan, yang selanjutnya kemampuan dalam mengaplikasikan pemahaman tersebut pada kehidupan sosial dan ekonomi sehari-hari. Saat ini, penduduk Indonesia yang melek aksara (mampu membaca dan menulis) sudah lebih dari 96 persen. Namun kemampuan pemahaman atas bahan yang dibaca masih rendah.

Kualitas pendidikan tidak terlepas dari kualitas tenaga pendidik.

Selain jumlah guru dan distribusinya, kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh kualitas guru. Mayoritas guru di Indonesia sudah memiliki kualifikasi pendidikan minimal D4/S1, dan ini sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Namun, se

Gambar

Grafik I-2 Hasil PISA Tahun 2018
Grafik I-6 APK Pendidikan Tinggi
Gambar II-1
Grafik II-1b
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, mereka dapat memainkan peran aktif dalam membangun ekonomi hijau dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 melalui tindakan bertanggung jawab lingkungan dan pemilihan

Berdasarkan konsep smart leadership diatas, terbukti bahwa transformasi ekonomi digital di Indonesia sangat diperlukan guna mencapai Indonesia Emas 2045 dengan menciptakan pemimpin muda

Kebijakan penataan wilayah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Implementasi program Pendidikan Keluarga Berbasis Sekolah sebagai upaya mewujudkan generasi emas

Artikel ini membahas tentang peran strategis mahasiswa dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan visi Indonesia Emas

Misi RPJPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025-2045 Untuk mewujudkan visi Sumatera Barat 2045 ditetapkan 8 delapan misi pembangunan yang mengacu kepada agenda pembangunan jangka panjang

NOVEL MOMENTUM KESEHATAN ABAD INI ADALAH VISI INDONESIA EMAS 2045. KARYA Ferizal Bapak Sastra Kesehatan Indonesia Judul Buku : NOVEL MOMENTUM KESEHATAN ABAD INI ADALAH VISI INDONESIA EMAS 2045. KARYA Ferizal Bapak Sastra Kesehatan Indonesia Penulis / Editor : Ferizal QRCBN : 62-6418-7059-239 https://www.qrcbn.com/check/62-6418-7059-239 Pembuat Sampul : Ferizal Jumlah Halaman : 210 Jenis Penerbitan : PT. TV FANA SPM KESEHATAN PUSKESMAS Edisi :